Lompat ke isi

Aksara Kawi: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
SHEENJO
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
k add link
 
(17 revisi perantara oleh 10 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 3: Baris 3:
|altname={{Script|Kawi|𑼒𑼮𑼶}}
|altname={{Script|Kawi|𑼒𑼮𑼶}}
|type=[[Abugida]]
|type=[[Abugida]]
|languages=[[Bahasa Kawi|Kawi]], [[Bahasa Jawa Kuno|Jawa Kuno]], [[Bahasa Sunda Kuno|Sunda Kuno]]
|languages=[[Bahasa Jawa Kuno|Jawa Kuno]], [[Bahasa Sunda Kuno|Sunda Kuno]]
|fam1=Menurut hipotesis hubungan antara abjad Aramea dengan Brahmi, maka silsilahnya sebagai berikut:
|fam1={{hipotesis abjad Aram-Brahmi}}
|fam2=[[Abjad Proto-Sinai]]
|fam2=[[Aksara Brahmi Tamil]]
jjlSheenjo|fam4=[[Abjad Aramaik]]
|fam3=[[Aksara Pallawa]]
|fam5=[[Aksara Brahmi]]
|fam6=[[Aksara Pallawa]]
|sisters={{keluarga kawi}}
|sisters={{keluarga kawi}}
|time=abad ke-8 hingga 16
|time=abad ke-8 hingga 16
Baris 17: Baris 15:
|children=[[Aksara Buda]]
|children=[[Aksara Buda]]
}}
}}
'''Aksara Kawi''' (dari [[bahasa Sanskerta]]: ''kavi'', yang berarti "pujangga")<ref name="ucs" /> atau '''aksara Jawa Kuno''' adalah aksara historis yang digunakan di wilayah Asia Tenggara maritim khususnya di [[Pulau Jawa]] sekitar abad ke-8 hingga 16.<ref name="ucs">[http://std.dkuug.dk/JTC1/SC2/WG2/docs/n4266.pdf Proposal pendahuluan pengkodean aksara Kawi dalam UCS]</ref><ref name=as/>
'''Aksara Jawa Kuno''' atau '''Aksara Kawi''' (dari [[Bahasa Jawa Kuno]]: ''kawi'', yang berarti "pujangga, penyair; mahir dalam menggubah puisi")<ref>Zoetmulder, P.J, dan Robson, $.0. (2006). Kamus Jawa Kuna-Indonesia. (Darusuprapta dan Sumarti Suprayitna, Penerjemah). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.[https://kbbi.kemdikbud.go.id/Cari/Etimologi?eid=37983]</ref> adalah aksara historis yang terutama ditemukan di [[Pulau Jawa]] dan digunakan di sebagian besar wilayah [[Asia Tenggara]] antara abad ke-8 hingga ke-16.<ref name=Pandey>Anshuman Pandey 2012 [https://www.unicode.org/L2/L2012/12125-kawi.pdf Preliminary Proposal to Encode the Kawi Script]</ref><ref name=as/>


Bukti tertua mengenai bentuk awal aksara Kawi adalah [[prasasti Plumpungan]] tahun 750 Masehi yang berasal dari [[Salatiga]], [[Jawa Tengah]]. Aksara Kawi juga ditemukan di luar Pulau Jawa seperti [[Bali]], [[Sumatra]], [[Semenanjung Malaya]], dan [[Filipina]].<ref name=bayu>Aditya Bayu Perdana dan Ilham Nurwansah 2020. [https://www.unicode.org/L2/L2020/20284r-kawi.pdf Proposal to encode Kawi]</ref>
Meskipun tidak ditemukan petunjuk yang eksplisit, aksara Kawi merupakan pendahulu bagi aksara-aksara Nusantara yang lebih modern, seperti [[aksara Jawa]], [[aksara Bali]] dan [[aksara Sunda Kuno|aksara Sunda]].<ref name=ucs/>

Meskipun tidak ditemukan petunjuk yang eksplisit, aksara Kawi merupakan pendahulu bagi aksara-aksara di [[Nusantara]] yang lebih modern, seperti [[Aksara Jawa]], [[Aksara Bali]] dan [[Aksara Sunda Kuno]]{{efn|Termasuk juga [[Aksara Sunda|Aksara Sunda Baku]] yang menjadi aksara turunannya}}.


