Lompat ke isi

Ilias: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
 
(44 revisi perantara oleh pengguna yang sama tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{Italic title}}
{{Italic title}}

{{Infobox poem
| name = Ilias
| image = Detail. Wooden board inscribed in ink with lines 468-473, Book I of Homer's Iliad. Roman Egypt. On display at the British Museum.jpg
| image_size = 250px
| caption = Papan bertuliskan larik 468–473, buku pertama Ilias, dari rentang waktu 400–500 Masehi, ditemukan di Mesir, terpajang di [[British Museum|Museum Inggris]]
| subtitle =
| author = [[Homeros]]
| original_title = Ἰλιάς
| original_title_lang = grc
| translator =
| written = Sekitar abad ke-8 Pramasehi
| first =
| illustrator =
| cover_artist =
| country = [[Yunani Kuno]]
| language = [[Bahasa Yunani Homeros]]
| series =
| subject =
| genre = [[Wiracarita|Syair wiracarita]]
| form =
| metre = [[Heksameter daktilik|Heksameter daktilis]]
| rhyme =
| publisher =
| publication_date =
| publication_date_en =
| media_type =
| lines = 15.693 larik
| pages =
| size_weight =
| isbn =
| oclc =
| preceded_by =
| followed_by = [[Odisseia|''Odiseya'']]
|orig_lang_code = el
|native_wikisource = Ιλιάς
| wikisource = Iliad
}}
{{Perang Troya}}
{{Perang Troya}}
'''''Ilias''''' ({{lang-grc|Ἰλιάς|Iliás}}, artinya "negeri Ilion") adalah [[wiracarita]] [[Yunani Kuno]] yang dianggit seturut kaidah [[heksameter daktilik|heksametrum daktilus]] (tiap larik terdiri atas enam birama, tiap birama terdiri atas satu suku kata panjang dan dua suku kata pendek), yang dari generasi ke generasi dipercaya sebagai hasil karya [[Homeros]]. Wiracarita yang menurut anggapan umum ditulis sekitar abad ke-8 Pramasehi ini adalah salah satu [[sastra Eropa|karya sastra Eropa]] tertua yang masih ada sampai sekarang, sama seperti ''[[odisseia|Odiseya]]'', wiracarita yang mengisahkan petualangan [[Odisseus|Odiseus]] selepas peristiwa-peristiwa yang dikisahkan di dalam ''Ilias''. Odiseya juga dipercaya sebagai hasil karya Homeros.<ref>[[Pierre Vidal-Naquet|Vidal-Naquet, Pierre]]. ''Le monde d'Homère'' (The World of Homer), Perrin (2000), hlm. 19</ref> Di dalam versi vulgata modernnya (versi berterima standar), ''Ilias'' terdiri atas 15.693 larik yang dibagi menjadi 24 jilid buku. Wiracarita ini dianggit dalam [[bahasa Yunani Homeros]], ragam bahasa sastra yang memadukan [[bahasa Yunani Ionia|bahasa Yunani Yonia]] dengan aneka [[Dialek-dialek Yunani Kuno|dialek Yunani]] lainnya. Lazimnya ''Ilias'' digolongkan ke dalam [[siklus epik|lingkup sastra wiracarita]].
'''''Ilias''''' ({{lang-grc|Ἰλιάς|Iliás}}, artinya "[syair] tentang [[Troya|Ilion]]") adalah salah satu dari dua [[wiracarita]] [[Yunani Kuno]] yang diyakini sebagai hasil karya pujangga [[Homeros]]. Wiracarita ini adalah salah satu tinggalan karya sastra tertua yang masih banyak diminati khalayak modern. Sama seperti ''[[Odisseia|Odiseya]]'', wiracarita ini terbagi menjadi 24 [[bab|parwa]] dan dianggit seturut kaidah [[heksameter daktilik|heksameter daktilis]]. Versinya yang berterima umum terdiri atas 15.693 larik. Dengan latar suasana menjelang kesudahan [[Perang Troya]], [[pengepungan|perang pengepungan]] kota [[Troya]] selama satu dasawarsa oleh persekutuan negara-negara kota [[Peradaban Mikenai|Yunani Mikene]], wiracarita ini mengisahkan kejadian-kejadian penting pada minggu-minggu terakhir perang itu, khususnya tentang pertengkaran sengit Raja [[Agamemnon]] dengan [[Akhiles]], wirawan ternama. ''Ilias'' terbilang sebagai salah satu karya sastra utama di dalam [[siklus epik|lingkup sastra wiracarita]], dan jamak dianggap sebagai karya [[sastra Eropa]] pertama yang berbobot.


Agaknya ''Ilias'' maupun ''Odiseya'' ditulis dalam [[bahasa Yunani Homeros]], bahasa sastra bauran [[bahasa Yunani Ionia|bahasa Yunani dialek Yonia]] dengan dialek-dialek lainnya, kemungkinan besar sekitar akhir abad ke-8 atau permulaan abad ke-7 Pramasehi. Pada [[zaman Klasik]], jarang sekali ada orang yang meragukan bahwa kedua wiracarita itu adalah hasil karya pujangga Homeros, tetapi dewasa ini para sarjana [[Penyoalan Homeros|pada umumnya menduga]] bahwa ''Ilias'' dan ''Odiseya'' bukanlah hasil karya satu orang pujangga yang sama, dan kisah-kisah yang terangkum di dalamnya merupakan bagian dari suatu [[tradisi lisan]] yang panjang. Wiracarita ini dilantunkan oleh para pelantun syair Homeros profesional yang disebut ''[[rapsoidos]]''.
Latar belakang wiracarita ini adalah [[Perang Troya]], yakni perang [[pengepungan]] kota [[Troya]] (atau kota Ilion) selama sepuluh tahun yang dilancarkan koalisi [[Peradaban Mykenai|negara-negara kota Mikene]] (Akhaya). ''Ilias'' mengisahkan berbagai pertempuran dan kejadian penting yang berlangsung pada minggu-minggu percekcokan Raja [[Agamemnon]] dengan wirawan [[Akhilles|Akhiles]].


Pokok-pokok pikiran yang terkandung di dalam wiracarita ini antara lain adalah ''[[kleos]]'' (kemuliaan), ujub, takdir, dan murka. Sekalipun terkenal lantaran kisah-kisahnya yang tragis dan mencekam, terselip pula kisah-kisah jenaka dan gelak-tawa.<ref name=Bell>Bell, Robert H. "Homer's humor: laughter in the Iliad." hand 1 (2007): 596.</ref> Wiracarita ini kerap disifatkan sebagai wiracarita maskulin atau kegagahberanian, khususnya jika dibandingkan dengan ''Odiseya''. ''Ilias'' dengan cermat menjabarkan perkakas-perkakas perang dan siasat-siasat tempur kuno, serta hanya menampilkan segelintir tokoh perempuan. [[Dua Belas Dewa Olimpus|Dewa-dewi Olimpos]] juga berperan besar di dalam wiracarita ini, dengan membantu wira kesayangan mereka dan menengahi cekcok-cekcok antarpribadi. Di dalam wiracarita ini, perwatakan dewa-dewi Olimpos sengaja dimanusiawikan supaya mudah dipahami khalayak Yunani Kuno, dengan menghadirkan suatu kesan nyata dari budaya dan kepercayaan turun-temurun mereka. Dari segi gaya formal penulisannya, pengulangan kalimat serta pemakaian majas simile dan julukan-julukan di dalam wiracarita ini kerap dijadikan bahan kajian oleh para sarjana.
Meskipun hanya meliput peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam beberapa minggu pada tahun terakhir Perang Troya, ''Ilias'' memaparkan dan sedikit mengungkit berbagai legenda Yunani terkait perang pengepungan tersebut. Kejadian-kejadian penting yang terjadi sebelum beberapa minggu tersebut, seperti berhimpunnya para wirawan Yunani sebelum berangkat ke medan laga, biang keladi [[perang]], dan kejadian-kejadian terkait lainnya cenderung muncul di awal cerita. Isi cerita selanjutnya meliput peristiwa-peristiwa yang diramalkan bakal terjadi kemudian hari, misalnya peristiwa gugurnya Akhiles dan kejatuhan kota Troya, kendati cerita tamat sebelum peristiwa-peristiwa tersebut terlaksana. Meskipun demikian, karena peristiwa-peristiwa tersebut sudah diramalkan dan berulang kali diungkit kembali, wiracarita ini kurang lebih sudah menyajikan keseluruhan kisah Perang Troya.


== Selayang pandang ==
== Selayang pandang ==
[[File:Beginning Iliad.svg|thumb|upright=1.35|Larik-larik mukadimah ''Ilias'']]
[[File:Beginning Iliad.svg|thumb|upright=1.35|Larik-larik mukadimah ''Ilias'']]
:''Perhatian: Nomor parwa (dalam tanda kurung) mendahului rangkuman isi parwa.''
[[File:Detail. Wooden board inscribed in ink with lines 468-473, Book I of Homer's Iliad. Roman Egypt. On display at the British Museum.jpg|thumb|Papan bertuliskan larik 468 sampai larik 473 ''Ilias'' (enam larik dari buku 1). Tahun 400-500 Masehi, dari Mesir, koleksi Museum Inggris]]
:''Perhatian: Nomor buku (dalam tanda kurung) mendahului rangkuman isi buku.''


=== Gelar cerita (parwa 1-4) ===
({{Ilias|en|1}}) Sesudah [[Penyeruan|menyeru]] para [[Musai]], cerita langsung bergulir ''[[in medias res]]'' (ke bagian inti) mendekati kesudahan perang antara orang Troya dan [[Akhaia (Homeros)|orang Akhaya]]. Syahdan [[Krises]], pendeta [[Apollo (mitologi)|Dewa Apolon]] di Troya, menawarkan harta kekayaan kepada para pejuang Akhaya sebagai imbalan pembebasan anak perempuannya, [[Kriseis]], yang ditawan [[Agamemnon]], pemimpin orang Akhaya. Meskipun banyak pejuang Akhaya yang tergiur, Agamemnon tidak bersedia melepaskan tawanannya. Krises akhirnya menyeru sesembahannya agar sudi mengulurkan pertolongan, maka Dewa Apolon pun menulahi pihak Akhaya dengan wabah penyakit.
({{Ilias|en|1}}) Sesudah [[Penyeruan|menyeru]] para [[Musai]], cerita langsung bergulir ''[[in medias res]]'' (ke bagian inti) mendekati kesudahan perang antara orang Troya dan [[Akhaia (Homeros)|orang Akhaya]]. Syahdan [[Krises]], pendeta [[Apollo (mitologi)|Dewa Apolon]] di Troya, menawarkan harta kekayaan kepada para pejuang Akhaya sebagai imbalan pembebasan anak perempuannya, [[Kriseis]], yang ditawan [[Agamemnon]], pemimpin orang Akhaya. Meskipun banyak pejuang Akhaya yang tergiur, Agamemnon tidak bersedia melepaskan tawanannya. Krises akhirnya menyeru sesembahannya agar sudi mengulurkan pertolongan, maka Dewa Apolon pun menulahi pihak Akhaya dengan wabah penyakit.


Baris 18: Baris 56:
Akhiles sangat kesal ketika para pesuruh Agamemnon datang mengambil Briseis. Sambil duduk di pantai, ia menyeru ibunya, [[Thetis|Tetis]],<ref>{{cite book|author=Homer|title=The Iliad|page=115|publisher= Norton Books|location= New York}}</ref> agar memohon Dewa [[Zeus]] membuat pihak Akhaya dipojokkan pihak Troya, sehingga Agamemnon sadar bahwa pihak Akhaya membutuhkan Akhiles. Tetis menuruti kemauan anaknya, dan permohonannya dikabulkan Dewa Zeus.
Akhiles sangat kesal ketika para pesuruh Agamemnon datang mengambil Briseis. Sambil duduk di pantai, ia menyeru ibunya, [[Thetis|Tetis]],<ref>{{cite book|author=Homer|title=The Iliad|page=115|publisher= Norton Books|location= New York}}</ref> agar memohon Dewa [[Zeus]] membuat pihak Akhaya dipojokkan pihak Troya, sehingga Agamemnon sadar bahwa pihak Akhaya membutuhkan Akhiles. Tetis menuruti kemauan anaknya, dan permohonannya dikabulkan Dewa Zeus.


({{Ilias|en|2}}) Melalui mimpi, Dewa Zeus menghasut Agamemnon untuk menyerbu Troya. Agamemnon bertindak mengikuti petunjuk mimpinya, tetapi lebih dulu ingin menguji semangat juang angkatan perang Akhaya dengan menyuruh mereka pulang ke tanah air. Muslihatnya malah menjadi senjata makan tuan, dan hanya berkat campur tangan Odiseus yang diilhami [[Athena|Dewi Atina]] sajalah keberangkatan pulang para pejuang Akhaya dapat dicegah.
({{Ilias|en|2}}) Melalui mimpi, Dewa Zeus menghasut Agamemnon untuk menyerbu Troya. Agamemnon bertindak mengikuti petunjuk mimpinya, tetapi lebih dulu ingin menguji semangat juang angkatan perang Akhaya dengan menyuruh mereka pulang ke tanah air. Muslihatnya malah menjadi senjata makan tuan, dan hanya berkat campur tangan Odiseus yang diilhami [[Athena|Dewi Atena]] sajalah keberangkatan pulang para pejuang Akhaya dapat dicegah.


Odiseus menghardik dan menghajar [[Tersites]], seorang prajurit biasa yang menyuarakan ketidaksenangannya berjuang bagi Agamemnon. Usai bersantap, para pejuang Akhaya dikerahkan laskar demi laskar ke padang Troya. Sang pujangga memanfaatkan bagian ini untuk menguraikan asal-usul tiap-tiap laskar pejuang Akhaya.
Odiseus menghardik dan menghajar [[Tersites]], seorang prajurit biasa yang menyuarakan ketidaksenangannya berjuang bagi Agamemnon. Usai bersantap, para pejuang Akhaya dikerahkan laskar demi laskar ke padang Troya. Sang pujangga memanfaatkan bagian ini untuk menguraikan asal-usul tiap-tiap laskar pejuang Akhaya.
Baris 28: Baris 66:
({{Ilias|en|4}}) Karena tekanan Dewi [[Hera]] yang benci kepada Troya, Dewa Zeus membuat [[Pandaros]] memanah Menelaos. Dengan demikian Pihak Troya telah melanggar sumpah gencatan senjata. Agamemnon mengumandangkan aba-aba serbu, dan pertempuran pun pecah.
({{Ilias|en|4}}) Karena tekanan Dewi [[Hera]] yang benci kepada Troya, Dewa Zeus membuat [[Pandaros]] memanah Menelaos. Dengan demikian Pihak Troya telah melanggar sumpah gencatan senjata. Agamemnon mengumandangkan aba-aba serbu, dan pertempuran pun pecah.


=== Perang tanding (parwa 5-7) ===
({{Ilias|en|5}}) [[Diomedes]] berhasil menewaskan banyak pejuang Troya, termasuk Pandaros, dan mengalahkan [[Aineias]]. Dewi Afrodite turun menyelamatkan Aineias, tetapi Diomedes malah menyerang dan melukai sang dewi. Dewa Apolon menghadang Diomedes dan memperingatkannya akan bahaya memerangi para dewa. Sejumlah pahlawan dan panglima ikut terjun ke kancah pertempuran, termasuk [[Hektor]]. Dewa-dewi pun ikut campur dengan mendukung pihak pilihan masing-masing, dan berusaha mempengaruhi jalannya pertempuran. Karena disemangati Dewi Atina, Diomedes memberanikan diri melukai Dewa [[Ares]] agar tidak dapat bertempur membela pihak Troya.
({{Ilias|en|5}}) [[Diomedes]] berhasil menewaskan banyak pejuang Troya, termasuk Pandaros, dan mengalahkan [[Aineias]]. Dewi Afrodite turun menyelamatkan Aineias, tetapi Diomedes malah menyerang dan melukai sang dewi. Dewa Apolon menghadang Diomedes dan memperingatkannya akan bahaya memerangi para dewa. Sejumlah pahlawan dan panglima ikut terjun ke kancah pertempuran, termasuk [[Hektor]]. Dewa-dewi pun ikut campur dengan mendukung pihak pilihan masing-masing, dan berusaha mempengaruhi jalannya pertempuran. Karena disemangati Dewi Atena, Diomedes memberanikan diri melukai Dewa [[Ares]] agar tidak dapat bertempur membela pihak Troya.


({{Ilias|en|6}}) Hektor membakar semangat para prajurit Troya dan mencegah mereka kabur. Diomedes dari pihak Akhaya dan [[Glaukos dari Likia|Glaukos]] dari pihak Troya sepakat menjalin persahabatan ketika tahu bahwa mendiang datuk-datuk mereka ([[Oineus]] dan [[Belerofon]]) ternyata bersahabat karib semasa hidup. Sebagai tanda persahabatan, keduanya bertukar pakaian tempur, meskipun pakaian tempur Glaukos yang terbuat dari emas jauh lebih tinggi nilainya daripada pakaian tempur Diomedes yang terbuat dari perunggu. Hektor masuk kota, mengimbau warga Troya untuk berdoa dan mempersembahkan korban kepada dewa-dewi, menyemangati Paris untuk berjuang, mengucapkan salam perpisahan kepada istri ([[Andromakhe|Andromake]]) dan anaknya ([[Astianaks]]) di tembok kota, lalu kembali ke kancah pertempuran.
({{Ilias|en|6}}) Hektor membakar semangat para prajurit Troya dan mencegah mereka kabur. Diomedes dari pihak Akhaya dan [[Glaukos dari Likia|Glaukos]] dari pihak Troya sepakat menjalin persahabatan ketika tahu bahwa mendiang datuk-datuk mereka ([[Oineus]] dan [[Belerofon]]) ternyata bersahabat karib semasa hidup. Sebagai tanda persahabatan, keduanya bertukar pakaian tempur, meskipun pakaian tempur Glaukos yang terbuat dari emas jauh lebih tinggi nilainya daripada pakaian tempur Diomedes yang terbuat dari perunggu. Hektor masuk kota, mengimbau warga Troya untuk berdoa dan mempersembahkan korban kepada dewa-dewi, menyemangati Paris untuk berjuang, mengucapkan salam perpisahan kepada istri ([[Andromakhe|Andromake]]) dan anaknya ([[Astianaks]]) di tembok kota, lalu kembali ke kancah pertempuran.
Baris 34: Baris 73:
({{Ilias|en|7}}) Hektor berduel melawan [[Aias|Ayas]] tetapi tidak sampai tuntas, karena pertempuran harus ditunda bilamana hari berganti malam. Pihak Akhaya sepakat memperabukan mayat pejuang-pejuang mereka dan membangun tembok untuk melindungi kapal-kapal dan perkemahan mereka, sementara pihak Troya mempertengkarkan usulan untuk memulangkan Helene. Paris menyatakan kesediaanya untuk menyerahkan harta kekayaan sebagai ganti rugi, tetapi tidak akan memulangkan Helene. Kedua belah pihak menyepakati gencatan senjata selama satu hari untuk memperabukan mayat-mayat para pejuang yang gugur. Waktu gencatan senjata juga dimanfaatkan pihak Akhaya untuk membangun tembok dan menggali parit.
({{Ilias|en|7}}) Hektor berduel melawan [[Aias|Ayas]] tetapi tidak sampai tuntas, karena pertempuran harus ditunda bilamana hari berganti malam. Pihak Akhaya sepakat memperabukan mayat pejuang-pejuang mereka dan membangun tembok untuk melindungi kapal-kapal dan perkemahan mereka, sementara pihak Troya mempertengkarkan usulan untuk memulangkan Helene. Paris menyatakan kesediaanya untuk menyerahkan harta kekayaan sebagai ganti rugi, tetapi tidak akan memulangkan Helene. Kedua belah pihak menyepakati gencatan senjata selama satu hari untuk memperabukan mayat-mayat para pejuang yang gugur. Waktu gencatan senjata juga dimanfaatkan pihak Akhaya untuk membangun tembok dan menggali parit.


=== Bala Yunani kocar-kacir (parwa 8-15) ===
({{Ilias|en|8}}) Pagi hari berikutnya, Dewa Zeus melarang dewa-dewi ikut campur, dan pertempuran kembali pecah. Pihak Troya terbukti unggul tanpa bantuan dewa-dewi. Pihak Akhaya terdesak sampai ke tembok yang baru dibangun, tetapi Dewi Hera dan Dewi Atina dilarang membantu mereka. Hari keburu berganti malam sebelum pihak Troya berhasil menerobos tembok pertahanan Akhaya. Mereka berkemah di padang agar dapat langsung menyerbu perkemahan Akhaya begitu fajar menyingsing, dan api-api unggun yang mereka nyalakan di padang untuk berjaga-jaga terlihat seperti bintang-bintang di angkasa malam.
({{Ilias|en|8}}) Pagi hari berikutnya, Dewa Zeus melarang dewa-dewi ikut campur, dan pertempuran kembali pecah. Pihak Troya terbukti unggul tanpa bantuan dewa-dewi. Pihak Akhaya terdesak sampai ke tembok yang baru dibangun, tetapi Dewi Hera dan Dewi Atena dilarang membantu mereka. Hari keburu berganti malam sebelum pihak Troya berhasil menerobos tembok pertahanan Akhaya. Mereka berkemah di padang agar dapat langsung menyerbu perkemahan Akhaya begitu fajar menyingsing, dan api-api unggun yang mereka nyalakan di padang untuk berjaga-jaga terlihat seperti bintang-bintang di angkasa malam.


