Etika: Perbedaan antara revisi
k menambahkan tautan |
Ariandi Lie (bicara | kontrib) k Membatalkan 1 suntingan oleh Nazhiffaiz1822 (bicara) ke revisi terakhir oleh 180.244.160.181(Tw) Tag: Pembatalan |
||
(28 revisi perantara oleh 11 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1: | Baris 1: | ||
{{filsafat}}'''Etika''' atau '''tata susila''' adalah [[konsep]] [[penilaian]] sifat [[kebenaran]] atau kebaikan dari [[tindakan sosial]] berdasarkan kepada [[tradisi]] yang dimiliki oleh [[individu]] maupun [[kelompok]].<ref>{{Cite book|last=Purba, S. dkk.|date=2020|url=https://www.google.co.id/books/edition/Etika_Profesi_Membangun_Profesionalisme/Ce34DwAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=etika&printsec=frontcover|title=Etika Profesi: Membangun Profesionalisme Diri|publisher=Yayasan Kita Menulis|isbn=978-623-6512-89-0|pages=3|url-status=live}}</ref> Pembentukan etika melalui proses [[filsafat]] sehingga etika merupakan bagian dari filsafat.<ref>{{Cite book|last=Nurdin|first=Ismail|date=2017|url=https://www.google.co.id/books/edition/Etika_Pemerintahan/MF49DwAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=etika&printsec=frontcover|title=Etika Pemerintahan: Norma, Konsep dan Praktek bagi Penyelenggara Pemerintahan|location=Yogyakarta|publisher=Lintang Rasi Aksara Books|isbn=978-602-7802-36-0|pages=1-2|url-status=live}}</ref> Unsur utama yang membentuk etika adalah [[moral]].<ref>{{Cite book|last=Darwin|first=Eryati|date=2014|url=http://repo.unand.ac.id/28951/1/Buku%20Etika%20Hardisman-Chapter-1.pdf|title=Etika Profesi Kesehatan|location=Sleman|publisher=Deepublish|isbn=|pages=13|url-status=live}}</ref> Etika hanya mengatur tentang cara manusia dalam bertindak dan tidak memperhatikan kondisi fisik dari [[manusia]].<ref>{{Cite book|last=Hidana, R., dkk.|date=2020|url=https://repository.penerbitwidina.com/media/314615-etika-profesi-aspek-hukum-bidang-kesehat-2f831d1c.pdf|title=Etika Profesi dan Aspek Hukum Bidang Kesehatan|location=Bandung|publisher=Penerbit Widina Bhakti Persada Bandung|isbn=978-623-93255-1-0|editor-last=Jaelani|editor-first=Elan|pages=3|url-status=live|access-date=2021-12-10|archive-date=2021-12-10|archive-url=https://web.archive.org/web/20211210205850/https://repository.penerbitwidina.com/media/314615-etika-profesi-aspek-hukum-bidang-kesehat-2f831d1c.pdf|dead-url=yes}}</ref> Ruang lingkup etika meliputi analisis dan penerapan konsep mengenai [[kebenaran]], [[kekeliruan]], [[Kebaikan bersama|kebaikan]], keburukan, dan tanggung jawab.<ref>{{Cite book|last=Rakhmat|first=Muhammad|date=2013|url=http://digilib.uinsgd.ac.id/5405/1/EtikaProfesi.pdf|title=Etika Profesi: Etika Dasar Setiap Profesi Kehidupan dalam Perspektif Hukum Positif|location=Bandung|publisher=LoGoz Publishing|isbn=978-602-9272-07-9|editor-last=Haerun, M., dan Nurrahmat, F. B.|pages=2|url-status=live}}</ref> Pengelompokan etika secara umum terdiri dari etika deskriptif, etika normatif, etika deontologi, dan etika teleologi.{{Sfn|Prihatminingtyas|2019|p=2-3}} Manfaat dari etika adalah adanya [[pengendalian diri]] individu yang dapat mempermudah pemenuhan atas kepentingan [[kelompok sosial]].<ref>{{Cite book|last=Sidiq|first=Umar|date=2018|url=http://repository.iainponorogo.ac.id/395/1/Etika%20%26%20Profesi%20Keguruan%20FullBook%20Dr.Umar.pdf|title=Etika dan Profesi Keguruan|location=Tulungagung|publisher=STAI Muhammadiyah|isbn=978-602-71303-4-0|pages=89|url-status=live}}</ref> |
|||
{{filsafat}}{{Sedang ditulis}} |
|||
'''Etika''' ([[Yunani Kuno]]: "''ethikos''", berarti "timbul dari kebiasaan") adalah sesuatu di mana dan bagaimana cabang utama [[filsafat]] yang mempelajari [[nilai]] atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian [[moral]].{{fact}} Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti [[benar]], [[salah]], [[baik]], [[buruk]], dan [[tanggung jawab]]. {{fact}} |
|||
== Peristilahan == |
|||
[[Yohanes dari Damaskuks|St. John of Damascus]] (abad ke-7 Masehi) menempatkan etika di dalam kajian filsafat praktis. |
|||
Kata 'etika' berasal dari [[bahasa Yunani Kuno]] yaitu ''ethos.'' Secara umum, artinya [[Tradisi|kebiasaan]] atau kehendak baik yang bersifat tetap.<ref>{{Cite book|last=Susanto|first=Heri|date=2020|url=http://eprints.ulm.ac.id/9061/1/4.%20Buku%20Profesi%20Keguruan.pdf|title=Profesi Keguruan|location=Banjarmasin|publisher=Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lambung Mangkurat|isbn=978-623-93665-0-6|pages=17|url-status=live}}</ref> Sedangkan dalam bentuk tunggal, kata ini juga memiliki beberapa arti yang berkaitan dengan tempat atau pemikiran. Maknanya sebagai tempat ialah tempat tinggal yang biasa, padang rumput, atau kandang. Sementara maknanya sebagai pemikiran ialah kebiasaan, adat, akhlak, watak, sikap atau cara berpikir. Dalam filsafat, makna etika yang digunakan adalah sebagai cara berpikir.<ref>{{Cite book|last=Bertens|first=K.|date=1993|url=https://www.google.co.id/books/edition/Etika_K_Bertens/wSTf79ehWuAC?hl=id&gbpv=1&dq=etika&printsec=frontcover|title=Etika|location=Jakarta|publisher=Gramedia Pustaka Utama|isbn=979-511-744-0|pages=4|url-status=live}}</ref> Istilah ini digunakan dalam filsafat pertama kalinya oleh [[Aristoteles]] (384–322 SM) untuk menjelaskan tentang filsafat moral.