Lompat ke isi

Suku Rampi: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
←Membuat halaman berisi ''''Suku Rampi''' (bahasa Rampi: ''To Rampi'') adalah sebuah kelompok etnis yang mendiami daerah pegunungan di kecamatan Rampi, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan. Daerah yang didiami oleh suku Rampi merupakan daerah terisolir yakni di pegunungan Kambuno yang terletak di bagian utara dari Sulawesi Selatan. ==Referensi== {{Reflist}}'
Tag: tanpa kategori [ * ] Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
k Etnik
 
(36 revisi perantara oleh 5 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{Infobox ethnic group
'''Suku Rampi''' ([[bahasa Rampi]]: ''To Rampi'') adalah sebuah [[kelompok etnis]] yang mendiami daerah [[pegunungan]] di [[Rampi, Luwu Utara|kecamatan Rampi]], [[Kabupaten Luwu Utara]], [[Sulawesi Selatan]]. Daerah yang didiami oleh suku Rampi merupakan daerah terisolir yakni di [[pegunungan Kambuno]] yang terletak di bagian utara dari Sulawesi Selatan.
|group = Rampi
|native_name = ''To Rampi''
|image = Suku Rampi dengan pakaian adat.jpg
|image_caption = Masyarakat suku Rampi mengenakan pakaian adatnya.
|population = ±8.000
|popplace = [[Kabupaten Luwu Utara]]
|ref1 =
|langs = [[Bahasa Rampi|Rampi]]
|rels = [[Kristen Protestan]]<ref>{{cite web|url=https://aspirasipost-news.com/natal-keluarga-besar-rampi-wilayah-vi-berlangsung-meriah/|title=Natal Keluarga Besar Rampi Wilayah VI Berlangsung Meriah|date=3 Desember 2020|access-date=5 April 2022|language=id|website=aspirasipost-news.com}}</ref>
|related = [[Suku Seko|Seko]] {{•}} [[Suku Bugis|Bugis]] {{•}} [[Suku Pamona|Pamona]]
}}
'''Suku Rampi''' ([[bahasa Rampi]]: ''To Rampi'') adalah sebuah [[kelompok etnis]] yang mendiami wilayah [[pegunungan]] di [[Rampi, Luwu Utara|Kecamatan Rampi]], [[Kabupaten Luwu Utara]], [[Sulawesi Selatan]]. Kawasan yang dihuni oleh suku Rampi merupakan wilayah terisolir, yakni di Pegunungan Luwu Utara yang terletak di bagian utara dari Sulawesi Selatan.<ref>{{cite web|url=https://www.ewarta.co/mengunjungi-suku-rampi-suku-terpencil-di-luwu-utara-yang-terancam-punah|title=Mengunjungi Suku Rampi, Suku Terpencil di Luwu Utara yang Terancam Punah|author=Alwin Feraro|website=www.ewarta.co|language=id|date=24 Oktober 2020|access-date=4 April 2022}}</ref>

==Kebudayaan==
===Tradisi berburu===
Masyarakat suku Rampi mempunyai tradisi berburu, yakni berburu [[anoa]] yang merupakan salah satu komoditas konsumsi utama bagi masyarakat yang mendiami pegunungan bagian tengah dari [[pulau Sulawesi]].<ref>{{cite web|url=https://www.datatempo.co/riset/detail/RS202002190003/suku-rampi-suku-pemburu-anoa-dari-pegunungan-luwu-utara|title=Suku Rampi, Suku Pemburu Anoa Dari Pegunungan Luwu Utara|website=www.datatempo.co|language=id|date=|access-date=4 April 2022}}</ref>
===Kondisi sosial===
Secara [[sosiologi]]s masyarakat suku Rampi masih dapat digolongkan dalam kehidupan yang [[homogen]]. Ikatan kekerabatan antar desa dan tetangga masih sangat kental, hal ini terlihat pada hubungan komunikasi antar sesama masyarakat Rampi. Secara ekonomi, mata pencaharian utama masyarakat Rampi dominan dalam [[petani|bertani]].

