Lompat ke isi

Tiga Dara: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Candy405 (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(38 revisi perantara oleh 11 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{periksa terjemahan|en|Tiga Dara}}
{{bedakan|3 Dara}}
{{Infobox film
{{Infobox film
| name = Tiga Dara
| name = Tiga Dara
Baris 9: Baris 9:
| writer = {{plain list|
| writer = {{plain list|
* [[Usmar Ismail]]
* [[Usmar Ismail]]
* M. Alwi Dahlan
* [[Alwi Dahlan|M. Alwi Dahlan]]
}}
}}
| starring = {{plain list|
| starring = {{plain list|
Baris 27: Baris 27:
| gross =
| gross =
}}
}}
'''''Tiga Dara''''' (artinya ''Tiga Gadis'') adalah [[film drama]] [[Film musikal|musikal]] Indonesia tahun 1957 yang dibintangi oleh [[Chitra Dewi]], [[Mieke Wijaya]], dan [[Indriati Iskak]]. Disutradarai oleh [[Usmar Ismail]] untuk [[Perfini]], film ini menceritakan tentang tiga saudara perempuan yang tinggal bersama ayah dan nenek mereka. Ketika saudari tertua, Nunung, tidak tertarik untuk menikah, keluarganya berusaha mencarikan jodoh untuknya, tetapi selalu gagal. Nunung awalnya menolak pendekatan seorang pemuda bernama Toto, yang kemudian menjalin hubungan dengan adiknya. Namun, ketika Toto cemburu dan pergi dari [[Jakarta]] ke [[Bandung]] untuk menyatakan cintanya, Nunung akhirnya setuju untuk menikah dengannya.
'''''Tiga Dara''''' adalah sebuah film komedi musikal Indonesia yang dirilis pada tahun 1956 dan disutradarai oleh [[Usmar Ismail]] serta dibintangi oleh [[Chitra Dewi]], [[Mieke Wijaya]], dan [[Indriati Iskak]].


Diproduksi menggunakan dana pemerintah dan ditulis dalam upaya membangkitkan Perfini dari keterpurukan, ''Tiga Dara'' ditujukan untuk komersial meskipun Ismail tidak setuju dengan karya-karya semacam itu. Setelah dirilis pada bulan Agustus 1957, film tersebut mencapai puncak ketenaran, meluncurkan karier-karier para bintangnya, masuk box office tertinggi dari film Perfini manapun, dan ditayangkan di bioskop-bioskop kelas satu. Namun, meskipun ''Tiga Dara'' ditampilkan di [[Festival Film Venesia]] 1959 dan meraih Tata Musik Terbaik di [[Festival Film Indonesia]] 1960, Ismail menganggap karya tersebut melenceng dari visi awal Perfini.
Film ini diproduksi menggunakan dana pinjaman dari pemerintah, dengan harapan dapat menutupi hutang Perfini yang menumpuk. Film ini sengaja dibuat untuk tujuan komersial, meskipun Ismail kurang menyukai jenis film seperti ini. Setelah dirilis pada 24 Agustus 1957, film ini sukses besar, melambungkan karier para pemainnya, meraup pendapatan tertinggi dari semua film Perfini, dan ditayangkan di bioskop-bioskop kelas atas. Meskipun diputar di [[Festival Film Venesia]] tahun 1959 dan meraih penghargaan untuk Penataan Musik Terbaik di [[Festival Film Indonesia|Pekan Film Indonesia]] tahun 1960, Ismail menganggap film ini telah melenceng dari visi awal Perfini.


Sejak perilisannya, ''Tiga Dara'' dianggap menjadi karya klasik dari perfilman Indonesia, dengan tema-tema yang masih relevan dengan masyarakat Indonesia modern. Film tersebut diremake dengan judul ''Tiga Dara Mencari Cinta'' pada 1980 oleh Djun Saptohadi dan mempengaruhi ''[[Pacar Ketinggalan Kereta]]'' (1989) karya [[Teguh Karya]]. Sebuah remake kedua, ''Ini Kisah Tiga Dara'', yang diproduksi oleh [[Nia Dinata]] dan dirilis pada September 2016. Pada 2015 ''Tiga Dara'' direstorasi dan dikonversi dalam bentuk digital [[4K]] oleh Laboratorium L'immagine Ritrovata dan tayang di bioskop pada bulan Agustus 2016.
Sejak perilisannya, ''Tiga Dara'' dianggap sebagai film klasik Indonesia dengan tema yang masih relevan dengan masyarakat Indonesia modern. Film ini dibuat ulang dengan judul ''Tiga Dara Mencari Cinta'' pada tahun 1980 oleh Djun Saptohadi dan menginspirasi film ''[[Pacar Ketinggalan Kereta]]'' karya [[Teguh Karya]] pada tahun 1989. Pembuatan ulang kedua, berjudul ''[[Ini Kisah Tiga Dara]]'', diproduksi oleh [[Nia Dinata]] dan dirilis pada bulan September 2016. Pada tahun 2015, ''Tiga Dara'' direstorasi dan dikonversi ke format digital [[Resolusi 4K|4K]] oleh L'immagine Ritrovata Laboratory.


== Alur ==
== Alur ==
Tiga bersaudari—Nunung ([[Chitra Dewi]]), Nana ([[Mieke Wijaya]]) dan Nenny ([[Indriati Iskak]])—dibesarkan oleh nenek mereka ([[Fifi Young]]) di [[Jakarta]] setelah ibu mereka meninggal dunia. Meskipun ayah mereka, Sukandar ([[Hassan Sanusi]]) tinggal bersama mereka, ia terlalu sibuk dalam pekerjaannya sendiri sehingga tidak memberikan perhatian kepada anak-anaknya.
Tiga bersaudari—Nunung ([[Chitra Dewi]]), Nana ([[Mieke Wijaya]]) dan Nenny ([[Indriati Iskak]]). Mereka diasuh oleh nenek mereka (diperankan oleh [[Fifi Young]]) di [[Jakarta]] setelah kematian ibu mereka. Meskipun ayah Nana dan Nenny, Sukandar (diperankan oleh [[Hassan Sanusi]]) tinggal bersama mereka namun terlalu sibuk dengan pekerjaannya sehingga tidak memperhatikan anak-anaknya.


Sementara tiga dara berjalan-jalan dengan pacar Nana, Herman ([[Bambang Irawan]]), sang nenek mengungkapkan kekhawatirannya kepada Sukandar bahwa Ia mungkin tidak sempat melihat Nunung menikah. Masalahnya Nunung jarang bergaul, tak seperti adik-adiknya. Sukandar akhirnya setuju untuk mengundang koleganya ke rumah, dan saat itu, Nunung tampil mengesankan dengan permainan piano dan nyanyiannya. Sayangnya, pertemuan itu hanya dihadiri para pria berusia lanjut, dan nenek ingin Sukandar mencarikan pria yang lebih muda. Nenny (yang sengaja menguping) menyarankan untuk mengadakan pesta dengan mengundang teman-teman bermainnya; yang juga gagal, Nunung tidak tertarik dengan keramaian.
Kisah ini berawal ketika ketiga saudari tersebut sedang keluar bersama Herman (diperankan oleh {{Interlanguage link|Bambang Irawan|id|3=Bambang Irawan (aktor)}}), pacar Nana. Nenek mereka mengungkapkan keinginannya kepada Sukandar bahwa sebelum meninggal, ia ingin Nunung yang berusia 29 tahun menikah, sesuai dengan keinginan ibu mereka. Sukandar kemudian mengundang rekan-rekannya ke rumah, dan Nunung mengesankan mereka dengan kemampuannya bermain piano dan bernyanyi. Namun, semua pria tersebut terlalu tua, sehingga nenek Nunung bersikeras agar Sukandar mencari pria yang lebih muda. Nenny, yang mendengar percakapan tersebut, menyarankan agar mereka mengadakan pesta, namun Nunung sama sekali tidak tertarik.

Nana kemudian diminta pergi ke pesta bersama Nunung. Namun sementara Nana berpesta, Nunung hanya duduk dan akhirnya pulang ke rumah bersama Herman. Saat ditanya sang nenek, Nunung berargumen bahwa dirinya terlalu tua, tidak cocok di antara para anak muda di pesta, dan balik bertanya mengenai alasan mengapa ia diminta pergi ke pesta. Nenny, yang lagi-lagi menguping, spontan menjawab nenek mereka sedang mencarikan suami untuk Nunung. Meskipun Nunung awalnya marah, ia mengerti niat baik neneknya.


[[Berkas:Indriati Iskak, Chitra Dewi, and Mieke Widjaja in Tiga Dara, Peran Pemuda dalam Kebangkitan Film Indonesia, p151.jpg|jmpl|kiri|lurus|[[Indriati Iskak]], [[Chitra Dewi]], dan [[Mieke Wijaya]] dalam film ''Tiga Dara'']]
[[Berkas:Indriati Iskak, Chitra Dewi, and Mieke Widjaja in Tiga Dara, Peran Pemuda dalam Kebangkitan Film Indonesia, p151.jpg|jmpl|kiri|lurus|[[Indriati Iskak]], [[Chitra Dewi]], dan [[Mieke Wijaya]] dalam film ''Tiga Dara'']]


Dalam upaya untuk menemukan pasangan bagi Nunung, Nana diminta mengajak Nunung ke pesta. Di pesta tersebut, sementara Nana bergaul dengan beberapa pria, Nunung hanya duduk dan akhirnya pergi bersama Herman. Nunung kemudian mengeluh kepada neneknya bahwa ia merasa terlalu tua di antara para tamu yang lebih muda dan bertanya mengapa ia disuruh pergi. Nenny, yang sekali lagi mendengarkan, menjelaskan alasan sebenarnya. Meskipun awalnya marah, Nunung akhirnya memahami maksud neneknya.
Hari berikutnya, Nunung terserempet skuter milik Toto ([[Rendra Karno]]). Walaupun kakinya terluka, Nunung bersikeras pulang naik [[becak]]; dengan Toto mengikuti di belakang tanpa sepengetahuannya. Toto meminta maaf kembali, dan, meskipun Nunung memperlakukannya kasar, Toto cepat akrab dengan Nana dan neneknya. Nana meminta Toto untuk sering-sering datang, dan selama beberapa hari berikutnya Nana menjauhkan Herman. Nenny, sementara itu, malah mendekati Herman. Saat Nana mengabarkan bahwa ia dan Toto berencana bertunangan, sang nenek marah; jika Nana menikah sebelum Nunung, Nunung tidak akan pernah menikah.


