Lompat ke isi

Jam Gadang: Perbedaan antara revisi

Koordinat: 0°18′19″S 100°22′10″E / 0.305210°S 100.3694°E / -0.305210; 100.3694
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Dedi A (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(215 revisi perantara oleh 42 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{coord|-0.305210|100.3694|display=title}}
{{disambiginfo|Jam}}
{{Infobox monument
[[Berkas:Bukittinggi Torre del Reloj.JPG|thumb|Jam Gadang]]
|monument_name = Jam Gadang
'''Jam Gadang''' (gadang=besar, b. minangkabau) adalah sebuah [[menara jam]] yang merupakan [[markah tanah]]/landmark kota [[Bukittinggi]] dan provinsi [[Sumatra Barat]] di [[Indonesia]]. Simbol khas Sumatera Barat ini pun memiliki cerita dan keunikan karena usianya yang sudah puluhan tahun.
|image = Jam Gadang memanjang.jpg
|caption=
|location_town = Kelurahan Benteng Pasar Atas, [[Guguk Panjang, Bukittinggi|Kecamatan Guguk Panjang]], [[Kota Bukittinggi]], [[Sumatera Barat]]
|location_country = [[Berkas:Flag of Indonesia.svg|tepi|link=Indonesia|17px]] [[Indonesia]]
|designer = [[Yazid Rajo Mangkuto]]
|type = [[Menara jam]]
|begin =
|complete =
|open =25 Juli 1927
|cost = 21.000 [[Gulden]]
|dedicated_to = Sekretaris [[Fort de Kock]] (sekarang [[Kota Bukittinggi]])
|last_renovation = [[2010]]
|other_renovation =
|size =
|length =
|width =
|height = 27 meter
|material =
}}


'''Jam Gadang''' adalah [[menara jam]] yang menjadi [[markah tanah|penanda]] atau ikon [[Kota Bukittinggi]], [[Sumatera Barat]], [[Indonesia]]. Menara jam ini menjulang setinggi 27 meter dan diresmikan pembangunannya pada 25 Juli 1927.<ref>{{Cite web|last=Rahmat Irfan Denas|first=|date=2022-10-22|title=Peresmian Jam Gadang, 25 Juli 1927|url=https://suluah.com/peresmian-jam-gadang-25-juli-1927/|website=Suluah.com|language=id|access-date=2023-01-26}}</ref> Terdapat jam berukuran besar berdiameter 80&nbsp;cm di empat sisi menara sehingga dinamakan Jam Gadang, sebutan [[bahasa Minangkabau]] yang berarti "jam besar".
Jam Gadang dibangun pada tahun [[1926]] oleh arsitek Yazid Sutan Gigi Ameh. Peletakan batu pertama jam ini dilakukan putra pertama Rook Maker yang saat itu masih berumur 6 tahun. Jam ini merupakan hadiah dari Ratu [[Belanda]] kepada ''Controleur'' (Sekretaris Kota) pada masa penjajahan Belanda dulu.


Jam Gadang menjadi lokasi peristiwa penting pada masa sekitar [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|kemerdekaan Indonesia]], seperti pengibaran bendera merah putih (1945), [[Demonstrasi Nasi Bungkus]] (1950), dan pembunuhan 187 penduduk setempat oleh [[Tentara Nasional Indonesia|militer Indonesia]] atas tuduhan terlibat [[Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia]] (1959).<ref name=":3" /><ref name=":4" />
Menara jam ini telah mengalami beberapa kali perubahan pada bagian puncaknya. Pada awalnya puncak menara jam ini berbentuk bulat dan di atasnya berdiri patung ayam jantan, sedangkan pada masa pendudukan [[Jepang]], berbentuk klenteng. Pada masa kemerdekaan, bentuknya berubah lagi menjadi ornamen rumah adat [[Minangkabau]].


Saat ini, Jam Gadang menjelma menjadi [[objek wisata]] dengan perluasan taman di sekitarnya. Taman tersebut menjadi ruang interaksi masyarakat baik pada hari kerja maupun pada [[hari libur]]. Acara-acara yang sifatnya umum biasanya diselenggarakan di sini.
Ukuran diameter muka jam ini adalah 80 cm, terdiri dari empat muka yang menghadap ke empat penjuru mata angin. Denah dasar (bangunan tapak) dari Jam Gadang ini adalah 13x4 meter, sedangkan tingginya 26 meter.
== Struktur ==
Ukuran dasar bangunan Jam Gadang yaitu 6,5 x 6,5 meter, ditambah dengan ukuran dasar tangga selebar 4 meter, sehingga ukuran dasar bangunan keseluruhan 6,5 x 10,5 meter.<ref name=":0">{{Cite thesis|last=Edinal Agung|first=|title=Kajian Bentuk Jam Gadang di Bukittinggi|date=24 Februari 2017|degree=|publisher=Universitas Sumatera Utara|url=|doi=}}</ref> Bagian dalam menara jam terdiri dari lima tingkat, dengan tingkat teratas merupakan tempat penyimpanan bandul.


