Lompat ke isi

Fatahillah: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Mengembalikan suntingan oleh 114.122.69.114 (bicara) ke revisi terakhir oleh Daeng Hanif
Tag: Pengembalian Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
silsilah masih bersumber dari kronik bukan bukti ilmiah
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(15 revisi perantara oleh 9 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{Infobox religious biography
{{Infobox religious biography
| honorific-prefix = Asy-Syaikh Fadhillah Khan
| honorific-prefix = As-Syekh
| name = Fatahillah
| name = Fadhillah Khan <br> ( Fatahillah )
| image = Stamps of Indonesia, 001-08.jpg
| image = Stamps of Indonesia, 001-08.jpg
| alt =
| alt =
Baris 18: Baris 18:
| death_date = 1570 M
| death_date = 1570 M
| death_place = [[Cirebon]], [[Kesultanan Cirebon]]
| death_place = [[Cirebon]], [[Kesultanan Cirebon]]
| children = {{plainlist|
| children =
*Ratu Wanawati Raras <br>(Ibu dari [[Panembahan Ratu I]])
* Kiai Bagus Abdurrahman
* Kiai Mas Abdul Aziz
*Kiai Bagus Abdurrahman
*Kiai Mas Abdul Aziz
* Ratu Darah Putih
* Maulana Abdullah
*Maulana Abdullah
* Pangeran Sendang Garuda}}
*Pangeran Sendang Garuda
*Minak Kejala Biddien dari [[Keratuan Melinting|Lampung]]
| father = Mahdar Ibrahim bin Abdul Ghafur bin Zainal Alam Barakat bin [[Jamaluddin Al-Husaini]]
*Minak Kejala Khatu dari [[Keratuan Darah Putih|Lampung]]
| father = Syarif Abdullah bin Jarullah Abdul Aziz (Aceh)
| mother =
| mother =
| spouse =
| spouse =[[Ratu Wulung Ayu]]


|era=[[Penyebaran Islam di Nusantara]], [[Kolonialisme Portugis di Indonesia]]|predecessor1=[[Sunan Gunung Jati]]|successor1=[[Panembahan Ratu I]]|office1=[[Kesultanan Cirebon|Sultan Cirebon]] ke-2|term_start1=1568|term_end1=1570}}
|era=[[Penyebaran Islam di Nusantara]], [[Kolonialisme Portugis di Indonesia]]|predecessor1=[[Sunan Gunung Jati]]|successor1=[[Panembahan Ratu I]]|office1=[[Kesultanan Cirebon|Sultan Cirebon]] ke-2|term_start1=1568|term_end1=1570}}


'''Fatahillah''', '''Fadhillah Khan''', '''Falatehan''' (ejaan orang [[Portugis]])<ref>{{Cite book |last=Wain |first=Alexander |title=Islamisation: Comparative Perspectives from History |editor-last=Peacock |editor-first=A. C. S. |publisher=Edinburgh University Press |year=2017 |location=Edinburgh |pages=419–443 |chapter=China and the Rise of Islam on Java}}</ref>{{rp|433}}, '''Tubagus Pase''' atau '''Pangeran Jayakarta I''' adalah laksamana [[Kesultanan Cirebon|Cirebon]] dan tokoh penyebar Islam yang dikenal karena memimpin penaklukan [[Sunda Kelapa]] pada tahun 1527 dan mengganti namanya menjadi [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta#Jayakarta (1527–1619)|Jayakarta]]. Penaklukkan ini adalah salah satu misinya untuk menyebarkan Islam ke wilayah [[Kerajaan Sunda]] di [[Jawa Barat]] dan mencegah bangsa [[Imperium Portugal|Portugis]] membentuk benteng disana.{{sfn|Kotapradja Djakarta Raya|1953|p=491}}
'''Fatahillah''', '''Fadhillah Khan''', '''Falatehan''' (ejaan orang [[Portugis]])<ref>{{Cite book |last=Wain |first=Alexander |title=Islamisation: Comparative Perspectives from History |editor-last=Peacock |editor-first=A. C. S. |publisher=Edinburgh University Press |year=2017 |location=Edinburgh |pages=419–443 |chapter=China and the Rise of Islam on Java}}</ref>{{rp|433}}, '''Tubagus Pase''' atau '''Pangeran Jayakarta I''' adalah Laksamana [[Kesultanan Cirebon|Cirebon]] dan tokoh penyebar Islam yang dikenal karena memimpin penaklukan [[Sunda Kelapa]] pada tahun 1527 dan mengganti namanya menjadi [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta#Jayakarta (1527–1619)|Jayakarta]].