[[File:Iliad VIII 245-253 in cod F205, Milan, Biblioteca Ambrosiana, late 5c or early 6c.jpg|thumb|upright=1.35|''Ilias'', buku 8, larik 245–253, naskah Yunani, akhir abad ke-5, awal abad ke-6 Masehi.]]
[[File:Iliad VIII 245-253 in cod F205, Milan, Biblioteca Ambrosiana, late 5c or early 6c.jpg|thumb|upright=1.35|''Ilias'', parwa 8, larik 245–253, naskah Yunani, akhir abad ke-5, awal abad ke-6 Masehi.]]
({{Ilias|en|9}}) Pihak Akhaya putus asa. Agamemnon mengakui kekhilafannya dan mengirim perutusan yang terdiri atas Odiseus, Ayas, [[Foinix (putra Amintor)|Foiniks]], dan dua orang juru warta untuk menawarkan penyerahan Briseis berikut sejumlah besar harta kekayaan agar Akhiles berkenan kembali berjuang. Akhiles beserta laskar Mirmidon ketika itu berkemah di sebelah kapal mereka. Kedatangan perutusan disambut baik Akhiles dan [[Patroklos]], tetapi Akhiles dengan marah menolak tawaran Agamemnon. Ia menegaskan akan kembali bertempur hanya jika pihak Troya sudah sampai ke kapalnya dan mengancam mereka dengan api. Perutusan pulang dengan tangan hampa.
({{Ilias|en|9}}) Pihak Akhaya putus asa. Agamemnon mengakui kekhilafannya dan mengirim perutusan yang terdiri atas Odiseus, Ayas, [[Foinix (putra Amintor)|Foiniks]], dan dua orang juru warta untuk menawarkan penyerahan Briseis berikut sejumlah besar harta kekayaan agar Akhiles berkenan kembali berjuang. Akhiles beserta laskar Mirmidon ketika itu berkemah di sebelah kapal mereka. Kedatangan perutusan disambut baik Akhiles dan [[Patroklos]], tetapi Akhiles dengan marah menolak tawaran Agamemnon. Ia menegaskan akan kembali bertempur hanya jika pihak Troya sudah sampai ke kapalnya dan mengancam mereka dengan api. Perutusan pulang dengan tangan hampa.


Baris 51: Baris 91:
({{Ilias|en|15}}) Dewa Zeus terbangun dan murka melihat perbuatan Dewa Poseidon. Tanpa menghiraukan suara-suara keberatan dari dewa-dewi pendukung Akhaya, Dewa Zeus mengutus Dewa Apolon untuk membantu pihak Troya. Tembok pertahanan Akhaya sekali lagi dibobol, dan pertempuran akhirnya sampai ke tempat kapal-kapal bersandar.
({{Ilias|en|15}}) Dewa Zeus terbangun dan murka melihat perbuatan Dewa Poseidon. Tanpa menghiraukan suara-suara keberatan dari dewa-dewi pendukung Akhaya, Dewa Zeus mengutus Dewa Apolon untuk membantu pihak Troya. Tembok pertahanan Akhaya sekali lagi dibobol, dan pertempuran akhirnya sampai ke tempat kapal-kapal bersandar.


=== Patroklus gugur (parwa 16-18) ===
({{Ilias|en|16}}) Patroklos tidak tahan lagi melihat jalannya pertempuran dan memohon Akhiles mengizinkannya ikut berjuang demi melindungi kapal laskar Mirmidon. Dengan berat hati Akhiles memberi izin dan meminjamkan pakaian tempurnya kepada Patroklos, tetapi dengan keras mengingatkannya untuk tidak memburu para pejuang Troya, agar tidak merampas ketenaran Akhiles. Patroklos memimpin [[laskar Mirmidon]] memasuki kancah pertempuran, tepat ketika pihak Troya mulai membakar kapal-kapal Akhaya. Pihak Troya kewalahan menghadapi serbuan dadakan laskar Mirmidon, dan Patroklos pun memanfaatkan kesempatan itu untuk menewaskan [[Sarpedon]], anak Dewa Zeus yang memimpin salah satu laskar sekutu Troya. Tanpa menghiraukan peringatan Akhiles, Patroklos memburu pejuang-pejuang lawan sampai dihadang Dewa Apolon di depan gapura kota Troya. Setelah bertarung melawan Dewa Apolon dan [[Euforbos]], Patroklos akhirnya tewas di tangan Hektor.
({{Ilias|en|16}}) Patroklos tidak tahan lagi melihat jalannya pertempuran dan memohon Akhiles mengizinkannya ikut berjuang demi melindungi kapal laskar Mirmidon. Dengan berat hati Akhiles memberi izin dan meminjamkan pakaian tempurnya kepada Patroklos, tetapi dengan keras mengingatkannya untuk tidak memburu para pejuang Troya, agar tidak merampas ketenaran Akhiles. Patroklos memimpin [[laskar Mirmidon]] memasuki kancah pertempuran, tepat ketika pihak Troya mulai membakar kapal-kapal Akhaya. Pihak Troya kewalahan menghadapi serbuan dadakan laskar Mirmidon, dan Patroklos pun memanfaatkan kesempatan itu untuk menewaskan [[Sarpedon]], anak Dewa Zeus yang memimpin salah satu laskar sekutu Troya. Tanpa menghiraukan peringatan Akhiles, Patroklos memburu pejuang-pejuang lawan sampai dihadang Dewa Apolon di depan gapura kota Troya. Setelah bertarung melawan Dewa Apolon dan [[Euforbos]], Patroklos akhirnya tewas di tangan Hektor.


({{Ilias|en|17}}) Hektor menanggalkan pakaian tempur Akhiles dari tubuh Patroklos, tetapi pertempuran seketika pecah di sekitar mayat Patrokos.
({{Ilias|en|17}}) Hektor menanggalkan pakaian tempur Akhiles dari tubuh Patroklos, tetapi pertempuran seketika pecah di sekitar mayat Patrokos.


({{Ilias|en|18}}) Akhiles tidak kuasa menahan kesedihannya mendengar berita kematian Patroklos. Ia bersumpah untuk membalas dendam kepada Hektor. Ibu Akhiles, Tetis, juga berdukacita karena sudah mengetahui bahwa Akhiles ditakdirkan mati muda jika menewaskan Hektor. Akhiles didesak membantu usaha pengambilan mayat Patroklos tetapi pakaian tempurnya sudah hilang. Dengan sekujur tubuh bermandi cahaya gemilang dari Dewi Atina, Akhiles berdiri di dekat tembok Akhaya dan meraung-raung meluapkan kemarahannya. Pihak Troya terperangah melihat penampilannya sehingga pejuang-pejuang Akhaya berkesempatan melarikan mayat Patroklos. Polidamas sekali lagi mendesak Hektor untuk mundur ke dalam kota, tetapi Hektor sekali lagi tidak mengindahkan kata-katanya. Ketika hari berganti malam, angkatan bersenjata Troya malah berkemah di padang. Selagi Akhiles meratapi kematian Patroklos, Tetis meminta Dewa [[Hefaistos]] membuat seperangkat pakaian tempur baru untuk akhiles, termasuk sebuah [[Perisai Akhiles|perisai yang sangat mengagumkan]].
({{Ilias|en|18}}) Akhiles tidak kuasa menahan kesedihannya mendengar berita kematian Patroklos. Ia bersumpah untuk membalas dendam kepada Hektor. Ibu Akhiles, Tetis, juga berdukacita karena sudah mengetahui bahwa Akhiles ditakdirkan mati muda jika menewaskan Hektor. Akhiles didesak membantu usaha pengambilan mayat Patroklos tetapi pakaian tempurnya sudah hilang. Dengan sekujur tubuh bermandi cahaya gemilang dari Dewi Atena, Akhiles berdiri di dekat tembok Akhaya dan meraung-raung meluapkan kemarahannya. Pihak Troya terperangah melihat penampilannya sehingga pejuang-pejuang Akhaya berkesempatan melarikan mayat Patroklos. Polidamas sekali lagi mendesak Hektor untuk mundur ke dalam kota, tetapi Hektor sekali lagi tidak mengindahkan kata-katanya. Ketika hari berganti malam, angkatan bersenjata Troya malah berkemah di padang. Selagi Akhiles meratapi kematian Patroklos, Tetis meminta Dewa [[Hefaistos]] membuat seperangkat pakaian tempur baru untuk akhiles, termasuk sebuah [[Perisai Akhiles|perisai yang sangat mengagumkan]].


=== Akhiles murka (parwa 19-24) ===
({{Ilias|en|19}}) Pagi hari berikutnya, Agamemnon menyerahkan semua hadiah yang dijanjikannya kepada Akhiles, termasuk [[Briseis]], tetapi tidak dihiraukan Akhiles. Akhiles berpantang makan minum sementara pejuang-pejuang Akhaya melahap makanan mereka. Ia mengenakan pakaian tempur barunya lalu mengambil tombaknya. [[Balios dan Ksantos|Ksantos]], salah seekor kuda penarik keretanya, meringkikkan nubuat kematian Akhiles. Dengan mengendarai kereta, Akhiles memasuki kancah pertempuran.
({{Ilias|en|19}}) Pagi hari berikutnya, Agamemnon menyerahkan semua hadiah yang dijanjikannya kepada Akhiles, termasuk [[Briseis]], tetapi tidak dihiraukan Akhiles. Akhiles berpantang makan minum sementara pejuang-pejuang Akhaya melahap makanan mereka. Ia mengenakan pakaian tempur barunya lalu mengambil tombaknya. [[Balios dan Ksantos|Ksantos]], salah seekor kuda penarik keretanya, meringkikkan nubuat kematian Akhiles. Dengan mengendarai kereta, Akhiles memasuki kancah pertempuran.


Baris 69: Baris 111:
({{Ilias|en|24}}) Dewa Zeus masygul melihat Akhiles terus-menerus menista mayat Hektor, sehingga memutuskan bahwa mayat Hektor harus diserahkan kepada Raja Priamos. Dituntun Dewa [[Hermes]], Priamos meninggalkan kota Troya sambil mengemudikan sebuah pedati, lalu menyusuri padang sampai ke perkemahan pihak Akhaya tanpa disadari orang. Sambil mendekap erat lutut Akhiles, Priamos memohon kesudiannya menyerahkan mayat Hektor. Akhiles menangis terharu dan bersama-sama Priamos meratapi orang-orang terkasih yang gugur di medan laga. Seusai bersantap, Priamos menaikkan mayat anaknya ke dalam pedati lalu kembali ke kota. Mayat Hektor dikubur, dan seisi kota berkabung.
({{Ilias|en|24}}) Dewa Zeus masygul melihat Akhiles terus-menerus menista mayat Hektor, sehingga memutuskan bahwa mayat Hektor harus diserahkan kepada Raja Priamos. Dituntun Dewa [[Hermes]], Priamos meninggalkan kota Troya sambil mengemudikan sebuah pedati, lalu menyusuri padang sampai ke perkemahan pihak Akhaya tanpa disadari orang. Sambil mendekap erat lutut Akhiles, Priamos memohon kesudiannya menyerahkan mayat Hektor. Akhiles menangis terharu dan bersama-sama Priamos meratapi orang-orang terkasih yang gugur di medan laga. Seusai bersantap, Priamos menaikkan mayat anaknya ke dalam pedati lalu kembali ke kota. Mayat Hektor dikubur, dan seisi kota berkabung.


== Tokoh-tokoh utama ==
== Dewa-dewi Yunani dan ''Ilias''==
[[File:Hypnos Thanatos BM Vase D56 full.jpg|thumb|[[Hipnos]] (Tidur) dan [[Tanatos]] (Mati) menggotong jenazah [[Sarpedon]] keluar dari medan laga, gambar hiasan sebuah [[lekitos]] (buyung minyak) [[teknik latar putih|latar putih]] Atika, sekitar tahun 440 Pramasehi]]
{{Main|Daftar tokoh wiracarita Ilias}}
{{see also|Kategori: Dewa-dewi di dalam wiracarita Ilias}}
[[File:Hypnos Thanatos BM Vase D56 full.jpg|thumb|Dewa kembar [[Hipnos]] dan [[Thanatos|Tanatos]] membawa keluar mayat [[Sarpedon]] dari medan perang, lukisan pada [[lekitos|bejana]] [[teknik latar putih|latar putih]] [[Atikos]], ''[[circa|ca.]]'' 440 Pramasehi]]
Bagian separuh akhir buku 2, yang dijuduli ''"[[Katalog Kapal]]"'', memuat nama para panglima dan laskar-laskar pejuang, sementara babak-babak pertempuran memuat nama tokoh-tokoh sampingan yang gugur di medan perang.


=== Dewa-dewi yang disembah bangsa Yunani ===
=== Tokoh Akhaya ===
[[Agama Yunani Kuno|Agama bangsa Yunani Kuno]] tidak memiliki tokoh pengasas, bukan pula ciptaan seorang guru yang ketiban wangsit, melainkan terlahir dari aneka ragam kepercayaan bangsa Yunani.<ref>{{Cite book |last=Lawson |first=John Cuthbert |url=https://archive.org/details/moderngreekfolkl00laws/page/2/mode/2up |title=Modern Greek folklore and ancient Greek religion: a study in survivals |publisher=[[Cambridge University Press]] |year=1910 |pages=2–3}}</ref> Kepercayaan-kepercayaan tersebut sejalan dengan gagasan-gagasan tentang dewa-dewi di dalam agama politeistis Yunani. Adkins (tahun 2020) maupun Pollard (tahun 1998) membenarkan pandangan ini dengan berpendapat bahwa "orang-orang Yunani terdahulu memersonifikasi segala aspek yang ada di dunia mereka, baik aspek-aspek alam maupun aspek-aspek budaya, serta pengalaman mereka di dalamnya. Darat, laut, gunung, sungai, hukum adat (temis), hak dan kewajiban seseorang di dalam masyarakat berikut kebaikan-kebaikannya, semuanya dipandang sebagai pribadi sekaligus sebagai unsur alam."<ref>{{Cite encyclopedia|title=Greek religion|date=March 2, 2020|first1=A. W. H.|last1=Adkins|last2=Pollard|first2=John Richard Thornhill|encyclopedia=[[Encyclopædia Britannica]]|url=https://www.britannica.com/topic/Greek-religion|orig-year=1998}}</ref>
* [[Akhaya (Homeros)|Orang Akhaya]] ({{lang|grc|Ἀχαιοί}}), [[Akhaya (Homeros)|kawula Danaos]] ({{lang|grc|Δαναοί}}), atau orang Argos ({{lang|grc|Ἀργεĩοι}})
** [[Agamemnon]] – Raja [[Mykenai|Mikene]], pemimpin orang Akhaya.
** [[Menelaos]] – Raja [[Sparta]], adik Agamemnon dan suami Helene.
** [[Akhilles|Akhiles]] – Panglima [[laskar Mirmidon]] dan Raja [[Ftia]],<ref>{{Cite book|last=Lattimore|first=Richmond|title=The Iliad of Homer|publisher=University of Chicago Press|year=2011|isbn=978-0-226-47049-8|location=Chicago|at=Buku 1, larik 155, hlm. 79}}</ref> anak [[Peleus]] dan [[Thetis]], pejuang yang paling menonjol.
** [[Odisseus|Odiseus]] – Raja [[Ithaka|Itaka]], panglima Yunani, pejuang yang paling cerdik.
** [[Nestor (mitologi)|Nestor]] – Raja [[Pilos]], penasihat andalan Agamemnon, pejuang yang paling bijaksana.
** [[Aias|Ayas Besar]] – Raja [[Pulau Salamis|Salamis]], anak [[Telamon]].
** [[Diomedes]] – Raja [[Argos kuno|Argos]], anak Tideus.
** [[Ayas Kecil]] – Panglima [[orang Loktis|laskar Lokris]], anak [[Oileus]].
** [[Idomeneus dari Kreta|Idomeneus]] – Panglima [[Kreta|laskar Kreta]].
** [[Patroklos]] – Rekan karib Akhiles.
** [[Neoptolemos]] – Panglima [[laskar Mirmidon]] sepeninggal Akhiles, tokoh yang menewaskan Raja Priamos.


Sebagai akibat dari fikrah semacam ini, tiap-tiap dewa atau dewi di dalam agama politeistis bangsa Yunani dikaitkan dengan salah satu aspek dari dunia manusia. Sebagai contoh, [[Poseidon]] adalah dewa laut, [[Afrodite]] adalah dewi kecantikan, [[Ares]] adalah dewa perang, dan seterusnya. Demikianlah kebudayaan Yunani terbentuk, manakala banyak orang Atena merasakan kehadiran dewa-dewi mereka melalui campur tangan ilahi di dalam peristiwa-peristiwa penting kehidupan mereka. Sering kali mereka dapati bahwa peristiwa-peristiwa tersebut tak terselami dan tak terjelaskan.<ref name=":2" />
==== Akhiles dan Patroklos====
{{Main|Akhiles dan Patroklos}}
Ada banyak perdebatan seputar hakikat hubungan Akhiles dan Patroklos, yakni perdebatan tentang dapat tidaknya hubungan tersebut disifatkan sebagai hubungan asmara sesama jenis. Beberapa sarjana Athena [[Hellenistik|zaman Helenistis]] maupun [[zaman Klasik]] menganggap kedekatan Akhiles dengan Patroklos adalah hubungan [[perjantanan]],<ref group="lower-roman">[[Aiskhilos]] menyifatkannya demikian di dalam Fragmen 134a.</ref> sementara sarjana-sarjana lain memahaminya sebagai keakraban platonis antarsesama pejuang.<ref>Hornblower, S. & A. Spawforth (1998). ''The Oxford Companion to Classical Civilization.'' hlmn. 3, 347, 352.</ref>[[File:Nikolay Ge 002.jpeg|thumb|upright=1.15|''Akhiles Meratapi Kematian Patroklos'' (1855), karya [[lukisan sejarah|pelukis sejarah]] asal Rusia, [[Nikolai Ge]] ([[Museum Seni Rupa Nasional Belarusia]], [[Minsk]])]]


=== Tokoh Troya ===
=== Di dalam ''Ilias'' ===
Di dalam [[Perang Troya]] sastrawi ''Ilias'', [[Dua Belas Dewa Olimpus|dewa-dewi Olimpos maupun dewa-dewi rendahan]] saling bertarung dan menceburi kancah peperangan manusia, sering kali dengan cara mencampuri urusan manusia guna melawan dewa-dewi lain. Berbeda dari penggambaran dewa-dewi di dalam ajaran agama bangsa Yunani, Homeros menyajikan penggambaran dewa-dewi yang sejalan dengan tujuan penceritaannya. Dewa-dewi di dalam fikrah tradisional orang Athena pada abad ke-4 tidak akan dijumpai di dalam karya-karya Homeros.<ref name=":2">{{Cite book|title=Honor Thy Gods: Popular Religion in Greek Tragedy|last=Mikalson|first=Jon|publisher=Chapel Hill: University of North Carolina Press|year=1991}}</ref> Sejarawan zaman klasik, [[Herodotos]], mengatakan bahwa Homeros dan [[Hesiodos]], rekan sezamannya, adalah pujangga-pujangga pertama yang mencantumkan nama dewa-dewi berikut penggambaran rupa dan sifatnya di dalam karya mereka.<ref>[http://ablemedia.com/ctcweb/netshots/homer.htm Homer's Iliad], Classical Technology Center.</ref><!--
* Kaum pria [[Troya]]
**[[Dardanos]] – Raja pertama Troya, kota Troya mula-mula ia beri nama Dardania.<ref>Homeros, ''Ilias'' (3:38, 7:89)</ref>
**[[Hektor]] – Pangeran Troya, anak Raja Priamos, pejuang yang paling menonjol.
** [[Aineias]] – Anak Ankhises dan Afrodite.
** [[Deifobos]] – Pangeran Troya, adik Hektor dan Paris.
** [[Paris (mitologi)|Paris]] – Pangeran Troya, anak Raja Priamos, kekasih sekaligus penculik Helene.
** [[Priamos]] – Raja Troya yang sudah lanjut usia.
** [[Polidamas (Ilias)|Polidamas]] – Panglima yang berpandangan jauh ke depan, nasihatnya berulang kali tidak digubris, foil (kebalikan dari watak) Hektor.
** [[Agenor, anak dari Antenor|Agenor]] – Anak Antenor, pejuang Troya yang mencoba melawan Akhiles (Buku 21).
** [[Sarpedon]] – Anak Dewa Zeuz, salah seorang panglima laskar Likia (sekutu Troya), sahabat Glaukos, tewas di tangan Patroklos.
** [[Glaukos]] – Anak Hipolokos, salah seorang panglima laskar Likia (sekutu Troya), sahabat Sarpedon.
** [[Euforbos]] – Pejuang Troya pertama yang berhasil melukai Patroklos.
** [[Dolon (mitologi)|Dolon]] – Pejuang yang dikirim untuk memata-matai pihak Akhaya (Buku 10).
** [[Antenor (mitologi)|Antenor]] – Penasihat Raja Priamos, tokoh yang mengusulkan agar Helene dipulangkan demi mengakhiri perang.
** [[Polidoros dari Troya|Polidoros]] – Anak Raja Priamos dan Putri [[Laotoe]].
** [[Pandaros]] – Pemanah ulung, anak Likaon.
* Kaum wanita Troya
**[[Hekabe]] – Permaisuri Raja Priamos, ibu Hektor, Kasandra, Paris, dan lain-lain.
** [[Helene]] – Anak Dewa Zeus, istri Menelaos, mula-mula dijodohkan dengan Paris kemudian dengan Deifobos, penculikannya memicu Perang Troya.
** [[Andromakhe|Andromake]] – Putri Troya, istri Hektor, ibu [[Astianaks]].
** [[Kassandra|Kasandra]] – Anak Raja Priamos.
** [[Briseis]] – Perempuan Troya tawanan Akhiles yang menjadi pemicu pertengkaran Akhiles dengan Agamemnon.