Terdapat empat jam dengan diameter masing-masing 80&nbsp;cm pada Jam Gadang. Jam tersebut digerakkan secara mekanik oleh mesin yang didatangkan langsung dari [[Rotterdam]], [[Belanda]] melalui [[pelabuhan Teluk Bayur]]. Mesin jam dan permukaan jam terletak pada satu tingkat di bawah tingkat paling atas. Pada bagian lonceng tertera pabrik pembuat jam yaitu Vortmann Recklinghausen. Vortman adalah nama belakang pembuat jam, Benhard Vortmann, sedangkan [[Recklinghausen (distrik)|Recklinghausen]] adalah nama kota di [[Jerman]] yang merupakan tempat diproduksinya mesin jam pada tahun 1892.
Pembangunan Jam Gadang yang konon menghabiskan total biaya pembangunan 3.000 [[Gulden]] ini, akhirnya menjadi markah tanah/landmark yang sekaligus menjadi lambang atai ikon kota [[Bukittinggi]]. Ada keunikan dari [[angka Romawi|angka-angka Romawi]] pada Jam Gadang ini. Bila penulisan huruf Romawi biasanya pada angka enam adalah VI, angka tujuh adalah VII dan angka delapan adalah VIII, Jam Gadang ini menulis angka empat dengan simbol IIII (umumnya IV).

== Sejarah ==
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Fort de Kock stadsgezicht met klokkentoren. TMnr 60018403.jpg|jmpl|260x260px|Jam Gadang terlihat dari kejauhan di salah satu sudut Kota Bukittinggi sekitar tahun 1933]]Jam Gadang dibangun pada 1925–1927<ref>{{Cite book|url=https://books.google.co.id/books?id=by05AQAAIAAJ&q=%22ROOKMAKER%22+%22controleur+%22&dq=%22ROOKMAKER%22+%22controleur+%22&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwii6ZSn8cnrAhXGc30KHe7cAGIQ6AEwA3oECAcQAg|title=Bukittinggi 1968-1971}}</ref> atas inisiatif Hendrik Roelof Rookmaaker, ''controleur'' atau sekretaris kota [[Fort de Kock]] (sekarang Kota Bukittinggi) pada masa pemerintahan [[Hindia Belanda]].<ref>[https://books.google.co.id/books?id=_IkXAQAAIAAJ&q=%22RookMaker%22+-jam+gadang&dq=%22RookMaker%22+-jam+gadang&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjNw-bto6jnAhUD8XMBHQjsCzAQ6AEIPzAC MededeelIngen van den Dienst der Volksgezondheid in Nederlandsch-Indië - Dutch East Indies. Dienst der volksgezondheid - Google Books<!-- Judul yang dihasilkan bot -->]</ref><ref name=":1">{{Cite book|date=2005|url=https://books.google.co.id/books?id=VJFuAAAAMAAJ&q=kotogadang+%22yazid%22&dq=kotogadang+%22yazid%22&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwjOvsii98nrAhWWSH0KHXgWCfcQ6AEwAXoECAAQAg|title=Ensiklopedi Minangkabau|publisher=Pusat Pengkajian Islam dan Minangkabau|isbn=978-979-3797-23-6|language=id}}</ref><!-- Belanda berpendapat pada waktu itu bahwa jam gedang itu lambang pembaziran zaman Inggeris, tetapi, agaknya bangsa Inggeris, terutama Raffles dalam cita-citanya, hendak memperbaiki disiplin masyarakat yang berbagai macam di ibukota tersebut, agar tahu mempergunakan waktu. --> Jamnya merupakan hadiah dari Ratu Belanda [[Wilhelmina dari Belanda|Wilhelmina]]. Seorang arsitek asal [[Koto Gadang, IV Koto, Agam|Koto Gadang]], [[Yazid Rajo Mangkuto]] bertindak sebagai penanggung jawab pembangunan,<ref>{{Cite web|date=2021-05-28|title=Jam Gadang: Hadiah Ratu Wilhelmina dan Peran Arsitek asal Koto Gadang|url=https://suluah.com/jam-gadang-hadiah-ratu-wilhelmina-dan-peran-arsitek-asal-koto-gadang/|website=Suluah.com|language=id-ID|access-date=2021-05-28}}</ref> sementara pelaksana pembangunan ditangani oleh Haji Moran dengan mandornya St. Gigi Ameh.<ref name=":1" /><ref name=":2">{{Cite book|date=1992|url=https://books.google.co.id/books?id=zT_kAAAAMAAJ&dq=kotogadang+%22yazid%22&focus=searchwithinvolume&q=1932+|title=Femina: gaya hidup masa kini|publisher=P.T. Gaya Favorit Press|language=id}}</ref>

Peletakan batu pertama pembangunan dilakukan oleh putra pertama Rookmaker yang pada saat itu masih berusia enam tahun. Pembangunannya menghabiskan biaya sekitar 15.000 Gulden di luar biaya upah pekerja sebesar 6.000 Gulden.<ref>H.Julius Dt. Malaka Nan Putiah (1947). ''Sejarah Nagari Kurai V Jorong serta Pemerintahannya: Pasar dan Kota Bukittinggi''. Bukittinggi: Tsamaratoel Ichwan. hlm. 51.</ref> Biaya itu bersumber dari ''Pasar Fonds'', badan pengelola dan pengumpul pajak atas pasar-pasar di Bukittinggi.