Keesokan harinya, Nunung mengalami kecelakaan motor yang dikendarai oleh Toto (diperankan oleh [[Rendra Karno]]). Meskipun kakinya terluka, Nunung bersikeras untuk pulang sendiri dengan [[becak]]. Tanpa sepengetahuannya, Toto mengikuti untuk meminta maaf. Meskipun awalnya diperlakukan dengan kasar oleh Nunung, Toto diterima dengan baik oleh Nana dan neneknya. Nana meminta Toto untuk sering berkunjung, dan selama beberapa hari berikutnya, Nana menjauhkan Herman. Sementara itu, Nenny memanfaatkan situasi ini untuk mendekati Herman. Ketika Nana mengumumkan pertunangannya dengan Toto, neneknya sangat marah karena khawatir Nunung tidak akan pernah menikah.
Setelah Nana dan Nunung bertengkar, ayah mereka memutuskan untuk memindahkan Nunung ke rumah pamannya Tamsil ([[Usmar Ismail]]) di [[Bandung]] dan beristirahat. Dalam suratnya kepada sang ayah selama di Bandung, Nunung menyampaikan bahwa Joni selalu memberikan kecupan selamat malam setiap hari. Berita ini menggelitik Nenny dan memancing kecemburuan Toto. Nana memaksa Toto untuk memilih antara dirinya dan Nunung. Toto menemui Nunung dan menyatakan cintanya, yang dibalas Nunung dengan sinis dan menambahkan dirinya tidur sekamar dengan Joni setiap malam.


Setelah pertengkaran antara Nana dan Nunung, keluarga memutuskan bahwa yang terbaik bagi Nunung adalah pergi ke rumah pamannya, Tamsil (diperankan oleh [[Usmar Ismail]]), di [[Bandung]] untuk beristirahat. Selama di sana, Nunung menulis surat yang mengabarkan bahwa seseorang bernama Joni menciumnya setiap malam. Berita ini memicu kecemburuan Nenny dan Toto. Nana memaksa Toto untuk memilih antara dia dan Nunung; Toto memutuskan untuk pergi ke Bandung dan menghadapi Joni. Ia menemui Nunung dan menyatakan cintanya, namun Nunung mengungkapkan bahwa Joni adalah anak kecil yang tidur bersamanya setiap malam.
Herman, atas desakan Nana, mengantar keluarganya ke Bandung. Saat Tamsil memperkenalkan anak-anaknya, diketahui bahwa Joni ternyata seorang anak kecil. Nunung dan Toto berpelukan, sementara Nana dan Herman berbaikan.

Atas desakan Nana, Herman membawa anggota keluarga yang tersisa ke Bandung, di mana mereka bertemu dengan keluarga Toto, Nunung, dan Tamsil. Saat Tamsil memperkenalkan anak-anaknya, terungkap bahwa Joni adalah seorang anak kecil. Akhirnya, Nunung dan Toto berpelukan, sementara Nana dan Herman berdamai.



== Pemeran ==
{{cast listing|
* [[Chitra Dewi]] sebagai Nunung
* [[Mieke Wijaya]] sebagai Nana
* [[Indriati Iskak]] sebagai Nenny
* [[Fifi Young]] sebagai Nenek
* [[Rendra Karno]] sebagai Toto
* [[Irwan Usmar Ismail]] sebagai Joni
* [[Bambang Irawan]] sebagai Herman
* [[Hassan Sanusi]] sebagai Sukandar
* [[Usmar Ismail]] sebagai Paman Tamsil
* [[Roosilawaty]] sebagai Penari
* [[Zainab]]}}


== Produksi ==
== Produksi ==
[[Berkas:Usmar Ismail, Peran Pemuda dalam Kebangkitan Film Indonesia, p177.jpg|jmpl|lurus|[[Usmar Ismail]], sutradara dan produser ''Tiga Dara'']]
[[Berkas:Usmar Ismail, Peran Pemuda dalam Kebangkitan Film Indonesia, p177.jpg|jmpl|lurus|[[Usmar Ismail]], sutradara dan produser ''Tiga Dara'']]
''Tiga Dara'' disutradarai dan diproduksi oleh [[Usmar Ismail]] untuk Perusahaan Film Nasional (lebih dikenal sebagai Perfini).{{sfn|Kristanto|2007|p=46}} Meskipun Ismail ingin "tidak akan mempertimbangkan segi komersial" pembuatan film ketika ia mendirikan Perfini pada 1950,{{sfn|Said|1982|p=49}} ia terpaksa mengakui kebutuhan untuk membuat sebuah film yang menguntungkan karena Perfini masih kekurangan uang. Setelah kegagalan ''[[Lagi-Lagi Krisis]]'' (1955) dan ''[[Tamu Agung]]'' (1955), situasi keuangan perusahaan tersebut bergejolak, dan Ismail memberhentikan sejumlah stafnya.{{sfn|Biran|2009|p=152}} Dengan hanya sedikit bantuan keuangan dari pemerintah untuk produksi berikutnya,{{efn|Pada 1956, Perfini meraih [[rupiah Indonesia|Rp]] 2,500,000 untuk memdanai produksi film {{harv|Ismail|1958|p=9}}.}}{{sfn|Ismail|1958|p=9}} Ismail berkolaborasi dengan M. Alwi Dahlan untuk menulis sebuah film yang akan menjadi populer di kalangan audien.{{sfn|Kristanto|2007|p=46}} Cerita yang dihasilkan, yang terinspirasi oleh film komedi musikal 1936 ''[[Three Smart Girls]]'' (''Tiga Gadis Cerdas''),{{sfn|Anwar|1991|p=3}} adalah ''Tiga Dara''.{{sfn|Kristanto|2007|p=46}}
''Tiga Dara'' disutradarai dan diproduksi oleh [[Usmar Ismail]] untuk [[Perfini|Perusahaan Film Nasional]], yang lebih dikenal dengan nama Perfini.{{sfn|Kristanto|2007|p=46}} Pada awal pendirian Perfini pada tahun 1950,{{sfn|Said|1982|p=49}} Ismail berkeinginan untuk “tidak mempertimbangkan aspek komersial”{{efn|Asli: "''... tidak akan mempertimbangkan segi komersial''."}} dalam pembuatan film. Namun, seiring waktu, ia menyadari perlunya membuat film yang menguntungkan karena Perfini terus mengalami kerugian. Menyusul kegagalan film ''[[Lagi-Lagi Krisis]]'' dan ''[[Tamu Agung]]'', situasi keuangan perusahaan memburuk, dan Ismail harus memecat sejumlah stafnya.{{sfn|Biran|2009|p=152}} Dengan hanya tersisa kredit dari pemerintah untuk membiayai produksi berikutnya,{{efn|Pada 1956, Perfini meraih [[rupiah Indonesia|Rp]] 2.500.000 untuk memdanai produksi film {{harv|Ismail|1958|p=9}}.}}{{sfn|Ismail|1958|p=9}} Ismail berkolaborasi dengan [[Muhammad Alwi Dahlan|M. Alwi Dahlan]] untuk menciptakan sebuah film yang akan disukai oleh penonton.{{sfn|Kristanto|2007|p=46}} Cerita yang dihasilkan, kemungkinan terinspirasi dari komedi musikal ''[[Three Smart Girls]] (Tiga Gadis Pintar)'' tahun 1936,{{sfn|Anwar|1991|p=3}} ''Tiga Dara''.{{sfn|Kristanto|2007|p=46}}


Produksi ''Tiga Dara'' dimulai pada Maret 1956. Chitra Dewi, Mieke Wijaya, dan Indriati Iskak berperan sebagai pemeran utama.{{sfn|Biran|2009|p=152}} Chitra Dewi sebelumnya muncul dalam ''Tamu Agung'',{{sfn|Filmindonesia.or.id, Filmografi Chitra Dewi}} dan Mieke Wijaya telah melakukan debutnya dalam film ''Gagal'' dari Perusahaan Film Palembang pada tahun sebelumnya.{{sfn|Kristanto|2007|p=39}} Indriati Iskak, putri dari sutradara Raden Iskak yang pada waktu itu berusia 14 tahun, membuat debut film fiturnya pada film ''Tiga Dara''.{{sfn|Biran|1979|p=228}} Para pemeran pendukungnya diisi oleh Fifi Young, Rendra Karno, Hassan Sanusi, Bambang Irawan, dan Roosilawaty.{{sfn|Kristanto|2007|p=46}} Untuk peran Joni, Ismail memerankan putra kehidupan nyatanya, Irwan Usmar Ismail.{{sfn|Anwar|1991|p=3}}
Produksi ''Tiga Dara'' dimulai pada Maret 1956. Chitra Dewi, Mieke Wijaya, dan Indriati Iskak berperan sebagai ketiga gadis utama.{{sfn|Biran|2009|p=152}} Chitra Dewi sebelumnya telah tampil dalam ''Tamu Agung'',{{sfn|Filmindonesia.or.id, Filmografi Chitra Dewi}} sedangkan Mieke Wijaya melakukan debutnya dalam film ''Gagal'' produksi Perusahaan Film Palembang pada tahun sebelumnya.{{sfn|Kristanto|2007|p=39}} Indriati Iskak, putri sutradara Raden Iskak yang berusia 14 tahun, memulai debut film layar lebarnya dengan ''Tiga Dara''.{{sfn|Biran|1979|p=228}} Peran-peran pendukung diisi oleh Fifi Young, Rendra Karno, Hassan Sanusi, Bambang Irawan, [[Roosilawaty]], dan Zainab.{{sfn|Kristanto|2007|p=46}} Untuk peran Joni, Ismail menggandeng anak kandungnya, Irwan Usmar Ismail.{{sfn|Anwar|1991|p=3}}

Karena film musikal populer di kalangan penonton Indonesia, ''Tiga Dara'' dibuat dalam genre tersebut. Film ini menampilkan tujuh lagu karya [[Saiful Bahri]],{{efn|"Tiga Dara", "Tjita-Tjita", "Senandung Lagu Lama", "Tamasja", "Lagu Gembira", "Bimbang Tanpa Pegangan", dan "Djoget Gembira" {{harv|Ismail|1957|loc=00:01:07}}}} yang juga menjabat sebagai [[Penata suara (pembuatan film)|penata suara]], satu lagu karya [[Ismail Marzuki]]{{efn|"Pilih Menantu" {{harv|Ismail|1957|loc=00:01:07}}}} dan dua lagu karya Oetjin Noerhasjim.{{efn|"Letnan Hardi" dan "Siapa Namanja" {{harv|Ismail|1957|loc=00:01:07}}}}<ref>{{harvnb|Anwar|1991|p=2}}; {{harvnb|Ismail|1957|loc=00:01:07}}.</ref> Hanya Mieke Wijaya yang mengisi suara nyanyiannya sendiri, sementara para pemain lainnya disulihsuarakan oleh penyanyi seperti Sam Saimun, Elly Sri Kudus, [[Bing Slamet]], Djuita, S. Effendy, dan Sitti Nurochma.{{sfn|Ismail|1957|loc=00:01:09}} Sinematografi film [[Hitam putih|hitam-putih]] ini ditangani oleh [[Max Tera]], menggunakan peralatan yang sudah ketinggalan zaman, dan Soemardjono bertanggung jawab atas penyuntingan.<ref>{{harvnb|Kristanto|2007|p=46}}; {{harvnb|Anwar|1991|p=2}}.</ref>