===Hukum adat===
Peran lembaga adat yang dipimpin oleh ''Tokei Tongko Rampi'' masih dipegang teguh oleh masyarakat Rampi dalam menyelesaikan berbagai persoalan sosial kemasyarakatan. Mereka memberlakukan aturan adat yang berkaitan dengan kehidupan sosial, seperti melakukan perzinahan akan di denda memotong 3 ekor [[kerbau]], yang setelah dipotong lalu di makan bersama. Setelah itu dilakukan ''powahe lori'', yakni potong 1 ekor dari 3 ekor kerbau yang kemudian akan dimakan bersama. Setelah prosesi tersebut dilakukan, kemudian dilanjutkan dengan proses 'mencuci aib' atau 'cuci tanah', lalu dilakukan kembali ''pehilu'' atau ''garing'' sebagai 'pengikat tangan' yang dimaksudkan agar pelaku pelanggaran sosial tidak mengulangi lagi perbuatannya. Pelanggaran adat lainnya disebut sebagai ''peruhe'' atau ''pebamba'', yakni merebut suami atau istri orang akan didenda 1 ekor kerbau kepada orang yang suami atau istrinya direbut.

Hal-hal tersebut bisa menimpa seseorang apabila melakukan kelalaian atau pelanggaran adat, hukuman ini merupakan peringatan untuk menyadarkan seseorang atas kesalahan yang dilakukannya sesuai dengan pelanggarannya. Aturan tersebut berlaku kepada seluruh masyarakat adat Rampi dengan maksud agar tidak mengulangi lagi pelanggaran tersebut yang dikenal dengan istilah ''powahe lori'' yang berarti 'harus bicara dahulu' atau 'mendapatkan ijin', yakni segala yang akan dipakai atau dimakan harus bersih dari segala hal, dan harus bisa menyampaikan dengan apa adanya.

===Pesta adat===
Masyarkat Rampi mempunyai sebuah pesta adat yang disebut sebagai ''mogombo'', yakni musyawarah adat yang dianggap begitu sakral oleh masyarakat Rampi. ''Mogombo'' berhubungan tentang penetapan pengesahan aturan adat masyarakat di kecamatan Rampi. Pesta adat ini sudah berlangsung selama bertahun-tahun dan ritus sakral ini masih dilakukan oleh masyarakat Rampi sekali dalam setahun.

Ketua panitia kegiatan ''mogombo ada<nowiki>'</nowiki>'', Albert Lumeno menjelaskan acara ini juga secara perlahan dan pasti mulai diterima bukan saja oleh masyarakat Rampi, tetapi sebagai bagian budaya masyarakat adat di [[Tana Luwu]]. Dalam memeriahkan pesta adat ini, masyarakat adat Rampi menyiapkan berbagai kesenian dan tarian adatnya, termasuk juga mempersiapkan sebanyak 8 ekor kerbau untuk disembelih.<ref>{{cite web|url=https://gaung.aman.or.id/2016/09/06/magambo-pesona-budaya-rampi/|title=Magambo, Pesona Budaya Rampi|website=gaung.aman.or.id|access-date=4 April 2022|date=6 September 2016|language=id|author=}}</ref>

===Pakaian adat===
Masyarakat Rampi memiliki sebuah [[pakaian adat]] yang terbuat dari [[kulit kayu]] [[beringin]] (''sampollo'') dengan proses pembuatannya memakan waktu sekitar 3 bulan. Pakaian adat khas Rampi ini pernah dipakai oleh peserta audisi [[Puteri Indonesia]], yakni Dewi Anggraeni pada 2015 dan peserta [[Puteri Pariwisata]], yakni [[Tita Kamila]] pada 2017 yang berasal dari Kabupaten Luwu Utara di tingkat provinsi dan nasional.<ref>{{cite web|url=https://tekape.co/pakaian-adat-khas-rampi-terbuat-dari-kulit-kayu/|title=Pakaian Adat Khas Rampi Terbuat Dari Kulit Kayu|date=8 Juli 2018|access-date=5 April 2022|language=id}}</ref>