<ref>{{Cite book|last=Panggabean|first=Hetty|date=2020|url=https://repository.penerbitwidina.com/media/341215-buku-ajar-etika-dan-hukum-kesehatan-1345157d.pdf|title=Buku Ajar Etika dan Hukum Kesehatan|location=Bandung|publisher=Penerbit Widina Bhakti Persada Bandung|isbn=978-623-6608-55-5|editor-last=Jaelani|editor-first=Elan|pages=1|url-status=live|access-date=2021-12-13|archive-date=2021-12-13|archive-url=https://web.archive.org/web/20211213080240/https://repository.penerbitwidina.com/media/341215-buku-ajar-etika-dan-hukum-kesehatan-1345157d.pdf|dead-url=yes}}</ref> Dalam pengertian ini, etika diartikan sebagai ilmu tentang adat dan kebiasaan.<ref>{{Cite book|last=Murya, A., dan Sucipto, U.|date=2019|url=https://www.google.co.id/books/edition/Etika_Dan_Tanggung_Jawab_Profesi/bgyfDwAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=etika&printsec=frontcover|title=Etika dan Tanggung Jawab Profesi|location=Sleman|publisher=Deepublish|isbn=978-623-209-635-6|editor-last=Alam|editor-first=Kodrat|pages=2|url-status=live}}</ref> |
|||
⚫ | |||
Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita.{{fact}} Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain.<ref>[K. Bertens. 2000. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 25.]</ref> Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.{{fact}} |
|||
Etika merupakan salah satu [[disiplin ilmiah]] yang bertujuan untuk mempelajari tentang moral. Selain etika, terdapat beberapa disiplin ilmiah lain yang mempelajari moral, antara lain [[antropologi]], [[sosiologi]], dan [[psikologi]]. Perbedaannya terletak pada pendekatan yang digunakan dalam memahami moral. Pendekatan yang digunakan dalam etika ialah studi deskriptif moralitas. Etika menjadi tindakan sosial manusia sebagai permasalah utamanya. Tujuan etika bersifat deskriptif sekaligus preskiptif. Deskriptif berarti bahwa etika menyajikan pengamatan tentang karakteristik individu. Sementara, preskriptif berarti bahwa etika bertujuan untuk mengevaluasi tindakan manusia dan memberikan rekomendasi atau persetujuan atas tindakan manusia.<ref>{{Cite book|last=Ekasari, K. dan Nurfitriasih, D. M.|date=2019|url=https://www.academia.edu/43641618/ETIKA_BISNIS|title=Etika Bisnis|location=Malang|publisher=Polinema Press|isbn=978-623-7408-54-3|pages=3|url-status=live}}</ref> |
|||
== Sejarah == |
|||
Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika.{{fact}} Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi.{{fact}} Karena itulah etika merupakan suatu ilmu.<!--menurut siapa?--> Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia.{{fact}} Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.<ref>Etika, 24-25</ref> |
|||
=== Masa Yunani Kuno === |
|||
Sebagai cabang filsafat yang membicarakan tingkah laku manusia, etika memberikan standar atau penilaian terhadap perilaku tersebut. Oleh karena itu, etika terbagi menjadi empat klasifikasi yaitu: |
|||
Konsep mengenai etika mulai muncul di kalangan murid [[Pythagoras]] (570–496 SM) di wilayah [[bangsa Yunani]] di [[Mezzogiorno]]. Para murid Pythagoras membentuk suatu tradisi yang berlangsung selama dua ratus tahun. Tradisi ini berbentuk sebuah pernyataan bahwa prinsip-prinsip matematika merupakan dasar dari segala [[kenyataan]]. Para murid ini meyakini terjadinya reinkarnasi yang membuat tubuh manusia berperan sebagai kuburan bagi jiwa. Jiwa hanya dapat terbebas dari ketertarikan indrawi dengan melakukan pembersihan. Bentuk pembersihan jiwa ini adalah bekerja dan bertapa secara rohani. Bentuk pertapaan ini utamanya melalui pemikiran filsafat dan matematika.<ref>{{Cite book|last=Hidayat, R., dan Rifa’i, M.|date=2018|url=http://repository.uinsu.ac.id/6061/1/Buku%20Etika%20Manajemen%20Perspektif%20Islam.pdf|title=Etika Manajemen Perspektif Islam|location=Medan|publisher=Lembaga Peduli Pengembangan Pendidikan Indonesia|isbn=978-602-51316-3-9|editor-last=Abdillah|pages=6-7|url-status=live}}</ref> [[Aristoteles]] kemudian menjelaskan pengertian etika sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang perbuatan manusia. Ruang lingkupnya hanya meliputi tata cara atau kebiasaan yang menghasilkan perbuatan yang dianggap baik atau buruk menurut kodrat manusia.<ref>{{Cite book|last=Gunadi, A. A., dan Oisina S., I. V.|date=2015|url=http://repository.upi-yai.ac.id/124/1/1.%20Etika%20PeriklaNaN.pdf|title=Etika Periklanan|location=Jakarta|publisher=Universitas Muhammadiyah Jakarta Press|isbn=978-979-882-387-9|pages=1|url-status=live}}</ref> |
|||
* Etika Deskriptif: Etika yang hanya menerangkan apa adanya tanpa memberikan penilaian terhadap objek yang diamati. |
|||
* Etika Normatif: Etika yang mengemukakan suatu penilaian mana yang baik dan buruk, dan apa yang sebaiknya dilakukan oleh manusia. |
|||
* Etika Individual''':''' Etika yang objeknya manusia sebagai individualis. Berkaitan dengan makna dan tujuan hidup manusia. |
|||
* Etika Sosial''':''' Etika yang membicarakan tingkah laku manusia sebagai makhluk sosial dan hubungan interaksinya dengan manusia lain. Baik dalam lingkup terkecil, keluarga, hingga yang terbesar bernegara. |
|||
Klasifikasi di atas menegaskan bahwa etika erat kaitannya dengan penilaian. Karena pada hakikatnya etika membicarakan sifat manusia sehingga seseorang bisa dikatakan baik, bijak, jahat, susila atau sebagainya. Secara khusus etika ada pada prinsip manusia sebagai subjek sekaligus objek, bagaimana manusia berperilaku atas tujuan untuk dirinya sendiri dan tujuan untuk kepentingan bersama. |
|||
== |
== Karakteristik == |
||