Karena film-film musikal populer di kalangan penonton Indonesia, ''Tiga Dara'' dibuat dalam genre ini. Film tersebut menampilkan tujuh lagu karya Sjaiful Bachri (yang juga bertugas sebagai [[penyunting suara (pembuatan film)|penyuntingan suara]]) serta satu oleh [[Ismail Marzuki]] dan dua oleh Oetjin Noerhasjim.<ref>{{harvnb|Anwar|1991|p=2}}; {{harvnb|Ismail|1957|loc=00:01:07}}.</ref> Hanya Wijaya yang menyediakan vokalnya sendiri; aktor-aktor lainnya di-isi suara-nya oleh Sam Saimun, Elly Sri Kudus, [[Bing Slamet]], Djuita, S. Effendy, dan Sitti Nurochma.{{sfn|Ismail|1957|loc=00:01:09}} Kameramen jangka panjang Perfini [[Max Tera]] menangani sinematografi untuk film [[hitam-putih]] tersebut, menggunakan peralatan yang tersedia di perusahaan tersebut, dan Soemardjono bertugas dalam penyuntingannya.<ref>{{harvnb|Kristanto|2007|p=46}}; {{harvnb|Anwar|1991|p=2}}.</ref>


== Jalur suara ==
== Jalur suara ==
[[Berkas:Tiga Dara (Single).jpg|jmpl|lurus|Stiker label [[jalur suara]] ''Tiga Dara'']]
[[Berkas:Tiga Dara (Single).jpg|jmpl|lurus|Stiker label [[jalur suara]] ''Tiga Dara'']]
Piringan hitam tunggal [[jalur suara]] ''Tiga Dara'' dirilis oleh perusahaan rekaman asal Jakarta, [[Dendang (perusahaan rekaman)|Dendang]]. Rekaman berbahan dasar ''shellac''{{sfn|Taufiqurrahman|2016|p=8}} tersebut berisi dua lagu tema yaitu "Tiga Dara" dan "Lagu Gembira".
Piringan hitam tunggal [[jalur suara]] ''Tiga Dara'' dirilis oleh perusahaan rekaman asal Jakarta, [[Dendang (perusahaan rekaman)|Dendang]]. Rekaman ini berbahan dasar ''shellac'' dan berisi dua lagu tema yaitu "Tiga Dara" dan "Lagu Gembira".{{sfn|Taufiqurrahman|2016|p=8}}
{{Track listing
{{Track listing
| all_writing = Sjaiful Bachri
| all_writing = Sjaiful Bachri
Baris 70: Baris 87:
}}
}}


== Perilisan dan sambutan ==
== Perilisan dan penerimaan ==
''Tiga Dara'' tayang perdana pada bulan Agustus 1957 di Capitol Theatre, Jakarta.{{sfn|''Java-Bode'' 1957}} Didistribusikan oleh Perfini, film tersebut meraih sambutan positif dan mencapai puncak ketenaran{{sfn|Said|1982|p=57}} dan ditayangkan selama delpan minggu berturut-turut di bioskop-bioskop di seluruh kepulauan tersebut.{{sfn|Bahar|2016}} Karya tersebut masuk beberapa bioskop kelas satu yang berafiliasi dengan American Motion Picture Association of Indonesia (AMPAI) dan sebagian besar menampilkan film-film impor.{{efn|Hanya sedikit produksi domestik yang ditayangkan di bioskop kelas satu Indonesia. Film-film Indonesia lainnya yang ditayangkan di bioskop-bioskop yang berafiliasi dengan AMPAI pada 1950an meliputi ''[[Darah dan Doa]]'' (1950) dan ''[[Krisis (film)|Krisis]]'' (1953) karya Ismail, serta ''Djandjiku'' (1956) karya BK Raj {{harv|Imanda|2014|p=178}}.}}{{sfn|Imanda|2014|p=178}} Pada 20 September 1957, Presiden [[Sukarno]] menyelenggarakan penayangan pribadi film tersebut di [[Istana Bogor|Istana Presidensial di Bogor]] untuk hari ulang tahun istrinya, [[Hartini]].{{sfn|''Algemeen Indisch Dagblad'' 1957}} Kompetisi "Tiga Dara" antara kelompok tiga bersaudari diadakan di seluruh Jawa,{{sfn|Biran|2009|p=152}} dan istilahnya menjadi banyak digunakan sebagai nama produk-produk [[batik]], toko-toko, dan minuman-minuman.{{Sfn|Ismail|1983|p=135}} Film ini memenangkan penghargaan di [[Festival Film Indonesia]] tahun [[1960]] untuk tata musik terbaik (Sjaiful Bachri).{{sfn|Kristanto|2007|p=46}}
''Tiga Dara'' tayang perdana pada tanggal 24 Agustus 1957 di Teater Capitol, Jakarta.{{sfn|''Java-Bode'' 1957}} Film ini didistribusikan oleh Perfini dan dipromosikan dengan cara yang unik, termasuk menggunakan truk dan pengeras suara.{{sfn|''The Jakarta Post''|2016}} Film ini meraih sukses besar dan disukai banyak penonton,{{sfn|Said|1982|p=57}} diputar selama delapan minggu berturut-turut di bioskop-bioskop seluruh nusantara,{{sfn|Bahar|2016}} termasuk di bioskop mewah yang berafiliasi dengan American Motion Picture Association of Indonesia (AMPAI), yang biasanya hanya memutar film-film impor.{{efn|Hanya sedikit produksi domestik yang ditayangkan di bioskop kelas satu Indonesia. Film-film Indonesia lainnya yang ditayangkan di bioskop-bioskop yang berafiliasi dengan AMPAI pada 1950an meliputi ''[[Darah dan Doa]]'' (1950) dan ''[[Krisis (film)|Krisis]]'' (1953) karya Ismail, serta ''Djandjiku'' (1956) karya BK Raj {{harv|Imanda|2014|p=178}}.}}{{sfn|Imanda|2014|p=178}} Pada tanggal 20 September 1957, Presiden [[Sukarno]] mengadakan pemutaran khusus di [[Istana Bogor|Istana Kepresidenan di Bogor]] untuk merayakan ulang tahun istrinya, [[Hartini]].{{sfn|''Algemeen Indisch Dagblad'' 1957}} Film ini juga sering diputar di acara pernikahan dan diadakan kompetisi "Tiga Dara" antara kelompok-kelompok yang terdiri dari tiga perempuan bersaudara di sebagian besar wilayah Jawa.{{sfn|Biran|2009|p=152}}{{sfn|''The Jakarta Post''|2016}} Istilah ''Tiga Dara'' bahkan menjadi populer dan digunakan sebagai nama produk [[batik]], toko, dan minuman.{{Sfn|Ismail|1983|p=135}} <!--insert contemporary critical views here-->Pada [[Festival Film Indonesia|Pekan Film Indonesia]] 1960, ''Tiga Dara'' mendapatkan penghargaan Tata Musik Terbaik.{{sfn|Kristanto|2007|p=46}}

Setelah sukses di Indonesia, ''Tiga Dara'' menarik minat penonton di [[Federasi Malaya|Malaya]] (sekarang Malaysia) dan diekspor ke sana. Sebagai gantinya, Indonesia mengimpor film Malaya berjudul ''Mega Mendung.''{{efn|Peristiwa tersebut tak lazim; umumnya tiga film Malaya diimpor untuk setiap film Indonesia yang diekspor {{harv|''Java-Bode'' 1957}}.}}<ref>{{harvnb|Ismail|1983|pp=135–136}}; {{harvnb|''Java-Bode'' 1957}}.</ref> Pertukaran film ini sama-sama menguntungkan kedua belah pihak. Pada akhir tahun 1950-an, ''Tiga Dara'' mulai menjangkau penonton internasional. Film ini juga diputar di beberapa kota di Italia, termasuk [[Roma]], dan juga di Yugoslavia.{{Sfn|Ismail|1983|pp=135–136}} Kesuksesan film ini menarik perhatian Floris Ammannati, direktur [[Festival Film Internasional Venesia ke-20|Festival Film Venesia 1959]], yang mengundang Usmar Ismail untuk menayangkan filmnya di Venesia. Meskipun Usmar Ismail merasa pemutaran filmnya di Venesia kurang sukses, ''Tiga Dara'' terus mendapatkan pengakuan internasional.{{efn|Dalam laporannya tentang festival tersebut, Ismail menyatakan bahwa ''Tiga Dara'' gagal memukau para penonton karena film tersebut tidak memberikan subjudul apapun. Sehingga, para penonton tidak dapat mengikuti jalan ceritanya, meskipun mereka tetap menikmati musiknya {{harv|Ismail|1983|p=136}}.}}<ref>{{harvnb|Utama|Antosiamo|Indrayati|1987|p=163}}; {{harvnb|Ismail|1983|p=136}}.</ref> Pada Agustus 1960, film ini diputar di [[Nugini Belanda]] (sekarang Papua Nugini),{{sfn|''Nieuw Guinea Koerier'' 1960}} dan di [[Suriname]] pada Agustus 1963.{{sfn|''Niuew Suriname'' 1963}}


