Kopi daun: Perbedaan antara revisi
k Menambah Kategori:Kopi di Indonesia menggunakan HotCat |
|||
(5 revisi perantara oleh 5 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1: | Baris 1: | ||
''' |
'''Kopi daun''' atau '''kawa daun''' adalah minuman dari [[daun]] [[kopi]] yang diseduh seperti teh yang berasal dari [[Sumatera Barat]]<ref name=":1">{{Cite journal|last=Novita|first=Rilma|last2=Kasim|first2=Anwar|last3=Anggraini|first3=Tuty|last4=Putra|first4=Deddi Prima|date=2018-03-01|title=SURVEI PROSES PEMBUATAN MINUMAN KAHWA DAUN DI PROPINSI SUMATERA BARAT, INDONESIA|url=http://dx.doi.org/10.25077/jtpa.22.1.32-36.2018|journal=Jurnal Teknologi Pertanian Andalas|volume=22|issue=1|pages=32|doi=10.25077/jtpa.22.1.32-36.2018|issn=2579-4019}}</ref> dan [[Kerinci]].<ref name=":0">{{Cite web|url=https://www.dream.co.id/unik/air-kawo-minuman-unik-khas-pegunungan-kerinci-150824h.html|title=Air Kawo: Minuman Unik Khas Pegunungan Kerinci|website=Dream.co.id|access-date=2018-12-28}}</ref> Daun kopi lokal pilihan awalnya dikeringkan dengan cara [[sangrai|disangrai]] selama 12 jam. Saat akan diminum, daun kering ini dicampur dengan air dingin, lalu diseduh dengan air mendidih.<ref>[http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/kuliner/10/08/14/130105-hangatnya-seduhan-daun-kopi-aia-kawa-dari-ranah-minang Hangatnya Seduhan Daun Kopi Aia Kawa Daun dari Ranah Minang, diakses dari situs berita Republika]</ref> Di daerah [[Kerinci]], minuman ini dikenal dengan sebutan ''air kawo.''<ref name=":0" /> |
||
[[Berkas:Kawa daun jo parabuang.jpg|jmpl|Kawa daun dan gorengan]] |
[[Berkas:Kawa daun jo parabuang.jpg|jmpl|Kawa daun dan gorengan]] |
||
== Sejarah == |
== Sejarah == |
||
Kopi kawa atau masyarakat sekarang menyebutnya kopi daun merupakan kebudayaan lama masyarakat dalam hal berkebun dan hal ini seiring dengan kebudayaan orang meminum teh.<ref name=":1" /> Jadi sebelum [[Vereenigde Oostindische Compagnie|VOC]] masuk kebudayaan meminum daun kopi sudah ada, justru kehadiran VOC adalah mengajarkan masyarakat bahwa kopi memanfaatkan bijinya bukan daunnya. Ada kekeliruan publik yang mengaitkannya daun kawa atau aia kawa dengan adanya [[Cultuurstelsel|tanam paksa]] dalam kekuasaan [[Hindia Belanda|kolonial Belanda]]. Penduduk di [[ |
Kopi kawa atau masyarakat sekarang menyebutnya kopi daun merupakan kebudayaan lama masyarakat dalam hal berkebun dan hal ini seiring dengan kebudayaan orang meminum teh.<ref name=":1" /> Jadi sebelum [[Vereenigde Oostindische Compagnie|VOC]] masuk kebudayaan meminum daun kopi sudah ada, justru kehadiran VOC adalah mengajarkan masyarakat bahwa kopi memanfaatkan bijinya bukan daunnya. Ada kekeliruan publik yang mengaitkannya daun kawa atau aia kawa dengan adanya [[Cultuurstelsel|tanam paksa]] dalam kekuasaan [[Hindia Belanda|kolonial Belanda]]. Penduduk di [[Sumatera Barat]] dilarang menikmati biji kopi untuk diri sendiri meskipun dipaksa untuk menanamnya demi kepentingan perdagangan. Peraturan ini diakali dengan menggunakan dedaunan kopi yang dipercaya masih mengandung [[kafeina]].<ref name="singgalang">{{Cite web |url=http://hariansinggalang.co.id/kawa-daun-sejarah-di-sayak-tempurung/ |title=Kawa Daun, Sejarah di Sayak Tempurung, diakses dari situs berita Harian Singgalang |access-date=2013-02-01 |archive-date=2013-01-23 |archive-url=https://web.archive.org/web/20130123121627/http://hariansinggalang.co.id/kawa-daun-sejarah-di-sayak-tempurung/ |dead-url=yes }}</ref>[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Voor de bereiding van kopi daoen worden de koffiebladeren geroosterd op een zacht vuur totdat de bladeren bruin en droog zijn geworden Sumatra's