Penaklukkan ini adalah salah satu misinya untuk menyebarkan Islam ke wilayah [[Kerajaan Sunda]] di [[Jawa Barat]] dan mencegah bangsa [[Imperium Portugal|Portugis]] membentuk benteng disana.{{sfn|Kotapradja Djakarta Raya|1953|p=491}}
Nama ''Falatehan'' pertama kali disebutkan oleh [[João de Barros]] dalam seri bukunya yang berjudul ''Décadas da Ásia'' (Dekade-dekade dari Asia). Ia melaporkan bahwa salah satu kapal [[brigantin]] armada {{Interlanguage link|Duarte Coelho|en}} yang terdampar di Sunda Kelapa, telah diserang oleh pasukan muslim di bawah pimpinan Fatahillah dan membunuh semua laskar Portugis di kapal tersebut.{{Sfn|Barros|1777|p=85}}

Nama ''Falatehan'' pertama kali disebutkan oleh [[João de Barros]] dalam seri bukunya yang berjudul ''Décadas da Ásia'' (Dekade-dekade dari Asia).

Ia melaporkan bahwa salah satu kapal [[brigantin]] armada {{Interlanguage link|Duarte Coelho|en}} yang terdampar di Sunda Kelapa, telah diserang oleh pasukan muslim di bawah pimpinan Fatahillah dan membunuh semua laskar Portugis di kapal tersebut.{{Sfn|Barros|1777|p=85}}


== Latar belakang ==
== Latar belakang ==
Baris 38: Baris 44:


Setelah mengabdi pada Sultan Trenggana, Fatahillah lalu berangkat ke [[Kesultanan Cirebon|Cirebon]] untuk mempersiapkan angkatan laut Demak dalam perang melawan kerajaan Sunda yang saat itu dipimpin prabu [[Surawisesa]]. Selama di Cirebon, ia menikah dengan putri [[Sunan Gunung Jati]] bernama Ratu Ayu.<ref>{{Cite book|last=Adhim|first=Alik al|date=2016-06-18|url=https://books.google.com/books?id=tPnrDwAAQBAJ&newbks=0&printsec=frontcover&pg=PA60&dq=Fatahillah+menantu+%22Sunan+Gunung+Jati%22&hl=en|title=Sunan Gunung Jati-Peletak dasar kerajaan Islam di Jawa|publisher=JPBOOKS|isbn=978-602-206-205-9|language=id|access-date=2023-03-09|archive-date=2023-03-09|archive-url=https://web.archive.org/web/20230309112255/https://books.google.com/books?id=tPnrDwAAQBAJ&newbks=0&printsec=frontcover&pg=PA60&dq=Fatahillah+menantu+%22Sunan+Gunung+Jati%22&hl=en|dead-url=no}}</ref> Ia juga mengemban peran untuk mengislamkan daerah pesisir utara seperti [[Banten]], dan diberi dukungan 2.000 orang prajurit dan pembantu oleh sultan. Dengan dukungan pasukan muslim itulah Fatahillah menaklukkan pelabuhan Sunda (Kalapa dan Banten).{{Sfn|Barros|1777|p=86,87}} [[Adolf Heuken]] berpendapat bahwa peristiwa terdamparnya armada Duarte Coelho di pantai Kalapa terjadi pada akhir November 1526,<ref>{{aut|[[Adolf Heuken|Heuken, A.]]}} (1999). ''Sumber-sumber asli sejarah Jakarta'', Jilid '''I'''. Jakarta: Cipta Loka Caraka</ref>{{rp|66, 76}} jadi penaklukan Fatahillah atas Kalapa mungkin terjadi pada pertengahan bulan November itu.
Setelah mengabdi pada Sultan Trenggana, Fatahillah lalu berangkat ke [[Kesultanan Cirebon|Cirebon]] untuk mempersiapkan angkatan laut Demak dalam perang melawan kerajaan Sunda yang saat itu dipimpin prabu [[Surawisesa]]. Selama di Cirebon, ia menikah dengan putri [[Sunan Gunung Jati]] bernama Ratu Ayu.<ref>{{Cite book|last=Adhim|first=Alik al|date=2016-06-18|url=https://books.google.com/books?id=tPnrDwAAQBAJ&newbks=0&printsec=frontcover&pg=PA60&dq=Fatahillah+menantu+%22Sunan+Gunung+Jati%22&hl=en|title=Sunan Gunung Jati-Peletak dasar kerajaan Islam di Jawa|publisher=JPBOOKS|isbn=978-602-206-205-9|language=id|access-date=2023-03-09|archive-date=2023-03-09|archive-url=https://web.archive.org/web/20230309112255/https://books.google.com/books?id=tPnrDwAAQBAJ&newbks=0&printsec=frontcover&pg=PA60&dq=Fatahillah+menantu+%22Sunan+Gunung+Jati%22&hl=en|dead-url=no}}</ref> Ia juga mengemban peran untuk mengislamkan daerah pesisir utara seperti [[Banten]], dan diberi dukungan 2.000 orang prajurit dan pembantu oleh sultan. Dengan dukungan pasukan muslim itulah Fatahillah menaklukkan pelabuhan Sunda (Kalapa dan Banten).{{Sfn|Barros|1777|p=86,87}} [[Adolf Heuken]] berpendapat bahwa peristiwa terdamparnya armada Duarte Coelho di pantai Kalapa terjadi pada akhir November 1526,<ref>{{aut|[[Adolf Heuken|Heuken, A.]]}} (1999). ''Sumber-sumber asli sejarah Jakarta'', Jilid '''I'''. Jakarta: Cipta Loka Caraka</ref>{{rp|66, 76}} jadi penaklukan Fatahillah atas Kalapa mungkin terjadi pada pertengahan bulan November itu.
== Keluarga ==
== Hubungannya dengan Sunan Gunung Jati ==
=== Silsilah ===
Sejarawan seperti [[Hussein Jayadiningrat|Hoesein Djajadiningrat]],<ref>{{Cite book|last=Djajadiningrat|first=Hoesein|date=1983|url=|title=Tinjauan kritis tentang sejarah Banten|location=Jakarta|publisher=Djambatan|isbn=|pages=|others=(Terjemahan disertasi dari ''Critische bischorwing van de sadjarah Banten'')|url-status=live}}</ref> [[H. J. de Graaf|H.J. de Graaf]] dan [[Theodoor Gautier Thomas Pigeaud|Th.G.Th. Pigeaud]],<ref name="graaf">{{Cite journal|last=De Graaf|first=H. J.|last2=Pigeaud|first2=Theodoor Gautier Thomas|date=1974|title=De eerste moslimse vorstendommen op Java: Studiën over de staatkundige geschiedenis van de 15de en 16de eeuw on JSTOR|url=https://www.jstor.org/stable/10.1163/j.ctvbqs7vc|journal=JSTOR|language=en|volume=|issue=|pages=|doi=10.1163/j.ctvbqs7vc|access-date=2020-04-28|archive-date=2021-12-19|archive-url=https://web.archive.org/web/20211219134854/https://www.jstor.org/stable/10.1163/j.ctvbqs7vc|dead-url=no}}</ref>{{rp|111-13,}}<ref>{{Cite book|last=De Graaf|first=H. J.|date=1976|url=https://brill.com/view/title/23395|title=Islamic States in Java 1500-1700: Eight Dutch Books and Articles by Dr. H.J. de Graaf|location=|publisher=Verhandelingen van het Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde (dalam Brill)|isbn=978-90-04-28700-6|pages=|language=en|url-status=live|access-date=2020-04-28|archive-date=2022-03-12|archive-url=https://web.archive.org/web/20220312104127/https://brill.com/view/title/23395|dead-url=no}}</ref>{{rp|11}}, [[Slamet Muljana]],<ref>{{Cite book|last=Muljana|first=Slamet|date=2005|url=|title=Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara|location=Yogyakarta|publisher=LKIS Yogyakarta|isbn=9798451163|pages=|url-status=live}}</ref>{{rp|101-2, 223-34}} dan Adolf Heuken<ref>{{Cite book|last=Heuken|first=Adolf|date=2000|url=|title=Sumber-sumber asli sejarah Jakarta dokumen-dokumen sejarah Jakarta dari kedatangan kapal pertama Belanda sampai dengan tahun 1619|location=Cipta Loka Caraka|publisher=Jakarta|isbn=|volume=III|pages=|url-status=live}}</ref>{{rp|96-7}} berpendapat bahwa Fatahillah dan mertuanya [[Sunan Gunung Jati]] adalah orang yang sama. Setelah mengabdikan diri ke [[Kesultanan Demak|Demak]], pada sekitar 1524–1525 Fatahillah dengan sokongan sekitar 1500 prajurit menyerbu dan mengalahkan [[Banten]], pelabuhan penting Kerajaan Sunda yang beragama Hindu, serta menguasainya sebagai raja bawahan Sultan Demak. Tahun-tahun berikutnya (1526–1527) Fatahillah menyerang dan menundukkan Sunda Kalapa, serta mencegah tentara Portugis yang hendak mendirikan benteng di wilayah Sunda. Setelah berkuasa hampir 30 tahun, pada sekitar 1552 Fatahillah meninggalkan Banten menuju [[Cirebon]]; dan menyerahkan kekuasaannya atas Banten kepada puteranya, [[Maulana Hasanuddin]]. Fatahillah kemudian tinggal sebagai penguasa dan pemuka agama di Cirebon sampai dengan wafatnya, hingga kelak dikenal sebagai Sunan Gunung Jati.<ref name=graaf/>{{rp|111-15}}
Kedatangan Fatahillah ke Jayakarta sebenarnya bertujuan untuk membendung ekspansi Portugis di Nusantara. :