== Ciri-ciri ==
== Ciri-ciri ==


Aksara Kawi menerapkan sistem penulisan [[abugida]]. Tiap hurufnya merepresentasikan sebuah suku kata dengan vokal {{IPAslink|a}} yang dapat diubah dengan penggunaan tanda baca. Aksara ditulis tanpa spasi (''[[scriptio continua]]''). Aksara Kawi memiliki sekitar 47 huruf, tetapi terdapat sejumlah huruf yang bentuk dan penggunaannya tidak diketahui pasti karena sedikitnya contoh yang ditemukan dalam prasasti bertulis Kawi.<ref name=ucs/>
Aksara Kawi menerapkan sistem penulisan [[abugida]]. Tiap hurufnya mewakili satu suku kata dengan vokal {{IPAslink|a}} yang dapat diubah dengan penggunaan tanda baca. Aksara ditulis tanpa spasi (''[[scriptio continua]]''). Aksara Kawi memiliki sekitar 47 huruf, tetapi terdapat sejumlah huruf yang bentuk dan penggunaannya tidak diketahui dengan pasti karena sedikitnya contoh yang ditemukan dalam prasasti bertulis Kawi.


Sejumlah tanda baca mengubah vokal (layaknya harakat pada [[abjad Arab]]), dan menambahkan konsonan akhir. Beberapa tanda baca dapat digunakan bersama-sama, tetapi tidak semua kombinasi diperbolehkan. Tanda baca teks termasuk koma, titik, serta tanda untuk memulai dan mengakhiri bagian-bagian teks.<ref name=as>http://www.ancientscripts.com/kawi.html</ref>
Sejumlah tanda baca mengubah vokal (layaknya harakat pada [[Abjad Arab]]), dan menambahkan konsonan akhir. Beberapa tanda baca dapat digunakan bersama-sama, tetapi tidak semua kombinasi diperbolehkan. Tanda baca teks termasuk koma, titik, serta tanda untuk memulai dan mengakhiri bagian-bagian teks.<ref name=as>http://www.ancientscripts.com/kawi.html</ref>


[[Berkas:Ciri aksara kawi.jpg|jmpl|kiri|Suku kata /ka/ ditulis dengan satu huruf. Tanda baca mengubah, menambah, atau menghilangkan vokal suku kata tersebut. Huruf mempunyai bentuk subskrip untuk menulis tumpukan konsonan.]] {{clr}}
[[Berkas:Ciri aksara kawi.jpg|jmpl|kiri|Suku kata /ka/ ditulis dengan satu huruf. Tanda baca mengubah, menambah, atau menghilangkan vokal suku kata tersebut. Huruf mempunyai bentuk subskrip untuk menulis tumpukan konsonan.]] {{clr}}
Aksara Kawi memiliki huruf subskrip yang digunakan untuk menulis tumpukan konsonan, setara dengan ''pasangan'' dalam [[aksara Jawa]] dan ''pangangge'' dalam [[aksara Bali]]. Namun beberapa inskripsi aksara Kawi tidak menggunakan pasangan dalam penulisannya, seperti prasasti pada [[Candi Sukuh]] di [[Kabupaten Karanganyar]], Jawa Tengah.<ref>[http://www.karanganyarkab.go.id/20110628/candi-sukuh/ Situs Resmi Kabupaten Karanganyar]</ref><ref>[http://www.merdeka.com/foto/peristiwa/238574/menelusuri-candi-sukuh-jejak-keruntuhan-kerajaan-majapahit-008-isn.html Situs Berita Merdeka]</ref>
Aksara Kawi memiliki huruf subskrip yang digunakan untuk menulis tumpukan konsonan, setara dengan ''pasangan'' dalam [[Aksara Jawa]] dan ''pangangge'' dalam [[Aksara Bali]]. Namun beberapa prasasti Aksara Kawi tidak menggunakan pasangan dalam penulisannya, seperti prasasti pada [[Candi Sukuh]] di [[Kabupaten Karanganyar]], Jawa Tengah.<ref>[http://www.karanganyarkab.go.id/20110628/candi-sukuh/ Situs Resmi Kabupaten Karanganyar]</ref><ref>[http://www.merdeka.com/foto/peristiwa/238574/menelusuri-candi-sukuh-jejak-keruntuhan-kerajaan-majapahit-008-isn.html Situs Berita Merdeka]</ref>
Berikut contoh penulisan aksara Kawi dengan sampel teks dari ''[[Kakawin Ramayana]]'':<br />
Berikut contoh penulisan aksara Kawi dengan sampel teks dari ''[[Kakawin Ramayana]]'':<br />
[[Berkas:Kawi sample.jpg|350px|kiri|''Jahnī yāhning talaga kadi langit'' (air telaga jernih bagaikan langit). Cuplikan dari ''Kakawin Ramayana'', 16.31, (''Bhramara wilasita)]]{{clr}}
[[Berkas:Kawi sample.jpg|350px|kiri|''Jahnī yāhning talaga kadi langit'' (air telaga jernih bagaikan langit). Cuplikan dari ''Kakawin Ramayana'', 16.31, (''Bhramara wilasita)]]{{clr}}
Baris 34: Baris 34:
== Riwayat ==
== Riwayat ==