[[Mary Lefkowitz]] (2003)<ref name=":3" /> membahas relevansi tindakan dewata di dalam ''Ilias'', berusaha menjawab pertanyaan benar tidaknya campur tangan dewata merupakan is a discrete occurrence (for its own sake), or if such godly behaviors are mere human character metaphors. The intellectual interest of Classic-era authors, such as [[Thucydides]] and [[Plato]], was limited to their utility as "a way of talking about human life rather than a description or a truth", because, if the gods remain religious figures, rather than human metaphors, their "existence"—without the foundation of either dogma or a bible of faiths—then allowed Greek culture the intellectual breadth and freedom to conjure gods fitting any religious function they required as a people.<ref name=":3">Lefkowitz, Mary (2003). ''Greek Gods, Human Lives: What We Can Learn From Myths''. New Haven, Connecticut: [[Yale University Press]].</ref><ref>[[Oliver Taplin|Taplin, Oliver]] (2003). "Bring Back the Gods". ''[[The New York Times]]'' (14 December).</ref>
=== Dewa-dewi ===
Di dalam ''Ilias'', baik [[12 Dewa Olimpus|dewa-dewi tingkat tinggi]] maupun dewa-dewi rendahan bertempur satu sama lain dan mencampuri peperangan umat manusia, sering kali dengan cara menghasut manusia melawan dewa-dewi lain. Berbeda dari penggambaran mereka di dalam agama bangsa Yunani Kuno, penggambaran dewa-dewi ala Homeros selaras dengan tujuan penceritaannya. Dewa-dewi di dalam fikrah turun-temurun orang Athena pada abad ke-4 tidak berbicara kepada manusia dengan cara maupun kata-kata seperti yang dijabarkan Homeros.<ref name=":2">{{Cite book|title=Honor Thy Gods: Popular Religion in Greek Tragedy|url=https://archive.org/details/honorthygodspopu0000mika|last=Mikalson|first=Jon|publisher=Chapel Hill: University of North Carolina Press|year=1991}}</ref> Menurut [[Herodotos]], sejarawan Yunani pada zaman Klasik, Homeros dan [[Hesiodos]], rekan sezamannya, adalah pujangga-pujangga pertama yang memberi nama dan menggambarkan rupa serta watak dewa-dewi.<ref>[http://ablemedia.com/ctcweb/netshots/homer.htm Homer's Iliad], Classical Technology Center.</ref>


Psychologist [[Julian Jaynes]] (1976)<ref name=":4" /> uses the ''Iliad'' as a major piece of evidence for his theory of the [[Bicameral mentality|Bicameral Mind]], which posits that until about the time described in the ''Iliad'', humans had a far different mentality from present-day humans. He says that humans during that time were lacking what is today called consciousness. He suggests that humans heard and obeyed commands from what they identified as gods, until the change in human mentality that incorporated the motivating force into the conscious self. He points out that almost every action in the ''Iliad'' is directed, caused, or influenced by a god, and that earlier translations show an astonishing lack of words suggesting thought, planning, or introspection. Those that do appear, he argues, are misinterpretations made by translators imposing a modern mentality on the characters.<ref name=":4">Jaynes, Julian. (1976) ''The Origin of Consciousness in the Breakdown of the Bicameral Mind''. p. 221</ref>
Lewat pembahasan relevansi tindakan dewa-dewi di dalam ''Ilias'' yang diketengahkannya, [[Mary Lefkowitz]] (2003)<ref name=":3" /> berusaha menjawab pertanyaan apakah intervensi ilahi sesungguhnya adalah suatu kejadian diskrit (bukan untuk alasan lain), atau perilaku ilahi semacam itu hanyalah metafora watak manusia. Kertertarikan intelektual para pujangga zaman Klasik seperti [[Tukidides]] dan [[Platon]] terhadap ihwal intervensi dewa-dewi hanya terbatas pada pemanfaatannya sebagai "sarana untuk mewacanakan peri kehidupan manusia, bukan sebagai suatu keterangan maupun suatu kebenaran", karena jika dewa-dewi tetap dianggap sebagai sosok-sosok religius alih-alih metafora manusia, maka "eksistensi" mereka—yang tidak memiliki landasan dogma maupun ''semacam'' kitab suci—memungkinkan peradaban Yunani memiliki ruang dan kebebasan intelektual untuk mengkhayalkan dewa-dewi yang sesuai dengan fungsi religius apa pun yang mereka kehendaki sebagai suatu masyarakat.<ref name=":3">Lefkowitz, Mary (2003). ''Greek Gods, Human Lives: What We Can Learn From Myths''. New Haven, Conn: [[Yale University Press]].</ref><ref>Taplin, Oliver (2003). "Bring Back the Gods." ''The New York Times'' (14 Desember).</ref>


=== Campur tangan dewa-dewi ===
Agama bangsa Yunani Kuno tidak memiliki tokoh pendiri dan bukan ciptaan seorang guru yang mendapatkan ilham sebagaimana lazimnya agama-agama lain di dunia.<ref>{{Cite book|title=Modern Greek Folklore and Ancient Greek Religion:A Study in Survivals|last=Lawson|first=John|publisher=Cambridge University Press|year=2012|page=2}}</ref> Tiap-tiap pemeluknya bebas untuk mempercayai apa saja sekehendak hati mereka, karena agama Yunani lahir dari mufakat masyarakat. Kepercayaan-kepercayaan tersebut cocok dengan gagasan-gagasan tentang dewa-dewi di dalam agama Yunani yang bersifat politeistis. Adkins dan Pollard (2020/1998), mengungkapkan kesepahaman mereka dengan gagasan ini lewat pernyataan mereka bahwa "bangsa Yunani terdahulu mempersonifikasi tiap aspek dari dunia mereka, baik aspek alam maupun aspek budaya, serta pengalaman-pengalaman mereka di dalam dunia tersebut. Bumi, laut, gunung, sungai, adat (''[[themis|temis]]''), maupun jatah dan kemaslahatan yang didapatkan seseorang sebagai anggota masyarakat semuanya dipandang sebagai suatu pribadi sekaligus unsur alam."<ref>{{Cite encyclopedia|title=Greek religion|date=Mar 2, 2020|first1=A. W. H.|last1=Adkins|last2=Pollard|first2=John R. T.|encyclopedia=Encyclopædia Britannica|url=https://www.britannica.com/topic/Greek-religion|orig-year=1998}}</ref>
{{see also|Deception of Zeus}}
Some scholars believe that the gods may have intervened in the mortal world because of quarrels they may have had among each other. [[Homer]] interprets the world at this time by using the passion and emotion of the gods to be determining factors of what happens on the human level.<ref name=":0">{{Cite journal|last=Kullmann|first=Wolfgang|date=1985|title=Gods and Men in the Iliad and the Odyssey|journal=Harvard Studies in Classical Philology|volume=89|pages=1–23|doi=10.2307/311265|jstor=311265}}</ref> An example of one of these relationships in the ''Iliad'' occurs between [[Athena]], [[Hera]], and Aphrodite. In the final book of the poem Homer writes, "He offended Athena and Hera—both goddesses."<ref name=":1">{{Cite book|last=Homer|title=The Iliad|publisher=Penguin Books|year=1998|location=New York|page=589|translator-last=Fagles|translator-first=Robert|translator-last2=Knox|translator-first2=Bernard}}</ref> Athena and Hera are envious of Aphrodite because of a beauty pageant on Mount Olympus in which [[Paris (mythology)|Paris]] chose Aphrodite to be the most beautiful goddess over both Hera and Athena. Wolfgang Kullmann further goes on to say, "Hera's and Athena's disappointment over the victory of Aphrodite in the [[Judgement of Paris]] determines the whole conduct of both goddesses in ''The Iliad'' and is the cause of their hatred for Paris, the Judge, and his town Troy."<ref name=":0" />


Hera and Athena then continue to support the Achaean forces throughout the poem because Paris is part of the Trojans, while Aphrodite aids Paris and the Trojans. The emotions between the goddesses often translate to actions they take in the mortal world. For example, in Book 3 of the ''Iliad'', Paris challenges any of the Achaeans to a single combat and [[Menelaus]] steps forward. Menelaus was dominating the battle and was on the verge of killing Paris. "Now he'd have hauled him off and won undying glory but Aphrodite, Zeus's daughter, was quick to the mark, snapped the rawhide strap."<ref name=":1" /> Aphrodite intervened out of her own self-interest to save Paris from the wrath of Menelaus because Paris had helped her to win the beauty pageant. The partisanship of Aphrodite towards Paris induces constant intervention by all of the gods, especially to give motivational speeches to their respective protégés, while often appearing in the shape of a human being they are familiar with.<ref name=":0" /> This connection of emotions to actions is just one example out of many that occur throughout the poem.{{citation needed|date=February 2019}} -->
Pemikiran semacam inilah yang menyebabkan tiap dewa maupun dewi di dalam agama Yunani yang politeistis sifatnya itu dikaitkan dengan aspek tertentu dari dunia manusia. Sebagai contoh, [[Poseidon]] dipuja sebagai dewa laut, [[Afrodit|Afrodite]] dipuja sebagai dewi kecantikan, [[Ares]] dipuja sebagai dewa perang, dan demikian seterusnya untuk dewa-dewi selebihnya. Hal ini menunjukkan bagaimana budaya Yunani terbentuk, manakala banyak orang Athena merasakan kehadiran dewa-dewi pujaan mereka melalui intervensi ilahi pada peristiwa-peristiwa penting di dalam kehidupan mereka. Sering kali peristiwa-peristiwa tersebut mereka rasakan misterius dan tak terjelaskan.<ref name=":2" />

Psikolog [[Julian Jaynes]] (1976)<ref name=":4" /> menjadikan ''Ilias'' sebagai salah satu bukti utama teori [[Bikameralisme (psikologi)|Alam Pikiran Bikameral]] yang dikemukakannya. Menurut teori ini, sampai sekitar waktu yang disebutkan di dalam ''Ilias'', manusia memiliki mentalitas yang jauh berbeda dari mentalitas manusia sekarang ini. Julian Jaynes berpendapat bahwa manusia pada masa itu tidak memiliki apa yang sekarang ini kita sebut "kesadaran". Menurutnya, manusia mendengar dan mematuhi perintah-perintah dari sesuatu yang mereka kenali sebagai dewa-dewi, sampai kemudian hari terjadi perubahan di dalam mentalitas manusia yang mengejawantahkan daya karsa ke dalam diri yang berkesadaran. Ia menunjukkan bahwa hampir semua tindakan di dalam ''Ilias'' diarahkan, disebabkan, atau dipengaruhi salah satu ilah, dan bahwasanya terjemahan-terjemahan terdahulu memperlihatkan ketiadaan kata-kata yang menyiratkan pemikiran, perencanaan, maupun mawas diri. Menurutnya, kata-kata yang memang menyiratkan demikian adalah kekeliruan tafsir para penerjemah yang memaksakan mentalitas modern kepada tokoh-tokoh ''Ilias''.<ref name=":4">Jaynes, Julian. (1976) ''The Origin of Consciousness in the Breakdown of the Bicameral Mind''. hlm. 221</ref>

==== Campur tangan dewa-dewi ====
Beberapa sarjana yakin kalau dewa-dewi mencampuri urusan dunia fana karena ada perselisihan di antara mereka. [[Homeros]] menafsirkan dunia pada zamannya dengan menggunakan hasrat dan emosi dewa-dewi sebagai faktor-faktor penentu kejadian yang berlangsung di alam manusia.<ref name=":0">{{Cite journal|last=Kullmann|first=Wolfgang|date=1985|title=Gods and Men in the Iliad and the Odyssey|journal=Harvard Studies in Classical Philology|volume=89|pages=1–23|doi=10.2307/311265|jstor=311265}}</ref> Salah satu contohnya di dalam ''Ilias'' adalah perseteruan yang timbul di antara Dewi [[Athena|Atina]], Dewi [[Hera]], dan Dewi Afrodite. "Ia menggusarkan Atina dan Hera, kedua dewi itu," demikian tulis Homeros di dalam buku terakhir ''Ilias''.<ref name=":1">{{Cite book|last=Homer|title=The Iliad|publisher=Penguin Books|year=1998|location=New York|page=589|translator-last=Fagles|translator-first=Robert|translator-last2=Knox|translator-first2=Bernard}}</ref> Atina dan Hera dengki kepada Afrodite karena [[Paris (mitologi)|Paris]], pangeran Troya yang didapuk menjadi juri kontes kecantikan di Gunung Olimpus, memutuskan bahwa Afrodite adalah dewi yang paling cantik, lebih cantik daripada Atina maupun Hera. Wolfgang Kullmann menjelaskan lebih lanjut bahwa "kekecewaan Hera dan Atina lantaran penilaian Paris menentukan seluruh tindakan kedua dewi tersebut di dalam ''Ilias'', dan merupakan sebab dari kebencian mereka kepada Paris, sang juri, maupun Troya, kota asalnya."<ref name=":0" />

Hera dan Atina kemudian mendukung pihak Akhaya di sepanjang alur cerita karena Paris berada di pihak Troya, sebaliknya Afrodite dikisahkan menolong Paris dan pihak Troya. Emosi-emosi yang terungkap dari dewi-dewi ini kerap diwujudnyatakan menjadi tindakan-tindakan yang mereka perbuat di alam manusia. Sebagai contoh, di dalam buku ke-3 ''Ilias'', Paris dikisahkan menantang orang Akhaya untuk bertempur satu lawan satu, dan [[Menelaos]] pun maju menjawab tantangannya. Menelaos terbukti unggul di dalam perang tanding itu, bahkan sudah nyaris membunuh Paris. "Ia sudah menyudutkannya dan meraih kejayaan nan tak kunjung padam, tetapi Afrodite, putri Zeus itu, bergegas bertindak, menyambar sabuk kulit mentahnya."<ref name=":1" /> Afrodite mengintervensi atas kepentingan pribadi demi menyelamatkan Paris dari angkara Menelaos, karena Paris sudah membantunya memenangkan kontes kecantikan. Perlakuan istimewa Afrodite terhadap Paris tunak menuai intervensi semua dewa-dewi. Dewa-dewi mengintervensi peperangan lewat pidato-pidato penggugah semangat yang mereka sampaikan kepada orang-orang yang mereka lindungi, dan sering pula dengan cara hadir dalam wujud manusia yang mereka kenal.<ref name=":0" /> Keterkaitan emosi dengan tindakan sebagaimana dikemukakan di atas hanyalah satu dari sekian banyak contoh yang mengemuka di sepanjang alur cerita.{{citation needed|date=February 2019}}

{{div col|colwidth=49em}}
* Dewa-dewi utama:
** [[Zeus]] (netral)
** [[Hera]] (memihak Akhaya)
** [[Artemis]] (memihak Troya)
** [[Apollo|Apolon]] (memihak Troya)
** [[Hades]] (netral)
** [[Afrodit|Afrodite]] (memihak Troya)
** [[Ares]] (memihak Akhaya, kemudian memihak Troya)
** [[Athena|Atina]] (memihak Akhaya)
** [[Hermes]] (netral/memihak Akhaya)
** [[Poseidon]] (memihak Akhaya)
** [[Hefaistos]] (memihak Akhaya)
* Dewa-dewi rendahan:
** [[Eris (mitologi)|Eris]] (memihak Troya)
** [[Iris (mitologi)|Iris]] (netral)
** [[Thetis|Tetis]] (memihak Akhaya)
** [[Leto]] (memihak Troya)
** [[Proteus]] (memihak Akhaya)
** [[Skamandros]] (memihak Troya)
** [[Fobos (mitologi)|Fobos]] (memihak Troya)
** [[Deimos (mitologi)|Deimos]] (memihak Troya)
** [[Hipnos]] (memihak Akhaya)
{{div col end}}


== Tema-tema ==
== Tema-tema ==
Baris 172: Baris 146:
</blockquote>
</blockquote>


Dengan kalimat di atas, Patroklos mengungkit takdirnya untuk tewas di tangan Hektor sekaligus takdir Hektor untuk tewas di tangan Akhiles. Semua orang menerima akhir jalan hidupnya masing-masing, tetapi tidak seorang pun yang tahu pasti apakah dewa-dewi dapat mengubah takdir. Ketidakpastian ini mengemuka di dalam buku 16. Saat melihat Patroklos menewaskan [[Sarpedon]], putranya yang beribu manusia, Dewa Zeus bersabda:
Dengan kalimat di atas, Patroklos mengungkit takdirnya untuk tewas di tangan Hektor sekaligus takdir Hektor untuk tewas di tangan Akhiles. Semua orang menerima akhir jalan hidupnya masing-masing, tetapi tidak seorang pun yang tahu pasti apakah dewa-dewi dapat mengubah takdir. Ketidakpastian ini mengemuka di dalam parwa 16. Saat melihat Patroklos menewaskan [[Sarpedon]], putranya yang beribu manusia, Dewa Zeus bersabda:


<blockquote>
<blockquote>
Baris 188: Baris 162:
</blockquote>
</blockquote>


Sesudah menimbang-nimbang, Zeus, raja dewa-dewi, akhirnya mengizinkan kematian Sarpedon ketimbang mengubah takdirnya. Motif serupa kembali mengemuka ketika Zeus mempertimbangkan untuk membiarkan Hektor, tokoh yang ia kasihi dan hormati, tetap hidup. Kali ini, ia digugat Dewi Atina dengan perkataan berikut ini:
Sesudah menimbang-nimbang, Zeus, raja dewa-dewi, akhirnya mengizinkan kematian Sarpedon ketimbang mengubah takdirnya. Motif serupa kembali mengemuka ketika Zeus mempertimbangkan untuk membiarkan Hektor, tokoh yang ia kasihi dan hormati, tetap hidup. Kali ini, ia digugat Dewi Atena dengan perkataan berikut ini:


<blockquote>
<blockquote>
Baris 209: Baris 183:


=== Ketenaran ===
=== Ketenaran ===
Ketenaran ({{lang-el|κλέος}}, "kemuliaan" atau "ketenaran") adalah konsep mengenai keharuman nama yang diperoleh seseorang karena berprestasi di medan laga.<ref>{{cite web |url=http://athome.harvard.edu/programs/nagy/threads/concept_of_hero.html |title=The Concept of the Hero in Greek Civilization |publisher=Athome.harvard.edu |access-date=18 April 2010 |url-status=dead |archive-url=https://web.archive.org/web/20100421140227/http://athome.harvard.edu/programs/nagy/threads/concept_of_hero.html |archive-date= 21 April 2010 }}</ref> Meskipun demikian, Akhiles harus memilih salah satu di antara dua macam takdir yang disiapkan bagi dirinya, ''nostos'' (pulang dengan selamat) atau ''kleos''.<ref>{{cite web|url=http://www.uh.edu/~cldue/texts/introductiontohomer.html |title=Heroes and the Homeric Iliad |publisher=Uh.edu |access-date=18 April 2010}}</ref> Di dalam buku 9 (IX.410–16), Akhiles dengan ketus memberitahu perutusan Agamemnon (Odiseus, Foiniks, dan Ayas yang memohon kesudiannya untuk kembali ikut berperang) tentang dua pilihan takdir (''διχθαδίας κήρας'', ''diktadias kiras'', 9.411) yang dihadapkan kepadanya.<ref name=autogenerated1>Volk, Katharina. "[https://www.jstor.org/pss/1215546 ΚΛΕΟΣ ΑΦΘΙΤΟΝ Revisited]". ''Classical Philology'', Jld. 97, No. 1 (Jan., 2002), hlmn. 61–68.</ref> Larik-lariknya adalah sebagai berikut:
Ketenaran ({{lang-el|κλέος}}, "kemuliaan" atau "ketenaran") adalah konsep mengenai keharuman nama yang diperoleh seseorang karena berprestasi di medan laga.<ref>{{cite web |url=http://athome.harvard.edu/programs/nagy/threads/concept_of_hero.html |title=The Concept of the Hero in Greek Civilization |publisher=Athome.harvard.edu |access-date=18 April 2010 |url-status=dead |archive-url=https://web.archive.org/web/20100421140227/http://athome.harvard.edu/programs/nagy/threads/concept_of_hero.html |archive-date= 21 April 2010 }}</ref> Meskipun demikian, Akhiles harus memilih salah satu di antara dua macam takdir yang disiapkan bagi dirinya, ''nostos'' (pulang dengan selamat) atau ''kleos''.<ref>{{cite web|url=http://www.uh.edu/~cldue/texts/introductiontohomer.html |title=Heroes and the Homeric Iliad |publisher=Uh.edu |access-date=18 April 2010}}</ref> Di dalam parwa 9 (IX.410–16), Akhiles dengan ketus memberitahu perutusan Agamemnon (Odiseus, Foiniks, dan Ayas yang memohon kesudiannya untuk kembali ikut berperang) tentang dua pilihan takdir (''διχθαδίας κήρας'', ''diktadias kiras'', 9.411) yang dihadapkan kepadanya.<ref name=autogenerated1>Volk, Katharina. "[https://www.jstor.org/pss/1215546 ΚΛΕΟΣ ΑΦΘΙΤΟΝ Revisited]". ''Classical Philology'', Jld. 97, No. 1 (Jan., 2002), hlmn. 61–68.</ref> Larik-lariknya adalah sebagai berikut:


{{Verse translation|italicsoff=y|
{{Verse translation|italicsoff=y|
Baris 240: Baris 214:
[[Ujub]] atau keangkuhan adalah penggerak alur cerita Ilias. Orang Akhaya berkumpul di padang negeri Troya demi merebut kembali Helene dari orang Troya. Sekalipun mayoritas orang Troya dengan senang hati bersedia memulangkan Helene kepada pihak Akhaya, mereka menuruti keangkuhan pangeran mereka, Aleksandros, yang juga dikenal dengan nama Paris. Dengan kerangka berpikir semacam inilah Homeros menggubah wiracaritanya. Pada permulaan ''Ilias'', ujub Agamemnon melahirkan serentet peristiwa yang berbuntut pada tindakannya merampas Briseis, gadis yang sebelumnya ia berikan kepada Akhiles sebagai imbalan sumbangan tenaganya bagi perjuangan pihak Akhaya. Akibat tindakan tersebut, Akhiles enggan bertempur dan meminta ibunya, Tetis, untuk mendesak Dewa Zeus membuat pihak Akhaya terpojok di medan tempur sampai Agamemnon sadar akan kesalahannya terhadap Akhiles.<ref>Frobish, T.S. (2003). “An Origin of a Theory: A Comparison of Ethos in the Homeric Iliad with That Found in Aristotle’s Rhetoric.” ''Rhetoric'' 22(1):16-30.</ref>
[[Ujub]] atau keangkuhan adalah penggerak alur cerita Ilias. Orang Akhaya berkumpul di padang negeri Troya demi merebut kembali Helene dari orang Troya. Sekalipun mayoritas orang Troya dengan senang hati bersedia memulangkan Helene kepada pihak Akhaya, mereka menuruti keangkuhan pangeran mereka, Aleksandros, yang juga dikenal dengan nama Paris. Dengan kerangka berpikir semacam inilah Homeros menggubah wiracaritanya. Pada permulaan ''Ilias'', ujub Agamemnon melahirkan serentet peristiwa yang berbuntut pada tindakannya merampas Briseis, gadis yang sebelumnya ia berikan kepada Akhiles sebagai imbalan sumbangan tenaganya bagi perjuangan pihak Akhaya. Akibat tindakan tersebut, Akhiles enggan bertempur dan meminta ibunya, Tetis, untuk mendesak Dewa Zeus membuat pihak Akhaya terpojok di medan tempur sampai Agamemnon sadar akan kesalahannya terhadap Akhiles.<ref>Frobish, T.S. (2003). “An Origin of a Theory: A Comparison of Ethos in the Homeric Iliad with That Found in Aristotle’s Rhetoric.” ''Rhetoric'' 22(1):16-30.</ref>


Ujub Akhiles mendorongnya untuk meminta Tetis mendatangkan maut bagi kawan-kawan Akhayanya. Di dalam buku 9, ketika ditawari pampasan perang dan Briseis oleh kawan-kawannya agar mau kembali ikut bertempur, Akhiles malah menampik, dan tetap mempertahankan niatnya untuk membalas penghinaan Agamemnon karena dorongan ujub. Akhiles tetap mempertahankan keangkuhannya sampai saat-saat akhir, manakala kemarahannya terhadap diri sendiri lantaran kematian Patroklos mengalahkan keangkuhannya lantaran kesalahan Agamemnon sehingga ia kembali ke medan laga dan menewaskan Hektor. Akhiles sekali lagi mengalahkan ujubnya ketika ia meredam amarah dan menyerahkan mayat Hektor kepada Priam pada bagian akhir cerita. Jelas ujublah yang menggerakkan alur wiracarita ''Ilias'' dari awal sampai akhir.<ref group="lower-roman">Frobish (2003:24) mengemukakan di dalam karya tulisnya bahwa Perang Troya "bermula dengan ujub dan sikap kurang dewasa Akhiles, tetapi berakhir dengan kemahiran dan keperwiraannya di medan laga.”</ref><ref>Frobish, T.S. (2003). “An Origin of a Theory: A Comparison of Ethos in the Homeric Iliad with That Found in Aristotle’s Rhetoric.” ''Rhetoric'' 22(1):16-30.</ref>
Ujub Akhiles mendorongnya untuk meminta Tetis mendatangkan maut bagi kawan-kawan Akhayanya. Di dalam parwa 9, ketika ditawari pampasan perang dan Briseis oleh kawan-kawannya agar mau kembali ikut bertempur, Akhiles malah menampik, dan tetap mempertahankan niatnya untuk membalas penghinaan Agamemnon karena dorongan ujub. Akhiles tetap mempertahankan keangkuhannya sampai saat-saat akhir, manakala kemarahannya terhadap diri sendiri lantaran kematian Patroklos mengalahkan keangkuhannya lantaran kesalahan Agamemnon sehingga ia kembali ke medan laga dan menewaskan Hektor. Akhiles sekali lagi mengalahkan ujubnya ketika ia meredam amarah dan menyerahkan mayat Hektor kepada Priam pada bagian akhir cerita. Jelas ujublah yang menggerakkan alur wiracarita ''Ilias'' dari awal sampai akhir.<ref group="lower-roman">Frobish (2003:24) mengemukakan di dalam karya tulisnya bahwa Perang Troya "bermula dengan ujub dan sikap kurang dewasa Akhiles, tetapi berakhir dengan kemahiran dan keperwiraannya di medan laga.”</ref><ref>Frobish, T.S. (2003). “An Origin of a Theory: A Comparison of Ethos in the Homeric Iliad with That Found in Aristotle’s Rhetoric.” ''Rhetoric'' 22(1):16-30.</ref>


=== Kepahlawanan ===
=== Kepahlawanan ===
Baris 246: Baris 220:


=== Kehormatan ===
=== Kehormatan ===
''Kleos'' berkaitan erat dengan ''timē'' ({{lang|grc|τιμή}}, artinya "kehormatan, harkat"), yakni gagasan tentang kehormatan yang didapatkan seorang insan bermartabat lewat prestasi (budaya, politik, pertempuran) yang ia capai dengan kedudukannya semasa hidup. Di dalam buku 1, orang Akhaya mulai merasa jengah sejak Raja Agamemnon mencoreng kehormatannya dengan berbagai ulah yang tidak pantas diperbuat seorang raja. Pertama-tama Agamemnon mengancam Pendeta Krises (1.11), kemudian membuat orang Akhaya kesal ketika ia menghina Akhiles dengan menyita tawanannya, Briseis (1.171). Rasa sebal para pejuang Akhaya terhadap raja yang tidak bermartabat itu merusak semangat juang mereka.
''Kleos'' berkaitan erat dengan ''timē'' ({{lang|grc|τιμή}}, artinya "kehormatan, marwah"), yakni gagasan tentang kehormatan yang didapatkan seorang insan bermartabat lewat prestasi (budaya, politik, pertempuran) yang ia capai dengan kedudukannya semasa hidup. Di dalam parwa 1, orang Akhaya mulai merasa jengah sejak Raja Agamemnon mencoreng kehormatannya dengan berbagai ulah yang tidak pantas diperbuat seorang raja. Pertama-tama Agamemnon mengancam Pendeta Krises (1.11), kemudian membuat orang Akhaya kesal ketika ia menghina Akhiles dengan menyita tawanannya, Briseis (1.171). Rasa sebal para pejuang Akhaya terhadap raja yang tidak bermartabat itu merusak semangat juang mereka.


=== Ketakaburan ===
=== Ketakaburan ===
Baris 253: Baris 227:
Karena ''hibris'', Agamemnon menampik harta tebusan Kriseis dan melukai harga diri Akhiles dengan mengambil kembali Briseis sebagai ganti rugi. ''Hibris'' memaksa Paris berlaga satu lawan satu dengan Menelaos. Agamemnon menghasut orang Akhaya untuk bertempur dengan cara menggugat harga diri Odiseus, Diomedes, dan Nestor. Ia bertanya, mengapa mereka bersikap pengecut dan menunggu-nunggu bantuan pada saat mereka seharusnya tampil memimpin penyerbuan. Meskipun kejadian-kejadian di dalam ''Ilias'' berfokus pada amarah Akhiles dan kerusakan yang ditimbulkannya, ''hibris''-lah bahan bakar yang membuat kedua-duanya terus membara.<ref>Thompson, Diane P. “Achilles’ Wrath and the Plan of Zeus.”</ref>
Karena ''hibris'', Agamemnon menampik harta tebusan Kriseis dan melukai harga diri Akhiles dengan mengambil kembali Briseis sebagai ganti rugi. ''Hibris'' memaksa Paris berlaga satu lawan satu dengan Menelaos. Agamemnon menghasut orang Akhaya untuk bertempur dengan cara menggugat harga diri Odiseus, Diomedes, dan Nestor. Ia bertanya, mengapa mereka bersikap pengecut dan menunggu-nunggu bantuan pada saat mereka seharusnya tampil memimpin penyerbuan. Meskipun kejadian-kejadian di dalam ''Ilias'' berfokus pada amarah Akhiles dan kerusakan yang ditimbulkannya, ''hibris''-lah bahan bakar yang membuat kedua-duanya terus membara.<ref>Thompson, Diane P. “Achilles’ Wrath and the Plan of Zeus.”</ref>


=== Amarah ===
=== Murka ===
[[File:Wrath of Achilles2.jpg|thumb|upright=1.15|''Amarah Akhiles'' (1819), karya Michel Drolling]]
[[File:Wrath of Achilles2.jpg|thumb|upright=1.15|''Murka Akhiles'' (1819), karya Michel Drolling]]


Kata pembuka cerita, {{lang|grc|μῆνιν}} (''mēnin''; [[kasus akusatif|aku.]] {{lang|grc|μῆνις}}, ''mēnis'', artinya "amarah, kemarahan, kemurkaan"), menjadi tema utama ''Ilias'', yakni "Amarah Akhiles".<ref>Rouse, W.H.D. (1938). ''The Iliad.'' hlm. 11.</ref> Amarah pribadinya dan harga diri keprajuritannya yang terluka menggulirkan cerita, karena mengakibatkan terpojoknya pihak Akhaya di medan perang, tewasnya Patroklos dan Hektor, serta kejatuhan kota Troya. Di dalam buku 1, tema amarah Akhiles pertama kali mengemuka di dalam pertemuan yang diprakarsainya, yakni pertemuan antara raja-raja Yunani dan [[Kalkhas]] si tukang tenung. Syahdan Raja Agamemnon telah merendahkan martabat Krises, pendeta Dewa Apolon di Troya, dengan menggertak dan mementahkan usaha sang pendeta menebus putrinya, Kriseis, sekalipun ditawari "hadiah yang tak terbilang banyaknya."<ref>Homer, ''Iliad'' 1.13 (Lattimore 1951).</ref> Sang pendeta yang terhina pun menyeru Dewa Apolon untuk menolongnya, maka Dewa Apolon menurunkan wabah yang mendera pihak Akhaya sembilan hari lamanya. Di dalam pertemuan tersebut, Akhiles menuding Agamemnon sebagai "orang yang paling serakah di antara manusia."<ref>Homer, ''Iliad'' 1.122 (Lattimore 1951).</ref> Agamemnon membalas tudingannya dengan perkataan berikut ini:
Kata pembuka cerita, {{lang|grc|μῆνιν}} (''mēnin''; [[kasus akusatif|aku.]] {{lang|grc|μῆνις}}, ''mēnis'', artinya "amarah, murka"), menjadi tema utama ''Ilias'', yakni "Murka Akhiles".<ref>Rouse, W.H.D. (1938). ''The Iliad.'' hlm. 11.</ref> Amarah pribadi dan harga diri keprajuritannya yang terluka menggulirkan cerita, karena mengakibatkan terpojoknya pihak Akhaya di medan perang, tewasnya Patroklos dan Hektor, serta kejatuhan kota Troya. Di dalam parwa 1, tema ''Akhiles murka'' pertama kali mengemuka di dalam pertemuan yang diprakarsainya, yakni pertemuan antara raja-raja Yunani dan [[Kalkhas]] si tukang tenung. Syahdan Raja Agamemnon telah merendahkan martabat Krises, pendeta Dewa Apolon di Troya, dengan menggertak dan mementahkan usaha sang pendeta menebus putrinya, Kriseis, sekalipun ditawari "hadiah yang tak terbilang banyaknya."<ref>Homer, ''Iliad'' 1.13 (Lattimore 1951).</ref> Sang pendeta yang terhina pun menyeru Dewa Apolon untuk menolongnya, maka Dewa Apolon menurunkan wabah yang mendera pihak Akhaya sembilan hari lamanya. Di dalam pertemuan tersebut, Akhiles menuding Agamemnon sebagai "orang yang paling tamak di antara manusia."<ref>Homer, ''Iliad'' 1.122 (Lattimore 1951).</ref> Agamemnon membalas tudingannya dengan perkataan berikut ini:


<blockquote>
<blockquote>
Baris 268: Baris 242:
</blockquote>
</blockquote>


Sesudah mendengar ucapan Agamemnon, hanya Dewi Atina yang sanggup mengekang amarah Akhiles. Akhiles berikrar tidak akan lagi mematuhi perintah Agamemnon. Dengan amarah membara, Akhiles menyeru ibunya, Tetis. Ibu Akhiles membujuk Dewa Zeus untuk membuat pihak Troya unggul di medan perang sampai Akhiles mendapatkan kembali hak-haknya. Sementara itu, angkatan perang Troya di bawah pimpinan Hektor berhasil memukul mundur pihak Akhaya sampai ke pantai (buku 12). Agamemnon belakangan mengakui kekalahannya dan pulang ke Yunani (buku 14). Amarah Akhiles sekali lagi mengubah peruntungan kedua belah pihak di medan perang ketika ia berusaha membalas dendam kematian Ptroklos di tangan Hektor. Rasa duka yang dalam membuat Akhiles menjambak rambutnya dan mengotori mukanya sendiri. Setelah Tetis datang untuk menghibur putranya itu, Akhiles berkata kepadanya:
Sesudah mendengar ucapan Agamemnon, hanya Dewi Atena yang sanggup mengekang amarah Akhiles. Akhiles berikrar tidak akan lagi mematuhi perintah Agamemnon. Dengan amarah membara, Akhiles menyeru ibunya, Tetis. Ibu Akhiles membujuk Dewa Zeus untuk membuat pihak Troya unggul di medan perang sampai Akhiles mendapatkan kembali hak-haknya. Sementara itu, angkatan perang Troya di bawah pimpinan Hektor berhasil memukul mundur pihak Akhaya sampai ke pantai (parwa 12). Agamemnon belakangan mengakui kekalahannya dan pulang ke Yunani (parwa 14). Amarah Akhiles sekali lagi mengubah peruntungan kedua belah pihak di medan perang ketika ia berusaha membalas dendam kematian Ptroklos di tangan Hektor. Rasa duka yang dalam membuat Akhiles menjambak rambutnya dan mengotori mukanya sendiri. Setelah Tetis datang untuk menghibur putranya itu, Akhiles berkata kepadanya:


<blockquote>
<blockquote>
Baris 284: Baris 258:


=== Pengagungan perang ===
=== Pengagungan perang ===
Sebagian besar isi Ilias mengulik perkara berhadapan dengan maut. Demi meraih ketenaran, para pejuang haruslah piawai membunuh. Meskipun demikian, adakalanya sang pujangga menyajikan segi-segi damai dari peperangan. Contoh pertamanya termaktub di dalam buku ke-3, yakni tatkala Menelaus dan Paris bersepakat untuk bertarung satu lawan satu demi mengakhiri perang itu. Percakapan Menelaus dengan Paris ini memperlihatkan adanya hasrat yang sangat besar akan kedamaian di dalam sanubari kedua belah pihak. Masih di dalam buku ke-3, urusan kedamaian sekali lagi mengemuka ketika para sesepuh mengutarakan kepada Priam bahwa sekalipun Helene itu cantik jelita, tetap saja perang adalah pengorbanan yang terlalu besar untuk dilakukan hanya demi mempertahankan satu orang. Bagian-bagian semacam ini menunjukkan sisi kemanusiaan dari peperangan. Di dalam buku ke-6, kisah tentang kembalinya Hektor ke dalam kota demi menjenguk anak-istri merupakan bagian lain yang sangat menonjolkan kedamaian, karena dengan jelas diperlihatkan bahwa Hektor ternyata lebih dari sekadar seorang pejuang besar. Ia adalah seorang ayah yang menyayangi anaknya dan seorang suami yang mencintai istrinya. Kasih sayang yang mereka tunjukkan satu sama lain jauh bertolak belakang dengan adegan-adegan pertempuran yang mengerikan, sehingga menampakkan betapa besarnya arti kedamaian. Kisah-kisah damai yang terakhir dapat dijumpai di dalam buku ke-23 dan ke-24. Yang pertama adalah kisah tentang lomba-lomba ketangkasan yang digelar untuk memeriahkan upacara pemakaman Patroklus. Lomba-lomba ketangkasan itu mengungkap perasaan bahagia, dukacita, maupun kegembiraan yang dapat saja muncul di tengah peperangan. Di dalam buku ke-24, damai sekali lagi ditonjolkan ketika Akhiles dan Priam bersama-sama duduk bersantap sembari meratapi kepergian orang terkasih. Di dalam kisah perjumpaan ini, Akhiles dan Priam saling mengungkapkan rasa turut berbelasungkawa lalu menyepakati gencatan senjata selama 12 hari sehingga upacara pemakaman jenazah Hektor dapat dilangsungkan dengan khidmat.<ref>{{cite journal |first1=C. H. |last1=Moore |title=Prophecy in the Ancient Epic |journal=Harvard Studies in Classical Philology |date=1921 |volume=32 |pages=99–175 |doi=10.2307/310716|jstor=310716 }}</ref>
Sebagian besar isi Ilias mengulik perkara berhadapan dengan maut. Demi meraih ketenaran, para pejuang haruslah piawai membunuh. Meskipun demikian, adakalanya sang pujangga menyajikan segi-segi damai dari peperangan. Contoh pertamanya termaktub di dalam parwa ke-3, yakni tatkala Menelaus dan Paris bersepakat untuk bertarung satu lawan satu demi mengakhiri perang itu. Percakapan Menelaus dengan Paris ini memperlihatkan adanya hasrat yang sangat besar akan kedamaian di dalam sanubari kedua belah pihak. Masih di dalam parwa ke-3, urusan kedamaian sekali lagi mengemuka ketika para sesepuh mengutarakan kepada Priam bahwa sekalipun Helene itu cantik jelita, tetap saja perang adalah pengorbanan yang terlalu besar untuk dilakukan hanya demi mempertahankan satu orang. Bagian-bagian semacam ini menunjukkan sisi kemanusiaan dari peperangan. Di dalam parwa ke-6, kisah tentang kembalinya Hektor ke dalam kota demi menjenguk anak-istri merupakan bagian lain yang sangat menonjolkan kedamaian, karena dengan jelas diperlihatkan bahwa Hektor ternyata lebih dari sekadar seorang pejuang besar. Ia adalah seorang ayah yang menyayangi anaknya dan seorang suami yang mencintai istrinya. Kasih sayang yang mereka tunjukkan satu sama lain jauh bertolak belakang dengan adegan-adegan pertempuran yang mengerikan, sehingga menampakkan betapa besarnya arti kedamaian. Kisah-kisah damai yang terakhir dapat dijumpai di dalam parwa ke-23 dan ke-24. Yang pertama adalah kisah tentang lomba-lomba ketangkasan yang digelar untuk memeriahkan upacara pemakaman Patroklus. Lomba-lomba ketangkasan itu mengungkap perasaan bahagia, dukacita, maupun kegembiraan yang dapat saja muncul di tengah peperangan. Di dalam parwa ke-24, damai sekali lagi ditonjolkan ketika Akhiles dan Priam bersama-sama duduk bersantap sembari meratapi kepergian orang terkasih. Di dalam kisah perjumpaan ini, Akhiles dan Priam saling mengungkapkan rasa turut berbelasungkawa lalu menyepakati gencatan senjata selama 12 hari sehingga upacara pemakaman jenazah Hektor dapat dilangsungkan dengan khidmat.<ref>{{cite journal |first1=C. H. |last1=Moore |title=Prophecy in the Ancient Epic |journal=Harvard Studies in Classical Philology |date=1921 |volume=32 |pages=99–175 |doi=10.2307/310716|jstor=310716 }}</ref>


== Pertanggalan dan sejarah tekstual ==
== Pertanggalan dan sejarah tekstual ==
Baris 301: Baris 275:
''[[Editio princeps]]'' atau edisi cetak perdana ''Ilias'', disunting [[Demetrios Khalkokondiles]] dan diterbitkan Bernardus Nerlius bersama Demetrios Damilas di [[Firenze]] pada tahun 1488/1489.<ref>{{cite web | title = Homerus, ''[Τὰ σωζόμενα]'' | website = Onassis Library | url = http://onassislibrary.gr/en/collection/items/39018_en/ | access-date = 03 September 2017}}</ref>
''[[Editio princeps]]'' atau edisi cetak perdana ''Ilias'', disunting [[Demetrios Khalkokondiles]] dan diterbitkan Bernardus Nerlius bersama Demetrios Damilas di [[Firenze]] pada tahun 1488/1489.<ref>{{cite web | title = Homerus, ''[Τὰ σωζόμενα]'' | website = Onassis Library | url = http://onassislibrary.gr/en/collection/items/39018_en/ | access-date = 03 September 2017}}</ref>


=== Sebagai tradisi tutur ===
=== Sebagai tradisi lisan ===
Pada Abad Kuno, [[bangsa Yunani]] menjadikan ''Ilias'' dan ''Odiseia'' sebagai dasar-dasar [[pedagogi]]. Sastra merupakan unsur utama dari fungsi budaya-didik [[rhapsode|''rapsoidos'']] keliling (sahibul hikayat), yang menghasilkan wiracarita-wiracarita ''konsisten'' dari ingatan dan improvisasi, serta menyebarluaskannya lewat nyanyian dan tembang di persinggahan-persinggahan sepanjang pengembaraan maupun di ajang pesta krida [[Kejuaraan Panatinaya|Panatinaya]], yakni kejuaraan atletik, pentas musik, pergelaran seni bersyair, dan upacara persembahan korban yang diselenggarakan untuk memperingati hari jadi [[Athena (mitologi)|Dewi Atina]].<ref>''[[Columbia Encyclopedia|The Columbia Encyclopedia]]'' (edisi ke-5) (1994). hlm. 173.</ref>
Pada Abad Kuno, [[bangsa Yunani]] menjadikan ''Ilias'' dan ''Odiseia'' sebagai dasar-dasar [[pedagogi]]. Sastra merupakan unsur utama dari fungsi budaya-didik [[rhapsode|''rapsoidos'']] keliling (sahibul hikayat), yang menghasilkan wiracarita-wiracarita ''konsisten'' dari ingatan dan improvisasi, serta menyebarluaskannya lewat nyanyian dan tembang di persinggahan-persinggahan sepanjang pengembaraan maupun di ajang pesta krida [[Kejuaraan Panatenaya|Panatenaya]], yakni kejuaraan atletik, pentas musik, pergelaran seni bersyair, dan upacara persembahan korban yang diselenggarakan untuk memperingati hari jadi [[Athena (mitologi)|Dewi Atena]].<ref>''[[Columbia Encyclopedia|The Columbia Encyclopedia]]'' (edisi ke-5) (1994). hlm. 173.</ref>


