Batu Menangis: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
(3 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1: | Baris 1: | ||
'''Batu Menangis'''<ref>{{Cite web|title=You are being redirected...|url=https://jubi.co.id/batu-menangis-cerita-rakyat-suku-hubula-wamena/|website=jubi.co.id|access-date=2021-03-16}}</ref> adalah cerita rakyat [[suku Hubula]] [[Wamena, Jayawijaya|Wamena]], [[Papua Pegunungan]]. |
|||
Batu Menangis adalah cerita rakyat suku Hubula Wamena. |
|||
== Cerita == |
== Cerita == |
||
Ada sepasang saudara hidup tenang bersama keluarganya yang bertinggal di suatu desa dekat [[Danau Habema]]. Penduduk di desa itu juga sangat ramah. |
Ada sepasang saudara hidup tenang bersama keluarganya yang bertinggal di suatu desa dekat [[Danau Habema]]. Penduduk di desa itu juga sangat ramah. |
||
Penduduk di desa ini juga sangat taat kepada adat-istiadat dan mempunyai keyakinan kuat kepada hal-hal mistis, keyakinannya seperti kepada roh nenek moyang dan makhluk halus. |
Penduduk di desa ini juga sangat taat kepada adat-istiadat dan mempunyai keyakinan kuat kepada hal-hal mistis, keyakinannya seperti kepada roh nenek moyang dan makhluk halus. |
||
Pada suatu hari, kepala desa ingin mengadakan acara besar pesta babi bernama Ewe Ako. Acara ini adalah acara tradisi yang diadakan setiap 5 tahun sekali dalam [[suku Hubula]]. Tujuan dari pesta ini untuk menyelesaikan hutang dan masalah internal yang telah terjadi di dalam desa ini dengan mempersembahkan babi. |
Pada suatu hari, kepala desa ingin mengadakan acara besar pesta babi bernama Ewe Ako. Acara ini adalah acara tradisi yang diadakan setiap 5 tahun sekali dalam [[suku Hubula]]. Tujuan dari pesta ini untuk menyelesaikan hutang dan masalah internal yang telah terjadi di dalam desa ini dengan mempersembahkan babi. |
||
Sepasang saudara ini mendapat tugas untuk mengumpulkan sayur-sayur di hutan terdekat, salah satunya kaki [[Puncak Trikora|Gunung Trikora]]. Di sekitar gunung tersebut ada larangan untuk tidak boleh membuang sampah sembarangan, kotori, atau hajat. |
Sepasang saudara ini mendapat tugas untuk mengumpulkan sayur-sayur di hutan terdekat, salah satunya kaki [[Puncak Trikora|Gunung Trikora]]. Di sekitar gunung tersebut ada larangan untuk tidak boleh membuang sampah sembarangan, kotori, atau hajat. |
||
Setelah sepasang saudara ini mengumpulkan sayur-sayur yang cukup banyak, tiba-tiba adiknya sakit perut, baru kakaknya segara mengatakan larangan tersebut dan menyuruh adiknya untuk tahan sampai mereka balik desanya. |
Setelah sepasang saudara ini mengumpulkan sayur-sayur yang cukup banyak, tiba-tiba adiknya sakit perut, baru kakaknya segara mengatakan larangan tersebut dan menyuruh adiknya untuk tahan sampai mereka balik desanya. |
||
Tetapi, adiknya sudah tidak bisa menahannya, jadi dia pergi ke semak-semak untuk membuang hajat. |
Tetapi, adiknya sudah tidak bisa menahannya, jadi dia pergi ke semak-semak untuk membuang hajat. |
||
Akhirnya adiknya merasa lega dan ingin membersihkan bokongnya, tetapi daun sekelilingnya terlalu kecil jadi dia memutuskan untuk mengambil salah satu batu yang tersusun rapi di dekat kaki gunung. |
Akhirnya adiknya merasa lega dan ingin membersihkan bokongnya, tetapi daun sekelilingnya terlalu kecil jadi dia memutuskan untuk mengambil salah satu batu yang tersusun rapi di dekat kaki gunung. |
||
Setelah membersihkannya, dia mengalami kesulitan untuk berdiri dan segara teriak untuk minta tolong kepada kakaknya. Kakaknya langsung buru-buru ke tempat |