Aksara Kawi berasal dari [[aksara Pallawa]] yang mengalami pengubahan bentuk huruf, diperkirakan terjadi pada abad ke-8. Aksara Pallawa itu sendiri merupakan turunan [[aksara Brahmi]] dan berasal dari daerah India bagian selatan. Aksara Pallawa ini menjadi induk semua aksara daerah di [[Asia Tenggara]] (mis. [[aksara Thai]], [[Surat Batak|aksara Batak]], dan [[aksara Burma]]).
Aksara Kawi berasal dari [[Aksara Pallawa]] yang mengalami pengubahan bentuk huruf yang diperkirakan terjadi pada abad ke-8. Aksara Pallawa itu sendiri merupakan turunan [[Aksara Brahmi]] yang berkembang di daerah India bagian selatan. Aksara Pallawa ini menjadi induk semua aksara daerah di [[Asia Tenggara]] (mis. [[Aksara Thai]], [[Surat Batak|Aksara Batak]], dan [[Aksara Burma]]).


Perbedaan terpenting antara aksara Pallawa dan aksara Kawi adalah:
Perbedaan terpenting antara Aksara Pallawa dan Aksara Kawi adalah:
* Aksara Kawi memiliki vokal e pepet dan vokal e pepet panjang, sedangkan aksara Pallawa tidak memiliki vokal e pepet atau vokal e pepet panjang.
* Aksara Kawi memiliki vokal e pepet dan vokal e pepet panjang, sedangkan Aksara Pallawa tidak memiliki vokal e pepet atau vokal e pepet panjang.
* Aksara Kawi cukup sering menggunakan tanda virama untuk menghilangkan vokal pada huruf konsonan, sedangkan aksara Pallawa biasanya hanya menggunakan virama di akhir kalimat atau di akhir bait.
* Aksara Kawi cukup sering menggunakan tanda virama untuk menghilangkan vokal pada huruf konsonan, sedangkan Aksara Pallawa biasanya hanya menggunakan virama di akhir kalimat atau di akhir bait.
* Aksara Kawi memiliki bentuk karakter berbeda dibandingkan dengan aksara Pallawa, walaupun beberapa huruf masih ada kemiripan.
* Aksara Kawi memiliki bentuk huruf yang berbeda dibandingkan dengan Aksara Pallawa, walaupun beberapa huruf masih ada kemiripan.
Khazanah Kawi diperoleh terutama dari inskripsi (batu maupun logam). Namun demikian, banyak juga naskah-naskah tulisan sastra yang menggunakan aksara ini di atas lembaran lontar, yang mengalami perubahan secara perlahan sesuai dengan proses penyalinan dari masa ke masa. Semenjak abad ke-16, praktis aksara Kawi menjadi aksara historis yang tidak dipakai sehar-hari dan digantikan dengan aksara [[hanacaraka]] dan juga abjad Arab ([[Abjad Pegon|pegon]]).
Khazanah Aksara Kawi diperoleh terutama dari prasasti batu maupun logam. Namun demikian, banyak juga naskah-naskah tulisan sastra yang menggunakan aksara ini di atas lembaran lontar, yang mengalami perubahan secara perlahan sesuai dengan proses penyalinan dari masa ke masa. Sejak abad ke-16, praktis Aksara Kawi menjadi aksara historis yang tidak dipakai sehari-hari dan digantikan oleh aksara [[hanacaraka]] dan juga abjad Arab ([[Abjad Pegon|pegon]]).