Negotiasi untuk mengirimkan ''Tiga Dara'' ke [[Federasi Malaya|Malaya]] dimulai setelah perilisannya, dan film tersebut diekspor, kembali meraih kesuksesan, dalam pertukaran untuk impor film Malaya ''Mega Mendung''.{{efn|Peristiwa tersebut tak lazim; umumnya tiga film Malaya diimpor untuk setiap film Indonesia yang diekspor {{harv|''Java-Bode'' 1957}}.}}<ref>{{harvnb|Ismail|1983|pp=135–136}}; {{harvnb|''Java-Bode'' 1957}}.</ref> Pada akhir 1950an, film tersebut ditayangkan di beberapa kota Italia, termasuk [[Roma]], serta di Yugoslavia.{{Sfn|Ismail|1983|pp=135–136}} Setelah Floris Ammannati melihat penayangan Roma-nya, ia mengundang Ismail untuk menampilkan ''Tiga Dara'' di [[Festival Film Internasional Venesia ke-20|Festival Film Venesia 1959]]<!--on 26 August-->; Ismail menyepakatinya, meskipun ia menganggap penayangan Venesia-nya gagal.{{efn|Dalam laporannya tentang festival tersebut, Ismail menyatakan bahwa ''Tiga Dara'' gagal memukau para penonton karena film tersebut tidak memberikan subjudul apapun. Sehingga, para penonton tidak dapat mengikuti jalan ceritanya, meskipun mereka tetap menikmati musiknya {{harv|Ismail|1983|p=136}}.}}<ref>{{harvnb|Utama|Antosiamo|Indrayati|1987|p=163}}; {{harvnb|Ismail|1983|p=136}}.</ref> ''Tiga Dara'' ditayangkan di [[Nugini Belanda]] pada Agustus 1960{{sfn|''Nieuw Guinea Koerier'' 1960}} dan di [[Suriname]] pada Agustus 1963.{{sfn|''Niuew Suriname'' 1963}}


== Dampak ==
== Dampak ==
''Tiga Dara'' adalah film Perfini paling menguntungkan yang meraih keuntungan sebesar [[rupiah Indonesia|Rp]] 10 juta dalam penjualan tiket,{{Sfn|Ismail|1983|p=135}} atau profit sebesar Rp 3,080,000<!--Rounded from 3,077,961-->, {{sfn|Perfini|1960|p=26}} Namun, kesuksesan tersebut berdampak kecil bagi situasi keuangan Perfini.{{sfn|Biran|2009|p=152}} Lebih lanjut, Ismail menganggap ''Tiga Dara'' tidak sejalan dengan tujuannya ketika ia mendirikan Perfini.{{sfn|Said|1982|p=57}} Menurut sutradara Perfini sejawatnya [[D. Djajakusuma]]:
''Tiga Dara'' merupakan film Perfini yang paling laris, menghasilkan hampir [[Indonesian rupiah|Rp]] 10 juta dari penjualan tiket,{{Sfn|Ismail|1983|p=135}} dengan keuntungan sebesar Rp 3,080,000<!--Rounded from 3,077,961--> selama masa penayangannya di bioskop.{{sfn|Perfini|1960|p=26}} Meskipun begitu, keadaan keuangan Perfini tetap tidak membaik.{{sfn|Biran|2009|p=152}} Usmar Ismail, sang sutradara, merasa ''Tiga Dara'' mengecewakan dan tidak sesuai dengan visi awal Perfini.{{sfn|Said|1982|p=57}} Sutradara film Perfini, [[D. Djajakusuma]], mencatat:

{{blockquote|text=Usmar Ismail merasa malu dengan film tersebut. Niatnya untuk menjual ''Tiga Dara'' ketika masih dalam proses produksi menunjukkan betapa sulitnya ia menerima kenyataan bahwa ia harus membuat film semacam itu. ... meskipun uang terus mengalir, Perfini tidak membuat film seperti yang diimpikan Usmar pada awalnya.{{efn|Asli: "''Usmar sangat malu dengan film itu. Niatnya menjual ''Tiga Dara'' ketika masih dalam tahap pembikinan memperlihatkan betapa beratnya bagi dia menerima kenyataan bahwa harus membuat film seperti itu. ... meskipun uang masuk, Perfini toh tidak lagi membikin film-film seperti yang dicita-citakan Usmar semula.''"}}|sign=D. Djajakusuma|source=dalam {{harvtxt|Said|1982|p=57}}}}


Pada tahun-tahun berikutnya, Perfini merilis sejumlah film yang berorientasi komersial, seperti ''[[Delapan Pendjuru Angin]]'' (1957) dan ''[[Asrama Dara]]'' (1958).{{sfn|Said|1982|p=58}} Meskipun tidak ada yang gagal secara komersial,{{sfn|Ismail|1983|p=136}} hanya ''Asrama Dara'' yang mendekati kesuksesan seperti ''Tiga Dara''. Ismail mencoba kembali membuat film berkualitas non-komersial lewat ''[[Pedjuang]]'' (1960),{{sfn|Said|1982|p=58}} yang diputar dalam kompetisi di [[Festival Film Internasional Moskwa ke-2|Festival Film Internasional Moskow ke-2]] pada tahun 1961.{{sfn|MIFF}} Namun, seiring waktu, cita-cita awalnya memudar dan dia mencoba peruntungan di bidang lain seperti dunia perbankan, industri klub malam, dan politik hingga akhir hayatnya pada tahun 1971.{{sfn|Said|1982|p=58}}
{{quote|text=Usmar [Ismail] sangat malu dengan film itu. Niatnya menjual ''Tiga Dara'' ketika masih dalam tahap pembikinan memperlihatkan betapa beratnya bagi dia menerima kenyataan bahwa harus membuat film seperti itu. ... meskipun uang masuk, Perfini toh tidak lagi membikin film-film seperti yang dicita-citakan Usmar semula.|sign=D. Djajakusuma|source=dalam {{harvtxt|Said|1982|p=57}}}}


Chitra Dewi dan Mieke Wijaya menjadi populer setelah kesuksesan ''Tiga Dara''. Chitra Dewi melanjutkan karier aktingnya selama empat dekade berikutnya, dengan film layar lebar terakhirnya, ''[[Pedang Ulung]]'', dirilis pada tahun 1993, lima belas tahun sebelum kematiannya.{{sfn|Filmindonesia.or.id, Filmografi Chitra Dewi}} Sementara itu, Mieke Wijaya terus berakting hingga film ''[[Ayat-Ayat Cinta]]'' pada tahun 2008.{{sfn|Filmindonesia.or.id, Filmografi Mieke Wijaya}} Indriati Iskak, yang dipuji karena gaya aktingnya yang lebih natural dibandingkan rekan-rekannya yang terlatih di panggung juga mencapai popularitas.{{sfn|Biran|2009|p=152}} Ia membentuk [[grup vokal perempuan]] Baby Dolls bersama [[Rima Melati]], {{Interlanguage link|Gaby Mambo|id}}, dan [[Baby Huwae]], dan bermain di delapan film sebelum pensiun dari dunia perfilman pada tahun 1963.<ref>{{harvnb|Biran|1979|p=228}}; {{harvnb|Anwar|1991|p=3}}.</ref>
Pada tahun-tahun berikutnya, Perfini merilis sejumlah film yang berorientasi komersial, seperti ''[[Delapan Pendjuru Angin]]'' (1957) dan ''[[Asrama Dara]]'' (1958).{{sfn|Said|1982|p=58}} Meskipun tidak yang mengalami kegagalan komersial,{{sfn|Ismail|1983|p=136}} tidak ada yang menandingi ''Asrama Dara'' yang melampaui kesuksesan keuangan ''Tiga Dara''. Ismail berupaya untuk membangun dirinya sebagai sutradara film berkualitas non-profit melalui film ''[[Pedjuang]]'' (1960),{{sfn|Said|1982|p=58}} yang ditayangkan dalam kompetisi di [[Festival Film Internasional Moskwa ke-2]] pada 1961.{{sfn|MIFF}} Namun, tahun-tahun tersebut membuat ia menjadi semakin melenceng dari tujuan-tujuan awalnya dan membuat upaya untuk memasuki perbankan, industri klub malam, dan parlemen pada waktu menjelang kematiannya pada 1971.{{sfn|Said|1982|p=58}}


Dewi dan Wijaya menjadi tenar setelah kesuksesan ''Tiga Dara''. Dewi melanjutkan akting untuk empat dekade berikutnya, muncul dalam film fitur terakhirnya, ''[[Pedang Ulung]]'', pada 1993, lima belas tahun sebelum kematiannya.{{sfn|Filmindonesia.or.id, Filmografi Chitra Dewi}} Peran film paling terkini Wijaya muncul dalam ''[[Ayat-Ayat Cinta]]'' (2008).{{sfn|Filmindonesia.or.id, Filmografi Mieke Wijaya}} Selain itu, Iskak, yang dipuji karena memiliki gaya akting paling naturalistik ketimbang aktor-aktor sejawatnya, menjadi semakin tenar.{{sfn|Biran|2009|p=152}} Ia membuat [[grup vokal wanita]], Baby Dolls, bersama dengan [[Rima Melati]], [[Gaby Mambo]], dan [[Baby Huwae]], dan berakting dalam delapan film berikutnya sebelum pensiun dari perfilman pada 1963.<ref>{{harvnb|Biran|1979|p=228}}; {{harvnb|Anwar|1991|p=3}}.</ref>


== Warisan ==
== Warisan ==
''Tiga Dara'' telah diakui sebagai karya klasik pada perfilman Indonesia dan sering disiarkan di televisi.{{sfn|Makhsara|2016b}} Sebuah retrospektif 1989 tentang Perfini dalam majalah ''[[Tempo (majalah Indonesia)|Tempo]]'' menyatakan bahwa film tersebut masih menampilkan pesona kejujuran dan kenyataan umum dalam karya Ismail sebelumnya,{{sfn|Utama|Antosiamo|Indrayati|1987|p=163}} dan dalam sebuah buku memorial 1991 untuk Ismail, [[Rosihan Anwar]] menyatakan bahwa tema-tema ''Tiga Dara'' masih sejalan bagi bangsa Indonesia.{{Sfn|Anwar|1991|p=5}} Pendapat yang sama diutarakan oleh sutradara film [[Nia Dinata]] pada 2016.{{sfn|Galikano|2016}}
''Tiga Dara'' telah diakui sebagai karya klasik pada perfilman Indonesia dan sering disiarkan di televisi, terhitung sejak TVRI menayangkannya pertama kali pada tahun 1971.{{sfn|Makhsara|2016b}} Sebuah retrospektif 1989 tentang Perfini dalam majalah ''[[Tempo (majalah Indonesia)|Tempo]]'' menyatakan bahwa film tersebut masih menampilkan pesona kejujuran dan kenyataan umum dalam karya Ismail sebelumnya,{{sfn|Utama|Antosiamo|Indrayati|1987|p=163}} dan dalam sebuah buku memorial 1991 untuk Ismail, [[Rosihan Anwar]] menyatakan bahwa tema-tema ''Tiga Dara'' masih sejalan bagi bangsa Indonesia.{{Sfn|Anwar|1991|p=5}} Pendapat yang sama diutarakan oleh sutradara film [[Nia Dinata]] pada 2016.{{sfn|Galikano|2016}}