Istilah "etika" memiliki kemiripan dan perbedaan dengan beberapa istilah lain yaitu “etik” dan “[[etiket]]”. Persamaan antara ketiganya adalah dari segi bentuk serta unsur. Etika adalah kajian tentang etik. Sementara etiket adalah adat istiadat, sopan santun, dan perilaku dalam hubungan antar manusia yang bersifat positif. Persamaan antara etika dan etiket adalah sama-sama membahas mengenai perilaku manusia dan mengaturnya. Karenanya, istilah etika dan etiket tidak digunakan untuk hewan. Perbedaan keduanya adalah pada kondisi perilaku manusia. Etiket hanya membahas tentang cara perbuatan dilakukan. Sementara etika menentukan kepantasan suatu cara perbuatan untuk dilakukan. Etiket juga hanya berlaku untuk pergaulan dengan orang lain, sementara etika berlaku bagi diri sendiri dan orang lain. Sifat dari etiket adalah relatif sementara etika bersifat mutlak untuk diterapkan. Selain itu, sudut pandang etiket hanya dari sifat lahiriah manusia, sedangkan etika memandang manusia secara lengkap, menyeluruh, dan mendalam.<ref>{{Cite book|last=Hudha, A. M., Husamah, dan Rahardjanto, A.|date=2019|url=https://core.ac.uk/download/pdf/224780114.pdf|title=Etika Lingkungan: Teori dan Praktik Pembelajarannya|location=Malang|publisher=Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang|isbn=978-979-796-384-2|pages=48|url-status=live}}</ref> |
|||
⚫ | |||
[[Etika filosofis]] secara harfiah dapat dikatakan sebagai etika yang berasal dari kegiatan berfilsafat atau berpikir, yang dilakukan oleh manusia. Karena itu, etika sebenarnya adalah bagian dari [[filsafat]]; etika lahir dari filsafat.{{fact}} |
|||
== Pengelompokan == |
|||
Etika termasuk dalam filsafat, karena itu berbicara etika tidak dapat dilepaskan dari filsafat.{{fact}} Karena itu, bila ingin mengetahui unsur-unsur etika maka kita harus bertanya juga mengenai unsur-unsur filsafat. Berikut akan dijelaskan dua sifat etika:<ref>Etika, 27-29</ref> |
|||
Berdasarkan tingkat penerapan prinsip, etika dapat dibagi menjadi etika umum dan etika khusus (sosial). Etika umum merupakan dasar dari ilmu etika. Prinsip-prinsip yang dikemukakan berkaitan langsung dan menjadi bagian dari ilmu tentang moral. Sementara itu, etika khusus atau etika sosial merupakan penerapan dari prinsip-prinsip etika umum. Etika khusus ini ditujukan bagi berbagai [[pekerjaan]] yang bersifat [[profesional]].<ref>{{Cite book|last=Asmawati dan Amri, S. R.|date=2011|url=https://www.researchgate.net/profile/Sri-Amri/publication/340771948_Etika_Profesi_dan_Hukum_Kesehatan/links/5e9cbaad4585150839ebcc24/Etika-Profesi-dan-Hukum-Kesehatan.pdf|title=Etika Profesi dan Hukum Kesehatan|location=Makassar|publisher=Pustaka Refleksi|isbn=978-979-357-067-9|pages=5|url-status=live}}</ref> |
|||
== Kedudukan == |
|||
1. Non-empiris{{fact}} |
|||
Dalam dunia [[akademi]], etika merupakan salah satu cabang utama dalam filsafat. Etika menjadi disiplin ilmiah khusus di dalam filsafat. Secara keilmuan, etika berada di bawah kedudukan subdisiplin filsafat, yaitu [[ontologi]], [[aksiologi]] dan [[epistemologi]]. Etika sebagai disiplin ilmiah filsafat mengkaji tentang hakikat dari nilai kebaikan dan moralitas. Sementara itu, di bidang ilmu lainnya, etika merupakan bagian dari disiplin ilmiah populer. Setiap disiplin ilmiah ini mengembangkan etika secara teoretis maupun praktis.<ref>{{Cite book|last=Prabowo S, M. N., dan Hasibuan, A. A.|date=2017|url=https://www.google.co.id/books/edition/Pengantar_Studi_Etika_Kontemporer/08hTDwAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=etika&printsec=frontcover|title=Pengantar Studi Etika Kontemporer: Teoretis dan Terapan|location=Malang|publisher=UB Press|isbn=978-602-432-412-4|pages=4|url-status=live}}</ref> Sementara itu, etika juga berperan sebagai pembatas keberpahakan suatu ilmu dalam epsitemologi.<ref>{{Cite book|last=Utsman|first=Sabian|date=2014|url=http://digilib.iain-palangkaraya.ac.id/2293/1/Sabian%202.pdf|title=Metodologi Penelitian Hukum Progresif: Pengembaraan Permasalahan Penelitian Hukum, Aplikasi Mudah Membuat Proposal Penelitian Hukum|location=Yogyakarta|publisher=Pustaka Pelajar|pages=102|url-status=live}}</ref> |
|||
Filsafat digolongkan sebagai ilmu [[non-empiris]]. Ilmu empiris adalah ilmu yang didasarkan pada fakta atau yang konkret. Namun filsafat tidaklah demikian, filsafat berusaha melampaui yang konkret dengan seolah-olah menanyakan apa di balik gejala-gejala konkret. Demikian pula dengan etika. Etika tidak hanya berhenti pada apa yang konkret yang secara faktual dilakukan, tetapi bertanya tentang apa yang seharusnya dilakukan atau tidak boleh dilakukan. |
|||
⚫ | |||
2. Praktis{{fact}} |
|||
Cabang-cabang filsafat berbicara mengenai sesuatu “yang ada”. Misalnya filsafat hukum mempelajari apa itu [[hukum]]. Akan tetapi etika tidak terbatas pada itu, melainkan bertanya tentang “apa yang harus dilakukan”. Dengan demikian etika sebagai cabang filsafat bersifat praktis karena langsung berhubungan dengan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan manusia. Tetapi ingat bahwa etika bukan praktis dalam arti menyajikan resep-resep siap pakai. Etika tidak bersifat teknis melainkan reflektif. Maksudnya etika hanya menganalisis tema-tema pokok seperti hati nurani, kebebasan, hak dan kewajiban, dsb, sambil melihat teori-teori etika masa lalu untuk menyelidiki kekuatan dan kelemahannya. Diharapkan kita mampu menyusun sendiri argumentasi yang tahan uji. |
|||
=== Etika |
=== Etika deskriptif === |
||