=== Periodisasi ===
=== Periodisasi ===


Aksara Kawi tidaklah homogen, baik bentuk maupun pengejaannya. Ini terjadi karena panjangnya masa penggunaan (tujuh abad) serta latar belakang sastra penulisnya. Pengenalan terhadap gaya penulisan sesuai periode ini membantu para [[Epigrafi|epigraf]] dan [[Arkeologi|arkeolog]] dalam menentukan kronologi dokumen yang memuat tulisan tersebut. J. G. de Casparis (1975) mengelompokkan tahap-tahap perkembangan aksara Kawi{{Butuh rujukan}}, yaitu:
Aksara Kawi tidaklah homogen, baik bentuk maupun pengejaannya. Ini terjadi karena panjangnya masa penggunaan (tujuh abad) serta latar belakang sastra penulisnya. Pengenalan terhadap gaya penulisan sesuai periode ini membantu para ahli [[Epigrafi|epigraf]] dan [[Arkeologi|arkeolog]] dalam menentukan kronologi dokumen yang memuat tulisan tersebut. J. G. de Casparis (1975) mengelompokkan tahap-tahap perkembangan aksara Kawi{{Butuh rujukan}}, yaitu:
* '''Aksara Kawi Awal''' (750–925 M)
* '''Aksara Kawi Awal''' (750–925 M)
** Bentuk Kuno: Bentuk paling awal aksara Kawi terdapat pada [[prasasti Plumpungan]] dari [[Salatiga]], [[prasasti Raja Sankhara|prasasti Sangkhara]] dari [[Sragen]], dan [[prasasti Dinoyo]] dari [[Malang]].
** Bentuk Kuno: Bentuk paling awal aksara Kawi terdapat pada [[prasasti Plumpungan]] dari [[Salatiga]], [[prasasti Raja Sankhara|prasasti Sangkhara]] dari [[Sragen]], dan [[prasasti Dinoyo]] dari [[Malang]].
** Bentuk Standar atau gaya Mataraman: Contohnya terdapat pada prasasti-prasasti peninggalan [[Mataram Kuno|Kerajaan Mataram]] periode [[Jawa Tengah]], seperti dari masa pemerintahan [[Rakai Kayuwangi|Dyah Lokapala]] hingga [[Dyah Balitung]]; misalnya [[prasasti Rukam]] dari [[Temanggung]], [[prasasti Munduan]] dari Temanggung, dan [[prasasti Rumwiga]] dari [[Bantul]].
** Bentuk Standar atau gaya Mataraman: Contohnya terdapat pada prasasti-prasasti peninggalan [[Mataram Kuno|Kerajaan Mataram]] periode [[Jawa Tengah]], seperti dari masa pemerintahan [[Rakai Kayuwangi|Dyah Lokapala]] hingga [[Dyah Balitung]]; misalnya [[prasasti Rukam]] dari [[Temanggung]], [[prasasti Munduan]] dari Temanggung, dan [[prasasti Rumwiga]] dari [[Bantul]].
* '''Aksara Kawi Akhir''' (925–1250 M), dapat dilihat pada prasasti-prasasti dari zaman [[Mataram Kuno|Kerajaan Mataram]] periode [[Jawa Timur]] dan [[Kerajaan Kadiri]]; misalnya [[prasasti Lemahabang]] dari [[Lamongan]], [[prasasti Cibadak]] dari [[Sukabumi]], dan [[prasasti Ngantang]] dari Malang.
* '''Aksara Kawi Akhir''' (925–1250 M), dapat dilihat pada prasasti-prasasti dari zaman [[Mataram Kuno|Kerajaan Mataram]] periode [[Jawa Timur]] dan [[Kerajaan Kadiri]]; misalnya [[prasasti Lemahabang]] dari [[Lamongan]], [[prasasti Cibadak]] dari [[Kabupaten Sukabumi|Sukabumi]], dan [[prasasti Ngantang]] dari Malang.
* '''Aksara Kawi Baru''' (1250–1450 M): Contohnya terdapat pada prasasti-prasasti dari zaman [[Kerajaan Majapahit]]; misalnya [[prasasti Kudadu]] dari [[Mojokerto]], [[prasasti Adan-adan]] dari [[Bojonegoro]], dan [[Prasasti Singhasari 1351|prasasti Singhasari]] dari Malang.
* '''Aksara Kawi Baru''' (1250–1450 M): Contohnya terdapat pada prasasti-prasasti dari zaman [[Kerajaan Majapahit]]; misalnya [[prasasti Kudadu]] dari [[Mojokerto]], [[prasasti Adan-adan]] dari [[Bojonegoro]], dan [[Prasasti Singhasari 1351|prasasti Singhasari]] dari Malang.