Setelah membersihkannya, dia mengalami kesulitan untuk berdiri dan segara teriak untuk minta tolong kepada kakaknya. Kakaknya langsung buru-buru ke tempat di mana adiknya berada. Pas sampai, semuanya sudah telat, kakaknya hanya bisa memeluk erat adiknya sambil menangis karena adiknya telah menjadi satu dengan alam karena melanggar peraturan yang ada. |
||
Saat anak itu merasa dingin, dia akan menangis. Nangisnya akan membuat setiap kampung di [[Wamena, Jayawijaya|Wamena]] menjadi sangat dingin dan berhujan. Namun, dia juga tidak mengusik setiap orang, dia hanya akan membuat penurunan suhu. |
|||
== Pesan Moral == |
== Pesan Moral == |
||
Ada banyak sekali pintu-pintu di dunia. Pintu yang kita masuki adalah pilihan kita sendiri. Pilihlah dengan baik dan bijak karena kita tidak pernah tahu kemana pintu itu akan membawa kita. |
Ada banyak sekali pintu-pintu di dunia. Pintu yang kita masuki adalah pilihan kita sendiri. Pilihlah dengan baik dan bijak karena kita tidak pernah tahu kemana pintu itu akan membawa kita. |
||
== Referensi == |
|||
<references /> |
|||
[[Kategori:Cerita rakyat]] |
|||
[[Kategori:Papua]] |
Revisi terkini sejak 25 Juli 2024 12.48
Batu Menangis[1] adalah cerita rakyat suku Hubula Wamena, Papua Pegunungan.
Cerita
[sunting | sunting sumber]Ada sepasang saudara hidup tenang bersama keluarganya yang bertinggal di suatu desa dekat Danau Habema. Penduduk di desa itu juga sangat ramah.
Penduduk di desa ini juga sangat taat kepada adat-istiadat dan mempunyai keyakinan kuat kepada hal-hal mistis, keyakinannya seperti kepada roh nenek moyang dan makhluk halus.
Pada suatu hari, kepala desa ingin mengadakan acara besar pesta babi bernama Ewe Ako. Acara ini adalah acara tradisi yang diadakan setiap 5 tahun sekali dalam suku Hubula. Tujuan dari pesta ini untuk menyelesaikan hutang dan masalah internal yang telah terjadi di dalam desa ini dengan mempersembahkan babi.
Sepasang saudara ini mendapat tugas untuk mengumpulkan sayur-sayur di hutan terdekat, salah satunya kaki Gunung Trikora. Di sekitar gunung tersebut ada larangan untuk tidak boleh membuang sampah sembarangan, kotori, atau hajat.
Setelah sepasang saudara ini mengumpulkan sayur-sayur yang cukup banyak, tiba-tiba adiknya sakit perut, baru kakaknya segara mengatakan larangan tersebut dan menyuruh adiknya untuk tahan sampai mereka balik desanya.
Tetapi, adiknya sudah tidak bisa menahannya, jadi dia pergi ke semak-semak untuk membuang hajat.
Akhirnya adiknya merasa lega dan ingin membersihkan bokongnya, tetapi daun sekelilingnya terlalu kecil jadi dia memutuskan untuk mengambil salah satu batu yang tersusun rapi di dekat kaki gunung.
Setelah membersihkannya, dia mengalami kesulitan untuk berdiri dan segara teriak untuk minta tolong kepada kakaknya. Kakaknya langsung buru-buru ke tempat di mana adiknya berada. Pas sampai, semuanya sudah telat, kakaknya hanya bisa memeluk erat adiknya sambil menangis karena adiknya telah menjadi satu dengan alam karena melanggar peraturan yang ada.
Saat anak itu merasa dingin, dia akan menangis. Nangisnya akan membuat setiap kampung di Wamena menjadi sangat dingin dan berhujan. Namun, dia juga tidak mengusik setiap orang, dia hanya akan membuat penurunan suhu.
Pesan Moral
[sunting | sunting sumber]Ada banyak sekali pintu-pintu di dunia. Pintu yang kita masuki adalah pilihan kita sendiri. Pilihlah dengan baik dan bijak karena kita tidak pernah tahu kemana pintu itu akan membawa kita.
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ "You are being redirected..." jubi.co.id. Diakses tanggal 2021-03-16.