[[Etika deskriptif]] merupakan jenis etika yang memberikan [[deskripsi]] mengenai penilaian manusia terhadap sesuatu yang berharga sehingga mempengaruhi tindakan dan perilakunya. Deskripsi ini diberikan secara rasional dan kritis. Etika deskriptif melibatkan pengambilan keputusan dalam tindakan manusia dengan memperhatikan fakta yang ada.<ref>{{Cite book|last=Napitupulu|first=Dedi Sahputra|date=2020|url=https://www.researchgate.net/profile/Dedi-Napitupulu/publication/348433193_Etika_Profesi_Guru_Pendidikan_Agama_Islam/links/5ffee9eea6fdccdcb84de69a/Etika-Profesi-Guru-Pendidikan-Agama-Islam.pdf|title=Etika Profesi Guru Pendidikan Agama Islam|location=Sukabumi|publisher=Haura Utama|isbn=978-623-94603-6-5|editor-last=Maknun|pages=77|url-status=live}}</ref> |
|||
Ada dua hal yang perlu diingat berkaitan dengan [[etika teologis]]. Pertama, etika teologis bukan hanya milik agama tertentu, melainkan setiap agama dapat memiliki etika teologisnya masing-masing.{{fact}} Kedua, etika teologis merupakan bagian dari etika secara umum, karena itu banyak unsur-unsur di dalamnya yang terdapat dalam etika secara umum, dan dapat dimengerti setelah memahami etika secara umum.<ref>[Eka Darmaputera. 1987. Etika Sederhana Untuk Semua: Perkenalan Pertama. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 94.]</ref> |
|||
⚫ | |||
Secara umum, etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi teologis.<ref>[Paul L. Lehmann. 1963. Ethics in a Christian Context. New York: Harper & Row Publishers, 25.]</ref> Definisi tersebut menjadi kriteria pembeda antara etika filosofis dan etika teologis.{{fact}} Di dalam [[etika Kristen]], misalnya, etika teologis adalah etika yang bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi tentang [[Allah]] atau [[Yang Ilahi]], serta memandang kesusilaan bersumber dari dalam kepercayaan terhadap Allah atau Yang Ilahi.{{fact}} Karena itu, etika teologis disebut juga oleh [[Jongeneel]] sebagai etika transenden dan etika [[teosentris]].<ref>[J.A.B. Jongeneel. 1980. Hukum Kemerdekaan Jilid 1. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 15-16.]</ref> Etika teologis [[Kristen]] memiliki objek yang sama dengan etika secara umum, yaitu tingkah laku manusia.{{fact}} Akan tetapi, tujuan yang hendak dicapainya sedikit berbeda, yaitu mencari apa yang seharusnya dilakukan manusia, dalam hal baik atau buruk, sesuai dengan kehendak Allah.<ref>[J. Verkuyl. 1982. Etika Kristen Bagian Umum, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 17.]</ref> |
|||
[[Etika normatif]] merupakan jenis etika yang berusaha mengatur berbagai sikap dan pola perilaku yang sifatnya [[ideal]]. Sikap dan perilaku yang ditetapkan telah memiliki anggap sebagai sesuatu yang bernilai bagi kehidupan manusia. Fungsi etika normatif adalah memberikan penilaian dan [[norma]] dasar atas setiap keputusan dalam melakukan tindakan. Norma dasar ini dihadirkan dalam bentuk kaidah umum dan prinsip tingkah laku.<ref>{{Cite book|last=Tjaronosari dan Herianandita, E.|date=2018|url=http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2018/09/Etika-Profesi_SC.pdf|title=Etika Profesi|publisher=Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan|pages=5|url-status=live|access-date=2021-12-13|archive-date=2021-12-13|archive-url=https://web.archive.org/web/20211213070453/http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2018/09/Etika-Profesi_SC.pdf|dead-url=yes}}</ref> |
|||
== Etika terapan == |
|||
Setiap agama dapat memiliki etika teologisnya yang unik berdasarkan apa yang diyakini dan menjadi sistem nilai-nilai yang dianutnya. Dalam hal ini, antara agama yang satu dengan yang lain dapat memiliki perbedaan di dalam merumuskan etika teologisnya.{{fact}} |
|||
=== |
=== Etika bisnis === |
||
Istilah "etika bisnis" pertama kali muncul dan mulai digunakan di [[Amerika Serikat]] pada periode 1970-an. Istilah ini kemudian mulai digunakan di wilayah lain di dunia.<ref>{{Cite book|last=Nugroho, A., dan Arijanto, A.|date=2015|url=http://karyailmiah1.mercubuana.ac.id/wp-content/uploads/2019/03/HAKI-ETIKA-BISNIS.pdf|title=Etika Bisnis (Business Ethic): Pemahaman Teori secara Komprehensif dan Implementasinya|location=Bogor|publisher=PT Penerbit IPB Press|isbn=|pages=2|url-status=live}}</ref> [[Masyarakat]] dan [[bisnis]] saling berkaitan satu sama lain. Kegiatan bisnis selalu berkaitan dengan keberadaan masyarakat disertai dengan seluruh atribut dan simbol yang diyakini oleh masyarakat tersebut. Kondisi ini membuat kegiatan bisnis memiliki nilai moral dan etika tertentu.{{Sfn|Prihatminingtyas|2019|p=27}} Etika bisnis bertujuan untuk memberikan kesadaran moral kepada para pelaku bisnis. Kesadaran ini utamanya ditujukan kepada pebisnis untuk konsumen. Bentuknya dapat berupa kegiatan bisnis yang tidak menimbulkan kerugian bagi konsumen.<ref>{{Cite book|last=Budiono|first=Gatut L.|date=2008|url=http://dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1190211015154363426301December2018.pdf|title=Etika Bisnis Pendekatan Teoritis dan Praktis|location=Jakarta|publisher=Poliyama Widya Pustaka|isbn=978-979-15721-3-2|editor-last=Laruhun|editor-first=Lamansu|pages=40|url-status=live|access-date=2021-12-10|archive-date=2021-12-10|archive-url=https://web.archive.org/web/20211210205802/http://dosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1190211015154363426301December2018.pdf|dead-url=yes}}</ref> |
|||
Terdapat perdebatan mengenai posisi etika filosofis dan etika teologis di dalam ranah etika.{{fact}} Sepanjang sejarah pertemuan antara kedua etika ini, ada tiga jawaban menonjol yang dikemukakan mengenai pertanyaan di atas, yaitu:<ref>Ethics in a Christian Context, 254</ref> |