=== Perkembangan ===
=== Perkembangan ===


Aksara Kawi, terutama dari periode Majapahit, dianggap sebagai induk [[aksara Jawa|aksara Jawa Modern]] dan [[aksara Bali]]. Modifikasi ini menyesuaikan dengan perubahan bunyi yang terjadi pula dalam bahasa yang bersangkutan.
Aksara Kawi, terutama dari periode Majapahit, dianggap sebagai induk [[Aksara Jawa]] dan [[Aksara Bali]]. Modifikasi ini menyesuaikan dengan perubahan bunyi yang terjadi pula dalam bahasa yang bersangkutan. Kebutuhan pendidikan dan akademik mendorong pengajuan modernisasi aksara Kawi dengan mengusulkannya untuk mendapatkan kode Unicode.

Kebutuhan pendidikan dan akademik mendorong pengajuan modernisasi aksara Kawi dengan mengusulkannya untuk mendapatkan kode Unicode<ref name="ucs" />.


Aksara Kawi menjadi induk semua aksara daerah di Nusantara. Namun di Pulau Sumatra bentuk peralihan dari Aksara Pallawa ke aksara daerah tidak bisa dianggap sama dengan Aksara Kawi. Biasanya bentuk peralihan ini disebut dengan nama Aksara Proto-Sumatra atau Aksara Sumatra Kuno (Damais, 1955 & 1995).
<!--
daerah di Nusantara kecuali mungkin aksara daerah di Pulau Sumatra (e.g. [[Aksara Batak]], [[Aksara Kerinci]], [[Aksara Lampung]]). Hal ini dikarenakan di Pulau Sumatra bentuk peralihan dari Aksara Pallawa ke aksara daerah tidak bisa dianggap sama dengan Aksara Kawi. Biasanya bentuk peralihan ini disebut dengan nama Aksara Proto-Sumatra atau Aksara Sumatra Kuno (Damais, 1955 & 1995).


Seiring perubahan cara penulisan dan media penulisan maka sejak abad 16 – 17 Aksara Kawi berkembang menjadi beberapa aksara daerah, antara lain:
Seiring perubahan cara penulisan dan media penulisan maka sejak abad 16 – 17 Aksara Kawi berkembang menjadi beberapa aksara daerah, antara lain:
Baris 64: Baris 61:
* Turunan Aksara Kawi di Pulau Sulawesi: [[Aksara Lontara]].
* Turunan Aksara Kawi di Pulau Sulawesi: [[Aksara Lontara]].
* Turunan Aksara Kawi di Pulau Bali: [[Aksara Bali]].
* Turunan Aksara Kawi di Pulau Bali: [[Aksara Bali]].
-->


== Huruf ==
== Huruf ==
Baris 80: Baris 76:
File:COLLECTIE TROPENMUSEUM Beschreven steen TMnr 60037341.jpg|Prasasti bertuliskan aksara Kawi
File:COLLECTIE TROPENMUSEUM Beschreven steen TMnr 60037341.jpg|Prasasti bertuliskan aksara Kawi
File:Adityawarman batu tulis.jpg|Batu tulis Adityawarman di Pagaruyung
File:Adityawarman batu tulis.jpg|Batu tulis Adityawarman di Pagaruyung
File:Kakawin Sumanasantaka Revisi.jpg|Kutipan Kakawin Sumanasantaka dalam aksara Kawi
</gallery>
</gallery>


Baris 86: Baris 83:


== Catatan ==
== Catatan ==
{{Notelist}}
{{Reflist|group=note}}
{{Reflist|group=note}}



Revisi terkini sejak 23 Agustus 2024 15.18

Aksara Kawi
𑼒𑼮𑼶
Jenis aksara
BahasaJawa Kuno, Sunda Kuno
Periode
abad ke-8 hingga 16
Aksara terkait
Silsilah
Menurut hipotesis hubungan antara abjad Aramea dengan Brahmi, maka silsilahnya sebagai berikut:
Dari aksara Brahmi diturunkanlah:
Aksara turunan
Aksara Buda
Aksara kerabat
Bali
Batak
Baybayin
Bugis
Incung
Jawa
Lampung
Makassar
Rejang
Sunda
 Artikel ini mengandung transkripsi fonetik dalam Alfabet Fonetik Internasional (IPA). Untuk bantuan dalam membaca simbol IPA, lihat Bantuan:IPA. Untuk penjelasan perbedaan [ ], / / dan  , Lihat IPA § Tanda kurung dan delimitasi transkripsi.