=== Daftar Anak ===
Sedangkan Fatahillah adalah seorang Panglima Pasai, bernama Fadhlulah Khan. Ketika Pasai dan Malaka direbut Portugis, ia hijrah ke tanah Jawa untuk memperkuat armada kesultanan-kesultanan Islam di Jawa (Demak, Cirebon dan Banten) setelah gugurnya Raden Abdul Qadir bin Yunus ([[Pati Unus]], menantu Raden Patah Sultan Demak pertama).

Menurut [[Saleh Danasasmita]], Fatahillah masih berkerabat dengan Walisongo karena kakek buyutnya, Zainul Alam Barakat, adalah adik dari Nurul Alam Amin (kakek Sunan Gunung Jati) dan kakak dari Ibrahim Zainal Akbar (ayah Sunan Ampel) yang semuanya adalah putra-putra Syekh Maulana Akbar dari Gujarat, India.
<!--tanpa sumber
«Ada 2 kemungkinan datangnya Fadhlullah Khan dari [[Pasai]].»

Kemungkinan Pertama ia sudah menjadi anak buah Pati Unus dan bergabung dengan pelarian Malaka ketika Pati Unus memimpin armada Islam tanah Jawa menyerang Malaka 1513 dan 1521, tetapi ia termasuk yang selamat dalam perang besar 1521 (seperti Raden Abdullah putra Pati Unus), setelah Armada Gabungan kembali ke tanah Jawa diangkat menjadi pengganti Pati Unus sebagai Panglima Armada Islam Gabungan tanah Jawa dan dinikahkan oleh Sunan gunung jati dengan putrinya, Ratu Ayu janda Pati Unus untuk memperkuat kekerabatan.

Kemungkinan ke 2 adalah, ia tidak ikut perang Malaka 1513 & 1521, tapi sudah hijrah lebih dulu ke tanah Jawa setelah jatuhnya Pasai 1512, 9 tahun kemudian diangkat oleh Sunan Gunung Jati menggantikan Pati Unus yang gugur setelah dinikahkan dengan Ratu Ayu, putri Sunan Gunung Jati yang ditinggal Pati Unus.

Analisa kami<!--???--><!-- mengkompromikan 2 kemungkinan diatas adalah setelah jatuhnya Malaka (1511) kemudian Pasai (1512), bisa dikatakan seluruh tokoh besar dan para Panglima Muslim dari Pasai dan Malaka yang selamat kemudian hijrah ke tanah Jawa sebagai satu-satunya basis Kerajaan Islam yang masih exist (di Asia Tenggara) dan sangat aneh bila kemudian tidak ikut bergabung dengan Armada Islam tanah Jawa pimpinan Pati Unus dalam ekspedisi 1521 yang sangat besar, selain karena dendam yang belum terlampiaskan terhadap Portugis, juga para Tokoh dan Panglima Pasai dan Malaka (yang dalam pengasingan di tanah Jawa) bila tak ikut kewajiban Jihad pasti akan dikucilkan.\
Di Demak dan Cirebon, F Kh mendapat gelar [[Wong Agung Pasai]], di Banten dapat gelar [[Tubagus Pasai]].

Ketika [[Pati Unus]] gugur dalam perang laut dahsyat untuk merebut kembali Malaka dari tangan Portugis, F Kh diangkat oleh SGJ menggantikan [[Pati Unus]] sebagai Panglima Armada Islam di tanah Jawa. Raden Pati Unus yang gugur kemudian dikenal sebagai [[Pangeran Sabrang Lor]].