|||
* [[Revisionisme]]{{fact}} |
|||
Tanggapan ini berasal dari [[Augustinus]] (354-430) yang menyatakan bahwa etika teologis bertugas untuk merevisi, yaitu mengoreksi dan memperbaiki etika filosofis. |
|||
== Sudut pandang teoretis == |
|||
* [[Sintesis]]{{fact}} |
|||
Etika dapat dipahami melalui beberapa sudut pandang teoretis yang didasarkan kepada analisa pengalaman dengan [[bukti empiris]]. Sudut pandang paling awal adalah memandang teori etika melalui aspek kepentingan dan motivasi. Pada sudut pandang ini, subjeknya adalah individu yang akan melakukan suatu kegiatan atas keinginannya sendiri tanpa mempertimbangkan akibat dari tindakan yang dilakukannya. Sudut pandang berikutnya adalah berdasarkan penilaian dari pihak penyelenggara negara atau insitusi pemerintahan. Pada sudut pandang ini, etika dapat diatur dengan memasukkan konsep-konsepnya ke dalam peraturan, undang-undang dan perlakuan hukum publik. Konsep-konsep ini kemudian diberlakukan kepada publik. Sudut pandang terakhir adalah penilaian etika oleh komunitas masyarakat tertentu yang menjadi pihak perantara dalam interaksi sosial maupun interaksi fisik.<ref>{{Cite book|last=Fauzi|first=Imron|date=2019|url=http://digilib.iain-jember.ac.id/1206/1/Imron-Etika%20Profesi-2019-SIAP%20DICETAK.pdf|title=Etika Profesi Keguruan|location=Jember|publisher=IAIN Jember Press|isbn=978-602-414-088-5|editor-last=Umam|editor-first=Khairul|pages=11-12|url-status=live|access-date=2021-12-10|archive-date=2021-12-10|archive-url=https://web.archive.org/web/20211210111602/http://digilib.iain-jember.ac.id/1206/1/Imron-Etika%20Profesi-2019-SIAP%20DICETAK.pdf|dead-url=yes}}</ref> |
|||
Jawaban ini dikemukakan oleh [[Thomas Aquinas]] (1225-1274) yang menyintesiskan etika filosofis dan etika teologis sedemikian rupa, hingga kedua jenis etika ini, dengan mempertahankan identitas masing-masing, menjadi suatu entitas baru. Hasilnya adalah etika filosofis menjadi lapisan bawah yang bersifat umum, sedangkan etika teologis menjadi lapisan atas yang bersifat khusus. |
|||
== Sudut pandang agama == |
|||
* [[Diaparalelisme]]{{fact}} |
|||
Jawaban ini diberikan oleh [[F.E.D. Schleiermacher]] (1768-1834) yang menganggap etika teologis dan etika filosofis sebagai gejala-gejala yang sejajar. Hal tersebut dapat diumpamakan seperti sepasang rel kereta api yang sejajar. |
|||
=== Etika Islam === |
|||
Mengenai pandangan-pandangan di atas, ada beberapa keberatan. Mengenai pandangan Augustinus, dapat dilihat dengan jelas bahwa etika filosofis tidak dihormati setingkat dengan etika teologis.{{fact}} Terhadap pandangan Thomas Aquinas, kritik yang dilancarkan juga sama yaitu belum dihormatinya etika filosofis yang setara dengan etika teologis, walaupun kedudukan etika filosofis telah diperkuat.{{fact}} Terakhir, terhadap pandangan Schleiermacher, diberikan kritik bahwa meskipun keduanya telah dianggap setingkat namun belum ada pertemuan di antara mereka.<ref>Ethics in a Christian Context, 254</ref> |
|||
[[Etika Islam]] berbeda dengan etika dalam pandangan filsafat. Karakteristik utama dari etika Islam adalah adanya tuntunan untuk berperilaku dengan baik dan menghindari perilaku yang buruk. Sumber moral yang menjadi acuan penetapan standar etika Islam adalah wahyu dari Allah yang disampaikan di dalam [[Al-Qur'an]] dan [[hadis]]. Selain itu, etika Islam berlaku secara universal di segala tempat dan segala waktu. Sifat dari etika Islam ialah masuk akal sehingga dapat diterapkan oleh seluruh manusia. Tujuan akhir dalam etika Islam adalah pembentukan akhlak yang bersifat luhur.<ref>{{Cite book|last=Wahyudin, Wahyudi, D., dan Muzakki, A.|date=2019|url=https://repository.metrouniv.ac.id/id/eprint/1443/1/ETIKA%20KETUHANAN%20repository.pdf|title=Etika Ketuhanan|location=Yogyakarta|publisher=Idea Press|isbn=978-623-7085-36-2|pages=3-4|url-status=live}}</ref> |
|||
Ada pendapat lain yang menyatakan perlunya suatu hubungan yang dialogis antara keduanya.<ref>Hukum Kemerdekaan Jilid 1, 38.</ref> Dengan hubungan dialogis ini maka relasi keduanya dapat terjalin dan bukan hanya saling menatap dari dua horizon yang paralel saja.{{fact}} Selanjutnya diharapkan dari hubungan yang dialogis ini dapat dicapai suatu tujuan bersama yang mulia, yaitu membantu manusia dalam bagaimana ia seharusnya hidup. |
|||
⚫ | |||
Etika Terapan merupakan istilah baru, tapi sebetulnya yang dimaksudkan dengannya sama sekali bukan hal baru dalam sejarah Filsafat Moral. Sejak Plato dan Aristoteles sudah ditekankan bahwa etika merupakan filsafat praktis, artinya, filsafat yang ingin memberikan penyuluhan kepada tingkah laku manusia dengan memperlihatkan apa yang harus kita lakukan.<ref>K. Bertens. Etika, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 1993), 265.</ref> |
|||
Salah satu ciri khas etika terapan sekarang ini adalah kerja sama yang erat antara etika dan ilmu-ilmu lain. Etika Terapan tidak bisa dijalankan dengan baik tanpa kerja sama itu, karena ia harus membentuk pertimbangan tentang bidang yang sama sekali di luar perhatiannya. |
|||
Terdapat empat unsur dalam metode etika terapan<ref>K. Bertens. Etika, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 1993), 293-299.</ref> |
|||
1. Sikap Awal |
|||
Dalam usaha membentuk suatu pandangan beralasan tentang masalah etis apa pun, selalu ada suatu sikap awal. Sikap ini bisa pro atau kontra bisa juga netral. |