[[Berkas:Nia Dinata.jpg|jmpl|lurus|kiri|[[Nia Dinata]] membuat ulang ''Tiga Dara'' dengan judul ''[[Ini Kisah Tiga Dara]]'' pada 2016.]]
[[Berkas:Nia Dinata.jpg|jmpl|lurus|kiri|[[Nia Dinata]] membuat ulang ''Tiga Dara'' dengan judul ''[[Ini Kisah Tiga Dara]]'' pada 2016.]]
Pada 2015, negatif-negatif [[film selulosa asetat|selulosa asetat]] untuk ''Tiga Dara'', yang disimpan di [[Sinematek Indonesia]],{{efn|Sinematek juga menyimpan salinan distribusi kualitas tinggi dari film tersebut {{harv|Masak|1986|p=62}}.}}{{sfn|Masak|1986|p=62}} mengalami rusak berat. Negatif-negatif tersebut ada yang dalam keadaan robek, dan dinodai oleh jamur atau hilang. Untuk memperbaiki penyajian film tersebut untuk generasi mendatang, SA Films memutuskan agar ''Tiga Dara'' direstorasi oleh Laboratorium L'immagine Ritrovata yang berbasis di [[Bologna]]; film tersebut merupakan karya Ismail kedua yang direstorasi, setelah ''[[Lewat Djam Malam]]'' (1954) pada 2012. Pengerjaan restorasi, yang meliputi reinsersi adegan-adegan yang hilang menggunakan sisa-sisa salinan dari film tersebut dan penghilangan debu dan jamur, dimulai pada awal 2015 dan terselesaikan pada 8 Oktober 2015. Restorasi tersebut—yang dialihkan ke digital [[resolusi 4K|4K]]—ditayangkan di Indonesia pada permulaan 11 Agustus 2016, dengan perilisan DVD dan Blu-ray pada tahun berikutnya.<ref>{{harvnb|Bahar|2016}}; {{harvnb|Makhsara|2016b}}.</ref>
Pada 2015, negatif-negatif selulosa asetat untuk ''Tiga Dara'', yang disimpan di [[Sinematek Indonesia]],{{efn|Sinematek juga menyimpan salinan distribusi kualitas tinggi dari film tersebut {{harv|Masak|1986|p=62}}.}}{{sfn|Masak|1986|p=62}} mengalami rusak berat. Negatif-negatif tersebut ada yang dalam keadaan robek, dan dinodai oleh jamur atau hilang. Untuk memperbaiki penyajian film tersebut untuk generasi mendatang, [[Lisabona Rahman]] bersama SA Films memutuskan agar ''Tiga Dara'' direstorasi oleh Laboratorium L'immagine Ritrovata yang berbasis di [[Bologna]]; film tersebut merupakan karya Usmar Ismail kedua yang direstorasi oleh Lisa, setelah ''[[Lewat Djam Malam]]'' (1954) pada 2012.<ref>{{Cite web|last=fdvs.io|title=Jejak Penebusan Sinematik Lisabona Rahman|url=http://www.dewimagazine.com/news-art/jejak-penebusan-sinematik-lisabona-rahman|website=www.dewimagazine.com|language=Indonesia|access-date=2023-04-09}}</ref> Pengerjaan restorasi, yang meliputi reinsersi adegan-adegan yang hilang menggunakan sisa-sisa salinan dari film tersebut dan penghilangan debu dan jamur, dimulai pada awal 2015 dan terselesaikan pada 8 Oktober 2015. Restorasi tersebut—yang dialihkan ke digital [[resolusi 4K|4K]]—ditayangkan di Indonesia pada permulaan 11 Agustus 2016, dengan perilisan DVD dan Blu-ray pada tahun berikutnya.<ref>{{harvnb|Bahar|2016}}; {{harvnb|Makhsara|2016b}}.</ref>


Beberapa film membuat ulang atau terinspirasi dari ''Tiga Dara''. Sebuah remake, ''Tiga Dara Mencari Cinta'', disutradarai oleh Djun Saptohadi dan dirilis pada 1980.{{sfn|Kristanto|2007|p=209}} Film komedi tersebut dibintangi oleh Ingrid Fernandez, Nana Riwayatie, dan Winny Aditya Dewi sebagai tiga bersaudari{{efn|Dinamai Maya, Emma, dan Nuri dalam versi ini {{harv|Gemini Satria Film 1980}}.}} yang tinggal dengan ayah mereka dan dihadapkan dengan pertikaian dan godaan kencan.<ref>{{harvnb|Kristanto|2007|p=209}}; {{harvnb|Gemini Satria Film 1980}}.</ref> Delapan tahun kemudian, ketika [[Teguh Karya]] menyutradarai ''[[Pacar Ketinggalan Kereta]]'' (1989), ia menyatakan bahwa para pemeran dan kru menonton ''Tiga Dara'' dalam upaya untuk melampai film tersebut.{{sfn|Heider|1991|p=14}} Dalam majalah ''Tempo'', penulis [[Putu Wijaya]] kemudian menyatakan bahwa ''Pacar Ketinggalan Kereta'' tampaknya berusaha untuk memperlihatkan kembali keluarga dan musikal yang dinamis dari cerita Ismail.{{sfn|Wijaya|1989}} Pada 2004, film ini dikabarkan akan dibuat ulang oleh sutradara [[Rudi Soedjarwo]] dan diproduksi oleh rumah produksi [[Christine Hakim]]. Aktris yang sudah ditawari untuk main film terbaru dari ''Tiga Dara'' ini adalah [[Dian Sastrowardoyo]], [[Siti Nurhaliza]] dan [[Krisdayanti]]. Namun hingga kini, rencana tersebut tak pernah terwujud.{{sfn|Pangerang|2015}}
Beberapa film membuat ulang atau terinspirasi dari ''Tiga Dara''. Sebuah remake, ''Tiga Dara Mencari Cinta'', disutradarai oleh Djun Saptohadi dan dirilis pada 1980.{{sfn|Kristanto|2007|p=209}} Film komedi tersebut dibintangi oleh Ingrid Fernandez, Nana Riwayatie, dan Winny Aditya Dewi sebagai tiga bersaudari{{efn|Dinamai Maya, Emma, dan Nuri dalam versi ini {{harv|Gemini Satria Film 1980}}.}} yang tinggal dengan ayah mereka dan dihadapkan dengan pertikaian dan godaan kencan.<ref>{{harvnb|Kristanto|2007|p=209}}; {{harvnb|Gemini Satria Film 1980}}.</ref> Delapan tahun kemudian, ketika [[Teguh Karya]] menyutradarai ''[[Pacar Ketinggalan Kereta]]'' (1989), ia menyatakan bahwa para pemeran dan kru menonton ''Tiga Dara'' dalam upaya untuk melampaui film tersebut.{{sfn|Heider|1991|p=14}} Dalam majalah ''Tempo'', penulis [[Putu Wijaya]] kemudian menyatakan bahwa ''Pacar Ketinggalan Kereta'' tampaknya berusaha untuk memperlihatkan kembali keluarga dan musikal yang dinamis dari cerita Ismail.{{sfn|Wijaya|1989}} Pada 2004, film ini dikabarkan akan dibuat ulang oleh sutradara [[Rudi Soedjarwo]] dan diproduksi oleh rumah produksi [[Christine Hakim]]. Aktris yang sudah ditawari untuk main film terbaru dari ''Tiga Dara'' ini adalah [[Dian Sastrowardoyo]], [[Siti Nurhaliza]] dan [[Krisdayanti]]. Namun hingga kini, rencana tersebut tak pernah terwujud.{{sfn|Pangerang|2015}}


Pada tahun [[2016]], sutradara [[Nia Dinata]] berhasil me-''remake'' film ini dengan judul [[Ini Kisah Tiga Dara]], yang mengambil gambar antara 23 Februari dan 27 Maret 2016 di [[Maumere]], [[Flores]]. Adapun yang berperan sebagai Tiga Dara adalah [[Shanty]], [[Tara Basro]] dan [[Tatyana Akman]]. Film yang tayang bulan September 2016 ini tetap mengambil basis tema seperti film aslinya namun setting dan jalan ceritanya disesuaikan dengan konteks kehidupan masa kini.<ref>{{harvnb|Kumampung|2016}}; {{harvnb|Galikano|2016}}; {{harvnb|Makhsara|2016a}}.</ref>
Pada tahun [[2016]], sutradara [[Nia Dinata]] berhasil me-''remake'' film ini dengan judul ''[[Ini Kisah Tiga Dara]]'', yang mengambil gambar antara 23 Februari dan 27 Maret 2016 di [[Maumere]], [[Flores]]. Adapun yang berperan sebagai Tiga Dara adalah [[Shanty]], [[Tara Basro]] dan [[Tatyana Akman]]. Film yang tayang bulan September 2016 ini tetap mengambil basis tema seperti film aslinya namun setting dan jalan ceritanya disesuaikan dengan konteks kehidupan masa kini.<ref>{{harvnb|Kumampung|2016}}; {{harvnb|Galikano|2016}}; {{harvnb|Makhsara|2016a}}.</ref>


== Catatan penjelas ==
== Catatan penjelas ==
Baris 123: Baris 142:
|ref=harv
|ref=harv
}}
}}
* {{Cite news|title=Selesai Direstorasi, Film Tempo Dulu "Tiga Dara" Akan Diputar Lagi mulai 11 Agustus 2016
* {{Cite news
|title=Selesai Direstorasi, Film Tempo Dulu "Tiga Dara" Akan Diputar Lagi mulai 11 Agustus 2016
|trans_title=After Restoration, the Old Film "Tiga Dara" to be Screened in Theatres Beginning 11 Agustus 2016
|trans_title=After Restoration, the Old Film "Tiga Dara" to be Screened in Theatres Beginning 11 Agustus 2016
|language=Indonesian
|language=Indonesian
|work=Kompas
|work=[[Kompas.com]]
|last=Bahar
|last=Bahar
|first=Alvin
|first=Alvin
Baris 200: Baris 218:
|dead-url=no
|dead-url=no
}}
}}
* {{Cite news
* {{Cite news|title=Nia Dinata Hadirkan Kembali Tiga Dara
|title=Nia Dinata Hadirkan Kembali Tiga Dara
|trans_title=Nia Dinata to Bring Back the Three Maidens
|trans_title=Nia Dinata to Bring Back the Three Maidens
|language=Indonesian
|language=Indonesian
Baris 214: Baris 231:
|archivedate=2016-06-23
|archivedate=2016-06-23
|dead-url=no
|dead-url=no
|work=[[CNN Indonesia]]
}}
}}
* {{cite book
* {{cite book
Baris 302: Baris 320:
|isbn=978-979-26-9006-4
|isbn=978-979-26-9006-4
}}
}}
* {{Cite news|title=Nia Dinata: "Ini Kisah Tiga Dara" Berbeda dari "Tiga Dara"
* {{Cite news
|title=Nia Dinata: "Ini Kisah Tiga Dara" Berbeda dari "Tiga Dara"
|trans_title=Nia Dinata: "Ini Kisah Tiga Dara" will Differ from "Tiga Dara"
|trans_title=Nia Dinata: "Ini Kisah Tiga Dara" will Differ from "Tiga Dara"
|language=Indonesian
|language=Indonesian
|work=Kompas
|work=[[Kompas.com]]
|last=Kumampung
|last=Kumampung
|first=Dian Reinis
|first=Dian Reinis
Baris 371: Baris 388:
|ref=harv
|ref=harv
}}
}}
* {{Cite news|title=Film Musikal Klasik 'Tiga Dara' Segera Dibuat Ulang
* {{Cite news
|title=Film Musikal Klasik 'Tiga Dara' Segera Dibuat Ulang
|trans_title=The Classic Musical 'Tiga Dara' to be Remade
|trans_title=The Classic Musical 'Tiga Dara' to be Remade
|language=Indonesian
|language=Indonesian
|work=Kompas
|work=[[Kompas.com]]
|last=Pangerang
|last=Pangerang
|first=Andi Muttya Keteng
|first=Andi Muttya Keteng
Baris 476: Baris 492:


[[Kategori:Film Indonesia tahun 1956]]
[[Kategori:Film Indonesia tahun 1956]]
[[Kategori:Film drama]][[Kategori:Film Indonesia]]
[[Kategori:Film drama]]
[[Kategori:Film Indonesia]]
[[Kategori:Film musikal]][[Kategori:Film Indonesia]]
[[Kategori:Film musikal]]

Revisi terkini sejak 20 Mei 2024 15.38

Tiga Dara
Selebaran dari film Tiga Dara
SutradaraUsmar Ismail
Ditulis oleh
Pemeran
Penata musikSaiful Bahri
SinematograferMax Tera
PenyuntingSoemardjono
DistributorPerfini
Tanggal rilis
  • 24 Agustus 1956 (1956-08-24) (Indonesia)
Durasi115 menit
NegaraIndonesia
BahasaIndonesia

Tiga Dara (artinya Tiga Gadis) adalah film drama musikal Indonesia tahun 1957 yang dibintangi oleh Chitra Dewi, Mieke Wijaya, dan Indriati Iskak. Disutradarai oleh Usmar Ismail untuk Perfini, film ini menceritakan tentang tiga saudara perempuan yang tinggal bersama ayah dan nenek mereka. Ketika saudari tertua, Nunung, tidak tertarik untuk menikah, keluarganya berusaha mencarikan jodoh untuknya, tetapi selalu gagal. Nunung awalnya menolak pendekatan seorang pemuda bernama Toto, yang kemudian menjalin hubungan dengan adiknya. Namun, ketika Toto cemburu dan pergi dari Jakarta ke Bandung untuk menyatakan cintanya, Nunung akhirnya setuju untuk menikah dengannya.

Film ini diproduksi menggunakan dana pinjaman dari pemerintah, dengan harapan dapat menutupi hutang Perfini yang menumpuk. Film ini sengaja dibuat untuk tujuan komersial, meskipun Ismail kurang menyukai jenis film seperti ini. Setelah dirilis pada 24 Agustus 1957, film ini sukses besar, melambungkan karier para pemainnya, meraup pendapatan tertinggi dari semua film Perfini, dan ditayangkan di bioskop-bioskop kelas atas. Meskipun diputar di Festival Film Venesia tahun 1959 dan meraih penghargaan untuk Penataan Musik Terbaik di Pekan Film Indonesia tahun 1960, Ismail menganggap film ini telah melenceng dari visi awal Perfini.

Sejak perilisannya, Tiga Dara dianggap sebagai film klasik Indonesia dengan tema yang masih relevan dengan masyarakat Indonesia modern. Film ini dibuat ulang dengan judul Tiga Dara Mencari Cinta pada tahun 1980 oleh Djun Saptohadi dan menginspirasi film Pacar Ketinggalan Kereta karya Teguh Karya pada tahun 1989. Pembuatan ulang kedua, berjudul Ini Kisah Tiga Dara, diproduksi oleh Nia Dinata dan dirilis pada bulan September 2016. Pada tahun 2015, Tiga Dara direstorasi dan dikonversi ke format digital 4K oleh L'immagine Ritrovata Laboratory.

Tiga bersaudari—Nunung (Chitra Dewi), Nana (Mieke Wijaya) dan Nenny (Indriati Iskak). Mereka diasuh oleh nenek mereka (diperankan oleh Fifi Young) di Jakarta setelah kematian ibu mereka. Meskipun ayah Nana dan Nenny, Sukandar (diperankan oleh Hassan Sanusi) tinggal bersama mereka namun terlalu sibuk dengan pekerjaannya sehingga tidak memperhatikan anak-anaknya.

Kisah ini berawal ketika ketiga saudari tersebut sedang keluar bersama Herman (diperankan oleh Bambang Irawan), pacar Nana. Nenek mereka mengungkapkan keinginannya kepada Sukandar bahwa sebelum meninggal, ia ingin Nunung yang berusia 29 tahun menikah, sesuai dengan keinginan ibu mereka. Sukandar kemudian mengundang rekan-rekannya ke rumah, dan Nunung mengesankan mereka dengan kemampuannya bermain piano dan bernyanyi. Namun, semua pria tersebut terlalu tua, sehingga nenek Nunung bersikeras agar Sukandar mencari pria yang lebih muda. Nenny, yang mendengar percakapan tersebut, menyarankan agar mereka mengadakan pesta, namun Nunung sama sekali tidak tertarik.

Indriati Iskak, Chitra Dewi, dan Mieke Wijaya dalam film Tiga Dara

Dalam upaya untuk menemukan pasangan bagi Nunung, Nana diminta mengajak Nunung ke pesta. Di pesta tersebut, sementara Nana bergaul dengan beberapa pria, Nunung hanya duduk dan akhirnya pergi bersama Herman. Nunung kemudian mengeluh kepada neneknya bahwa ia merasa terlalu tua di antara para tamu yang lebih muda dan bertanya mengapa ia disuruh pergi. Nenny, yang sekali lagi mendengarkan, menjelaskan alasan sebenarnya. Meskipun awalnya marah, Nunung akhirnya memahami maksud neneknya.

Keesokan harinya, Nunung mengalami kecelakaan motor yang dikendarai oleh Toto (diperankan oleh Rendra Karno). Meskipun kakinya terluka, Nunung bersikeras untuk pulang sendiri dengan becak. Tanpa sepengetahuannya, Toto mengikuti untuk meminta maaf. Meskipun awalnya diperlakukan dengan kasar oleh Nunung, Toto diterima dengan baik oleh Nana dan neneknya. Nana meminta Toto untuk sering berkunjung, dan selama beberapa hari berikutnya, Nana menjauhkan Herman. Sementara itu, Nenny memanfaatkan situasi ini untuk mendekati Herman. Ketika Nana mengumumkan pertunangannya dengan Toto, neneknya sangat marah karena khawatir Nunung tidak akan pernah menikah.

Setelah pertengkaran antara Nana dan Nunung, keluarga memutuskan bahwa yang terbaik bagi Nunung adalah pergi ke rumah pamannya, Tamsil (diperankan oleh Usmar Ismail), di Bandung untuk beristirahat. Selama di sana, Nunung menulis surat yang mengabarkan bahwa seseorang bernama Joni menciumnya setiap malam. Berita ini memicu kecemburuan Nenny dan Toto. Nana memaksa Toto untuk memilih antara dia dan Nunung; Toto memutuskan untuk pergi ke Bandung dan menghadapi Joni. Ia menemui Nunung dan menyatakan cintanya, namun Nunung mengungkapkan bahwa Joni adalah anak kecil yang tidur bersamanya setiap malam.

Atas desakan Nana, Herman membawa anggota keluarga yang tersisa ke Bandung, di mana mereka bertemu dengan keluarga Toto, Nunung, dan Tamsil. Saat Tamsil memperkenalkan anak-anaknya, terungkap bahwa Joni adalah seorang anak kecil. Akhirnya, Nunung dan Toto berpelukan, sementara Nana dan Herman berdamai.


Usmar Ismail, sutradara dan produser Tiga Dara

Tiga Dara disutradarai dan diproduksi oleh Usmar Ismail untuk Perusahaan Film Nasional, yang lebih dikenal dengan nama Perfini.[1] Pada awal pendirian Perfini pada tahun 1950,[2] Ismail berkeinginan untuk “tidak mempertimbangkan aspek komersial”[a] dalam pembuatan film. Namun, seiring waktu, ia menyadari perlunya membuat film yang menguntungkan karena Perfini terus mengalami kerugian. Menyusul kegagalan film Lagi-Lagi Krisis dan Tamu Agung, situasi keuangan perusahaan memburuk, dan Ismail harus memecat sejumlah stafnya.[3] Dengan hanya tersisa kredit dari pemerintah untuk membiayai produksi berikutnya,[b][4] Ismail berkolaborasi dengan M. Alwi Dahlan untuk menciptakan sebuah film yang akan disukai oleh penonton.[1] Cerita yang dihasilkan, kemungkinan terinspirasi dari komedi musikal Three Smart Girls (Tiga Gadis Pintar) tahun 1936,[5] Tiga Dara.[1]

Produksi Tiga Dara dimulai pada Maret 1956. Chitra Dewi, Mieke Wijaya, dan Indriati Iskak berperan sebagai ketiga gadis utama.[3] Chitra Dewi sebelumnya telah tampil dalam Tamu Agung,[6] sedangkan Mieke Wijaya melakukan debutnya dalam film Gagal produksi Perusahaan Film Palembang pada tahun sebelumnya.[7] Indriati Iskak, putri sutradara Raden Iskak yang berusia 14 tahun, memulai debut film layar lebarnya dengan Tiga Dara.[8] Peran-peran pendukung diisi oleh Fifi Young, Rendra Karno, Hassan Sanusi, Bambang Irawan, Roosilawaty, dan Zainab.[1] Untuk peran Joni, Ismail menggandeng anak kandungnya, Irwan Usmar Ismail.[5]

Karena film musikal populer di kalangan penonton Indonesia, Tiga Dara dibuat dalam genre tersebut. Film ini menampilkan tujuh lagu karya Saiful Bahri,[c] yang juga menjabat sebagai penata suara, satu lagu karya Ismail Marzuki[d] dan dua lagu karya Oetjin Noerhasjim.[e][9] Hanya Mieke Wijaya yang mengisi suara nyanyiannya sendiri, sementara para pemain lainnya disulihsuarakan oleh penyanyi seperti Sam Saimun, Elly Sri Kudus, Bing Slamet, Djuita, S. Effendy, dan Sitti Nurochma.[10] Sinematografi film hitam-putih ini ditangani oleh Max Tera, menggunakan peralatan yang sudah ketinggalan zaman, dan Soemardjono bertanggung jawab atas penyuntingan.[11]


Jalur suara

[sunting | sunting sumber]
Stiker label jalur suara Tiga Dara

Piringan hitam tunggal jalur suara Tiga Dara dirilis oleh perusahaan rekaman asal Jakarta, Dendang. Rekaman ini berbahan dasar shellac dan berisi dua lagu tema yaitu "Tiga Dara" dan "Lagu Gembira".[12]

Seluruh lagu ditulis oleh Sjaiful Bachri.