Jam Gadang sedang dalam tahap kontruksi ketika terjadinya [[Gempa bumi Padang Panjang 1926|gempa bumi Padang Panjang]] pada Juni 1926. Gempa mengakibatkan bangunan menara miring 30 derajat sehingga diperbaiki seperti keadaan semula.<ref>{{Cite book|date=1979|url=https://books.google.com/books?id=edYTAQAAMAAJ&newbks=0&printsec=frontcover&dq=%22*+Tatkala+gempa+besar+1926+jam+ini%22&q=%22*+Tatkala+gempa+besar+1926+jam+ini%22&hl=en|title=Tempo|publisher=Badan Usaha Jaya Press Jajasan Jaya Raya|language=id}}</ref> Pada Februari 1927, Gubernur Jenderal Hindia Belanda [[Andries Cornelies Dirk de Graeff]] meninjau pembangunan Jam Gadang dalam kunjungannya ke Fort de Kock.

Sejak didirikan, menara jam ini telah mengalami tiga kali perubahan pada bentuk atapnya. Awal didirikan pada masa pemerintahan Hindia Belanda, atapnya berbentuk bulat dengan patung ayam jantan menghadap ke arah timur di atasnya. Bentuk ini sebagai sindiran agar orang Kurai, Banuhampu, sampai Sungai Puar bangun pagi apabila ayam sudah berkokok.<ref>{{Cite book|date=1983|url=http://repositori.kemdikbud.go.id/13419/1/Sejarah%20sosial%20di%20daerah%20sumatra%20barat.PDF|title=Sejarah sosial daerah Sumatera Barat|publisher=Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek-Proyek [i.e. Proyek Inventarisasi] dan Dokumentasi Sejarah Nasional|language=id}}</ref>

Pada masa [[Pendudukan Jepang di Indonesia|pendudukan Jepang]], bentuk atap diubah menyerupai [[Kuil Shinto]]. Pada 1953, setelah [[Indonesia]] merdeka, atap pada Jam Gadang diubah menjadi bentuk gonjong atau atap pada rumah adat [[Minangkabau]], [[Rumah Gadang]].

== Kronik ==
{{multiple image
|perrow = 3
|total_width = 330
|align=right
| image1 = KITLV A1112 - Klokketoren Djam Gadang te Fort de Kock (small).jpg
| image2 = Bukittinggi 1948 crop.jpg
| image3 = Jam Gadang, Bukittinggi, 2016-02-12 01.jpg
| footer = Atap Jam Gadang mengikuti zaman pemerintahannya.
}}