Mula-mula para klasikawan menganggap ''Ilias'' maupun ''Odiseia'' sebagai syair-syair tertulis dan Homeros sebagai seorang penulis. Pada era 1920-an, [[Milman Parry]] (1902–1935) memprakarsai suatu gerakan yang membantah anggapan tersebut.<!-- His investigation of the oral Homeric style—"stock epithets" and "reiteration" (kata, frasa, bait)—established that these ''formulae'' were artifacts of [[tradisi tutur]] easily applied to a [[hexameter|hexametric]] line. A two-word stock epithet (e.g. "resourceful Odysseus") reiteration may complement a character name by filling a half-line, thus, freeing the poet to compose a half-line of "original" formulaic text to complete his meaning.<ref>Porter, John. ''The Iliad as Oral Formulaic Poetry'' (8 May 2006) University of Saskatchewan. Retrieved 26 November 2007.</ref> In [[Yugoslavia]], Parry and his assistant, [[Albert Lord]] (1912–1991), studied the oral-formulaic composition of [[Serbian language|Serbian]] oral poetry, yielding the [[Parry/Lord thesis]] that established [[oral tradition]] studies, later developed by [[Eric Havelock]], [[Marshall McLuhan]], [[Walter Ong]], and [[Gregory Nagy]].
Mula-mula para klasikawan menganggap ''Ilias'' maupun ''Odiseia'' sebagai syair-syair tertulis dan Homeros sebagai seorang penulis. Pada era 1920-an, [[Milman Parry]] (1902–1935) memprakarsai gerakan yang membantah anggapan tersebut. Penelitian gaya lisan Homeros—"julukan penyifatan" dan "pengulangan" (kata, frasa, bait)—yang dilakukannya menunjukkan bahwa ''formula'' semacam ini merupakan unsur-unsur peninggalan [[tradisi lisan]] yang tidak sukar dituangkan ke dalam sebaris larik [[heksameter|heksametris]]. Pengulangan julukan yang terdiri atas dua kata (misalnya "Odiseus [nan] cerdik") diserangkaikan dengan nama tokoh sehingga mencukupi separuh dari jumlah suku kata yang dibutuhkan untuk menganggit satu larik, dengan demikian untuk separuh sisanya sang pujangga dapat leluasa merangkai kata-kata "ciptaan sendiri" sehingga menyempurnakan makna larik tersebut.<ref>Porter, John. ''The Iliad as Oral Formulaic Poetry'' (8 Mei 2006) University of Saskatchewan. Temu balik tanggal 26 November 2007.</ref> Di [[Yugoslavia]], Parry dan asistennya, [[Albert Lord]] (1912–1991), mempelajari komposisi formula-lisan dari puisi lisan [[bahasa Serbia|Serbia]] sehingga menghasilkan [[tesis Parry/Lord]] yang memunculkan bidang kajian [[oral tradition]] studies, yang kemudian hari dikembangkan oleh [[Eric Havelock]], [[Marshall McLuhan]], [[Walter Ong]], dan [[Gregory Nagy]].


Dalam ''[[The Singer of Tales]]'' (1960), Lord presents likenesses between the tragedies of the Achaean [[Patroklos]], in the ''Iliad'', and of the [[Sumer]]ian [[Enkidu]], in the ''[[Epic of Gilgamesh]]'', and claims to refute, with "careful analysis of the repetition of thematic patterns", that the Patroklos storyline upsets Homer's established compositional formulae of "wrath, bride-stealing, and rescue"; thus, stock-phrase ''reiteration'' does not restrict his originality in fitting story to rhyme.<ref>Lord, Albert (1960). ''The Singer of Tales''. Cambridge: Harvard University Press. p. 190, 195.</ref> Likewise, James Armstrong (1958)<ref name=":5" /> reports that the poem's ''formulae'' yield richer meaning because the "arming motif" ''diction''—describing Achilles, Agamemnon, Paris, and Patroklos—serves to "heighten the importance of…an impressive moment," thus, "[reiteration] creates an atmosphere of smoothness," wherein, Homer distinguishes Patroklos from Achilles, and foreshadows the former's death with positive and negative turns of phrase.<ref>''Iliad'', Book XVI, 130–54</ref><ref name=":5">Armstrong, James I. (1958). "The Arming Motif in the Iliad." ''[[American Journal of Philology]]'' 79(4):337–54.</ref>
Di dalam buku ''[[The Singer of Tales]]'' (terbit tahun 1960), Albert Lord memaparkan berbagai kemiripan kemalangan-kemalangan yang menimpa [[Patroklos]], tokoh Akhaya di dalam ''Ilias'', dengan kemalangan-kemalangan yang menimpa [[Enkidu]], tokoh [[Sumer]]ia di dalam ''[[wiracarita Gilgamesh|wiracarita Gilgames]]'', dan berdasarkan "analisis yang cermat atas pengulangan pola-pola tematis" dengan tegas membantah pendapat yang mengatakan bahwa alur pengisahan Patroklos mengacaukan formula komposisi Homeros yang sudah baku, yakni formula "murka, melarikan mempelai perempuan, dan usaha penyelamatan"; oleh karena itu ''pengulangan'' julukan penyifatan tidak membatasi orisinalitasnya dalam menyusun cerita sedemikian rupa sehingga berima.<ref>Lord, Albert (1960). ''The Singer of Tales''. Cambridge: Harvard University Press. hlm. 190, 195.</ref> Sejalan dengan Albert Lord, James Armstrong memaparkan di dalam karya tulisnya (terbit tahun 1958)<ref name=":5" /> bahwa ''formulae'' syair tersebut melahirkan makna yang lebih kaya karena ''diksi'' "motif si malang"—menggambarkan Akhiles, Agamemnon, Paris, dan Patroklos—berguna untuk "menonjolkan betapa pentingnya …suatu momen yang mengesankan," oleh karena itu, "[pengulangan] menciptakan atmosfer lancar-mengalir," dan di dalam atmosfer semacam inilah Homeros membedakan Patroklos dari Akhiles, dan meramalkan kematian Patroklos dengan frasa yang bernada positif maupun yang bernada negatif.<ref>''Iliad'', Book XVI, 130–54</ref><ref name=":5">Armstrong, James I. (1958). "The Arming Motif in the Iliad." ''[[American Journal of Philology]]'' 79(4):337–54.</ref>


Di dalam ''Ilias'', ketidakkonsistenan sintaktis mungkin saja adalah suatu tradisi lisan. Sebagai contoh, Dewi Afroditi adalah "pecinta-tawa", kendati terluka parah diserang Diomedes (Buku V, 375); and the divine representations may mix [[Mycenaean Greece|Mycenaean]] and [[Greek Dark Age]] (c. 1150–800 BC) mythologies, parallelling the hereditary ''basileis'' nobles (lower social rank rulers) with minor deities, such as [[Scamander]], et al.<ref>Toohey, Peter (1992). ''Reading Epic: An Introduction to the Ancient Narrative''. New Fetter Lane, London: Routledge.</ref>
Di dalam ''Ilias'', ketidakkonsistenan sintaktis mungkin saja adalah suatu tradisi lisan. Sebagai contoh, Dewi Afrodite disifatkan sebagai "pecinta-tawa", kendati terluka parah diserang Diomedes (Parwa V, 375); dan tokoh-tokoh dewata yang dihadirkan dapat saja merupakan hasil pencampuradukkan mitologi [[Peradaban Mikenai|Mikene]] dengan mitologi [[Zaman Kegelapan Yunani|Abad Kegelapan Yunani]] (sekitar tahun 1150–800 Pramasehi), dengan menyejajarkan para menak ''basileis'' yang berkuasa turun-temurun (para pemimpin yang lebih rendah kelas sosialnya) dengan dewa-dewi rendahan, misalnya tokoh [[Skamandros]], dan lain-lain.<ref>Toohey, Peter (1992). ''Reading Epic: An Introduction to the Ancient Narrative''. New Fetter Lane, London: Routledge.</ref>


=== Today ===
=== Dewasa ini ===
In modern [[Greece]] children are educated by ''Iliad'' and ''Odyssey'' at school, as specific mandatory lessons. Through these, they learn [[Greek mythology|mythology]], [[History of Greece|history]], ancient customs and ethics of their homeland and they analyze the poetry of Homer.{{Citation needed|date=December 2020}}
Anak-anak di negara [[Yunani]] sekarang ini diajari ''Ilias'' dan ''Odiseya'' di sekolah sebagai mata pelajaran wajib. Dengan cara ini mereka dapat mengetahui [[mitologi Yunani|mitologi]], [[Sejarah Yunani|sejarah]], adat-istiadat dan tata susila purba tanah air mereka, sekaligus menelaah puisi Homeros.{{Citation needed|date=December 2020}}


== Penggambaran peperangan ==
==Depiction of warfare==
=== Penggambaran laga prajurit pejalan kaki ===
===Depiction of infantry combat===
Despite Mycenae and Troya being maritime powers, the ''Iliad'' features no sea battles.<ref>{{Iliad|en|3|45|shortref}}–50</ref> So, the Trojan shipwright (of the ship that transported Helen to Troy), [[Phereclus]], fights afoot, as an infantryman.<ref>{{Iliad|5|59|shortref}}–65</ref> The battle dress and armour of hero and soldier are well-described. They enter battle in [[chariot]]s, launching javelins into the enemy formations, then dismount—for hand-to-hand combat with yet more javelin throwing, rock throwing, and if necessary hand to hand sword and a shoulder-borne ''hoplon'' (shield) fighting.<ref>[[John Keegan|Keegan, John]] (1993). ''[[A History of Warfare]].'' p. 248.</ref> [[Ajax the Great]]er, son of Telamon, sports a large, rectangular shield ({{Lang|grc|σάκος|translit=sakos|label=none}}) with which he protects himself and Teucer, his brother:<blockquote>Ninth came Teucer, stretching his curved bow.<br />
Meskipun Mikene maupun Troya adalah negara maritim, ''Ilias'' tidak menyajikan kisah pertempuran laut.<ref>{{Iliad|en|3|45|shortref}}–50</ref><!-- So, the Trojan shipwright (of the ship that transported Helen to Troy), [[Phereclus]], fights afoot, as an infantryman.<ref>{{Iliad|5|59|shortref}}–65</ref> The battle dress and armour of hero and soldier are well-described. They enter battle in [[chariot]]s, launching javelins into the enemy formations, then dismount—for hand-to-hand combat with yet more javelin throwing, rock throwing, and if necessary hand to hand sword and a shoulder-borne ''hoplon'' (shield) fighting.<ref>[[John Keegan|Keegan, John]] (1993). ''[[A History of Warfare]].'' p. 248.</ref> [[Ajax the Great]]er, son of Telamon, sports a large, rectangular shield ({{Lang|grc|σάκος|translit=sakos|label=none}}) with which he protects himself and Teucer, his brother:<blockquote>Ninth came Teucer, stretching his curved bow.<br />
He stood beneath the shield of Ajax, son of Telamon.<br />
He stood beneath the shield of Ajax, son of Telamon.<br />
As Ajax cautiously pulled his shield aside,<br />
As Ajax cautiously pulled his shield aside,<br />
Baris 338: Baris 312:
their chests full of that style and spirit.<ref>Homer, ''Iliad'' 4.301–09 (translated by Ian Johnston).</ref></blockquote>Although Homer's depictions are graphic, it can be seen in the very end that victory in war is a far more somber occasion, where all that is lost becomes apparent. On the other hand, the funeral games are lively, for the dead man's life is celebrated. This overall depiction of war runs contrary to many other{{Citation needed|date=June 2010}} ancient Greek depictions, where war is an aspiration for greater glory.
their chests full of that style and spirit.<ref>Homer, ''Iliad'' 4.301–09 (translated by Ian Johnston).</ref></blockquote>Although Homer's depictions are graphic, it can be seen in the very end that victory in war is a far more somber occasion, where all that is lost becomes apparent. On the other hand, the funeral games are lively, for the dead man's life is celebrated. This overall depiction of war runs contrary to many other{{Citation needed|date=June 2010}} ancient Greek depictions, where war is an aspiration for greater glory.


=== Rekonstruksi perisai, senjata, dan gaya tempur ===
===Modern reconstructions of armor, weapons and styles===
Few modern (archeologically, historically and Homerically accurate) reconstructions of arms, armor and motifs as described by Homer exist. Some historical reconstructions have been done by Salimbeti et al.<ref>http://www.salimbeti.com/micenei/armour5.htm</ref>-->
Few modern (archeologically, historically and Homerically accurate) reconstructions of arms, armor and motifs as described by Homer exist. Some historical reconstructions have been done by Salimbeti et al.<ref>http://www.salimbeti.com/micenei/armour5.htm</ref>-->


=== Pengaruh terhadap cara-cara berperang Yunani klasik ===
=== Dampak terhadap cara-cara berperang Yunani klasik ===
Meskipun belum tentu merupakan karya sastra yang diluhurkan bangsa Yunani Kuno, hampir dapat dipastikan bahwa syair-syair Homeros (khususnya ''Ilias'') dipandang sebagai tuntunan yang penting bagi pemahaman intelektual semua anak bangsa Yunani yang berpendidikan. Terbukti dari kenyataan bahwa menjelang akhir abad ke-5 Pramasehi, "kemampuan menyitir ayat-ayat ''Ilias'' dan ''Odiseus'' di luar kepala merupakan salah satu ciri orang terpandang."<ref name=":6">Lendon, J.E. (2005). ''Soldiers and Ghosts: A History of Battle in Classical Antiquity''. New Haven, CT: Yale University Press.</ref>{{Rp|36}} Selain itu, boleh dikata peperangan yang digambarkan di dalam ''Ilias'', maupun cara penggambarannya, meninggalkan dampak yang mendalam dan terlacak pada cara-cara berperang bangsa Yunani pada umumnya. Pada khususnya, dampak-dampak dari sastra wiracarita dapat dibedakan menjadi tiga kategori: [[taktik militer|taktik]], [[ideologi]], dan [[pola pikir]] para panglima. Supaya dapat memahami dampak-dampak tersebut, orang perlu mencermati beberapa contoh dari tiap-tiap kategori.
Meskipun belum tentu merupakan karya sastra yang diluhurkan bangsa Yunani Kuno, hampir dapat dipastikan bahwa syair-syair Homeros (khususnya ''Ilias'') dipandang sebagai tuntunan yang penting bagi pemahaman intelektual semua anak bangsa Yunani yang berpendidikan. Terbukti dari kenyataan bahwa menjelang akhir abad ke-5 Pramasehi, "kemampuan menyitir ayat-ayat ''Ilias'' dan ''Odiseus'' di luar kepala merupakan salah satu ciri orang terpandang."<ref name=":6">Lendon, J.E. (2005). ''Soldiers and Ghosts: A History of Battle in Classical Antiquity''. New Haven, CT: Yale University Press.</ref>{{Rp|36}} Selain itu, boleh dikata peperangan yang digambarkan di dalam ''Ilias'', maupun cara penggambarannya, meninggalkan dampak yang mendalam dan terlacak pada cara-cara berperang bangsa Yunani pada umumnya. Pada khususnya, dampak-dampak dari sastra wiracarita dapat dibedakan menjadi tiga kategori: [[taktik militer|taktik]], [[ideologi]], dan [[pola pikir]] para panglima. Supaya dapat memahami dampak-dampak tersebut, orang perlu mencermati beberapa contoh dari tiap-tiap kategori.


Sebagian besar pertarungan yang diuraikan secara terperinci di dalam ''Ilias'' adalah pertarungan tertata satu-lawan-satu yang dilakukan oleh tokoh-tokoh pahlawan. Malah, seperti di dalam ''Odiseus'', ada rangkaian ritual khusus yang harus dilakukan di dalam tiap-tiap pertarungan tersebut. Sebagai contoh, jika seorang pahlawan besar berhadap-hadapan dengan seorang pahlawan kroco, maka pahlawan kroco diperkanalkan terlebih dahulu, dilanjutkan dengan saling melontarkan ancaman, dan diakhiri dengan ditewaskannya pahlawan kroco. Sering kali pemenang melucuti baju zirah dan perlengkapan ketentaraan dari jenazah lawan.<ref name=":6" />{{Rp|22–3}} Berikut ini adalah salah satu contoh uraian ritual tersebut dan pertarungan satu-lawan-satu di ''Ilias'':<blockquote>
Sebagian besar pertarungan yang diuraikan secara terperinci di dalam ''Ilias'' adalah pertarungan tertata satu-lawan-satu yang dilakukan oleh tokoh-tokoh pahlawan. Malah, seperti di dalam ''Odiseus'', ada rangkaian ritual khusus yang harus dilakukan di dalam tiap-tiap pertarungan tersebut. Sebagai contoh, jika seorang pahlawan besar berhadap-hadapan dengan seorang pahlawan kroco, maka pahlawan kroco diperkanalkan terlebih dahulu, dilanjutkan dengan saling melontarkan ancaman, dan diakhiri dengan ditewaskannya pahlawan kroco. Sering kali pemenang melucuti baju zirah dan perlengkapan ketentaraan dari jenazah lawan.<ref name=":6" />{{Rp|22–3}} Berikut ini adalah salah satu contoh uraian ritual tersebut dan pertarungan satu-lawan-satu di ''Ilias'':<blockquote>
Di sana Ayas anak Telamon memukul jatuh putra Antemion,<br />
Di sana Ayas anak Telamon memukul jatuh putra Antemion,<br />
Simoeisios muda rupawan, pewaris rupa ayu ibunda<br />
Simoeisios muda rupawan, warisi rupa ayu ibunda<br />
terlahir dari kandungan Ida di tepian sungai Simoeis<br />
terlahir dari kandungan Ida di tepian sungai Simoeis<br />
tatkala ikut bapa dan biyung menggembalakan kawanan domba.
tatkala ikut bapa dan biyung menggembalakan kawanan domba.
Baris 356: Baris 330:
</blockquote><!--
</blockquote><!--


The biggest issue in reconciling the connection between the epic fighting of the ''Iliad'' and later Greek warfare is the phalanx, or hoplite, warfare seen in Greek history well after Homer's ''Iliad''. While there are discussions of soldiers arrayed in semblances of the phalanx throughout the ''Iliad'', the focus of the poem on the heroic fighting, as mentioned above, would seem to contradict the tactics of the phalanx. However, the phalanx did have its heroic aspects. The masculine one-on-one fighting of epic is manifested in phalanx fighting on the emphasis of holding one's position in formation. This replaces the singular heroic competition found in the ''Iliad''.<ref name=":6" />{{Rp|51}}
The biggest issue in reconciling the connection between the epic fighting of the ''Ilias'' dan tata cara berperang bangsa Yunani kemudian hari adalah the phalanx, or hoplite, warfare seen in Greek history well after Homer's ''Iliad''. While there are discussions of soldiers arrayed in semblances of the phalanx throughout the ''Iliad'', the focus of the poem on the heroic fighting, as mentioned above, would seem to contradict the tactics of the phalanx. However, the phalanx did have its heroic aspects. The masculine one-on-one fighting of epic is manifested in phalanx fighting on the emphasis of holding one's position in formation. This replaces the singular heroic competition found in the ''Iliad''.<ref name=":6" />{{Rp|51}}


One example of this is the [[Sparta]]n tale of 300 picked men fighting against 300 picked [[Argives]]. In this battle of champions, only two men are left standing for the Argives and one for the Spartans. Othryades, the remaining Spartan, goes back to stand in his formation with mortal wounds while the remaining two Argives go back to Argos to report their victory. Thus, the Spartans claimed this as a victory, as their last man displayed the ultimate feat of bravery by maintaining his position in the phalanx.<ref>{{Anabasis|6|5|17}}</ref>
One example of this is the [[Sparta]]n tale of 300 picked men fighting against 300 picked [[Argives]]. In this battle of champions, only two men are left standing for the Argives and one for the Spartans. Othryades, the remaining Spartan, goes back to stand in his formation with mortal wounds while the remaining two Argives go back to Argos to report their victory. Thus, the Spartans claimed this as a victory, as their last man displayed the ultimate feat of bravery by maintaining his position in the phalanx.<ref>{{Anabasis|6|5|17}}</ref>