No.JudulPenyanyiDurasi
1."Tiga Dara"Djuita, Elly Sri Kudus, Sitti Nurochma3:02
2."Lagu Gembira"Sjaiful Bachri, Elly Sri Kudus1:51

Perilisan dan penerimaan

[sunting | sunting sumber]

Tiga Dara tayang perdana pada tanggal 24 Agustus 1957 di Teater Capitol, Jakarta.[13] Film ini didistribusikan oleh Perfini dan dipromosikan dengan cara yang unik, termasuk menggunakan truk dan pengeras suara.[14] Film ini meraih sukses besar dan disukai banyak penonton,[15] diputar selama delapan minggu berturut-turut di bioskop-bioskop seluruh nusantara,[16] termasuk di bioskop mewah yang berafiliasi dengan American Motion Picture Association of Indonesia (AMPAI), yang biasanya hanya memutar film-film impor.[f][17] Pada tanggal 20 September 1957, Presiden Sukarno mengadakan pemutaran khusus di Istana Kepresidenan di Bogor untuk merayakan ulang tahun istrinya, Hartini.[18] Film ini juga sering diputar di acara pernikahan dan diadakan kompetisi "Tiga Dara" antara kelompok-kelompok yang terdiri dari tiga perempuan bersaudara di sebagian besar wilayah Jawa.[3][14] Istilah Tiga Dara bahkan menjadi populer dan digunakan sebagai nama produk batik, toko, dan minuman.[19] Pada Pekan Film Indonesia 1960, Tiga Dara mendapatkan penghargaan Tata Musik Terbaik.[1]

Setelah sukses di Indonesia, Tiga Dara menarik minat penonton di Malaya (sekarang Malaysia) dan diekspor ke sana. Sebagai gantinya, Indonesia mengimpor film Malaya berjudul Mega Mendung.[g][20] Pertukaran film ini sama-sama menguntungkan kedua belah pihak. Pada akhir tahun 1950-an, Tiga Dara mulai menjangkau penonton internasional. Film ini juga diputar di beberapa kota di Italia, termasuk Roma, dan juga di Yugoslavia.[21] Kesuksesan film ini menarik perhatian Floris Ammannati, direktur Festival Film Venesia 1959, yang mengundang Usmar Ismail untuk menayangkan filmnya di Venesia. Meskipun Usmar Ismail merasa pemutaran filmnya di Venesia kurang sukses, Tiga Dara terus mendapatkan pengakuan internasional.[h][22] Pada Agustus 1960, film ini diputar di Nugini Belanda (sekarang Papua Nugini),[23] dan di Suriname pada Agustus 1963.[24]


Tiga Dara merupakan film Perfini yang paling laris, menghasilkan hampir Rp 10 juta dari penjualan tiket,[19] dengan keuntungan sebesar Rp 3,080,000 selama masa penayangannya di bioskop.[25] Meskipun begitu, keadaan keuangan Perfini tetap tidak membaik.[3] Usmar Ismail, sang sutradara, merasa Tiga Dara mengecewakan dan tidak sesuai dengan visi awal Perfini.[15] Sutradara film Perfini, D. Djajakusuma, mencatat:

Usmar Ismail merasa malu dengan film tersebut. Niatnya untuk menjual Tiga Dara ketika masih dalam proses produksi menunjukkan betapa sulitnya ia menerima kenyataan bahwa ia harus membuat film semacam itu. ... meskipun uang terus mengalir, Perfini tidak membuat film seperti yang diimpikan Usmar pada awalnya.[i]

— D. Djajakusuma, dalam (Said 1982, hlm. 57)

Pada tahun-tahun berikutnya, Perfini merilis sejumlah film yang berorientasi komersial, seperti Delapan Pendjuru Angin (1957) dan Asrama Dara (1958).[26] Meskipun tidak ada yang gagal secara komersial,[27] hanya Asrama Dara yang mendekati kesuksesan seperti Tiga Dara. Ismail mencoba kembali membuat film berkualitas non-komersial lewat Pedjuang (1960),[26] yang diputar dalam kompetisi di Festival Film Internasional Moskow ke-2 pada tahun 1961.[28] Namun, seiring waktu, cita-cita awalnya memudar dan dia mencoba peruntungan di bidang lain seperti dunia perbankan, industri klub malam, dan politik hingga akhir hayatnya pada tahun 1971.[26]

Chitra Dewi dan Mieke Wijaya menjadi populer setelah kesuksesan Tiga Dara. Chitra Dewi melanjutkan karier aktingnya selama empat dekade berikutnya, dengan film layar lebar terakhirnya, Pedang Ulung, dirilis pada tahun 1993, lima belas tahun sebelum kematiannya.[6] Sementara itu, Mieke Wijaya terus berakting hingga film Ayat-Ayat Cinta pada tahun 2008.[29] Indriati Iskak, yang dipuji karena gaya aktingnya yang lebih natural dibandingkan rekan-rekannya yang terlatih di panggung juga mencapai popularitas.[3] Ia membentuk grup vokal perempuan Baby Dolls bersama Rima Melati, Gaby Mambo, dan Baby Huwae, dan bermain di delapan film sebelum pensiun dari dunia perfilman pada tahun 1963.[30]


Tiga Dara telah diakui sebagai karya klasik pada perfilman Indonesia dan sering disiarkan di televisi, terhitung sejak TVRI menayangkannya pertama kali pada tahun 1971.[31] Sebuah retrospektif 1989 tentang Perfini dalam majalah Tempo menyatakan bahwa film tersebut masih menampilkan pesona kejujuran dan kenyataan umum dalam karya Ismail sebelumnya,[32] dan dalam sebuah buku memorial 1991 untuk Ismail, Rosihan Anwar menyatakan bahwa tema-tema Tiga Dara masih sejalan bagi bangsa Indonesia.[33] Pendapat yang sama diutarakan oleh sutradara film Nia Dinata pada 2016.[34]

Nia Dinata membuat ulang Tiga Dara dengan judul Ini Kisah Tiga Dara pada 2016.

Pada 2015, negatif-negatif selulosa asetat untuk Tiga Dara, yang disimpan di Sinematek Indonesia,[j][35] mengalami rusak berat. Negatif-negatif tersebut ada yang dalam keadaan robek, dan dinodai oleh jamur atau hilang. Untuk memperbaiki penyajian film tersebut untuk generasi mendatang, Lisabona Rahman bersama SA Films memutuskan agar Tiga Dara direstorasi oleh Laboratorium L'immagine Ritrovata yang berbasis di Bologna; film tersebut merupakan karya Usmar Ismail kedua yang direstorasi oleh Lisa, setelah Lewat Djam Malam (1954) pada 2012.[36] Pengerjaan restorasi, yang meliputi reinsersi adegan-adegan yang hilang menggunakan sisa-sisa salinan dari film tersebut dan penghilangan debu dan jamur, dimulai pada awal 2015 dan terselesaikan pada 8 Oktober 2015. Restorasi tersebut—yang dialihkan ke digital 4K—ditayangkan di Indonesia pada permulaan 11 Agustus 2016, dengan perilisan DVD dan Blu-ray pada tahun berikutnya.[37]

Beberapa film membuat ulang atau terinspirasi dari Tiga Dara. Sebuah remake, Tiga Dara Mencari Cinta, disutradarai oleh Djun Saptohadi dan dirilis pada 1980.[38] Film komedi tersebut dibintangi oleh Ingrid Fernandez, Nana Riwayatie, dan Winny Aditya Dewi sebagai tiga bersaudari[k] yang tinggal dengan ayah mereka dan dihadapkan dengan pertikaian dan godaan kencan.[39] Delapan tahun kemudian, ketika Teguh Karya menyutradarai Pacar Ketinggalan Kereta (1989), ia menyatakan bahwa para pemeran dan kru menonton Tiga Dara dalam upaya untuk melampaui film tersebut.[40] Dalam majalah Tempo, penulis Putu Wijaya kemudian menyatakan bahwa Pacar Ketinggalan Kereta tampaknya berusaha untuk memperlihatkan kembali keluarga dan musikal yang dinamis dari cerita Ismail.[41] Pada 2004, film ini dikabarkan akan dibuat ulang oleh sutradara Rudi Soedjarwo dan diproduksi oleh rumah produksi Christine Hakim. Aktris yang sudah ditawari untuk main film terbaru dari Tiga Dara ini adalah Dian Sastrowardoyo, Siti Nurhaliza dan Krisdayanti. Namun hingga kini, rencana tersebut tak pernah terwujud.[42]

Pada tahun 2016, sutradara Nia Dinata berhasil me-remake film ini dengan judul Ini Kisah Tiga Dara, yang mengambil gambar antara 23 Februari dan 27 Maret 2016 di Maumere, Flores. Adapun yang berperan sebagai Tiga Dara adalah Shanty, Tara Basro dan Tatyana Akman. Film yang tayang bulan September 2016 ini tetap mengambil basis tema seperti film aslinya namun setting dan jalan ceritanya disesuaikan dengan konteks kehidupan masa kini.[43]