Ketika berita proklamasi [[kemerdekaan Indonesia]] diumumkan di Bukittinggi, [[bendera merah putih]] untuk pertama kalinya dikibarkan di puncak Jam Gadang, setelah melalui pertentangan dengan pucuk pimpinan tentara Jepang.<ref>{{Cite book|last=Penerangan|first=Indonesia Departemen|date=1954|url=https://books.google.co.id/books?id=5XLiAAAAMAAJ&q=%22Djam+Gadang,+jang+mana+lalu+untuk%22&dq=%22Djam+Gadang,+jang+mana+lalu+untuk%22&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwiRnbvK6cnrAhWzgUsFHYmCDX8Q6AEwAHoECAAQAQ|title=Lukisan revolusi, 1945-1950: dari negara kesatuan ke negara kesatuan|publisher=Kementerian Penerangan|language=id}}</ref><ref>{{Cite book|last=Raliby|first=Osman|date=1953|url=https://books.google.co.id/books?id=IHwLAQAAIAAJ&q=%22Djepang+untuk+Sumatera+jang+bermarkas+besar+*%22&dq=%22Djepang+untuk+Sumatera+jang+bermarkas+besar+*%22&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwiv7_nA6snrAhVaaCsKHcQBCV4Q6AEwAHoECAAQAg|title=Documenta historica: sedjarah dokumenter dari pertumbuhan dan perdjuangan negara Republik Indonesia|publisher=Bulan-Bintang|language=ms}}</ref><ref>{{Cite book|last=Daerah|first=Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan|date=1977|url=https://books.google.co.id/books?id=r5_BFUym4K8C&q=%22jam+Gedang%22&dq=%22jam+Gedang%22&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwiB06rS68nrAhVbbysKHeyoCbAQ6AEwCHoECAkQAg|title=Sejarah daerah Sumatera Barat|publisher=Proyek|language=id}}</ref><ref>{{Cite book|date=1978|url=https://books.google.co.id/books?id=6f_iPYsFm8gC&q=%22jam+Gadang%22&dq=%22jam+Gadang%22&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwiCp8S17cnrAhVHWX0KHTxeDrY4FBDoATAEegQIBhAC|title=Sejarah daerah ...: Sumatera Barat|publisher=Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Bacaan dan Sastra Indonesia dan Daerah|language=id}}</ref><ref>{{Cite book|last=Wild|first=Colin|date=1986|url=https://books.google.co.id/books?id=z2EeAAAAMAAJ&q=%22jam+Gadang%22&dq=%22jam+Gadang%22&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwj9qJLN7cnrAhVBWysKHWtwAjc4HhDoATAAegQIABAC|title=Gelora api revolusi: sebuah antologi sejarah|publisher=Diterbitkan atas kerja sama BBC Seksi Indonesia dan Penerbit PT Gramedia|language=id}}</ref><ref>{{Cite book|date=1985|url=https://books.google.co.id/books?id=yG0iAAAAMAAJ&q=%22jam+Gadang%22&dq=%22jam+Gadang%22&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwiay9Po7cnrAhWObn0KHafZBK44PBDoATAJegQIBxAC|title=Lintasan perjalanan Kepolisian RI sejak proklamasi-1950|publisher=Gadhessa Pura Mas|language=id}}</ref> Pemuda yang memimpin massa untuk menaikkan pertama kali Sang Saka Merah Putih di puncak Jam Gadang bernama [[Mara Karma]].<ref>{{Cite book|last=Mintaraga|first=Mulyadi|date=1986|url=https://books.google.co.id/books?id=5luKITSTi0gC&q=%22Tokoh+Pemimpin+Pemuda+Republik+Indonesia+(+PRI+)+tahun+1925+%22&dq=%22Tokoh+Pemimpin+Pemuda+Republik+Indonesia+(+PRI+)+tahun+1925+%22&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwi98Ofi7snrAhWRWisKHZNZBVYQ6AEwAHoECAAQAg|title=Api perjuangan kemerdekaan di kota Padang|publisher=Songo Abadi Inti|language=id}}</ref>

Pada masa [[Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia]] (1958–1961), terjadi pertempuran antara [[Tentara Nasional Indonesia|Tentara Indonesia]] (ketika itu bernama Angkatan Perang Republik Indonesia atau APRI) dengan pasukan PRRI. Pada tahun 1959, tepat dibawah Jam Gadang, APRI membunuh sekitar 187 orang dengan cara ditembak. Hanya 17 orang dari jumlah tersebut yang merupakan tentara PRRI, sedangkan selebihnya merupakan rakyat sipil.<ref name=":3">{{Cite book|last=Syamdani|date=2009|url=https://books.google.co.id/books?id=R9u37gzZMlUC&pg=PA88&dq=PRRI+%22jam+Gadang%22&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwiK6Kn9k9HsAhXGWisKHcEnDeAQ6AEwAHoECAIQAg#v=onepage&q=PRRI%20%22jam%20Gadang%22&f=false|title=PRRI, pemberontakan atau bukan?|publisher=Media Pressindo|isbn=978-979-788-032-3|language=id}}</ref> Para mayat tersebut lalu dijejerkan di halaman Jam Gadang.<ref name=":4">{{Cite book|last=Ilyas|first=Abraham|url=https://books.google.co.id/books?id=zKxiDwAAQBAJ&pg=PA17&dq=PRRI+%22jam+Gadang%22&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwiK6Kn9k9HsAhXGWisKHcEnDeAQ6AEwAXoECAQQAg#v=onepage&q=PRRI%20%22jam%20Gadang%22&f=false|title=Syair Kisah Perjuangan Anak Nagari 1958-1961: Kalah di Ujung Bedil Menang dengan Silat|publisher=Lembaga Kekerabatan Datuk Soda|isbn=978-602-71254-1-4|language=id}}</ref>