|||
2. Informasi |
|||
Setelah pemikiran etis tergugah, unsur kedua yang dibutuhkan adalah informasi. Hal ini terutama mendesak bagi masalah etis yang terkait dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Melalui informasi kita dapat mengetahui bagaimana keadaan obyektif itu. |
|||
3. Norma-norma Moral |
|||
Norma-norma moral itu sudah diterima dalam masyarakat (jadi, tidak diciptakan untuk kesempatan ini), tapi harus diakui juga sebagai relevan untuk topik atau bidang yang khusus ini. |
|||
4. Logika |
|||
Etika Terapan harus bersifat logis juga. ini tentu tidak merupakan tuntutan khusus bagi etika saja. Logika dapat menunjukkan kesalahan-kesalahan penalaran dan inkonsistensi yang barangkali terjadi dalam argumentasi. |
|||
⚫ | |||
Masyarakat dan bisnis saling berkaitan satu sama lain. Kegiatan bisnis selalu berkaitan dengan keberadaan masyarakaat disertai dengan seluruh atribut dan simbol yang diyakini oleh masyarakat tersebut. Kondisi ini membuat kegiatan bisnis memiliki nilai moral dan etika tertentu.{{Sfn|Prihatminingtyas|2019|p=27}} |
|||
== Lihat Pula == |
== Lihat Pula == |
||
Baris 96: | Baris 63: | ||
** [http://plato.stanford.edu/entries/natural-law-ethics/ Natural Law Tradition in Ethics] |
** [http://plato.stanford.edu/entries/natural-law-ethics/ Natural Law Tradition in Ethics] |
||
** [http://plato.stanford.edu/entries/ethics-virtue/ Virtue Ethics] |
** [http://plato.stanford.edu/entries/ethics-virtue/ Virtue Ethics] |
||
{{filsafat-stub}} |
|||
[[Kategori:Etika| ]] |
[[Kategori:Etika| ]] |
||
[[Kategori:Filsafat sosial]] |
|||
[[Kategori:Filsafat budi]] |
|||
[[Kategori:Filsafat hidup]] |
|||
[[Kategori:Aksiologi]] |
Revisi terkini sejak 13 Desember 2023 12.08
Filsafat |
---|
Cabang |
Tradisi |
Zaman |
Kepustakaan |
Filsuf |
Daftar |
Portal Filsafat |
Etika atau tata susila adalah konsep penilaian sifat kebenaran atau kebaikan dari tindakan sosial berdasarkan kepada tradisi yang dimiliki oleh individu maupun kelompok.[1] Pembentukan etika melalui proses filsafat sehingga etika merupakan bagian dari filsafat.[2] Unsur utama yang membentuk etika adalah moral.[3] Etika hanya mengatur tentang cara manusia dalam bertindak dan tidak memperhatikan kondisi fisik dari manusia.[4] Ruang lingkup etika meliputi analisis dan penerapan konsep mengenai kebenaran, kekeliruan, kebaikan, keburukan, dan tanggung jawab.[5] Pengelompokan etika secara umum terdiri dari etika deskriptif, etika normatif, etika deontologi, dan etika teleologi.[6] Manfaat dari etika adalah adanya pengendalian diri individu yang dapat mempermudah pemenuhan atas kepentingan kelompok sosial.[7]
Peristilahan
[sunting | sunting sumber]Kata 'etika' berasal dari bahasa Yunani Kuno yaitu ethos. Secara umum, artinya kebiasaan atau kehendak baik yang bersifat tetap.[8] Sedangkan dalam bentuk tunggal, kata ini juga memiliki beberapa arti yang berkaitan dengan tempat atau pemikiran. Maknanya sebagai tempat ialah tempat tinggal yang biasa, padang rumput, atau kandang. Sementara maknanya sebagai pemikiran ialah kebiasaan, adat, akhlak, watak, sikap atau cara berpikir. Dalam filsafat, makna etika yang digunakan adalah sebagai cara berpikir.[9] Istilah ini digunakan dalam filsafat pertama kalinya oleh Aristoteles (384–322 SM) untuk menjelaskan tentang filsafat moral.[10] Dalam pengertian ini, etika diartikan sebagai ilmu tentang adat dan kebiasaan.[11]
Tujuan
[sunting | sunting sumber]Etika merupakan salah satu disiplin ilmiah yang bertujuan untuk mempelajari tentang moral. Selain etika, terdapat beberapa disiplin ilmiah lain yang mempelajari moral, antara lain antropologi, sosiologi, dan psikologi. Perbedaannya terletak pada pendekatan yang digunakan dalam memahami moral. Pendekatan yang digunakan dalam etika ialah studi deskriptif moralitas. Etika menjadi tindakan sosial manusia sebagai permasalah utamanya. Tujuan etika bersifat deskriptif sekaligus preskiptif. Deskriptif berarti bahwa etika menyajikan pengamatan tentang karakteristik individu. Sementara, preskriptif berarti bahwa etika bertujuan untuk mengevaluasi tindakan manusia dan memberikan rekomendasi atau persetujuan atas tindakan manusia.[12]
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Masa Yunani Kuno
[sunting | sunting sumber]Konsep mengenai etika mulai muncul di kalangan murid Pythagoras (570–496 SM) di wilayah bangsa Yunani di Mezzogiorno. Para murid Pythagoras membentuk suatu tradisi yang berlangsung selama dua ratus tahun. Tradisi ini berbentuk sebuah pernyataan bahwa prinsip-prinsip matematika merupakan dasar dari segala kenyataan. Para murid ini meyakini terjadinya reinkarnasi yang membuat tubuh manusia berperan sebagai kuburan bagi jiwa. Jiwa hanya dapat terbebas dari ketertarikan indrawi dengan melakukan pembersihan. Bentuk pembersihan jiwa ini adalah bekerja dan bertapa secara rohani. Bentuk pertapaan ini utamanya melalui pemikiran filsafat dan matematika.[13] Aristoteles kemudian menjelaskan pengertian etika sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang perbuatan manusia. Ruang lingkupnya hanya meliputi tata cara atau kebiasaan yang menghasilkan perbuatan yang dianggap baik atau buruk menurut kodrat manusia.[14]
Karakteristik