Kegagalan ekspedisi Malaka (1521) membuat Kesultanan2 Islam di tanah Jawa mengambil sikap defensif dan memancing Portugis untuk datang. Sehingga Bulan Juni 1527, Portugis yang telah merasa diatas angin mencoba menerobos Sunda Kelapa, langsung diluluhlantakkan oleh armada Islam dibawah pimpinan F Kh, kemenangan besar ini kemudian dirayakan sebagai hari lahir Jayakarta dan kemudian disebut Jakarta. F Kh atau Tubagus Pasai diberi gelar baru yaitu Fatahillah (yang berarti Kemenangan Allah SWT).

Setelah kemenangan ini F Kh diangkat Sunan Gunung Jati sebagai Penasehat Kesultanan Cirebon, sedangkan kota Jayakarta diserahkan ke menantu FKh, yaitu [[Tubagus Angke]]. Setelah wafatnya Tubagus Angke diserahkan kepada putranya yaitu [[Pangeran Jayakarta]] yang kemudian pada 1619 karena kalah dalam konflik dengan [[VOC]], meninggalkan Jayakarta yang [[dibumihanguskan]] yaitu pemusnahan dengan cara pembakaran barang,gedung,bangunan agar tak dapat dipakai oleh musuh.
-->
== Sultan kedua di Cirebon ==
Ketika Sunan Gunung Jati wafat di tahun 1568, Fatahillah menjadi [[sultan]] Kesultanan Cirebon dimana ia berperan sebagai kepala pemerintahan di [[Keraton Kasepuhan|Pakungwati]] selama 2 tahun antara tahun 1568 sampai ia wafat di tahun 1570.<ref>{{Cite book|last=M.A|first=Prof Dr H. J. Suyuthi Pulungan|date=2022-02-16|url=https://books.google.com/books?id=fzFfEAAAQBAJ&newbks=0&printsec=frontcover&pg=PA180&dq=Fatahillah+1568+1570&hl=en|title=Sejarah Peradaban Islam di Indonesia|publisher=Amzah|isbn=978-602-0875-48-4|language=id|access-date=2023-02-04|archive-date=2023-02-04|archive-url=https://web.archive.org/web/20230204085255/https://books.google.com/books?id=fzFfEAAAQBAJ&newbks=0&printsec=frontcover&pg=PA180&dq=Fatahillah+1568+1570&hl=en|dead-url=no}}</ref> Setelah ia wafat, Fatahillah dimakamkan bersebelahan dengan makam Sunan Gunung Jati di komplek pemakaman [[Astana Gunung Sembung]] yang sekarang terletak di [[Gunungjati, Cirebon|Kec. Gunungjati]], [[Kabupaten Cirebon|Kab Cirebon]].<ref>{{Cite book|last=X|first=SASTRAWAN|url=https://books.google.com/books?id=NDhMEAAAQBAJ&newbks=0&printsec=frontcover&pg=PA49&dq=Fatahillah+1568+1570&hl=en|title=BEDUG BEDUG PENGUASA|publisher=Guepedia|isbn=978-623-7953-26-5|language=id|access-date=2023-02-04|archive-date=2023-02-04|archive-url=https://web.archive.org/web/20230204085249/https://books.google.com/books?id=NDhMEAAAQBAJ&newbks=0&printsec=frontcover&pg=PA49&dq=Fatahillah+1568+1570&hl=en|dead-url=no}}</ref> Takhta Kesultanan Cirebon selanjutnya diwariskan kepada [[Panembahan Ratu I|Zainul Arifin]], cicit Sunan Gunung Jati yang bergelar Panembahan Ratu.<ref>{{Cite book|last=Hernawan|first=Wawan|last2=Kusdiana|first2=Ading|date=2020-05-12|url=https://books.google.com/books?id=UOviDwAAQBAJ&newbks=0&printsec=frontcover&pg=PA102&dq=Panembahan+Ratu+1570&hl=en|title=BIOGRAFI SUNAN GUNUNG DJATI: Sang Penata Agama di Tanah Sunda|publisher=LP2M UIN Sunan Gunung Djati Bandung|isbn=978-623-93720-1-9|language=id|access-date=2023-02-04|archive-date=2023-02-04|archive-url=https://web.archive.org/web/20230204085255/https://books.google.com/books?id=UOviDwAAQBAJ&newbks=0&printsec=frontcover&pg=PA102&dq=Panembahan+Ratu+1570&hl=en|dead-url=no}}</ref>