Setelah [[Operasi 17 Agustus|operasi penumpasan PRRI]], APRI membangun [[Tugu Pembebasan]] di sekitar Jam Gadang untuk memperingati kemenangan mereka. Relief di tugu melukiskan ''[[ninik mamak]]'' sedang "bersujud di bawah telapak kaki tentara yang berdiri dengan angkuhnya". Tugu tersebut dihancurkan pada masa pemerintahan Gubernur Sumatera Barat [[Harun Al-Rasjid Zain|Harun Zain]].<ref>{{Cite book|last=Pandoe|first=Marthias Dusky|date=2010|url=https://books.google.co.id/books?id=ta05V3dVGlAC&pg=PA94&lpg=PA94&dq=%22relief+%22+%22PRRI%22+bukittinggi&source=bl&ots=INsk163Bp9&sig=ACfU3U0sH1iU0MOpFwvuE8gQ-prxDXuokA&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjehZ3K2PjzAhVKAXIKHab2Ae0Q6AF6BAgjEAM#v=onepage&q=%22relief%20%22%20%22PRRI%22%20bukittinggi&f=false|title=Jernih melihat cermat mencatat: antologi karya jurnalistik wartawan senior Kompas|publisher=Penerbit Buku Kompas|isbn=978-979-709-487-4|language=id}}</ref><ref>{{Cite news|date=29 Januari 2000|title=Taman Wirasakti Gambarkan Keangkuhan Tentara Pusat|work=Harian Singgalang}}</ref>

== Kondisi saat ini ==
Jam Gadang sempat ditutup dengan dibalut kain ''[[marawa]]'' pada malam pergantian tahun 2008 ke 2009 oleh Wali Kota Bukittinggi [[Djufri]]. Alasan penutupan untuk mengurangi kerumunan pengunjung di pelataran Jam Gadang yang berpotensi menimbulkan tindak kriminal dan korban jiwa.<ref>{{Cite book|last=Antiokhia (YAPAMA)|first=Yayasan Pelayanan Media|date=2010-01-01|url=https://books.google.com/books?id=uachAgAAQBAJ&newbks=0&printsec=frontcover&pg=PA10&dq=%22jam+gadang%22+ditutup+%222010%22+before:2012-02-02&hl=id|title=Tabloid Reformata Edisi 122, January 2010|publisher=Yayasan Pelayanan Media Antiokhia (YAPAMA)|language=id}}</ref>

Jam Gadang dilaporkan mengalami kerusakan dan miring di beberapa lantai pasca-[[Gempa bumi Sumatra Maret 2007|gempa bumi Sumatera Barat 2007]]. Kerusakan meliputi struktur utama, retakan di simpul atau tumpuan bangunan pada tiga tingkat pertama serta retakan horizontal di sekeliling dinding bangunan pada ketinggian sekitar 1,5 meter dari tingkat pertama.<ref>{{Cite news|date=2010-03-10|title=Wah... Bangunan Jam Gadang Miring|url=https://regional.kompas.com/read/2010/03/10/20374180/~Regional~Sumatera|work=[[Kompas.com]]|language=id|access-date=2022-04-12|editor-last=Msh}}</ref> Selain itu, bandul jam patah sehingga jam tidak diaktifkan sementara waktu.<ref>{{Cite news|title=Digoyang Gempa, Jam Gadang Masih Tegak|url=https://news.detik.com/berita/d-750664/digoyang-gempa-jam-gadang-masih-tegak|work=[[Detik.com|detikcom]]|language=id-ID|access-date=2022-04-12}}</ref> Pada 2010, upaya penguatan bangunan dilakukan oleh Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) dengan menyuntikkan cairan kimia khusus. Biayanya bersumber dari Kedutaan Besar Belanda di [[Jakarta]] sekitar 600 juta rupiah.<ref>{{Cite web|date=2010-12-23|title=Jam Gadang Selesai Diperbaiki|url=https://republika.co.id/berita/breaking-news/nusantara/10/12/23/153975-jam-gadang-selesai-diperbaiki|website=Republika Online|language=id|access-date=2022-04-12}}</ref> Rehabilitasi bangunan selesai dikerjakan bertepatan dengan ulang tahun Kota Bukittinggi yang ke-262 pada 22 Desember 2010.<ref>http://www.republika.co.id [http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/nusantara/10/12/23/153975-jam-gadang-selesai-diperbaiki Renovasi Jam Gadang].</ref>

Pada Juli 2018, kawasan Jam Gadang direvitalisasi oleh pemerintah. Pengerjaannya memakan biaya Rp18 miliar dan rampung pada Februari 2019.<ref>{{Cite web |url=http://www.valora.co.id/berita/12158/taman-jam-gadang-diresmikan-17-februari-telan-dana-rp18-miliar.html |title=Taman Jam Gadang Diresmikan 17 Februari, Telan Dana Rp18 Miliar {{!}} VALORA NEWS SUMBAR<!-- Judul yang dihasilkan bot --> |access-date=2019-05-01 |archive-date=2019-05-01 |archive-url=https://web.archive.org/web/20190501132635/http://www.valora.co.id/berita/12158/taman-jam-gadang-diresmikan-17-februari-telan-dana-rp18-miliar.html |dead-url=yes }}</ref>

Jelang pergantian tahun 2021, Jam Gadang kembali ditutup dengan kain putih untuk mencegah kerumunan warga di tengah [[Pandemi Covid-19 di Sumatera Barat|pandemi Covid-19]] yang masih berlangsung.<ref>{{Cite web|date=2020-12-31|title=Jam Gadang Ditutup Kain Putih, Pemko Bukittinggi Tegaskan Tak Ada Perayaan Tahun Baru|url=https://padangkita.com/jam-gadang-ditutup-kain-putih-pemko-bukittinggi-tegaskan-tak-ada-perayaan-tahun-baru/|website=Padangkita.com|language=id-ID|access-date=2020-12-31}}</ref>