[sunting | sunting sumber]Istilah "etika" memiliki kemiripan dan perbedaan dengan beberapa istilah lain yaitu “etik” dan “etiket”. Persamaan antara ketiganya adalah dari segi bentuk serta unsur. Etika adalah kajian tentang etik. Sementara etiket adalah adat istiadat, sopan santun, dan perilaku dalam hubungan antar manusia yang bersifat positif. Persamaan antara etika dan etiket adalah sama-sama membahas mengenai perilaku manusia dan mengaturnya. Karenanya, istilah etika dan etiket tidak digunakan untuk hewan. Perbedaan keduanya adalah pada kondisi perilaku manusia. Etiket hanya membahas tentang cara perbuatan dilakukan. Sementara etika menentukan kepantasan suatu cara perbuatan untuk dilakukan. Etiket juga hanya berlaku untuk pergaulan dengan orang lain, sementara etika berlaku bagi diri sendiri dan orang lain. Sifat dari etiket adalah relatif sementara etika bersifat mutlak untuk diterapkan. Selain itu, sudut pandang etiket hanya dari sifat lahiriah manusia, sedangkan etika memandang manusia secara lengkap, menyeluruh, dan mendalam.[15]
Pengelompokan
[sunting | sunting sumber]Berdasarkan tingkat penerapan prinsip, etika dapat dibagi menjadi etika umum dan etika khusus (sosial). Etika umum merupakan dasar dari ilmu etika. Prinsip-prinsip yang dikemukakan berkaitan langsung dan menjadi bagian dari ilmu tentang moral. Sementara itu, etika khusus atau etika sosial merupakan penerapan dari prinsip-prinsip etika umum. Etika khusus ini ditujukan bagi berbagai pekerjaan yang bersifat profesional.[16]
Kedudukan
[sunting | sunting sumber]Dalam dunia akademi, etika merupakan salah satu cabang utama dalam filsafat. Etika menjadi disiplin ilmiah khusus di dalam filsafat. Secara keilmuan, etika berada di bawah kedudukan subdisiplin filsafat, yaitu ontologi, aksiologi dan epistemologi. Etika sebagai disiplin ilmiah filsafat mengkaji tentang hakikat dari nilai kebaikan dan moralitas. Sementara itu, di bidang ilmu lainnya, etika merupakan bagian dari disiplin ilmiah populer. Setiap disiplin ilmiah ini mengembangkan etika secara teoretis maupun praktis.[17] Sementara itu, etika juga berperan sebagai pembatas keberpahakan suatu ilmu dalam epsitemologi.[18]
Etika filosofi
[sunting | sunting sumber]Etika deskriptif
[sunting | sunting sumber]Etika deskriptif merupakan jenis etika yang memberikan deskripsi mengenai penilaian manusia terhadap sesuatu yang berharga sehingga mempengaruhi tindakan dan perilakunya. Deskripsi ini diberikan secara rasional dan kritis. Etika deskriptif melibatkan pengambilan keputusan dalam tindakan manusia dengan memperhatikan fakta yang ada.[19]
Etika normatif
[sunting | sunting sumber]Etika normatif merupakan jenis etika yang berusaha mengatur berbagai sikap dan pola perilaku yang sifatnya ideal. Sikap dan perilaku yang ditetapkan telah memiliki anggap sebagai sesuatu yang bernilai bagi kehidupan manusia. Fungsi etika normatif adalah memberikan penilaian dan norma dasar atas setiap keputusan dalam melakukan tindakan. Norma dasar ini dihadirkan dalam bentuk kaidah umum dan prinsip tingkah laku.[20]
Etika terapan
[sunting | sunting sumber]Etika bisnis
[sunting | sunting sumber]Istilah "etika bisnis" pertama kali muncul dan mulai digunakan di Amerika Serikat pada periode 1970-an. Istilah ini kemudian mulai digunakan di wilayah lain di dunia.[21] Masyarakat dan bisnis saling berkaitan satu sama lain. Kegiatan bisnis selalu berkaitan dengan keberadaan masyarakat disertai dengan seluruh atribut dan simbol yang diyakini oleh masyarakat tersebut. Kondisi ini membuat kegiatan bisnis memiliki nilai moral dan etika tertentu.[22] Etika bisnis bertujuan untuk memberikan kesadaran moral kepada para pelaku bisnis. Kesadaran ini utamanya ditujukan kepada pebisnis untuk konsumen. Bentuknya dapat berupa kegiatan bisnis yang tidak menimbulkan kerugian bagi konsumen.[23]
Sudut pandang teoretis
[sunting | sunting sumber]Etika dapat dipahami melalui beberapa sudut pandang teoretis yang didasarkan kepada analisa pengalaman dengan bukti empiris. Sudut pandang paling awal adalah memandang teori etika melalui aspek kepentingan dan motivasi. Pada sudut pandang ini, subjeknya adalah individu yang akan melakukan suatu kegiatan atas keinginannya sendiri tanpa mempertimbangkan akibat dari tindakan yang dilakukannya. Sudut pandang berikutnya adalah berdasarkan penilaian dari pihak penyelenggara negara atau insitusi pemerintahan. Pada sudut pandang ini, etika dapat diatur dengan memasukkan konsep-konsepnya ke dalam peraturan, undang-undang dan perlakuan hukum publik. Konsep-konsep ini kemudian diberlakukan kepada publik. Sudut pandang terakhir adalah penilaian etika oleh komunitas masyarakat tertentu yang menjadi pihak perantara dalam interaksi sosial maupun interaksi fisik.[24]
Sudut pandang agama
[sunting | sunting sumber]Etika Islam
[sunting | sunting sumber]Etika Islam berbeda dengan etika dalam pandangan filsafat. Karakteristik utama dari etika Islam adalah adanya tuntunan untuk berperilaku dengan baik dan menghindari perilaku yang buruk. Sumber moral yang menjadi acuan penetapan standar etika Islam adalah wahyu dari Allah yang disampaikan di dalam Al-Qur'an dan hadis. Selain itu, etika Islam berlaku secara universal di segala tempat dan segala waktu. Sifat dari etika Islam ialah masuk akal sehingga dapat diterapkan oleh seluruh manusia. Tujuan akhir dalam etika Islam adalah pembentukan akhlak yang bersifat luhur.[25]
Lihat Pula
[sunting | sunting sumber]Referensi
[sunting | sunting sumber]Catatan kaki
[sunting | sunting sumber]- ^ Purba, S. dkk. (2020). Etika Profesi: Membangun Profesionalisme Diri. Yayasan Kita Menulis. hlm. 3. ISBN 978-623-6512-89-0.