Aksara Jawa Kuno atau Aksara Kawi (dari Bahasa Jawa Kuno: kawi, yang berarti "pujangga, penyair; mahir dalam menggubah puisi")[1] adalah aksara historis yang terutama ditemukan di Pulau Jawa dan digunakan di sebagian besar wilayah Asia Tenggara antara abad ke-8 hingga ke-16.[2][3]

Bukti tertua mengenai bentuk awal aksara Kawi adalah prasasti Plumpungan tahun 750 Masehi yang berasal dari Salatiga, Jawa Tengah. Aksara Kawi juga ditemukan di luar Pulau Jawa seperti Bali, Sumatra, Semenanjung Malaya, dan Filipina.[4]

Meskipun tidak ditemukan petunjuk yang eksplisit, aksara Kawi merupakan pendahulu bagi aksara-aksara di Nusantara yang lebih modern, seperti Aksara Jawa, Aksara Bali dan Aksara Sunda Kuno[a].

Ciri-ciri

[sunting | sunting sumber]

Aksara Kawi menerapkan sistem penulisan abugida. Tiap hurufnya mewakili satu suku kata dengan vokal /a/ yang dapat diubah dengan penggunaan tanda baca. Aksara ditulis tanpa spasi (scriptio continua). Aksara Kawi memiliki sekitar 47 huruf, tetapi terdapat sejumlah huruf yang bentuk dan penggunaannya tidak diketahui dengan pasti karena sedikitnya contoh yang ditemukan dalam prasasti bertulis Kawi.

Sejumlah tanda baca mengubah vokal (layaknya harakat pada Abjad Arab), dan menambahkan konsonan akhir. Beberapa tanda baca dapat digunakan bersama-sama, tetapi tidak semua kombinasi diperbolehkan. Tanda baca teks termasuk koma, titik, serta tanda untuk memulai dan mengakhiri bagian-bagian teks.[3]

Suku kata /ka/ ditulis dengan satu huruf. Tanda baca mengubah, menambah, atau menghilangkan vokal suku kata tersebut. Huruf mempunyai bentuk subskrip untuk menulis tumpukan konsonan.

Aksara Kawi memiliki huruf subskrip yang digunakan untuk menulis tumpukan konsonan, setara dengan pasangan dalam Aksara Jawa dan pangangge dalam Aksara Bali. Namun beberapa prasasti Aksara Kawi tidak menggunakan pasangan dalam penulisannya, seperti prasasti pada Candi Sukuh di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.[5][6] Berikut contoh penulisan aksara Kawi dengan sampel teks dari Kakawin Ramayana:

Jahnī yāhning talaga kadi langit (air telaga jernih bagaikan langit). Cuplikan dari Kakawin Ramayana, 16.31, (Bhramara wilasita)
Jahnī yāhning talaga kadi langit (air telaga jernih bagaikan langit). Cuplikan dari Kakawin Ramayana, 16.31, (Bhramara wilasita)

Aksara Kawi berasal dari Aksara Pallawa yang mengalami pengubahan bentuk huruf yang diperkirakan terjadi pada abad ke-8. Aksara Pallawa itu sendiri merupakan turunan Aksara Brahmi yang berkembang di daerah India bagian selatan. Aksara Pallawa ini menjadi induk semua aksara daerah di Asia Tenggara (mis. Aksara Thai, Aksara Batak, dan Aksara Burma).

Perbedaan terpenting antara Aksara Pallawa dan Aksara Kawi adalah:

  • Aksara Kawi memiliki vokal e pepet dan vokal e pepet panjang, sedangkan Aksara Pallawa tidak memiliki vokal e pepet atau vokal e pepet panjang.
  • Aksara Kawi cukup sering menggunakan tanda virama untuk menghilangkan vokal pada huruf konsonan, sedangkan Aksara Pallawa biasanya hanya menggunakan virama di akhir kalimat atau di akhir bait.
  • Aksara Kawi memiliki bentuk huruf yang berbeda dibandingkan dengan Aksara Pallawa, walaupun beberapa huruf masih ada kemiripan.