== Galeri ==
{{Commonscat|Jam Gadang}}
<gallery>
Berkas:Jam Gadang in 2011.jpg|Jam Gadang pada bulan Mei 2011
Berkas:Jam Gadang, Bukittinggi, 2016-02-12 02.jpg|Angka Romawi empat (IV) yang pada Jam Gadang tertulis "IIII"
Berkas:Jam Gadang Era Jepang.jpg|Jam Gadang pada masa pendudukan Jepang
</gallery>

== Referensi ==
{{reflist}}

== Pranala luar ==

* Rahmat Irfan Denas. [https://suluah.com/cerita-saksi-hidup-soal-pembangunan-lubang-jepang-di-bukittinggi/ "Cerita Saksi Hidup Soal Pembangunan Lubang Jepang di Bukittinggi"]. ''Suluah.com''.


[[Kategori:Menara jam]]
[[Kategori:Menara jam]]
[[Kategori:Markah tanah di Indonesia]]
[[Kategori:Markah tanah di Indonesia]]
[[Kategori:Landmark Building di Indonesia]]
[[Kategori:Tempat wisata di Kota Bukittinggi]]
[[Kategori:Kota Bukittinggi]]
[[Kategori:Bangunan dan struktur di Sumatera Barat]]
[[Kategori:Tempat wisata di Sumatera Barat]]
[[Kategori:Cagar budaya Indonesia di Sumatera Barat]]

[[en:Jam Gadang]]

Revisi terkini sejak 15 April 2024 10.52

0°18′19″S 100°22′10″E / 0.305210°S 100.3694°E / -0.305210; 100.3694

Jam Gadang
PerancangYazid Rajo Mangkuto
TipeMenara jam
Tinggi27 meter
Pembukaan pertama25 Juli 1927
Didedikasikan kepadaSekretaris Fort de Kock (sekarang Kota Bukittinggi)
Biaya pembangunan21.000 Gulden

Jam Gadang adalah menara jam yang menjadi penanda atau ikon Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, Indonesia. Menara jam ini menjulang setinggi 27 meter dan diresmikan pembangunannya pada 25 Juli 1927.[1] Terdapat jam berukuran besar berdiameter 80 cm di empat sisi menara sehingga dinamakan Jam Gadang, sebutan bahasa Minangkabau yang berarti "jam besar".

Jam Gadang menjadi lokasi peristiwa penting pada masa sekitar kemerdekaan Indonesia, seperti pengibaran bendera merah putih (1945), Demonstrasi Nasi Bungkus (1950), dan pembunuhan 187 penduduk setempat oleh militer Indonesia atas tuduhan terlibat Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (1959).[2][3]

Saat ini, Jam Gadang menjelma menjadi objek wisata dengan perluasan taman di sekitarnya. Taman tersebut menjadi ruang interaksi masyarakat baik pada hari kerja maupun pada hari libur. Acara-acara yang sifatnya umum biasanya diselenggarakan di sini.

Struktur[sunting | sunting sumber]

Ukuran dasar bangunan Jam Gadang yaitu 6,5 x 6,5 meter, ditambah dengan ukuran dasar tangga selebar 4 meter, sehingga ukuran dasar bangunan keseluruhan 6,5 x 10,5 meter.[4] Bagian dalam menara jam terdiri dari lima tingkat, dengan tingkat teratas merupakan tempat penyimpanan bandul.

Terdapat empat jam dengan diameter masing-masing 80 cm pada Jam Gadang. Jam tersebut digerakkan secara mekanik oleh mesin yang didatangkan langsung dari Rotterdam, Belanda melalui pelabuhan Teluk Bayur. Mesin jam dan permukaan jam terletak pada satu tingkat di bawah tingkat paling atas. Pada bagian lonceng tertera pabrik pembuat jam yaitu Vortmann Recklinghausen. Vortman adalah nama belakang pembuat jam, Benhard Vortmann, sedangkan Recklinghausen adalah nama kota di Jerman yang merupakan tempat diproduksinya mesin jam pada tahun 1892.