==Nasab==

Maulana Fatahillah bin Mahdar Ibrahim bin Abdul Ghafur bin Zainal Alam Barakat bin Jamaludin Al-Husaini bin Ahmad Syah Jalaluddin bin Al-Amir Abdullah [[Azmatkhan]] bin Abdul Malik [[Azmatkhan]] bin Alwi ‘Ammil Faqih bin [[Muhammad Shahib Mirbath]] bin [[Ali Khali' Qasam]] bin Alwi Shahib Baiti Jubair/'Alwi Ats Tsani bin Muhammad Shohibus Saumah bin [[Alawi bin Ubaidillah|Alawi]] bin [[Ubaidillah bin Ahmad|Ubaidillah]] [[Ahmad Al-Muhajir]] bin [[Isa Ar-Rumi|Isa]] bin [[Muhammad An-Naqib]] bin [[Ali bin Ja'far|Ali]] bin Imam [[Ja'far Ash-Shadiq|Ja’far Ash-Shadiq]] bin Imam [[Muhammad al-Baqir]] bin Imam [[Ali Zainal Abidin|Ali bin Husain]] bin Imam [[Husain bin Ali|Husain]] bin [[Ali bin Abu Thalib]].

== Anak ==
*Kiai Bagus Abdurrahman, <!--beliau-->ia menurunkan gelar Kiagus-Nyayu [[Kesultanan Palembang|Kesultanan Palembang Darussalam]]
*Kiai Bagus Abdurrahman, <!--beliau-->ia menurunkan gelar Kiagus-Nyayu [[Kesultanan Palembang|Kesultanan Palembang Darussalam]]
*Kiai Mas Abdul Aziz, <!--beliau-->ia menurunkan gelar Kemas-Nyimas [[Kesultanan Palembang|Kesultanan Palembang Darussalam]]
*Kiai Mas Abdul Aziz, <!--beliau-->ia menurunkan gelar Kemas-Nyimas [[Kesultanan Palembang|Kesultanan Palembang Darussalam]]
*Ratu Darah Putih, <!--beliau-->ia menurunkan raja-raja Keratuan Darah Putih dan Keratuan Melinting [[Lampung]]
* Minak Kejala Biddien (Muhammad Sholeh) <!--beliau-->ia menurunkan raja-raja [[Keratuan Melinting]] [[Lampung]]
* Minak Kejala Khatu (Muhammad Aji Saka) <!--beliau-->ia menurunkan raja-raja [[Keratuan Darah Putih]] [[Lampung]]
*Maulana Abdullah
*Maulana Abdullah
*Pangeran Sendang Garuda
*Pangeran Sendang Garuda
*Ratu Wanawati Raras ( Ibu dari [[Panembahan Ratu I]] )
== Sultan kedua di Cirebon ==
Ketika Sunan Gunung Jati wafat di tahun 1568, Fatahillah menjadi [[sultan]] Kesultanan Cirebon dimana ia berperan sebagai kepala pemerintahan di [[Keraton Kasepuhan|Pakungwati]] selama 2 tahun antara tahun 1568 sampai ia wafat di tahun 1570.<ref>{{Cite book|last=M.A|first=Prof Dr H. J. Suyuthi Pulungan|date=2022-02-16|url=https://books.google.com/books?id=fzFfEAAAQBAJ&newbks=0&printsec=frontcover&pg=PA180&dq=Fatahillah+1568+1570&hl=en|title=Sejarah Peradaban Islam di Indonesia|publisher=Amzah|isbn=978-602-0875-48-4|language=id|access-date=2023-02-04|archive-date=2023-02-04|archive-url=https://web.archive.org/web/20230204085255/https://books.google.com/books?id=fzFfEAAAQBAJ&newbks=0&printsec=frontcover&pg=PA180&dq=Fatahillah+1568+1570&hl=en|dead-url=no}}</ref>

Setelah ia wafat, Fatahillah dimakamkan bersebelahan dengan makam Sunan Gunung Jati di komplek pemakaman [[Astana Gunung Sembung]] yang sekarang terletak di [[Gunungjati, Cirebon|Kec. Gunungjati]], [[Kabupaten Cirebon|Kab Cirebon]].<ref>{{Cite book|last=X|first=SASTRAWAN|url=https://books.google.com/books?id=NDhMEAAAQBAJ&newbks=0&printsec=frontcover&pg=PA49&dq=Fatahillah+1568+1570&hl=en|title=BEDUG BEDUG PENGUASA|publisher=Guepedia|isbn=978-623-7953-26-5|language=id|access-date=2023-02-04|archive-date=2023-02-04|archive-url=https://web.archive.org/web/20230204085249/https://books.google.com/books?id=NDhMEAAAQBAJ&newbks=0&printsec=frontcover&pg=PA49&dq=Fatahillah+1568+1570&hl=en|dead-url=no}}</ref>