==Bahasa==
{{Utama|Bahasa Rampi}}
Bahasa ibu yang digunakan oleh masyarakat Rampi adalah [[bahasa Rampi]], yakni sebuah bahasa dari [[rumpun bahasa Kaili–Pamona]]. Bahasa ini dituturkan oleh sekitar 8.000 masyarakat di [[Rampi, Luwu Utara|Kecamatan Rampi]].<ref>{{cite web|url=https://www.sil.org/|title=Tinjauan Sosiolinguistik Masyarakat Rampi|website=www.sil.org|access-date=4 April 2022}}</ref>
==Lihat juga==
*[[Bahasa Rampi]]
*[[Rampi, Luwu Utara|Kecamatan Rampi]]

==Referensi==
==Referensi==
{{Reflist}}
{{Reflist}}
{{Suku-stub}}

[[Kategori:Suku bangsa di Asia Tenggara]]
[[Kategori:Kelompok etnik di Indonesia|Rampi]]
[[Kategori:Suku bangsa di Sulawesi Selatan|Rampi]]
[[Kategori:Rampi, Luwu Utara]]

Revisi terkini sejak 12 Juli 2024 11.11

Rampi
To Rampi
Masyarakat suku Rampi mengenakan pakaian adatnya.
Jumlah populasi
±8.000
Daerah dengan populasi signifikan
Kabupaten Luwu Utara
Bahasa
Rampi
Agama
Kristen Protestan[1]
Kelompok etnik terkait
Seko  • Bugis  • Pamona

Suku Rampi (bahasa Rampi: To Rampi) adalah sebuah kelompok etnis yang mendiami wilayah pegunungan di Kecamatan Rampi, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan. Kawasan yang dihuni oleh suku Rampi merupakan wilayah terisolir, yakni di Pegunungan Luwu Utara yang terletak di bagian utara dari Sulawesi Selatan.[2]

Kebudayaan

[sunting | sunting sumber]

Tradisi berburu

[sunting | sunting sumber]

Masyarakat suku Rampi mempunyai tradisi berburu, yakni berburu anoa yang merupakan salah satu komoditas konsumsi utama bagi masyarakat yang mendiami pegunungan bagian tengah dari pulau Sulawesi.[3]

Kondisi sosial

[sunting | sunting sumber]

Secara sosiologis masyarakat suku Rampi masih dapat digolongkan dalam kehidupan yang homogen. Ikatan kekerabatan antar desa dan tetangga masih sangat kental, hal ini terlihat pada hubungan komunikasi antar sesama masyarakat Rampi. Secara ekonomi, mata pencaharian utama masyarakat Rampi dominan dalam bertani.

Hukum adat

[sunting | sunting sumber]

Peran lembaga adat yang dipimpin oleh Tokei Tongko Rampi masih dipegang teguh oleh masyarakat Rampi dalam menyelesaikan berbagai persoalan sosial kemasyarakatan. Mereka memberlakukan aturan adat yang berkaitan dengan kehidupan sosial, seperti melakukan perzinahan akan di denda memotong 3 ekor kerbau, yang setelah dipotong lalu di makan bersama. Setelah itu dilakukan powahe lori, yakni potong 1 ekor dari 3 ekor kerbau yang kemudian akan dimakan bersama. Setelah prosesi tersebut dilakukan, kemudian dilanjutkan dengan proses 'mencuci aib' atau 'cuci tanah', lalu dilakukan kembali pehilu atau garing sebagai 'pengikat tangan' yang dimaksudkan agar pelaku pelanggaran sosial tidak mengulangi lagi perbuatannya. Pelanggaran adat lainnya disebut sebagai peruhe atau pebamba, yakni merebut suami atau istri orang akan didenda 1 ekor kerbau kepada orang yang suami atau istrinya direbut.