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Jam Gadang terlihat dari kejauhan di salah satu sudut Kota Bukittinggi sekitar tahun 1933

Jam Gadang dibangun pada 1925–1927[5] atas inisiatif Hendrik Roelof Rookmaaker, controleur atau sekretaris kota Fort de Kock (sekarang Kota Bukittinggi) pada masa pemerintahan Hindia Belanda.[6][7] Jamnya merupakan hadiah dari Ratu Belanda Wilhelmina. Seorang arsitek asal Koto Gadang, Yazid Rajo Mangkuto bertindak sebagai penanggung jawab pembangunan,[8] sementara pelaksana pembangunan ditangani oleh Haji Moran dengan mandornya St. Gigi Ameh.[7][9]

Peletakan batu pertama pembangunan dilakukan oleh putra pertama Rookmaker yang pada saat itu masih berusia enam tahun. Pembangunannya menghabiskan biaya sekitar 15.000 Gulden di luar biaya upah pekerja sebesar 6.000 Gulden.[10] Biaya itu bersumber dari Pasar Fonds, badan pengelola dan pengumpul pajak atas pasar-pasar di Bukittinggi.

Jam Gadang sedang dalam tahap kontruksi ketika terjadinya gempa bumi Padang Panjang pada Juni 1926. Gempa mengakibatkan bangunan menara miring 30 derajat sehingga diperbaiki seperti keadaan semula.[11] Pada Februari 1927, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Andries Cornelies Dirk de Graeff meninjau pembangunan Jam Gadang dalam kunjungannya ke Fort de Kock.

Sejak didirikan, menara jam ini telah mengalami tiga kali perubahan pada bentuk atapnya. Awal didirikan pada masa pemerintahan Hindia Belanda, atapnya berbentuk bulat dengan patung ayam jantan menghadap ke arah timur di atasnya. Bentuk ini sebagai sindiran agar orang Kurai, Banuhampu, sampai Sungai Puar bangun pagi apabila ayam sudah berkokok.[12]

Pada masa pendudukan Jepang, bentuk atap diubah menyerupai Kuil Shinto. Pada 1953, setelah Indonesia merdeka, atap pada Jam Gadang diubah menjadi bentuk gonjong atau atap pada rumah adat Minangkabau, Rumah Gadang.

Kronik[sunting | sunting sumber]

Atap Jam Gadang mengikuti zaman pemerintahannya.

Ketika berita proklamasi kemerdekaan Indonesia diumumkan di Bukittinggi, bendera merah putih untuk pertama kalinya dikibarkan di puncak Jam Gadang, setelah melalui pertentangan dengan pucuk pimpinan tentara Jepang.[13][14][15][16][17][18] Pemuda yang memimpin massa untuk menaikkan pertama kali Sang Saka Merah Putih di puncak Jam Gadang bernama Mara Karma.[19]

Pada masa Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (1958–1961), terjadi pertempuran antara Tentara Indonesia (ketika itu bernama Angkatan Perang Republik Indonesia atau APRI) dengan pasukan PRRI. Pada tahun 1959, tepat dibawah Jam Gadang, APRI membunuh sekitar 187 orang dengan cara ditembak. Hanya 17 orang dari jumlah tersebut yang merupakan tentara PRRI, sedangkan selebihnya merupakan rakyat sipil.[2] Para mayat tersebut lalu dijejerkan di halaman Jam Gadang.[3]

Setelah operasi penumpasan PRRI, APRI membangun Tugu Pembebasan di sekitar Jam Gadang untuk memperingati kemenangan mereka. Relief di tugu melukiskan ninik mamak sedang "bersujud di bawah telapak kaki tentara yang berdiri dengan angkuhnya". Tugu tersebut dihancurkan pada masa pemerintahan Gubernur Sumatera Barat Harun Zain.[20][21]

Kondisi saat ini[sunting | sunting sumber]

Jam Gadang sempat ditutup dengan dibalut kain marawa pada malam pergantian tahun 2008 ke 2009 oleh Wali Kota Bukittinggi Djufri. Alasan penutupan untuk mengurangi kerumunan pengunjung di pelataran Jam Gadang yang berpotensi menimbulkan tindak kriminal dan korban jiwa.[22]

Jam Gadang dilaporkan mengalami kerusakan dan miring di beberapa lantai pasca-gempa bumi Sumatera Barat 2007. Kerusakan meliputi struktur utama, retakan di simpul atau tumpuan bangunan pada tiga tingkat pertama serta retakan horizontal di sekeliling dinding bangunan pada ketinggian sekitar 1,5 meter dari tingkat pertama.[23] Selain itu, bandul jam patah sehingga jam tidak diaktifkan sementara waktu.[24] Pada 2010, upaya penguatan bangunan dilakukan oleh Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) dengan menyuntikkan cairan kimia khusus. Biayanya bersumber dari Kedutaan Besar Belanda di Jakarta sekitar 600 juta rupiah.[25] Rehabilitasi bangunan selesai dikerjakan bertepatan dengan ulang tahun Kota Bukittinggi yang ke-262 pada 22 Desember 2010.[26]

Pada Juli 2018, kawasan Jam Gadang direvitalisasi oleh pemerintah. Pengerjaannya memakan biaya Rp18 miliar dan rampung pada Februari 2019.[27]

Jelang pergantian tahun 2021, Jam Gadang kembali ditutup dengan kain putih untuk mencegah kerumunan warga di tengah pandemi Covid-19 yang masih berlangsung.[28]