In terms of the ideology of commanders in later Greek history, the ''Iliad'' has an interesting effect. The ''Iliad'' expresses a definite disdain for tactical trickery, when Hektor says, before he challenges the great Ajax:
In terms of the ideology of commanders in later Greek history, the ''Ilias'' has an interesting effect. The ''Ilias'' expresses a definite disdain for tactical trickery, when Hektor says, before he challenges the great Ajax:
<blockquote>
<blockquote>
I know how to storm my way into the struggle of flying horses; I know how to tread the measures on the grim floor of the war god. Yet great as you are I would not strike you by stealth, watching for my chance, but openly, so, if perhaps I might hit you.<ref>Homer, ''Iliad'' 7.237–43 (Lattimore 2011)</ref></blockquote>
I know how to storm my way into the struggle of flying horses; I know how to tread the measures on the grim floor of the war god. Yet great as you are I would not strike you by stealth, watching for my chance, but openly, so, if perhaps I might hit you.<ref>Homer, ''Iliad'' 7.237–43 (Lattimore 2011)</ref></blockquote>
Baris 370: Baris 344:
Menurut Hans van Wees, kurun waktu yang berkaitan dengan riwayat peperangan tersebut dapat ditentukan secara spesifik, yaitu pada paro pertama abad ke-7 Pramasehi.<ref>Van Wees, Hans. ''Greek Warfare: Myth and Realities.'' hlm. 249.</ref>
Menurut Hans van Wees, kurun waktu yang berkaitan dengan riwayat peperangan tersebut dapat ditentukan secara spesifik, yaitu pada paro pertama abad ke-7 Pramasehi.<ref>Van Wees, Hans. ''Greek Warfare: Myth and Realities.'' hlm. 249.</ref>


== Pengaruh terhadap seni rupa dan budaya populer ==
== Dampak terhadap seni rupa dan budaya populer ==
{{Main|Perang Troya dalam budaya populer}}
{{Main|Perang Troya dalam budaya populer}}
''Ilias'' sudah dihargai sebagai salah satu karya sastra standar yang sangat penting pada zaman [[Yunani Klasik]] dan masih terus dihargai pada zaman [[periode Hellenistik|Helenistis]] dan zaman [[Kekaisaran Romawi Timur]]. Para penulis naskah drama sangat gemar menggarap subjek-subjek dari Perang Troya.<!-- Trilogi [[Aeschylus]], the ''[[Oresteia]]'', comprising ''Agamemnon'', ''The Libation Bearers'', and ''The Eumenides'', follows the story of Agamemnon after his return from the war. Homer also came to be of great influence in European culture with the resurgence of interest in Greek antiquity during the [[Renaissance]], and it remains the first and most influential work of the [[Western canon]]. In its full form the text made its return to Italy and Western Europe beginning in the 15th century, primarily through translations into Latin and the vernacular languages.
''Ilias'' sudah dihargai sebagai salah satu karya sastra standar yang sangat penting pada zaman [[Yunani Klasik]] dan masih terus dihargai pada zaman [[periode Hellenistik|Helenistis]] dan zaman [[Kekaisaran Romawi Timur]]. Para penulis naskah drama sangat gemar menggarap subjek-subjek dari Perang Troya.<!-- Trilogi [[Aeschylus]], the ''[[Oresteia]]'', comprising ''Agamemnon'', ''The Libation Bearers'', and ''The Eumenides'', follows the story of Agamemnon after his return from the war. Homer also came to be of great influence in European culture with the resurgence of interest in Greek antiquity during the [[Renaissance]], and it remains the first and most influential work of the [[Western canon]]. In its full form the text made its return to Italy and Western Europe beginning in the 15th century, primarily through translations into Latin and the vernacular languages.
Baris 386: Baris 360:
Menurut [[Sulaiman Albustani]], pujangga abad ke-19 yang pertama kali menerjemahkan ''Ilias'' ke dalam bahasa Arab, wiracarita ini mungkin sudah beredar luas dalam versi terjemahan [[Syriac language|Suryani]] dan [[Middle Persian|Pahlawi]] pada awal Abad Pertengahan. Sulaiman Albustani credits [[Theophilus of Edessa]] with the Syriac translation, which was supposedly (along with the Greek original) widely read or heard by the scholars of [[Baghdad]] in the prime of the [[Abbasid Caliphate]], although those scholars never took the effort to translate it to the official language of the empire; Arabic. The Iliad was also the first full epic poem to be translated to Arabic from a foreign language, upon the publication of Al-Boustani's complete work in 1904.<ref>{{Cite book|title=الإلياذة (Iliad)|last=Al-Boustani|first=Suleyman|publisher=Hindawi|year=2012|isbn=978-977-719-184-5|location=Cairo, Egypt|pages=26–27}}</ref>-->
Menurut [[Sulaiman Albustani]], pujangga abad ke-19 yang pertama kali menerjemahkan ''Ilias'' ke dalam bahasa Arab, wiracarita ini mungkin sudah beredar luas dalam versi terjemahan [[Syriac language|Suryani]] dan [[Middle Persian|Pahlawi]] pada awal Abad Pertengahan. Sulaiman Albustani credits [[Theophilus of Edessa]] with the Syriac translation, which was supposedly (along with the Greek original) widely read or heard by the scholars of [[Baghdad]] in the prime of the [[Abbasid Caliphate]], although those scholars never took the effort to translate it to the official language of the empire; Arabic. The Iliad was also the first full epic poem to be translated to Arabic from a foreign language, upon the publication of Al-Boustani's complete work in 1904.<ref>{{Cite book|title=الإلياذة (Iliad)|last=Al-Boustani|first=Suleyman|publisher=Hindawi|year=2012|isbn=978-977-719-184-5|location=Cairo, Egypt|pages=26–27}}</ref>-->


=== Kesenian abad ke-20 ===
=== Di bidang kesenian pada abad ke-20 ===
* [[Simone Weil]] menulis esai berjudul ''"[[The Iliad or the Poem of Force]]"'' pada tahun 1939, tak lama sesudah [[Perang Dunia II]] meletus. Esai ini menjabarkan betapa ''Ilias'' memperlihatkan bagaimana tindak kekerasan dilakukan seekstrem mungkin di dalam perang, merendahkan harkat korban maupun pelaku kekerasan ke taraf budak dan automaton yang tidak bernalar.<ref>{{cite book |author=Bruce B. Lawrence and Aisha Karim |title=On Violence: A Reader|year=2008 |page=377 |isbn=978-0-8223-3769-0 |publisher=Duke University Press}}</ref>
* [[Simone Weil]] menulis esai berjudul ''"[[The Iliad or the Poem of Force]]"'' pada tahun 1939, tak lama sesudah [[Perang Dunia II]] meletus. Esai ini menjabarkan betapa ''Ilias'' memperlihatkan bagaimana tindak kekerasan dilakukan seekstrem mungkin di dalam perang, merendahkan harkat korban maupun pelaku kekerasan ke taraf budak dan automaton yang tidak bernalar.<ref>{{cite book |author=Bruce B. Lawrence and Aisha Karim |title=On Violence: A Reader|year=2008 |page=377 |isbn=978-0-8223-3769-0 |publisher=Duke University Press}}</ref>
* ''[[The Golden Apple (teater musikal)|The Golden Apple]]'', [[teater musikal|teater musikal Broadway]] tahun 1954, karya penulis naskah [[John Treville Latouche]] dan komponis [[Jerome Moross]], adalah hasil adaptasi bebas wiracarita ''Ilias'' dan ''Odiseia'', dengan mengganti latar peristiwanya dengan negara bagian [[Washington]] di [[Amerika Serikat]] pada masa [[Perang Spanyol-Amerika]]. Babak pertama menampilkan adegan-adegan yang terinspirasi wiracarita ''Ilias'', sementara adegan-adegan yang terinspirasi wiracarita ''Odiseia'' ditampilkan pada babak ke-2.
* ''[[The Golden Apple (teater musikal)|The Golden Apple]]'', [[teater musikal|teater musikal Broadway]] tahun 1954, karya penulis naskah [[John Treville Latouche]] dan komponis [[Jerome Moross]], adalah hasil adaptasi bebas wiracarita ''Ilias'' dan ''Odiseia'', dengan mengganti latar peristiwanya dengan negara bagian [[Washington]] di [[Amerika Serikat]] pada masa [[Perang Spanyol-Amerika]]. Babak pertama menampilkan adegan-adegan yang terinspirasi wiracarita ''Ilias'', sementara adegan-adegan yang terinspirasi wiracarita ''Odiseia'' ditampilkan pada babak ke-2.
Baris 395: Baris 369:
* [[Marion Zimmer Bradley]]'s 1987 novel ''[[The Firebrand (Bradley novel)|The Firebrand]]'' retells the story from the point of view of [[Kassandra|Kasandra]], Putri Troya sekaligus nabiah yang dikutuk [[Apollo|Dewa Apolon]].-->
* [[Marion Zimmer Bradley]]'s 1987 novel ''[[The Firebrand (Bradley novel)|The Firebrand]]'' retells the story from the point of view of [[Kassandra|Kasandra]], Putri Troya sekaligus nabiah yang dikutuk [[Apollo|Dewa Apolon]].-->


=== Budaya populer dewasa ini ===
=== Di ranah budaya populer dewasa ini ===
* ''[[Age of Bronze (komik)|Age of Bronze]]'', serial karya [[Eric Shanower]] yang diterbitkan [[Image Comics]] sejak tahun 1998, menceritakan kembali legenda Perang Troya.<ref>A Thousand Ships (2001, {{ISBN|1-58240-200-0}})</ref><ref>Sacrifice (2004, {{ISBN|1-58240-360-0}})</ref><ref>Betrayal, Part One (2008, {{ISBN|978-1-58240-845-3}})</ref>
* ''[[Age of Bronze (komik)|Age of Bronze]]'', serial karya [[Eric Shanower]] yang diterbitkan [[Image Comics]] sejak tahun 1998, menceritakan kembali legenda Perang Troya.<ref>A Thousand Ships (2001, {{ISBN|1-58240-200-0}})</ref><ref>Sacrifice (2004, {{ISBN|1-58240-360-0}})</ref><ref>Betrayal, Part One (2008, {{ISBN|978-1-58240-845-3}})</ref>
* ''[[Ilium (novel)|Ilium]]'', novel fiksi ilmiah bertema kepahlawanan karangan [[Dan Simmons]] yang dirilis pada tahun 2003, mendapatkan penghargaan [[Locus Award]] untuk novel fiksi ilmiah terbaik tahun 2003.{{Citation needed|date=January 2017}}
* ''[[Ilium (novel)|Ilium]]'', novel fiksi ilmiah bertema kepahlawanan karangan [[Dan Simmons]] yang dirilis pada tahun 2003, mendapatkan penghargaan [[Locus Award]] untuk novel fiksi ilmiah terbaik tahun 2003.{{Citation needed|date=January 2017}}
Baris 402: Baris 376:
* ''Memorial'' (terbit tahun 2011), bunga rampai puisi [[Alice Oswald]] yang keenam,<ref name=oswaldmem2011>{{cite book |first=Alice |last=Oswald |title=Memorial: An Excavation of the Iliad |publisher=Faber & Faber |location=London |year=2011 |isbn=978-0-571-27416-1 |url=http://www.faber.co.uk/work/memorial/9780571274161/ |url-status=dead |archive-url=https://web.archive.org/web/20120606191424/http://faber.co.uk/work/memorial/9780571274161/ |archive-date=2012-06-06 }}</ref> didasarkan pada, tetapi keluar dari, bentuk [[puisi naratif|naratif]] ''Ilias'', agar lebih fokus kepada, dan dengan demikian mengenang kembali, tokoh-tokoh orang pribadi yang disebutkan namanya dan dikisahkan ajalnya di dalam ''Ilias''.<ref name=holland20111017>{{cite news |first=Tom |last=Holland |title=The Song of Achilles by Madeline Miller / Memorial by Alice Oswald. Surfing the rip tide of all things Homeric. |work=The New Statesman |url=http://www.newstatesman.com/books/2011/10/homer-achilles-iliad-miller-2 |publisher=New Statesman |location=London |date=17 October 2011 |access-date=1 Juni 2012}}</ref><ref name=kellaway20111002>{{cite news |first=Kate |last=Kellaway |title=Memorial by Alice Oswald – review |work=The Observer |url=https://www.theguardian.com/books/2011/oct/02/memorial-alice-oswald-review |publisher=Guardian News and Media Limited |location=London |date=2 October 2011 |access-date=1 Juni 2012}}</ref><ref name=higgins20111028>{{cite news |first=Charlotte |last=Higgins |title=The Song of Achilles by Madeline Miller, and more – review |work=The Guardian |url=https://www.theguardian.com/books/2011/oct/28/song-achilles-madeline-miller-iliad |publisher=Guardian News and Media Limited |location=London |date=28 October 2011 |access-date=1 Juni 2012}}</ref> Pada bulan Oktober 2011, ''Memorial'' masuk ke dalam daftar pendek calon pemenang penghargaan [[T. S. Eliot Prize]],<ref name=flood20111020>{{cite news |first=Alison |last=Flood |title=TS Eliot prize 2011 shortlist revealed |work=The Guardian |url=https://www.theguardian.com/books/2011/oct/20/ts-eliot-prize-2011-shortlist |publisher=Guardian News and Media Limited |location=London |date=20 October 2011 |access-date=1 Juni 2012}}</ref> tetapi Alice Oswald meminta bukunya dikeluarkan dari daftar tersebut pada bulan Desember 2011<ref name=Telegraph20111206>{{cite news |first=Florence |last=Waters |title=Poet withdraws from TS Eliot prize over sponsorship |url=https://www.telegraph.co.uk/culture/books/booknews/8938343/Poet-withdraws-from-TS-Eliot-prize-over-sponsorship.html |work=The Telegraph |publisher=Telegraph Media Group Limited |location=London |date=6 December 2011 |access-date=13 Februari 2012}}</ref><ref name=Guardian20111206>{{cite news |first=Alison |last=Flood |title=Alice Oswald withdraws from TS Eliot prize in protest at sponsor Aurum |url=https://www.theguardian.com/books/2011/dec/06/alice-oswald-withdraws-ts-eliot-prize |work=The Guardian |publisher=Guardian News and Media Limited |location=London |date=6 December 2011 |access-date=13 Februari 2012}}</ref> seraya menyuarakan keprihatinannya terhadap etika pihak sponsor penghargaan tersebut.<ref name=Guardian20111212>{{cite news |first=Alice |last=Oswald |title=Why I pulled out of the TS Eliot poetry prize |url=https://www.theguardian.com/commentisfree/2011/dec/12/ts-eliot-poetry-prize-pulled-out |work=The Guardian |publisher=Guardian News and Media Limited |location=London |date=12 December 2011 |access-date=13 Februari 2012}}</ref>
* ''Memorial'' (terbit tahun 2011), bunga rampai puisi [[Alice Oswald]] yang keenam,<ref name=oswaldmem2011>{{cite book |first=Alice |last=Oswald |title=Memorial: An Excavation of the Iliad |publisher=Faber & Faber |location=London |year=2011 |isbn=978-0-571-27416-1 |url=http://www.faber.co.uk/work/memorial/9780571274161/ |url-status=dead |archive-url=https://web.archive.org/web/20120606191424/http://faber.co.uk/work/memorial/9780571274161/ |archive-date=2012-06-06 }}</ref> didasarkan pada, tetapi keluar dari, bentuk [[puisi naratif|naratif]] ''Ilias'', agar lebih fokus kepada, dan dengan demikian mengenang kembali, tokoh-tokoh orang pribadi yang disebutkan namanya dan dikisahkan ajalnya di dalam ''Ilias''.<ref name=holland20111017>{{cite news |first=Tom |last=Holland |title=The Song of Achilles by Madeline Miller / Memorial by Alice Oswald. Surfing the rip tide of all things Homeric. |work=The New Statesman |url=http://www.newstatesman.com/books/2011/10/homer-achilles-iliad-miller-2 |publisher=New Statesman |location=London |date=17 October 2011 |access-date=1 Juni 2012}}</ref><ref name=kellaway20111002>{{cite news |first=Kate |last=Kellaway |title=Memorial by Alice Oswald – review |work=The Observer |url=https://www.theguardian.com/books/2011/oct/02/memorial-alice-oswald-review |publisher=Guardian News and Media Limited |location=London |date=2 October 2011 |access-date=1 Juni 2012}}</ref><ref name=higgins20111028>{{cite news |first=Charlotte |last=Higgins |title=The Song of Achilles by Madeline Miller, and more – review |work=The Guardian |url=https://www.theguardian.com/books/2011/oct/28/song-achilles-madeline-miller-iliad |publisher=Guardian News and Media Limited |location=London |date=28 October 2011 |access-date=1 Juni 2012}}</ref> Pada bulan Oktober 2011, ''Memorial'' masuk ke dalam daftar pendek calon pemenang penghargaan [[T. S. Eliot Prize]],<ref name=flood20111020>{{cite news |first=Alison |last=Flood |title=TS Eliot prize 2011 shortlist revealed |work=The Guardian |url=https://www.theguardian.com/books/2011/oct/20/ts-eliot-prize-2011-shortlist |publisher=Guardian News and Media Limited |location=London |date=20 October 2011 |access-date=1 Juni 2012}}</ref> tetapi Alice Oswald meminta bukunya dikeluarkan dari daftar tersebut pada bulan Desember 2011<ref name=Telegraph20111206>{{cite news |first=Florence |last=Waters |title=Poet withdraws from TS Eliot prize over sponsorship |url=https://www.telegraph.co.uk/culture/books/booknews/8938343/Poet-withdraws-from-TS-Eliot-prize-over-sponsorship.html |work=The Telegraph |publisher=Telegraph Media Group Limited |location=London |date=6 December 2011 |access-date=13 Februari 2012}}</ref><ref name=Guardian20111206>{{cite news |first=Alison |last=Flood |title=Alice Oswald withdraws from TS Eliot prize in protest at sponsor Aurum |url=https://www.theguardian.com/books/2011/dec/06/alice-oswald-withdraws-ts-eliot-prize |work=The Guardian |publisher=Guardian News and Media Limited |location=London |date=6 December 2011 |access-date=13 Februari 2012}}</ref> seraya menyuarakan keprihatinannya terhadap etika pihak sponsor penghargaan tersebut.<ref name=Guardian20111212>{{cite news |first=Alice |last=Oswald |title=Why I pulled out of the TS Eliot poetry prize |url=https://www.theguardian.com/commentisfree/2011/dec/12/ts-eliot-poetry-prize-pulled-out |work=The Guardian |publisher=Guardian News and Media Limited |location=London |date=12 December 2011 |access-date=13 Februari 2012}}</ref>
* ''The Rage of Achilles'', karya [[Terence Hawkins]], penulis Amerika dan pengasas Konferensi Penulis Yale, menceritakan kembali ''Iliad'' dalam bentuk novel dengan gaya bahasa modern dan kadang-kadang dengan bahasa grafis. Dengan pengetahuan tentang teori [[alam pikiran bikameral]] [[Julian Jaynes]] dan historisitas [[Perang Troya]], sang penulis menghadirkan tokoh-tokoh ''Ilias'' di dalam novelnya sebagai manusia-manusia sejati, dan penampakan-penampakan dewa-dewi hanyalah halusinasi mereka atau suara-suara perintah pada masa-masa peralihan yang mendadak dan menyakitkan menuju kesadaran modern.{{Citation needed|date=January 2017}}
* ''The Rage of Achilles'', karya [[Terence Hawkins]], penulis Amerika dan pengasas Konferensi Penulis Yale, menceritakan kembali ''Iliad'' dalam bentuk novel dengan gaya bahasa modern dan kadang-kadang dengan bahasa grafis. Dengan pengetahuan tentang teori [[alam pikiran bikameral]] [[Julian Jaynes]] dan historisitas [[Perang Troya]], sang penulis menghadirkan tokoh-tokoh ''Ilias'' di dalam novelnya sebagai manusia-manusia sejati, dan penampakan-penampakan dewa-dewi hanyalah halusinasi mereka atau suara-suara perintah pada masa-masa peralihan yang mendadak dan menyakitkan menuju kesadaran modern.{{Citation needed|date=January 2017}}

=== Di bidang ilmu pengetahuan ===
* Psikiater [[Jonathan Shay]] menulis dua buku, yaitu ''Achilles in Vietnam: Combat Trauma and the Undoing of Character'' (1994)<ref>[[Jonathan Shay|Shay, Jonathan]]. ''Achilles in Vietnam: Combat trauma and the undoing of character''. Scribner, 1994. {{ISBN|978-0-684-81321-9}}</ref> dan ''Odysseus in America: Combat Trauma and the Trials of Homecoming'' (2002),<ref>Shay, Jonathan. ''Odysseus in America: Combat Trauma and the Trials of Homecoming''. New York: Scribner, 2002. {{ISBN|978-0-7432-1157-4}}</ref> yang menghubungkan ''Ilias'' dan ''Odiseya'' dengan [[gangguan stres pascatrauma]] dan [[luka moral]] yang didapati di dalam riwayat-riwayat rehabilitasi pasien-pasien veteran yang pernah terjun langsung ke medan tempur.


== Naskah-naskah ==
== Naskah-naskah ==
Baris 419: Baris 396:
* [[Heinrich Schliemann]]
* [[Heinrich Schliemann]]


== Referensi ==
== Rujukan ==
=== Keterangan ===
=== Keterangan ===
{{Reflist|group=lower-roman}}
{{Reflist|group=lower-roman}}


=== Rujukan ===
=== Kutipan ===
{{Reflist}}
{{Reflist}}



Revisi terkini sejak 18 Juni 2024 05.20


Ilias
karya Homeros
Papan bertuliskan larik 468–473, buku pertama Ilias, dari rentang waktu 400–500 Masehi, ditemukan di Mesir, terpajang di Museum Inggris
Judul asliἸλιάς
DitulisSekitar abad ke-8 Pramasehi
NegaraYunani Kuno
BahasaBahasa Yunani Homeros
GenreSyair wiracarita
Larik15.693 larik
DisusulOdiseya
Teks utuh
Iliad at Wikisource
Ilias at Greek Wikisource

Ilias (bahasa Yunani Kuno: Ἰλιάς, translit. Iliás, artinya "[syair] tentang Ilion") adalah salah satu dari dua wiracarita Yunani Kuno yang diyakini sebagai hasil karya pujangga Homeros. Wiracarita ini adalah salah satu tinggalan karya sastra tertua yang masih banyak diminati khalayak modern. Sama seperti Odiseya, wiracarita ini terbagi menjadi 24 parwa dan dianggit seturut kaidah heksameter daktilis. Versinya yang berterima umum terdiri atas 15.693 larik. Dengan latar suasana menjelang kesudahan Perang Troya, perang pengepungan kota Troya selama satu dasawarsa oleh persekutuan negara-negara kota Yunani Mikene, wiracarita ini mengisahkan kejadian-kejadian penting pada minggu-minggu terakhir perang itu, khususnya tentang pertengkaran sengit Raja Agamemnon dengan Akhiles, wirawan ternama. Ilias terbilang sebagai salah satu karya sastra utama di dalam lingkup sastra wiracarita, dan jamak dianggap sebagai karya sastra Eropa pertama yang berbobot.