Westkust TMnr 10012122.jpg|jmpl|350px|Sekelompok orang sedang memanggang daun kopi di atas api kecil sampai daun menjadi coklat dan kering, untuk membuat kopi daun (pantai barat Sumatra, tanpa tahun)]]Dalam novel [[Max Havelaar]] karya [[Eduard Douwes Dekker|Multatuli]], istilah kopi daun juga disinggung, misalnya dalam percakapan antara tokoh Pengawas Verbrugge dan Letnan Duclari. Komandan garnisun itu terkejut saat mendengar ada minuman bernama "kopi daun", dan Verbrugge mengatakan bahwa minuman tersebut sudah biasa diminum orang-orang di Sumatra.<ref>{{cite book|last=Multatuli|first=|authorlink=|coauthors=|title=Max Havelaar|publisher=Penerbit Qanita|date=|location=Bandung|pages=102-103|url=|doi=|id=|isbn=978-602-1637-45-6|year=2014|trans-title=Max Havelaar: Or the Coffee Auctions of the Dutch Trading Company, diterjemahkan oleh Ingrid Dwijani Nimpoeno}}</ref> |
||
== Tradisi meminum == |
== Tradisi meminum == |
Revisi terkini sejak 12 Oktober 2024 09.32
Kopi daun atau kawa daun adalah minuman dari daun kopi yang diseduh seperti teh yang berasal dari Sumatera Barat[1] dan Kerinci.[2] Daun kopi lokal pilihan awalnya dikeringkan dengan cara disangrai selama 12 jam. Saat akan diminum, daun kering ini dicampur dengan air dingin, lalu diseduh dengan air mendidih.[3] Di daerah Kerinci, minuman ini dikenal dengan sebutan air kawo.[2]
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Kopi kawa atau masyarakat sekarang menyebutnya kopi daun merupakan kebudayaan lama masyarakat dalam hal berkebun dan hal ini seiring dengan kebudayaan orang meminum teh.[1] Jadi sebelum VOC masuk kebudayaan meminum daun kopi sudah ada, justru kehadiran VOC adalah mengajarkan masyarakat bahwa kopi memanfaatkan bijinya bukan daunnya. Ada kekeliruan publik yang mengaitkannya daun kawa atau aia kawa dengan adanya tanam paksa dalam kekuasaan kolonial Belanda. Penduduk di Sumatera Barat dilarang menikmati biji kopi untuk diri sendiri meskipun dipaksa untuk menanamnya demi kepentingan perdagangan. Peraturan ini diakali dengan menggunakan dedaunan kopi yang dipercaya masih mengandung kafeina.[4]
Dalam novel Max Havelaar karya Multatuli, istilah kopi daun juga disinggung, misalnya dalam percakapan antara tokoh Pengawas Verbrugge dan Letnan Duclari. Komandan garnisun itu terkejut saat mendengar ada minuman bernama "kopi daun", dan Verbrugge mengatakan bahwa minuman tersebut sudah biasa diminum orang-orang di Sumatra.[5]
Tradisi meminum
[sunting | sunting sumber]Minuman ini diseruput pada saat cuaca dingin di dangau-dangau. Penyajiannya tidak dengan gelas atau mangkuk, melainkan tempurung kelapa yang dibelah dua. Tempurung ini diberi tatakan bambu. Aia kawa bisa dinikmati dengan atau tanpa gula, ditemani berbagai penganan kecil.[4]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b Novita, Rilma; Kasim, Anwar; Anggraini, Tuty; Putra, Deddi Prima (2018-03-01). "SURVEI PROSES PEMBUATAN MINUMAN KAHWA DAUN DI PROPINSI SUMATERA BARAT, INDONESIA". Jurnal Teknologi Pertanian Andalas. 22 (1): 32. doi:10.25077/jtpa.22.1.32-36.2018. ISSN 2579-4019.
- ^ a b "Air Kawo: Minuman Unik Khas Pegunungan Kerinci". Dream.co.id. Diakses tanggal 2018-12-28.
- ^ Hangatnya Seduhan Daun Kopi Aia Kawa Daun dari Ranah Minang, diakses dari situs berita Republika
- ^ a b "Kawa Daun, Sejarah di Sayak Tempurung, diakses dari situs berita Harian Singgalang". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-01-23. Diakses tanggal 2013-02-01.
- ^ Multatuli (2014). Max Havelaar [Max Havelaar: Or the Coffee Auctions of the Dutch Trading Company, diterjemahkan oleh Ingrid Dwijani Nimpoeno]. Bandung: Penerbit Qanita. hlm. 102–103. ISBN 978-602-1637-45-6.