Takhta Kesultanan Cirebon selanjutnya diwariskan kepada [[Panembahan Ratu I|Zainul Arifin]], cicit Sunan Gunung Jati yang bergelar Panembahan Ratu.<ref>{{Cite book|last=Hernawan|first=Wawan|last2=Kusdiana|first2=Ading|date=2020-05-12|url=https://books.google.com/books?id=UOviDwAAQBAJ&newbks=0&printsec=frontcover&pg=PA102&dq=Panembahan+Ratu+1570&hl=en|title=BIOGRAFI SUNAN GUNUNG DJATI: Sang Penata Agama di Tanah Sunda|publisher=LP2M UIN Sunan Gunung Djati Bandung|isbn=978-623-93720-1-9|language=id|access-date=2023-02-04|archive-date=2023-02-04|archive-url=https://web.archive.org/web/20230204085255/https://books.google.com/books?id=UOviDwAAQBAJ&newbks=0&printsec=frontcover&pg=PA102&dq=Panembahan+Ratu+1570&hl=en|dead-url=no}}</ref>


== Penghargaan ==
== Penghargaan ==

Revisi terkini sejak 19 September 2024 09.01

As-Syekh

Fadhillah Khan
( Fatahillah )
Fatahillah (kanan) dalam perangko keluaran tahun 2008
Sultan Cirebon ke-2
Masa jabatan
1568–1570
Informasi pribadi
Lahir
Fadhillah Khan

Tidak diketahui
Meninggal1570 M
AgamaIslam
PasanganRatu Wulung Ayu
Anak
  • Ratu Wanawati Raras
    (Ibu dari Panembahan Ratu I)
  • Kiai Bagus Abdurrahman
  • Kiai Mas Abdul Aziz
  • Maulana Abdullah
  • Pangeran Sendang Garuda
  • Minak Kejala Biddien dari Lampung
  • Minak Kejala Khatu dari Lampung
Orang tua
  • Syarif Abdullah bin Jarullah Abdul Aziz (Aceh) (ayah)
ZamanPenyebaran Islam di Nusantara, Kolonialisme Portugis di Indonesia
DenominasiSunni
Dikenal sebagai
Pemimpin Muslim
PendahuluMaulana Muhammad Al-Maghribi
PenerusMaulana Yusuf

Fatahillah, Fadhillah Khan, Falatehan (ejaan orang Portugis)[2]:433, Tubagus Pase atau Pangeran Jayakarta I adalah Laksamana Cirebon dan tokoh penyebar Islam yang dikenal karena memimpin penaklukan Sunda Kelapa pada tahun 1527 dan mengganti namanya menjadi Jayakarta.

Penaklukkan ini adalah salah satu misinya untuk menyebarkan Islam ke wilayah Kerajaan Sunda di Jawa Barat dan mencegah bangsa Portugis membentuk benteng disana.[3]

Nama Falatehan pertama kali disebutkan oleh João de Barros dalam seri bukunya yang berjudul Décadas da Ásia (Dekade-dekade dari Asia).

Ia melaporkan bahwa salah satu kapal brigantin armada Duarte Coelho [en] yang terdampar di Sunda Kelapa, telah diserang oleh pasukan muslim di bawah pimpinan Fatahillah dan membunuh semua laskar Portugis di kapal tersebut.[4]

Latar belakang

[sunting | sunting sumber]

Barros mencatat bahwa Fatahillah berasal dari Pasai, Aceh Utara, yang kemudian pergi meninggalkan Pasai ketika daerah tersebut dikuasai Portugis. Fatahillah pergi ke Mekkah untuk mempelajari agama Islam, dan setelah dua atau tiga tahun lalu kembali ke Pasai. Karena masih diduduki oleh Portugal, Fatahillah melanjutkan perjalanannya ke Pulau Jawa, ke Jepara, dan mengabdikan diri kepada sultan Demak di sana. Merasa puas atas pengabdiannya, Raja memberikan seorang adiknya kepada Fatahillah untuk diperistri.[5] Graaf dan Pigeaud menganggap bahwa raja Jepara yang dimaksud adalah Raja Demak ketika itu, Sultan Trenggana.[6]:112-3