Agaknya Ilias maupun Odiseya ditulis dalam bahasa Yunani Homeros, bahasa sastra bauran bahasa Yunani dialek Yonia dengan dialek-dialek lainnya, kemungkinan besar sekitar akhir abad ke-8 atau permulaan abad ke-7 Pramasehi. Pada zaman Klasik, jarang sekali ada orang yang meragukan bahwa kedua wiracarita itu adalah hasil karya pujangga Homeros, tetapi dewasa ini para sarjana pada umumnya menduga bahwa Ilias dan Odiseya bukanlah hasil karya satu orang pujangga yang sama, dan kisah-kisah yang terangkum di dalamnya merupakan bagian dari suatu tradisi lisan yang panjang. Wiracarita ini dilantunkan oleh para pelantun syair Homeros profesional yang disebut rapsoidos.

Pokok-pokok pikiran yang terkandung di dalam wiracarita ini antara lain adalah kleos (kemuliaan), ujub, takdir, dan murka. Sekalipun terkenal lantaran kisah-kisahnya yang tragis dan mencekam, terselip pula kisah-kisah jenaka dan gelak-tawa.[1] Wiracarita ini kerap disifatkan sebagai wiracarita maskulin atau kegagahberanian, khususnya jika dibandingkan dengan Odiseya. Ilias dengan cermat menjabarkan perkakas-perkakas perang dan siasat-siasat tempur kuno, serta hanya menampilkan segelintir tokoh perempuan. Dewa-dewi Olimpos juga berperan besar di dalam wiracarita ini, dengan membantu wira kesayangan mereka dan menengahi cekcok-cekcok antarpribadi. Di dalam wiracarita ini, perwatakan dewa-dewi Olimpos sengaja dimanusiawikan supaya mudah dipahami khalayak Yunani Kuno, dengan menghadirkan suatu kesan nyata dari budaya dan kepercayaan turun-temurun mereka. Dari segi gaya formal penulisannya, pengulangan kalimat serta pemakaian majas simile dan julukan-julukan di dalam wiracarita ini kerap dijadikan bahan kajian oleh para sarjana.

Selayang pandang[sunting | sunting sumber]

Larik-larik mukadimah Ilias
Perhatian: Nomor parwa (dalam tanda kurung) mendahului rangkuman isi parwa.

Gelar cerita (parwa 1-4)[sunting | sunting sumber]

(1) Sesudah menyeru para Musai, cerita langsung bergulir in medias res (ke bagian inti) mendekati kesudahan perang antara orang Troya dan orang Akhaya. Syahdan Krises, pendeta Dewa Apolon di Troya, menawarkan harta kekayaan kepada para pejuang Akhaya sebagai imbalan pembebasan anak perempuannya, Kriseis, yang ditawan Agamemnon, pemimpin orang Akhaya. Meskipun banyak pejuang Akhaya yang tergiur, Agamemnon tidak bersedia melepaskan tawanannya. Krises akhirnya menyeru sesembahannya agar sudi mengulurkan pertolongan, maka Dewa Apolon pun menulahi pihak Akhaya dengan wabah penyakit.

Sesudah sembilan hari lamanya pihak Akhaya didera tulah, Akhiles, pemimpin laskar Mirmidon, menggelar rapat untuk mencari jalan keluar. Karena terdesak, Agamemnon bersedia memulangkan Kriseis kepada ayahnya, tetapi memutuskan untuk mengambil Briseis, tawanan Akhiles, sebagai ganti rugi. Akhiles naik pitam lalu mengumumkan bahwa ia maupun laskarnya sudah tidak sudi berjuang bagi Agamemnon dan akan bertolak pulang ke tanah air. Odiseus mengambil sebuah kapal dan memulangkan Kriseis kepada ayahnya, sehingga Dewa Apolon akhirnya berkenan mengakhiri tulah.

Akhiles sangat kesal ketika para pesuruh Agamemnon datang mengambil Briseis. Sambil duduk di pantai, ia menyeru ibunya, Tetis,[2] agar memohon Dewa Zeus membuat pihak Akhaya dipojokkan pihak Troya, sehingga Agamemnon sadar bahwa pihak Akhaya membutuhkan Akhiles. Tetis menuruti kemauan anaknya, dan permohonannya dikabulkan Dewa Zeus.

(2) Melalui mimpi, Dewa Zeus menghasut Agamemnon untuk menyerbu Troya. Agamemnon bertindak mengikuti petunjuk mimpinya, tetapi lebih dulu ingin menguji semangat juang angkatan perang Akhaya dengan menyuruh mereka pulang ke tanah air. Muslihatnya malah menjadi senjata makan tuan, dan hanya berkat campur tangan Odiseus yang diilhami Dewi Atena sajalah keberangkatan pulang para pejuang Akhaya dapat dicegah.

Odiseus menghardik dan menghajar Tersites, seorang prajurit biasa yang menyuarakan ketidaksenangannya berjuang bagi Agamemnon. Usai bersantap, para pejuang Akhaya dikerahkan laskar demi laskar ke padang Troya. Sang pujangga memanfaatkan bagian ini untuk menguraikan asal-usul tiap-tiap laskar pejuang Akhaya.

Ketika kabar pengerahan laskar-laskar Akhaya dipersembahkan ke hadapan Raja Priamos, pihak Troya pun menanggapinya dengan melancarkan serangan-serangan dadakan ke padang. Pada bagian ini, sang pujangga menjabarkan kekuatan tempur negara kota Troya beserta laskar-laskar sekutunya.

(3) Kedua belah pihak bergerak saling mendekat, tetapi sebelum bentrok terjadi, Paris mohon kepada Hektor, abangnya sekaligus panglima angkatan bersenjata Troya, agar diizinkan bertarung satu lawan satu dengan Menelaos demi menghindari pertumpahan darah besar-besaran. Pada bagian ini sang pujangga mengungkit akar masalah yang memicu terjadinya perang dengan menceritakan bahwa Helene "menyulam sengketa antara orang Troya dan orang Akhaya, maka Dewa Ares membuat kedua belah pihak saling memerangi demi dirinya." Perkara pemicu perang diperjelas sang pujangga pada bagian akhir alinea dengan menceritakan bagaimana Helene diberitahu bahwa Paris dan "Menelaos akan bertarung memperebutkan dirimu, dan engkau akan menjadi istri si pemenang." Kedua belah pihak bersumpah untuk berhenti saling memerangi dan sepakat menerima apa pun hasil duel. Paris kalah, tetapi Dewi Afrodite menyelamatkan dan menuntunnya ke petiduran bersama Helene sebelum Menelaos dapat membunuhnya.

(4) Karena tekanan Dewi Hera yang benci kepada Troya, Dewa Zeus membuat Pandaros memanah Menelaos. Dengan demikian Pihak Troya telah melanggar sumpah gencatan senjata. Agamemnon mengumandangkan aba-aba serbu, dan pertempuran pun pecah.

Perang tanding (parwa 5-7)[sunting | sunting sumber]

(5) Diomedes berhasil menewaskan banyak pejuang Troya, termasuk Pandaros, dan mengalahkan Aineias. Dewi Afrodite turun menyelamatkan Aineias, tetapi Diomedes malah menyerang dan melukai sang dewi. Dewa Apolon menghadang Diomedes dan memperingatkannya akan bahaya memerangi para dewa. Sejumlah pahlawan dan panglima ikut terjun ke kancah pertempuran, termasuk Hektor. Dewa-dewi pun ikut campur dengan mendukung pihak pilihan masing-masing, dan berusaha mempengaruhi jalannya pertempuran. Karena disemangati Dewi Atena, Diomedes memberanikan diri melukai Dewa Ares agar tidak dapat bertempur membela pihak Troya.

(6) Hektor membakar semangat para prajurit Troya dan mencegah mereka kabur. Diomedes dari pihak Akhaya dan Glaukos dari pihak Troya sepakat menjalin persahabatan ketika tahu bahwa mendiang datuk-datuk mereka (Oineus dan Belerofon) ternyata bersahabat karib semasa hidup. Sebagai tanda persahabatan, keduanya bertukar pakaian tempur, meskipun pakaian tempur Glaukos yang terbuat dari emas jauh lebih tinggi nilainya daripada pakaian tempur Diomedes yang terbuat dari perunggu. Hektor masuk kota, mengimbau warga Troya untuk berdoa dan mempersembahkan korban kepada dewa-dewi, menyemangati Paris untuk berjuang, mengucapkan salam perpisahan kepada istri (Andromake) dan anaknya (Astianaks) di tembok kota, lalu kembali ke kancah pertempuran.

(7) Hektor berduel melawan Ayas tetapi tidak sampai tuntas, karena pertempuran harus ditunda bilamana hari berganti malam. Pihak Akhaya sepakat memperabukan mayat pejuang-pejuang mereka dan membangun tembok untuk melindungi kapal-kapal dan perkemahan mereka, sementara pihak Troya mempertengkarkan usulan untuk memulangkan Helene. Paris menyatakan kesediaanya untuk menyerahkan harta kekayaan sebagai ganti rugi, tetapi tidak akan memulangkan Helene. Kedua belah pihak menyepakati gencatan senjata selama satu hari untuk memperabukan mayat-mayat para pejuang yang gugur. Waktu gencatan senjata juga dimanfaatkan pihak Akhaya untuk membangun tembok dan menggali parit.

Bala Yunani kocar-kacir (parwa 8-15)[sunting | sunting sumber]

(8) Pagi hari berikutnya, Dewa Zeus melarang dewa-dewi ikut campur, dan pertempuran kembali pecah. Pihak Troya terbukti unggul tanpa bantuan dewa-dewi. Pihak Akhaya terdesak sampai ke tembok yang baru dibangun, tetapi Dewi Hera dan Dewi Atena dilarang membantu mereka. Hari keburu berganti malam sebelum pihak Troya berhasil menerobos tembok pertahanan Akhaya. Mereka berkemah di padang agar dapat langsung menyerbu perkemahan Akhaya begitu fajar menyingsing, dan api-api unggun yang mereka nyalakan di padang untuk berjaga-jaga terlihat seperti bintang-bintang di angkasa malam.

Ilias, parwa 8, larik 245–253, naskah Yunani, akhir abad ke-5, awal abad ke-6 Masehi.

(9) Pihak Akhaya putus asa. Agamemnon mengakui kekhilafannya dan mengirim perutusan yang terdiri atas Odiseus, Ayas, Foiniks, dan dua orang juru warta untuk menawarkan penyerahan Briseis berikut sejumlah besar harta kekayaan agar Akhiles berkenan kembali berjuang. Akhiles beserta laskar Mirmidon ketika itu berkemah di sebelah kapal mereka. Kedatangan perutusan disambut baik Akhiles dan Patroklos, tetapi Akhiles dengan marah menolak tawaran Agamemnon. Ia menegaskan akan kembali bertempur hanya jika pihak Troya sudah sampai ke kapalnya dan mengancam mereka dengan api. Perutusan pulang dengan tangan hampa.

(10) Malam itu juga, Odiseus dan Diomedes mengendap-endap memasuki perkemahan pihak Troya, membunuh Dolon, dan mengobrak-abrik perkemahan laskar Trakia sekutu Troya.

(11) Pagi hari berikutnya, pertempuran berlangsung sengit. Agamemnon, Diomedes, dan Odiseus terluka. Akhiles mengutus Patroklos mencari tahu keterangan tentang korban-korban di pihak Akhaya. Ketika sedang menjalankan tugasnya, Patroklos tergugah mendengar pidato yang disampaikan Nestor.

(12) Pihak Troya menyerbu tembok Akhaya dengan menggunakan kendaraan. Tanpa menghiraukan pertanda sial yang ditunjukkan gelagat seekor burung rajawali, Hektor memimpin pertempuran yang memakan banyak korban. Pihak Akhaya kelabakan dan terkepung, gapura tembok pelindung bobol, dan Hektor menyerbu masuk.

(13) Dewa Poseidon merasa kasihan kepada pihak Akhaya. Ia melanggar larangan Dewa Zeus dan turun ke kancah pertempuran demi membantu pihak Akhaya. Idomeneus berjuang dengan gagah berani. Banyak korban berguguran di kedua belah pihak. Ahli tenung Troya, Polidamas mendesak Hektor untuk mundur dan memperingatkannya akan Akhiles, tetapi tidak diindahkan.

(14) Dewa Zeus terlena bujuk rayu Dewi Hera sehingga Dewa Poseidon berkesempatan menolong bangsa Yunani. Pihak Troya dapat dipukul mundur ke padang.

(15) Dewa Zeus terbangun dan murka melihat perbuatan Dewa Poseidon. Tanpa menghiraukan suara-suara keberatan dari dewa-dewi pendukung Akhaya, Dewa Zeus mengutus Dewa Apolon untuk membantu pihak Troya. Tembok pertahanan Akhaya sekali lagi dibobol, dan pertempuran akhirnya sampai ke tempat kapal-kapal bersandar.

Patroklus gugur (parwa 16-18)[sunting | sunting sumber]

(16) Patroklos tidak tahan lagi melihat jalannya pertempuran dan memohon Akhiles mengizinkannya ikut berjuang demi melindungi kapal laskar Mirmidon. Dengan berat hati Akhiles memberi izin dan meminjamkan pakaian tempurnya kepada Patroklos, tetapi dengan keras mengingatkannya untuk tidak memburu para pejuang Troya, agar tidak merampas ketenaran Akhiles. Patroklos memimpin laskar Mirmidon memasuki kancah pertempuran, tepat ketika pihak Troya mulai membakar kapal-kapal Akhaya. Pihak Troya kewalahan menghadapi serbuan dadakan laskar Mirmidon, dan Patroklos pun memanfaatkan kesempatan itu untuk menewaskan Sarpedon, anak Dewa Zeus yang memimpin salah satu laskar sekutu Troya. Tanpa menghiraukan peringatan Akhiles, Patroklos memburu pejuang-pejuang lawan sampai dihadang Dewa Apolon di depan gapura kota Troya. Setelah bertarung melawan Dewa Apolon dan Euforbos, Patroklos akhirnya tewas di tangan Hektor.

(17) Hektor menanggalkan pakaian tempur Akhiles dari tubuh Patroklos, tetapi pertempuran seketika pecah di sekitar mayat Patrokos.

(18) Akhiles tidak kuasa menahan kesedihannya mendengar berita kematian Patroklos. Ia bersumpah untuk membalas dendam kepada Hektor. Ibu Akhiles, Tetis, juga berdukacita karena sudah mengetahui bahwa Akhiles ditakdirkan mati muda jika menewaskan Hektor. Akhiles didesak membantu usaha pengambilan mayat Patroklos tetapi pakaian tempurnya sudah hilang. Dengan sekujur tubuh bermandi cahaya gemilang dari Dewi Atena, Akhiles berdiri di dekat tembok Akhaya dan meraung-raung meluapkan kemarahannya. Pihak Troya terperangah melihat penampilannya sehingga pejuang-pejuang Akhaya berkesempatan melarikan mayat Patroklos. Polidamas sekali lagi mendesak Hektor untuk mundur ke dalam kota, tetapi Hektor sekali lagi tidak mengindahkan kata-katanya. Ketika hari berganti malam, angkatan bersenjata Troya malah berkemah di padang. Selagi Akhiles meratapi kematian Patroklos, Tetis meminta Dewa Hefaistos membuat seperangkat pakaian tempur baru untuk akhiles, termasuk sebuah perisai yang sangat mengagumkan.

Akhiles murka (parwa 19-24)[sunting | sunting sumber]

(19) Pagi hari berikutnya, Agamemnon menyerahkan semua hadiah yang dijanjikannya kepada Akhiles, termasuk Briseis, tetapi tidak dihiraukan Akhiles. Akhiles berpantang makan minum sementara pejuang-pejuang Akhaya melahap makanan mereka. Ia mengenakan pakaian tempur barunya lalu mengambil tombaknya. Ksantos, salah seekor kuda penarik keretanya, meringkikkan nubuat kematian Akhiles. Dengan mengendarai kereta, Akhiles memasuki kancah pertempuran.

(20) Dewa Zeus menarik kembali larangannya kepada dewa-dewi untuk ikut campur, sehingga dewa-dewi dengan leluasa dapat menolong pihak pilihan masing-masing. Dibakar amarah dan dukacita, Akhiles menewaskan banyak prajurit musuh.

(21) Terjangan Akhiles membelah angkatan bersenjata Troya menjadi dua kelompok. Satu kelompok ia kejar sampai ke Sungai Skamandros. Seluruhnya tewas dibantai Akhiles, sampai-sampai Sungai Skamandros penuh dengan mayat mengambang. Sungai Skamandros yang murka dicemari korban pembantaian pun meluap menerjang Akhiles tetapi seketika surut disambar petir berapi Dewa Hefaistos. Dewa-dewi bertempur satu sama lain. Pintu-pintu gapura raksasa kota Troya terbuka menyambut pejuang-pejuang yang mundur menyelamatkan diri. Dewa Apolon memancing Akhiles menjauh dari kota dengan menyaru sebagai orang Troya.

(22) Saat Dewa Apolon menyingkap jati dirinya kepada Akhiles, semua pejuang Troya sudah selamat berlindung di dalam kota, kecuali Hektor yang sudah dua kali mengabaikan nasihat Polidamas. Ia malu melihat kekalahan pihak Troya dan bertekad menghadapi Akhiles. Imbauan pulang dari kedua orang tuanya, Raja Priamos dan Permaisuri Hekabe, tidak mampu membuat Hektor mengurungkan niatnya. Tekad Hektor yang membara serta-merta tawar saat melihat kereta Akhiles melaju kenjang menghampirinya. Akhiles mengejarnya keliling kota. Dewi Athina akhirnya berhasil memperdaya Hektor sehingga menghentikan kereta dan menghadapi lawannya. Dalam duel yang berlangsung singkat, Akhiles berhasil menghujamkan bilah pedangnya menembus batang leher Hektor. Dengan tarikan napas terakhir, Hektor mengingatkan Akhiles bahwa lawannya itu pun sudah ditakdirkan gugur di medan perang yang sama. Akhiles menista mayat Hektor dengan cara mengikatnya pada buritan kereta lalu memacu kudanya sehingga mayat Hektor terseret-seret sepanjang jalan.

(24) Roh Patroklos mendatangi Akhiles dalam mimpi. Ia ingin Akhiles menggelar upacara pemakaman mayatnya dan mengupayakan agar kemudian hari tulang-belulang mereka berdua dapat beristirahat bersama-sama di dalam satu makam. Pihak Akhaya menyarungkan senjata selama satu hari untuk melangsungkan upacara pemakaman, dan Akhiles membagi-bagikan hadiah kepada para pejuang.

(24) Dewa Zeus masygul melihat Akhiles terus-menerus menista mayat Hektor, sehingga memutuskan bahwa mayat Hektor harus diserahkan kepada Raja Priamos. Dituntun Dewa Hermes, Priamos meninggalkan kota Troya sambil mengemudikan sebuah pedati, lalu menyusuri padang sampai ke perkemahan pihak Akhaya tanpa disadari orang. Sambil mendekap erat lutut Akhiles, Priamos memohon kesudiannya menyerahkan mayat Hektor. Akhiles menangis terharu dan bersama-sama Priamos meratapi orang-orang terkasih yang gugur di medan laga. Seusai bersantap, Priamos menaikkan mayat anaknya ke dalam pedati lalu kembali ke kota. Mayat Hektor dikubur, dan seisi kota berkabung.