Khazanah Aksara Kawi diperoleh terutama dari prasasti batu maupun logam. Namun demikian, banyak juga naskah-naskah tulisan sastra yang menggunakan aksara ini di atas lembaran lontar, yang mengalami perubahan secara perlahan sesuai dengan proses penyalinan dari masa ke masa. Sejak abad ke-16, praktis Aksara Kawi menjadi aksara historis yang tidak dipakai sehari-hari dan digantikan oleh aksara hanacaraka dan juga abjad Arab (pegon).

Periodisasi

[sunting | sunting sumber]

Aksara Kawi tidaklah homogen, baik bentuk maupun pengejaannya. Ini terjadi karena panjangnya masa penggunaan (tujuh abad) serta latar belakang sastra penulisnya. Pengenalan terhadap gaya penulisan sesuai periode ini membantu para ahli epigraf dan arkeolog dalam menentukan kronologi dokumen yang memuat tulisan tersebut. J. G. de Casparis (1975) mengelompokkan tahap-tahap perkembangan aksara Kawi[butuh rujukan], yaitu:

Perkembangan

[sunting | sunting sumber]

Aksara Kawi, terutama dari periode Majapahit, dianggap sebagai induk Aksara Jawa dan Aksara Bali. Modifikasi ini menyesuaikan dengan perubahan bunyi yang terjadi pula dalam bahasa yang bersangkutan. Kebutuhan pendidikan dan akademik mendorong pengajuan modernisasi aksara Kawi dengan mengusulkannya untuk mendapatkan kode Unicode.

Aksara Kawi menjadi induk semua aksara daerah di Nusantara. Namun di Pulau Sumatra bentuk peralihan dari Aksara Pallawa ke aksara daerah tidak bisa dianggap sama dengan Aksara Kawi. Biasanya bentuk peralihan ini disebut dengan nama Aksara Proto-Sumatra atau Aksara Sumatra Kuno (Damais, 1955 & 1995).

Seiring perubahan cara penulisan dan media penulisan maka sejak abad 16 – 17 Aksara Kawi berkembang menjadi beberapa aksara daerah, antara lain:

Tabel aksara Kawi di bawah merupakan tabel dengan bentuk huruf berdasarkan bentuk huruf standar dari abad ke-8 hingga 10. Perbandingan bentuk huruf selama perkembangan aksara Kawi dapat dilihat di Tabel van Oud en Nieuw Indische Alphabetten (Holle, 1882).
Tabel huruf-huruf konsonan aksara Kawi Tabel huruf-huruf vokal dan angka aksara Kawi

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Termasuk juga Aksara Sunda Baku yang menjadi aksara turunannya
  1. ^ Tabel tidak mengikutsertakan bentuk pasangan/gantungan dari aksara konsonan.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Zoetmulder, P.J, dan Robson, $.0. (2006). Kamus Jawa Kuna-Indonesia. (Darusuprapta dan Sumarti Suprayitna, Penerjemah). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.[1]
  2. ^ Anshuman Pandey 2012 Preliminary Proposal to Encode the Kawi Script
  3. ^ a b http://www.ancientscripts.com/kawi.html
  4. ^ Aditya Bayu Perdana dan Ilham Nurwansah 2020. Proposal to encode Kawi
  5. ^ Situs Resmi Kabupaten Karanganyar
  6. ^ Situs Berita Merdeka
  7. ^ "Old Javanese copper charters in the British Library". British Library. 20 Desember 2016. Diakses tanggal 30 Mei 2020. 

Bacaan lanjutan

[sunting | sunting sumber]
  • Brandes, J. L. A., 1889, Een Oud-Javaansch Alphabet van Midden Java, in Tijdschrift voor Indische Taal-, Land- en Volkenkunde, 1889, Vol. XXXII.
  • De Casparis, J. G., 1975, Indonesian Palaeography: A History of Writing in Indonesia from the beginnings to c. AD 1500, Leiden & Koln.
  • Holle, K. F., 1882, Tabel van Oud en Nieuw Indische Alphabetten: Bijdrage tot de Palaeographie van Nederlansch Indie, Batavia.

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]