Catatan penjelas

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Asli: "... tidak akan mempertimbangkan segi komersial."
  2. ^ Pada 1956, Perfini meraih Rp 2.500.000 untuk memdanai produksi film (Ismail 1958, hlm. 9).
  3. ^ "Tiga Dara", "Tjita-Tjita", "Senandung Lagu Lama", "Tamasja", "Lagu Gembira", "Bimbang Tanpa Pegangan", dan "Djoget Gembira" (Ismail 1957, 00:01:07)
  4. ^ "Pilih Menantu" (Ismail 1957, 00:01:07)
  5. ^ "Letnan Hardi" dan "Siapa Namanja" (Ismail 1957, 00:01:07)
  6. ^ Hanya sedikit produksi domestik yang ditayangkan di bioskop kelas satu Indonesia. Film-film Indonesia lainnya yang ditayangkan di bioskop-bioskop yang berafiliasi dengan AMPAI pada 1950an meliputi Darah dan Doa (1950) dan Krisis (1953) karya Ismail, serta Djandjiku (1956) karya BK Raj (Imanda 2014, hlm. 178).
  7. ^ Peristiwa tersebut tak lazim; umumnya tiga film Malaya diimpor untuk setiap film Indonesia yang diekspor (Java-Bode 1957).
  8. ^ Dalam laporannya tentang festival tersebut, Ismail menyatakan bahwa Tiga Dara gagal memukau para penonton karena film tersebut tidak memberikan subjudul apapun. Sehingga, para penonton tidak dapat mengikuti jalan ceritanya, meskipun mereka tetap menikmati musiknya (Ismail 1983, hlm. 136).
  9. ^ Asli: "Usmar sangat malu dengan film itu. Niatnya menjual Tiga Dara ketika masih dalam tahap pembikinan memperlihatkan betapa beratnya bagi dia menerima kenyataan bahwa harus membuat film seperti itu. ... meskipun uang masuk, Perfini toh tidak lagi membikin film-film seperti yang dicita-citakan Usmar semula."
  10. ^ Sinematek juga menyimpan salinan distribusi kualitas tinggi dari film tersebut (Masak 1986, hlm. 62).
  11. ^ Dinamai Maya, Emma, dan Nuri dalam versi ini (Gemini Satria Film 1980).

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c d e Kristanto 2007, hlm. 46.
  2. ^ Said 1982, hlm. 49.
  3. ^ a b c d e Biran 2009, hlm. 152.
  4. ^ Ismail 1958, hlm. 9.
  5. ^ a b Anwar 1991, hlm. 3.
  6. ^ a b Filmindonesia.or.id, Filmografi Chitra Dewi.
  7. ^ Kristanto 2007, hlm. 39.
  8. ^ Biran 1979, hlm. 228.
  9. ^ Anwar 1991, hlm. 2; Ismail 1957, 00:01:07.
  10. ^ Ismail 1957, 00:01:09.
  11. ^ Kristanto 2007, hlm. 46; Anwar 1991, hlm. 2.
  12. ^ Taufiqurrahman 2016, hlm. 8.
  13. ^ Java-Bode 1957.
  14. ^ a b The Jakarta Post 2016.
  15. ^ a b Said 1982, hlm. 57.
  16. ^ Bahar 2016.
  17. ^ Imanda 2014, hlm. 178.
  18. ^ Algemeen Indisch Dagblad 1957.
  19. ^ a b Ismail 1983, hlm. 135.
  20. ^ Ismail 1983, hlm. 135–136; Java-Bode 1957.
  21. ^ Ismail 1983, hlm. 135–136.
  22. ^ Utama, Antosiamo & Indrayati 1987, hlm. 163; Ismail 1983, hlm. 136.
  23. ^ Nieuw Guinea Koerier 1960.
  24. ^ Niuew Suriname 1963.
  25. ^ Perfini 1960, hlm. 26.
  26. ^ a b c Said 1982, hlm. 58.
  27. ^ Ismail 1983, hlm. 136.
  28. ^ MIFF.
  29. ^ Filmindonesia.or.id, Filmografi Mieke Wijaya.
  30. ^ Biran 1979, hlm. 228; Anwar 1991, hlm. 3.
  31. ^ Makhsara 2016b.
  32. ^ Utama, Antosiamo & Indrayati 1987, hlm. 163.
  33. ^ Anwar 1991, hlm. 5.
  34. ^ Galikano 2016.
  35. ^ Masak 1986, hlm. 62.
  36. ^ fdvs.io. "Jejak Penebusan Sinematik Lisabona Rahman". www.dewimagazine.com (dalam bahasa Indonesia). Diakses tanggal 2023-04-09. 
  37. ^ Bahar 2016; Makhsara 2016b.
  38. ^ Kristanto 2007, hlm. 209.
  39. ^ Kristanto 2007, hlm. 209; Gemini Satria Film 1980.
  40. ^ Heider 1991, hlm. 14.
  41. ^ Wijaya 1989.
  42. ^ Pangerang 2015.
  43. ^ Kumampung 2016; Galikano 2016; Makhsara 2016a.

Karya yang dikutip

[sunting | sunting sumber]
  • "1961 year". moscowfilmfestival.ru. Moscow International Film Festival. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-06-19. Diakses tanggal 19 Juni 2016. 
  • Anwar, Rosihan (1991). Peringatan 20 Tahun Wafatnya H. Usmar Ismail Bapak Perfilman Indonesia (1971–1991) (dalam bahasa Indonesian). Committee for the Indonesian Film Festival. 
  • Bahar, Alvin (22 Juni 2016). "Selesai Direstorasi, Film Tempo Dulu "Tiga Dara" Akan Diputar Lagi mulai 11 Agustus 2016". Kompas.com (dalam bahasa Indonesian). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-06-24. Diakses tanggal 24 Juni 2016. 
  • Biran, Misbach Yusa, ed. (1979). Apa Siapa Orang Film Indonesia 1926–1978. Jakarta: Sinematek Indonesia. OCLC 6655859. 
  • Biran, Misbach Yusa (2009). Peran Pemuda dalam Kebangkitan Film Indonesia (dalam bahasa Indonesian). Jakarta: Ministry of Youth and Sports. OCLC 607257806. 
  • "Cinema Luxor". Niuew Suriname (dalam bahasa Dutch). 1 Agustus 1963. hlm. 4. Diakses tanggal 24 Juni 2016 – via Delpher.nl. 
  • "Filmografi Mieke Wijaya". filmindonesia.or.id (dalam bahasa Indonesian). Konfiden Foundation. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-05-16. Diakses tanggal 4 Mei 2013. 
  • "Filmografi Chitra Dewi". filmindonesia.or.id (dalam bahasa Indonesian). Jakarta: Konfiden Foundation. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-06-19. Diakses tanggal 19 Juni 2016. 
  • Galikano, Silvia (30 Maret 2016). "Nia Dinata Hadirkan Kembali Tiga Dara". CNN Indonesia (dalam bahasa Indonesian). CNN Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-06-23. Diakses tanggal 23 Juni 2016. 
  • Heider, Karl G. (1991). Indonesian Cinema: National Culture on Screen. Honolulu: University of Hawaii Press. ISBN 978-0-8248-1367-3. 
  • Imanda, Tito (2014). "The State Market and the Indonesian Film Industry". Dalam Lenuta Giukin; Janina Falkowska; David Desser. Small Cinemas in Global Markets: Genres, Identities, Narratives. Lanham, Maryland: Lexington Books. hlm. 171–189. 
  • "Indonesische Speelfilm in Cinemascoop". Java-Bode (dalam bahasa Dutch). 6 September 1957. hlm. 3. Diakses tanggal 24 Juni 2016 – via Delpher.nl. 
  • Ismail, Usmar (1957). Tiga Dara [Three Maidens] (dalam bahasa Indonesian). Jakarta: Perfini. 
  • Ismail, Usmar (1958). "Perfini Sewindu". Memperingati Sewindu Perfini dengan 8PA (dalam bahasa Indonesian). Jakarta: Perfini. hlm. 1, 7–9, 23, 25. 
  • Ismail, Usmar (1983). "Laporan dari Festival Film Venezia". Usmar Ismail Mengupas Film (dalam bahasa Indonesian). Jakarta: Sinar Harapan. hlm. 131–145. OCLC 10435722. 
  • Kristanto, JB, ed. (2007). Katalog Film Indonesia 1926 – 2007. Jakarta: Nalar. ISBN 978-979-26-9006-4. 
  • Kumampung, Dian Reinis (29 Maret 2016). "Nia Dinata: "Ini Kisah Tiga Dara" Berbeda dari "Tiga Dara"". Kompas.com (dalam bahasa Indonesian). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-06-23. Diakses tanggal 23 Juni 2016. 
  • Makhsara, Ivan (26 Mei 2016a). "Saksikan Teaser Resmi Pertama Film Terbaru Nia Dinata, "Ini Kisah Tiga Dara"". Rolling Stone Indonesia (dalam bahasa Indonesian). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-06-23. Diakses tanggal 23 Juni 2016. 
  • Makhsara, Ivan (22 Juni 2016b). "Pasca Restorasi, Film Klasik 'Tiga Dara' Akan Dirilis Ulang". Rolling Stone Indonesia (dalam bahasa Indonesian). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-06-24. Diakses tanggal 23 Juni 2016. 
  • Masak, Tanete Pong (1986). "Les Films de Fiction Indonésiens Conservés à la Cinémathèque de Jakarta". Archipel (dalam bahasa French). 32: 51–63. doi:10.3406/arch.1986.2310. ISSN 0044-8613. 
  • Perfini, ed. (1960). 10 Tahun Perfini (dalam bahasa Indonesian). Jakarta: Perfini. 
  • Pangerang, Andi Muttya Keteng (18 Desember 2015). "Film Musikal Klasik 'Tiga Dara' Segera Dibuat Ulang". Kompas.com (dalam bahasa Indonesian). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-06-24. Diakses tanggal 24 Juni 2016. 
  • "Rex Theater". Nieuw Guinea Koerier (dalam bahasa Dutch). 11 Agustus 1960. hlm. 4. Diakses tanggal 24 Juni 2016 – via Delpher.nl. 
  • Said, Salim (1982). Profil Dunia Film Indonesia (dalam bahasa Indonesian). Jakarta: Grafiti Pers. OCLC 9507803. 
  • Taufiqurrahman (19 November 2016). "Will shellac make its return?". J+. The Jakarta Post. 
  • Tiga Dara Mencari Cinta (flyer) (dalam bahasa Indonesian), Gemini Satria Film, 1980 
  • "Tiga Dara op Paleis Bogor Vertoond". Algemeen Indisch Dagblad de Preangerbode (dalam bahasa Dutch). 23 September 1957. hlm. 2. Diakses tanggal 24 Juni 2016 – via Delpher.nl. 
  • Utama, Syatria; Antosiamo; Indrayati, Sri (4 April 1987). "Perfini: Sosok Rawan Idealisme". Tempo (dalam bahasa Indonesian). hlm. 163. 
  • Wijaya, Putu (14 Oktober 1989). "Menyambung Napas Tiga Dara" (dalam bahasa Indonesian). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-05-22. Diakses tanggal 22 Mei 2012. 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]