Hal-hal tersebut bisa menimpa seseorang apabila melakukan kelalaian atau pelanggaran adat, hukuman ini merupakan peringatan untuk menyadarkan seseorang atas kesalahan yang dilakukannya sesuai dengan pelanggarannya. Aturan tersebut berlaku kepada seluruh masyarakat adat Rampi dengan maksud agar tidak mengulangi lagi pelanggaran tersebut yang dikenal dengan istilah powahe lori yang berarti 'harus bicara dahulu' atau 'mendapatkan ijin', yakni segala yang akan dipakai atau dimakan harus bersih dari segala hal, dan harus bisa menyampaikan dengan apa adanya.

Pesta adat

[sunting | sunting sumber]

Masyarkat Rampi mempunyai sebuah pesta adat yang disebut sebagai mogombo, yakni musyawarah adat yang dianggap begitu sakral oleh masyarakat Rampi. Mogombo berhubungan tentang penetapan pengesahan aturan adat masyarakat di kecamatan Rampi. Pesta adat ini sudah berlangsung selama bertahun-tahun dan ritus sakral ini masih dilakukan oleh masyarakat Rampi sekali dalam setahun.

Ketua panitia kegiatan mogombo ada', Albert Lumeno menjelaskan acara ini juga secara perlahan dan pasti mulai diterima bukan saja oleh masyarakat Rampi, tetapi sebagai bagian budaya masyarakat adat di Tana Luwu. Dalam memeriahkan pesta adat ini, masyarakat adat Rampi menyiapkan berbagai kesenian dan tarian adatnya, termasuk juga mempersiapkan sebanyak 8 ekor kerbau untuk disembelih.[4]

Pakaian adat

[sunting | sunting sumber]

Masyarakat Rampi memiliki sebuah pakaian adat yang terbuat dari kulit kayu beringin (sampollo) dengan proses pembuatannya memakan waktu sekitar 3 bulan. Pakaian adat khas Rampi ini pernah dipakai oleh peserta audisi Puteri Indonesia, yakni Dewi Anggraeni pada 2015 dan peserta Puteri Pariwisata, yakni Tita Kamila pada 2017 yang berasal dari Kabupaten Luwu Utara di tingkat provinsi dan nasional.[5]

Bahasa ibu yang digunakan oleh masyarakat Rampi adalah bahasa Rampi, yakni sebuah bahasa dari rumpun bahasa Kaili–Pamona. Bahasa ini dituturkan oleh sekitar 8.000 masyarakat di Kecamatan Rampi.[6]

Lihat juga

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "Natal Keluarga Besar Rampi Wilayah VI Berlangsung Meriah". aspirasipost-news.com. 3 Desember 2020. Diakses tanggal 5 April 2022. 
  2. ^ Alwin Feraro (24 Oktober 2020). "Mengunjungi Suku Rampi, Suku Terpencil di Luwu Utara yang Terancam Punah". www.ewarta.co. Diakses tanggal 4 April 2022. 
  3. ^ "Suku Rampi, Suku Pemburu Anoa Dari Pegunungan Luwu Utara". www.datatempo.co. Diakses tanggal 4 April 2022. 
  4. ^ "Magambo, Pesona Budaya Rampi". gaung.aman.or.id. 6 September 2016. Diakses tanggal 4 April 2022. 
  5. ^ "Pakaian Adat Khas Rampi Terbuat Dari Kulit Kayu". 8 Juli 2018. Diakses tanggal 5 April 2022. 
  6. ^ "Tinjauan Sosiolinguistik Masyarakat Rampi". www.sil.org. Diakses tanggal 4 April 2022.