Setelah mengabdi pada Sultan Trenggana, Fatahillah lalu berangkat ke Cirebon untuk mempersiapkan angkatan laut Demak dalam perang melawan kerajaan Sunda yang saat itu dipimpin prabu Surawisesa. Selama di Cirebon, ia menikah dengan putri Sunan Gunung Jati bernama Ratu Ayu.[7] Ia juga mengemban peran untuk mengislamkan daerah pesisir utara seperti Banten, dan diberi dukungan 2.000 orang prajurit dan pembantu oleh sultan. Dengan dukungan pasukan muslim itulah Fatahillah menaklukkan pelabuhan Sunda (Kalapa dan Banten).[8] Adolf Heuken berpendapat bahwa peristiwa terdamparnya armada Duarte Coelho di pantai Kalapa terjadi pada akhir November 1526,[9]:66, 76 jadi penaklukan Fatahillah atas Kalapa mungkin terjadi pada pertengahan bulan November itu.

Kedatangan Fatahillah ke Jayakarta sebenarnya bertujuan untuk membendung ekspansi Portugis di Nusantara. :

Daftar Anak

[sunting | sunting sumber]

Sultan kedua di Cirebon

[sunting | sunting sumber]

Ketika Sunan Gunung Jati wafat di tahun 1568, Fatahillah menjadi sultan Kesultanan Cirebon dimana ia berperan sebagai kepala pemerintahan di Pakungwati selama 2 tahun antara tahun 1568 sampai ia wafat di tahun 1570.[10]

Setelah ia wafat, Fatahillah dimakamkan bersebelahan dengan makam Sunan Gunung Jati di komplek pemakaman Astana Gunung Sembung yang sekarang terletak di Kec. Gunungjati, Kab Cirebon.[11]

Takhta Kesultanan Cirebon selanjutnya diwariskan kepada Zainul Arifin, cicit Sunan Gunung Jati yang bergelar Panembahan Ratu.[12]

Penghargaan

[sunting | sunting sumber]

Untuk menghormati jasa-jasanya dalam mempertahankan Sunda Kelapa dari cengkraman Portugis, Pemerintah Republik Indonesia menjadikan ia sebagai salah seorang Pahlawan Nasional Indonesia.[butuh rujukan]

  1. ^ Ada perbedaan pendapat mengenai asal usulnya Fatahillah[1]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "Sejarah HUT Jakarta & Benarkah Fatahillah Membantai Rakyat Betawi?". Tirto.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-12-07. Diakses tanggal 2020-12-12. 
  2. ^ Wain, Alexander (2017). "China and the Rise of Islam on Java". Dalam Peacock, A. C. S. Islamisation: Comparative Perspectives from History. Edinburgh: Edinburgh University Press. hlm. 419–443. 
  3. ^ Kotapradja Djakarta Raya 1953, hlm. 491.
  4. ^ Barros 1777, hlm. 85.
  5. ^ Barros 1777, hlm. 86.
  6. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama graaf
  7. ^ Adhim, Alik al (2016-06-18). Sunan Gunung Jati-Peletak dasar kerajaan Islam di Jawa. JPBOOKS. ISBN 978-602-206-205-9. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-09. Diakses tanggal 2023-03-09. 
  8. ^ Barros 1777, hlm. 86,87.
  9. ^ Heuken, A. (1999). Sumber-sumber asli sejarah Jakarta, Jilid I. Jakarta: Cipta Loka Caraka
  10. ^ M.A, Prof Dr H. J. Suyuthi Pulungan (2022-02-16). Sejarah Peradaban Islam di Indonesia. Amzah. ISBN 978-602-0875-48-4. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-02-04. Diakses tanggal 2023-02-04. 
  11. ^ X, SASTRAWAN. BEDUG BEDUG PENGUASA. Guepedia. ISBN 978-623-7953-26-5. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-02-04. Diakses tanggal 2023-02-04. 
  12. ^ Hernawan, Wawan; Kusdiana, Ading (2020-05-12). BIOGRAFI SUNAN GUNUNG DJATI: Sang Penata Agama di Tanah Sunda. LP2M UIN Sunan Gunung Djati Bandung. ISBN 978-623-93720-1-9. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-02-04. Diakses tanggal 2023-02-04. 
Fatahillah
Lahir: tidak diketahui Meninggal: 1570
Gelar
Didahului oleh:
Sunan Gunung Jati
Sultan Cirebon
1568–1570
Diteruskan oleh:
Panembahan Ratu I

Daftar pustaka

[sunting | sunting sumber]