Galeri[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Rahmat Irfan Denas (2022-10-22). "Peresmian Jam Gadang, 25 Juli 1927". Suluah.com. Diakses tanggal 2023-01-26. 
  2. ^ a b Syamdani (2009). PRRI, pemberontakan atau bukan?. Media Pressindo. ISBN 978-979-788-032-3. 
  3. ^ a b Ilyas, Abraham. Syair Kisah Perjuangan Anak Nagari 1958-1961: Kalah di Ujung Bedil Menang dengan Silat. Lembaga Kekerabatan Datuk Soda. ISBN 978-602-71254-1-4. 
  4. ^ Edinal Agung (24 Februari 2017). Kajian Bentuk Jam Gadang di Bukittinggi (Tesis). Universitas Sumatera Utara. 
  5. ^ Bukittinggi 1968-1971. 
  6. ^ MededeelIngen van den Dienst der Volksgezondheid in Nederlandsch-Indië - Dutch East Indies. Dienst der volksgezondheid - Google Books
  7. ^ a b Ensiklopedi Minangkabau. Pusat Pengkajian Islam dan Minangkabau. 2005. ISBN 978-979-3797-23-6. 
  8. ^ "Jam Gadang: Hadiah Ratu Wilhelmina dan Peran Arsitek asal Koto Gadang". Suluah.com. 2021-05-28. Diakses tanggal 2021-05-28. 
  9. ^ Femina: gaya hidup masa kini. P.T. Gaya Favorit Press. 1992. 
  10. ^ H.Julius Dt. Malaka Nan Putiah (1947). Sejarah Nagari Kurai V Jorong serta Pemerintahannya: Pasar dan Kota Bukittinggi. Bukittinggi: Tsamaratoel Ichwan. hlm. 51.
  11. ^ Tempo. Badan Usaha Jaya Press Jajasan Jaya Raya. 1979. 
  12. ^ Sejarah sosial daerah Sumatera Barat (PDF). Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek-Proyek [i.e. Proyek Inventarisasi] dan Dokumentasi Sejarah Nasional. 1983. 
  13. ^ Penerangan, Indonesia Departemen (1954). Lukisan revolusi, 1945-1950: dari negara kesatuan ke negara kesatuan. Kementerian Penerangan. 
  14. ^ Raliby, Osman (1953). Documenta historica: sedjarah dokumenter dari pertumbuhan dan perdjuangan negara Republik Indonesia (dalam bahasa Melayu). Bulan-Bintang. 
  15. ^ Daerah, Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan (1977). Sejarah daerah Sumatera Barat. Proyek. 
  16. ^ Sejarah daerah ...: Sumatera Barat. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Bacaan dan Sastra Indonesia dan Daerah. 1978. 
  17. ^ Wild, Colin (1986). Gelora api revolusi: sebuah antologi sejarah. Diterbitkan atas kerja sama BBC Seksi Indonesia dan Penerbit PT Gramedia. 
  18. ^ Lintasan perjalanan Kepolisian RI sejak proklamasi-1950. Gadhessa Pura Mas. 1985. 
  19. ^ Mintaraga, Mulyadi (1986). Api perjuangan kemerdekaan di kota Padang. Songo Abadi Inti. 
  20. ^ Pandoe, Marthias Dusky (2010). Jernih melihat cermat mencatat: antologi karya jurnalistik wartawan senior Kompas. Penerbit Buku Kompas. ISBN 978-979-709-487-4. 
  21. ^ "Taman Wirasakti Gambarkan Keangkuhan Tentara Pusat". Harian Singgalang. 29 Januari 2000. 
  22. ^ Antiokhia (YAPAMA), Yayasan Pelayanan Media (2010-01-01). Tabloid Reformata Edisi 122, January 2010. Yayasan Pelayanan Media Antiokhia (YAPAMA). 
  23. ^ Msh, ed. (2010-03-10). "Wah... Bangunan Jam Gadang Miring". Kompas.com. Diakses tanggal 2022-04-12. 
  24. ^ "Digoyang Gempa, Jam Gadang Masih Tegak". detikcom. Diakses tanggal 2022-04-12. 
  25. ^ "Jam Gadang Selesai Diperbaiki". Republika Online. 2010-12-23. Diakses tanggal 2022-04-12. 
  26. ^ http://www.republika.co.id Renovasi Jam Gadang.
  27. ^ "Taman Jam Gadang Diresmikan 17 Februari, Telan Dana Rp18 Miliar | VALORA NEWS SUMBAR". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-05-01. Diakses tanggal 2019-05-01. 
  28. ^ "Jam Gadang Ditutup Kain Putih, Pemko Bukittinggi Tegaskan Tak Ada Perayaan Tahun Baru". Padangkita.com. 2020-12-31. Diakses tanggal 2020-12-31. 

Pranala luar[sunting | sunting sumber]