- ^ Nurdin, Ismail (2017). Etika Pemerintahan: Norma, Konsep dan Praktek bagi Penyelenggara Pemerintahan. Yogyakarta: Lintang Rasi Aksara Books. hlm. 1–2. ISBN 978-602-7802-36-0.
- ^ Darwin, Eryati (2014). Etika Profesi Kesehatan (PDF). Sleman: Deepublish. hlm. 13.
- ^ Hidana, R., dkk. (2020). Jaelani, Elan, ed. Etika Profesi dan Aspek Hukum Bidang Kesehatan (PDF). Bandung: Penerbit Widina Bhakti Persada Bandung. hlm. 3. ISBN 978-623-93255-1-0. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2021-12-10. Diakses tanggal 2021-12-10.
- ^ Rakhmat, Muhammad (2013). Haerun, M., dan Nurrahmat, F. B., ed. Etika Profesi: Etika Dasar Setiap Profesi Kehidupan dalam Perspektif Hukum Positif (PDF). Bandung: LoGoz Publishing. hlm. 2. ISBN 978-602-9272-07-9.
- ^ Prihatminingtyas 2019, hlm. 2-3.
- ^ Sidiq, Umar (2018). Etika dan Profesi Keguruan (PDF). Tulungagung: STAI Muhammadiyah. hlm. 89. ISBN 978-602-71303-4-0.
- ^ Susanto, Heri (2020). Profesi Keguruan (PDF). Banjarmasin: Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lambung Mangkurat. hlm. 17. ISBN 978-623-93665-0-6.
- ^ Bertens, K. (1993). Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. hlm. 4. ISBN 979-511-744-0.
- ^ Panggabean, Hetty (2020). Jaelani, Elan, ed. Buku Ajar Etika dan Hukum Kesehatan (PDF). Bandung: Penerbit Widina Bhakti Persada Bandung. hlm. 1. ISBN 978-623-6608-55-5. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2021-12-13. Diakses tanggal 2021-12-13.
- ^ Murya, A., dan Sucipto, U. (2019). Alam, Kodrat, ed. Etika dan Tanggung Jawab Profesi. Sleman: Deepublish. hlm. 2. ISBN 978-623-209-635-6.
- ^ Ekasari, K. dan Nurfitriasih, D. M. (2019). Etika Bisnis. Malang: Polinema Press. hlm. 3. ISBN 978-623-7408-54-3.
- ^ Hidayat, R., dan Rifa’i, M. (2018). Abdillah, ed. Etika Manajemen Perspektif Islam (PDF). Medan: Lembaga Peduli Pengembangan Pendidikan Indonesia. hlm. 6–7. ISBN 978-602-51316-3-9.
- ^ Gunadi, A. A., dan Oisina S., I. V. (2015). Etika Periklanan (PDF). Jakarta: Universitas Muhammadiyah Jakarta Press. hlm. 1. ISBN 978-979-882-387-9.
- ^ Hudha, A. M., Husamah, dan Rahardjanto, A. (2019). Etika Lingkungan: Teori dan Praktik Pembelajarannya (PDF). Malang: Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang. hlm. 48. ISBN 978-979-796-384-2.
- ^ Asmawati dan Amri, S. R. (2011). Etika Profesi dan Hukum Kesehatan (PDF). Makassar: Pustaka Refleksi. hlm. 5. ISBN 978-979-357-067-9.
- ^ Prabowo S, M. N., dan Hasibuan, A. A. (2017). Pengantar Studi Etika Kontemporer: Teoretis dan Terapan. Malang: UB Press. hlm. 4. ISBN 978-602-432-412-4.
- ^ Utsman, Sabian (2014). Metodologi Penelitian Hukum Progresif: Pengembaraan Permasalahan Penelitian Hukum, Aplikasi Mudah Membuat Proposal Penelitian Hukum (PDF). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hlm. 102.
- ^ Napitupulu, Dedi Sahputra (2020). Maknun, ed. Etika Profesi Guru Pendidikan Agama Islam (PDF). Sukabumi: Haura Utama. hlm. 77. ISBN 978-623-94603-6-5.
- ^ Tjaronosari dan Herianandita, E. (2018). Etika Profesi (PDF). Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan. hlm. 5. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2021-12-13. Diakses tanggal 2021-12-13.
- ^ Nugroho, A., dan Arijanto, A. (2015). Etika Bisnis (Business Ethic): Pemahaman Teori secara Komprehensif dan Implementasinya (PDF). Bogor: PT Penerbit IPB Press. hlm. 2.
- ^ Prihatminingtyas 2019, hlm. 27.
- ^ Budiono, Gatut L. (2008). Laruhun, Lamansu, ed. Etika Bisnis Pendekatan Teoritis dan Praktis (PDF). Jakarta: Poliyama Widya Pustaka. hlm. 40. ISBN 978-979-15721-3-2. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2021-12-10. Diakses tanggal 2021-12-10.
- ^ Fauzi, Imron (2019). Umam, Khairul, ed. Etika Profesi Keguruan (PDF). Jember: IAIN Jember Press. hlm. 11–12. ISBN 978-602-414-088-5. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2021-12-10. Diakses tanggal 2021-12-10.
- ^ Wahyudin, Wahyudi, D., dan Muzakki, A. (2019). Etika Ketuhanan (PDF). Yogyakarta: Idea Press. hlm. 3–4. ISBN 978-623-7085-36-2.
Daftar pustaka
[sunting | sunting sumber]- Prihatminingtyas, Budi (2019). Etika Bisnis Suatu Pendekatan dan Aplikasinya Terhadap Stakeholders (PDF). Purwokerto: Penerbit CV IRDH. ISBN 978-602-0726-47-2.