Dewa-dewi Yunani dan Ilias[sunting | sunting sumber]

Hipnos (Tidur) dan Tanatos (Mati) menggotong jenazah Sarpedon keluar dari medan laga, gambar hiasan sebuah lekitos (buyung minyak) latar putih Atika, sekitar tahun 440 Pramasehi

Dewa-dewi yang disembah bangsa Yunani[sunting | sunting sumber]

Agama bangsa Yunani Kuno tidak memiliki tokoh pengasas, bukan pula ciptaan seorang guru yang ketiban wangsit, melainkan terlahir dari aneka ragam kepercayaan bangsa Yunani.[3] Kepercayaan-kepercayaan tersebut sejalan dengan gagasan-gagasan tentang dewa-dewi di dalam agama politeistis Yunani. Adkins (tahun 2020) maupun Pollard (tahun 1998) membenarkan pandangan ini dengan berpendapat bahwa "orang-orang Yunani terdahulu memersonifikasi segala aspek yang ada di dunia mereka, baik aspek-aspek alam maupun aspek-aspek budaya, serta pengalaman mereka di dalamnya. Darat, laut, gunung, sungai, hukum adat (temis), hak dan kewajiban seseorang di dalam masyarakat berikut kebaikan-kebaikannya, semuanya dipandang sebagai pribadi sekaligus sebagai unsur alam."[4]

Sebagai akibat dari fikrah semacam ini, tiap-tiap dewa atau dewi di dalam agama politeistis bangsa Yunani dikaitkan dengan salah satu aspek dari dunia manusia. Sebagai contoh, Poseidon adalah dewa laut, Afrodite adalah dewi kecantikan, Ares adalah dewa perang, dan seterusnya. Demikianlah kebudayaan Yunani terbentuk, manakala banyak orang Atena merasakan kehadiran dewa-dewi mereka melalui campur tangan ilahi di dalam peristiwa-peristiwa penting kehidupan mereka. Sering kali mereka dapati bahwa peristiwa-peristiwa tersebut tak terselami dan tak terjelaskan.[5]

Di dalam Ilias[sunting | sunting sumber]

Di dalam Perang Troya sastrawi Ilias, dewa-dewi Olimpos maupun dewa-dewi rendahan saling bertarung dan menceburi kancah peperangan manusia, sering kali dengan cara mencampuri urusan manusia guna melawan dewa-dewi lain. Berbeda dari penggambaran dewa-dewi di dalam ajaran agama bangsa Yunani, Homeros menyajikan penggambaran dewa-dewi yang sejalan dengan tujuan penceritaannya. Dewa-dewi di dalam fikrah tradisional orang Athena pada abad ke-4 tidak akan dijumpai di dalam karya-karya Homeros.[5] Sejarawan zaman klasik, Herodotos, mengatakan bahwa Homeros dan Hesiodos, rekan sezamannya, adalah pujangga-pujangga pertama yang mencantumkan nama dewa-dewi berikut penggambaran rupa dan sifatnya di dalam karya mereka.[6]

Tema-tema[sunting | sunting sumber]

Takdir[sunting | sunting sumber]

Takdir (bahasa Yunani: κήρ, kēr, artinya "ketentuan ajal") menggerakkan sebagian besar peristiwa di dalam Ilias. Sekali takdir ditetapkan, dewa-dewi maupun manusia wajib menjalaninya, dan tidak berdaya atau tidak berniat menentangnya. Tidak diketahui bagaimana takdir ditetapkan, yang jelas takdir diungkap para Moira dan Zeus dengan cara mengirim pertanda kepada para ahli tenung seperti Kalkhas. Manusia dan dewa-dewi mereka terus-menerus berbicara tentang penerimaan secara perwira dan penghindaran secara pengecut terhadap takdir seseorang.[7] Takdir tidak menentukan setiap tindakan, insiden, maupun kejadian, tetapi memang menentukan hasil akhir dari dari jalan hidupnya. Sebelum menewaskan Patroklos, Hektor menyebutnya orang bodoh karena secara pengecut menghindari takdir dengan coba-coba mengalahkannya.[butuh rujukan] Patroklos menjawab dengan kalimat berikut ini: [8]

Engkau keliru, takdir pembinasa bersama putra Leto sudah membunuhku,
juga Euforbos, dari antara manusia; kau cuma orang ketiga yang menewaskanku.
Dan camkan baik-baik perkataanku ini di dalam hatimu.
Engkau sendiri pun bukan orang yang akan hidup lama, malah sekarang ini juga
maut dan takdir yang perkasa sudah berdiri mengapit engkau,
untuk gugur di tangan Akhiles, putra mulia Ayakos.[9]

Dengan kalimat di atas, Patroklos mengungkit takdirnya untuk tewas di tangan Hektor sekaligus takdir Hektor untuk tewas di tangan Akhiles. Semua orang menerima akhir jalan hidupnya masing-masing, tetapi tidak seorang pun yang tahu pasti apakah dewa-dewi dapat mengubah takdir. Ketidakpastian ini mengemuka di dalam parwa 16. Saat melihat Patroklos menewaskan Sarpedon, putranya yang beribu manusia, Dewa Zeus bersabda:

Aduhai, betapa sudah takdir Sarpedon, yang terkasih di antara manusia,
harus gugur di tangan Patroklos putra Menoitios.[10]

Melihat kegundahan Zeus, Dewi Hera bertanya kepadanya:

Wahai Baginda, putra Sang Kronos, perkataan macam apa yang Paduka tuturkan itu?
Hendakkah Paduka hidupkan semula seorang insan yang fana, yang sudah lama
oleh takdirnya dikutuk celaka, dari maut yang sumbang bunyinya, lalu melepaskan dia?
Perbuatlah demikian kalau begitu; tapi tak satu pun dari kami, dewa-dewi ini, akan benarkan tindakan Paduka.[11]

Sesudah menimbang-nimbang, Zeus, raja dewa-dewi, akhirnya mengizinkan kematian Sarpedon ketimbang mengubah takdirnya. Motif serupa kembali mengemuka ketika Zeus mempertimbangkan untuk membiarkan Hektor, tokoh yang ia kasihi dan hormati, tetap hidup. Kali ini, ia digugat Dewi Atena dengan perkataan berikut ini:

Wahai Bapa empunya petir berkilat, yang berselubung kabut gelap, apakah yang Paduka katakan itu?
Hendakkah Paduka hidupkan semula seorang insan yang fana, yang sudah lama
oleh takdirnya dikutuk celaka, dari maut yang sumbang bunyinya, lalu melepaskan dia?
Perbuatlah demikian kalau begitu; tapi tak satu pun dari kami, dewa-dewi ini, akan benarkan tindakan Paduka.[12]

Dewa Zeus sekali lagi tampaknya berkuasa mengubah takdir, tetapi tidak melakukannya, malah memutuskan untuk menuruti ketentuan takdir. Dengan cara yang sama, takdir menyelamatkan nyawa Aineas sesudah Dewa Apolon meyakinkannya untuk bertempur melawan Akhiles yang jauh lebih kuat. Poseidon mewanti-wanti dewa-dewi dengan perkataan berikut ini:

Mari kita luputkan sendiri orang ini dari maut, supaya tidak
murka Sang Putra Kronos kalau Akhiles sekarang
membunuh orang ini. Dia sudah ditakdirkan selamat,
agar tidak punah zuriat Dardanos…[13]

Dengan bantuan ilahi, Aineias luput dari angkara murka Akhiles dan selamat menyintasi Perang Troya. Entah mampu atau tidak mampu mengubah takdir, yang jelas dewa-dewi menuruti ketentuan takdir, sekalipun merugikan insan-insan kesayangan mereka. Jadi asal-usul takdir yang misterius itu adalah suatu kuasa yang mengatasi dewa-dewi. Takdir menentukan kekuasaan atas dunia terbelah tiga apabila Zeus, Poseidon, dan Hades menggulingkan Kronos, ayah mereka. Zeus menguasai udara dan angkasa, Poseidon menguasai perairan, dan Hades menguasai pratala, dunia orang mati, tetapi ketiganya bersama-sama berdaulat atas dunia. Meskipun dewa-dewi Olimpos berkuasa mengatur dunia, hanya ketiga Moira yang menentukan nasib manusia.

Ketenaran[sunting | sunting sumber]

Ketenaran (bahasa Yunani: κλέος, "kemuliaan" atau "ketenaran") adalah konsep mengenai keharuman nama yang diperoleh seseorang karena berprestasi di medan laga.[14] Meskipun demikian, Akhiles harus memilih salah satu di antara dua macam takdir yang disiapkan bagi dirinya, nostos (pulang dengan selamat) atau kleos.[15] Di dalam parwa 9 (IX.410–16), Akhiles dengan ketus memberitahu perutusan Agamemnon (Odiseus, Foiniks, dan Ayas yang memohon kesudiannya untuk kembali ikut berperang) tentang dua pilihan takdir (διχθαδίας κήρας, diktadias kiras, 9.411) yang dihadapkan kepadanya.[16] Larik-lariknya adalah sebagai berikut:

μήτηρ γάρ τέ μέ φησι θεὰ Θέτις ἀργυρόπεζα
διχθαδίας κῆρας φερέμεν θανάτοιο τέλος δέ.
εἰ μέν κ’ αὖθι μένων Τρώων πόλιν ἀμφιμάχωμαι,
ὤλετο μέν μοι νόστος, ἀτὰρ κλέος ἄφθιτον ἔσται
εἰ δέ κεν οἴκαδ’ ἵκωμι φίλην ἐς πατρίδα γαῖαν,
ὤλετό μοι κλέος ἐσθλόν, ἐπὶ δηρὸν δέ μοι αἰὼν
ἔσσεται, οὐδέ κέ μ’ ὦκα τέλος θανάτοιο κιχείη.
[17]

Aku tahu dari ibuku, Dewi Tetis sang duli selaka
Dua macam takdir kupikul sesampai waktu ajalku tiba.
Andai aku tetap di sini, juang di pinggir negara Troya,
maka hilang peluang pulang, tapi nama besarku abadi.
Jika aku pulang memijak tanah tercinta para pitarah,
maka sirna kemuliaanku, tetapi umur panjang menanti,
akhir hayat tak akan datang menghampiriku dengan tergesa.

Ilias, larik 410-416

Dengan mengorbankan nostos, ia akan menerima pahala yang lebih besar, yakni kleos aftiton (κλέος ἄφθιτον), ketenaran yang tak akan binasa.[16] Di dalam Ilias, kata aftiton (ἄφθιτον, tidak dapat binasa) masih muncul lima kali lagi,[18] dan masing-masing digunakan untuk menyifatkan benda tertentu, yakni tongkat kebesaran Agamemnon, roda kereta Hebe, rumah Poseidon, singgasana Zeus, dan rumah Hefaistos. Richmond Lattimore menerjemahkan frasa kleos aftiton menjadi abadi selama-lamanya dan tak dapat binasa selama-lamanya, menyiratkan keabadian Akhiles lewat penonjolan pahala lebih besar yang sudah menanti dirinya jika kembali memerangi Troya.

Kleos kerap diwujudkan dalam bentuk rampasan yang didapatkan dari pertempuran. Saat mengambil Briseis, Agamemnon merenggut sebagian kleos Akhiles.

Gambar bintang-bintang menghiasi bagian tengah perisai buatan Hefaistos yang diberikan Tetis kepada Akhiles. Bintang-bintang menghadirkan gambaran mendalam tentang tempat seorang insan, seperwira apa pun dirinya, di dalam perspektif seluruh kosmos.

Kepulangan[sunting | sunting sumber]

Kepulangan (bahasa Yunani: νόστος, nostos) muncul tujuh kali,[19] sehingga menonjol sebagai salah satu tema sampingan di dalam Ilias. Meskipun demikian, tema kepulangan banyak digarap di dalam karya sastra Yunani Kuno lainnya, teristimewa di dalam kejadian-kejadian selama perjalanan pulang yang dialami anak-anak Atreus (Agamemnon dan Menelaos) dan Odiseus (baca artikel Odiseia).

Ujub[sunting | sunting sumber]

Ujub atau keangkuhan adalah penggerak alur cerita Ilias. Orang Akhaya berkumpul di padang negeri Troya demi merebut kembali Helene dari orang Troya. Sekalipun mayoritas orang Troya dengan senang hati bersedia memulangkan Helene kepada pihak Akhaya, mereka menuruti keangkuhan pangeran mereka, Aleksandros, yang juga dikenal dengan nama Paris. Dengan kerangka berpikir semacam inilah Homeros menggubah wiracaritanya. Pada permulaan Ilias, ujub Agamemnon melahirkan serentet peristiwa yang berbuntut pada tindakannya merampas Briseis, gadis yang sebelumnya ia berikan kepada Akhiles sebagai imbalan sumbangan tenaganya bagi perjuangan pihak Akhaya. Akibat tindakan tersebut, Akhiles enggan bertempur dan meminta ibunya, Tetis, untuk mendesak Dewa Zeus membuat pihak Akhaya terpojok di medan tempur sampai Agamemnon sadar akan kesalahannya terhadap Akhiles.[20]

Ujub Akhiles mendorongnya untuk meminta Tetis mendatangkan maut bagi kawan-kawan Akhayanya. Di dalam parwa 9, ketika ditawari pampasan perang dan Briseis oleh kawan-kawannya agar mau kembali ikut bertempur, Akhiles malah menampik, dan tetap mempertahankan niatnya untuk membalas penghinaan Agamemnon karena dorongan ujub. Akhiles tetap mempertahankan keangkuhannya sampai saat-saat akhir, manakala kemarahannya terhadap diri sendiri lantaran kematian Patroklos mengalahkan keangkuhannya lantaran kesalahan Agamemnon sehingga ia kembali ke medan laga dan menewaskan Hektor. Akhiles sekali lagi mengalahkan ujubnya ketika ia meredam amarah dan menyerahkan mayat Hektor kepada Priam pada bagian akhir cerita. Jelas ujublah yang menggerakkan alur wiracarita Ilias dari awal sampai akhir.[i][21]

Kepahlawanan[sunting | sunting sumber]

Ilias mengangkat tema kepahlawanan dengan berbagai macam cara melalui bermacam-macam tokoh, teristimewa Akhiles, Hektor, Patroklus, dll. Meskipun konsep kepahlawanan yang tradisional sering kali dikaitkan secara langsung dengan tokoh utama, yang memang diniatkan untuk dikisahkan dalam semangat kepahlawanan, ilias justru bermain-main dengan gagasan kepahlawanan dan tidak secara terang-terangannya menunjukkan siapa tokoh pahlawan sejatinya. Wiracarita Ilias dengan cermat menyoroti tokoh pahlawan besar Yunani Akhiles, maupun angkara murkanya dan kehancuran yang timbul akibat angkara murkanya. Sama seperti yang dilakukannya terhadap Akhiles, wiracarita ini juga dengan cermat menyoroti pahlawan Troya Hektor dan segala usaha dan perjuangannya demi melindungi keluarga dan rakyat negerinya. Pada umumnya orang beranggapan bahwa, lantaran Akhiles adalah tokoh utama, dialah tokoh pahlawan di dalam wiracarita ini. Meskipun demikian, jika mencermati sepak-terjangnya di sepanjang cerita, lalu membandingkannya dengan sepak-terjang tokoh-tokoh lain, sebagian pihak bisa saja akan menyimpulkan bahwa sebenarnya Akhiles bukanlah tokoh pahlawannya, dan mungkin saja justru tokoh antiwira. Orang dapat pula berpendapat bahwa Hektorlah sang pahlawan yang sesungguhnya di dalam wiracarita Ilias lantaran sifat-sifat kepahlawannan tampaknya sudah mendarah daging di dalam dirinya, misalnya kesetiaan kepada keluarganya serta ketangguhan dan kebulatan tekadnya untuk membela rakyatnya negerinya, maupun upacara pemakamannya secara terhormat yang menjadi sorotan utama bagian akhir cerita. Tokoh pahlawan Ilias yang sesungguhnya tidak pernah ditampilkan dengan gamblang, dan sengaja dibiarkan untuk ditafsirkan sendiri-sendiri oleh pujangga Homeros, yang berniat menampilkan keruwetan dan cacat-cela kedua tokoh tersebut, terlepas dari siapa pun yang dianggap sebagai pahlawan "sejati".

Kehormatan[sunting | sunting sumber]

Kleos berkaitan erat dengan timē (τιμή, artinya "kehormatan, marwah"), yakni gagasan tentang kehormatan yang didapatkan seorang insan bermartabat lewat prestasi (budaya, politik, pertempuran) yang ia capai dengan kedudukannya semasa hidup. Di dalam parwa 1, orang Akhaya mulai merasa jengah sejak Raja Agamemnon mencoreng kehormatannya dengan berbagai ulah yang tidak pantas diperbuat seorang raja. Pertama-tama Agamemnon mengancam Pendeta Krises (1.11), kemudian membuat orang Akhaya kesal ketika ia menghina Akhiles dengan menyita tawanannya, Briseis (1.171). Rasa sebal para pejuang Akhaya terhadap raja yang tidak bermartabat itu merusak semangat juang mereka.

Ketakaburan[sunting | sunting sumber]

Ketakaburan (bahasa Yunani: Ὕβρις, Hibris) memainkan peran yang sama dengan timê. Amarah Akhiles dan dampak destruktifnya menjadi tesis wiracarita Ilias. Amarah mengacaukan jarak aman yang memisahkan manusia dari dewa-dewi. Amarah yang tidak terkendali merusak tatanan hubungan sosial dan menggangu keseimbangan kebajikan yang mencegah dewa-dewi terpancing mendekati manusia. Meskipun jalan cerita Ilias berfokus pada amarah Akhiles, hibris juga memainkan peranan penting di dalamnya, yakni sebagai penyulut sekaligus bahan bakar bagi banyak peristiwa destruktif.[22]

Karena hibris, Agamemnon menampik harta tebusan Kriseis dan melukai harga diri Akhiles dengan mengambil kembali Briseis sebagai ganti rugi. Hibris memaksa Paris berlaga satu lawan satu dengan Menelaos. Agamemnon menghasut orang Akhaya untuk bertempur dengan cara menggugat harga diri Odiseus, Diomedes, dan Nestor. Ia bertanya, mengapa mereka bersikap pengecut dan menunggu-nunggu bantuan pada saat mereka seharusnya tampil memimpin penyerbuan. Meskipun kejadian-kejadian di dalam Ilias berfokus pada amarah Akhiles dan kerusakan yang ditimbulkannya, hibris-lah bahan bakar yang membuat kedua-duanya terus membara.[23]

Murka[sunting | sunting sumber]

Murka Akhiles (1819), karya Michel Drolling

Kata pembuka cerita, μῆνιν (mēnin; aku. μῆνις, mēnis, artinya "amarah, murka"), menjadi tema utama Ilias, yakni "Murka Akhiles".[24] Amarah pribadi dan harga diri keprajuritannya yang terluka menggulirkan cerita, karena mengakibatkan terpojoknya pihak Akhaya di medan perang, tewasnya Patroklos dan Hektor, serta kejatuhan kota Troya. Di dalam parwa 1, tema Akhiles murka pertama kali mengemuka di dalam pertemuan yang diprakarsainya, yakni pertemuan antara raja-raja Yunani dan Kalkhas si tukang tenung. Syahdan Raja Agamemnon telah merendahkan martabat Krises, pendeta Dewa Apolon di Troya, dengan menggertak dan mementahkan usaha sang pendeta menebus putrinya, Kriseis, sekalipun ditawari "hadiah yang tak terbilang banyaknya."[25] Sang pendeta yang terhina pun menyeru Dewa Apolon untuk menolongnya, maka Dewa Apolon menurunkan wabah yang mendera pihak Akhaya sembilan hari lamanya. Di dalam pertemuan tersebut, Akhiles menuding Agamemnon sebagai "orang yang paling tamak di antara manusia."[26] Agamemnon membalas tudingannya dengan perkataan berikut ini:

Maka ini ancaman untukmu.
Lantaran Dewa Foibos Apolon mengambil Kriseis kepunyaanku.
'Kan kupulangkan dengan kapalku, diantar langsung orang-orangku;
tetapi aku akan mengambil Briseis gadis berpipi halus,
yang sudah jadi jatahmu itu, 'kan kudatangi sendiri kemahmu, agar betul-betul kau sadar
lebih mulia aku darimu, agar yang lain tidak berani
merasa diri sejajar denganku atau sebanding dengan diriku.[27]

Sesudah mendengar ucapan Agamemnon, hanya Dewi Atena yang sanggup mengekang amarah Akhiles. Akhiles berikrar tidak akan lagi mematuhi perintah Agamemnon. Dengan amarah membara, Akhiles menyeru ibunya, Tetis. Ibu Akhiles membujuk Dewa Zeus untuk membuat pihak Troya unggul di medan perang sampai Akhiles mendapatkan kembali hak-haknya. Sementara itu, angkatan perang Troya di bawah pimpinan Hektor berhasil memukul mundur pihak Akhaya sampai ke pantai (parwa 12). Agamemnon belakangan mengakui kekalahannya dan pulang ke Yunani (parwa 14). Amarah Akhiles sekali lagi mengubah peruntungan kedua belah pihak di medan perang ketika ia berusaha membalas dendam kematian Ptroklos di tangan Hektor. Rasa duka yang dalam membuat Akhiles menjambak rambutnya dan mengotori mukanya sendiri. Setelah Tetis datang untuk menghibur putranya itu, Akhiles berkata kepadanya:

Inilah tempatnya narapati Agamemnon membuatku murka.
Namun akan kita biarkan semuanya lalu, biar segala
nestapa dipalu kuasa amarah ke lubuk hati kita.
Kini aku akan berangkat, mengalahkan pembunuh orang terkasih,
Hektor; lalu akan kusongsong ajalku, kapan pun
Zeus dan para abadi lain menghendakinya.[28]

Dengan kerelaan dijemput maut sebagai ganjaran pembalasan dendam kematian Patroklos, Akhiles kembali ke medan laga, menewaskan Hektor dan menumbangkan Troya. Akhiles akhirnya berhasil menewaskan Hektor, sesudah dua putaran penuh mengejarnya keliling kota Troya. Mayat Hektor ia ikatkan pada buntut keretanya, sehingga terseret-seret sepanjang perjalanan pulangnya ke perkemahan.

Akhiles Menewaskan Hektor, karya Peter Paul Rubens (1630–1635).

Pengagungan perang[sunting | sunting sumber]

Sebagian besar isi Ilias mengulik perkara berhadapan dengan maut. Demi meraih ketenaran, para pejuang haruslah piawai membunuh. Meskipun demikian, adakalanya sang pujangga menyajikan segi-segi damai dari peperangan. Contoh pertamanya termaktub di dalam parwa ke-3, yakni tatkala Menelaus dan Paris bersepakat untuk bertarung satu lawan satu demi mengakhiri perang itu. Percakapan Menelaus dengan Paris ini memperlihatkan adanya hasrat yang sangat besar akan kedamaian di dalam sanubari kedua belah pihak. Masih di dalam parwa ke-3, urusan kedamaian sekali lagi mengemuka ketika para sesepuh mengutarakan kepada Priam bahwa sekalipun Helene itu cantik jelita, tetap saja perang adalah pengorbanan yang terlalu besar untuk dilakukan hanya demi mempertahankan satu orang. Bagian-bagian semacam ini menunjukkan sisi kemanusiaan dari peperangan. Di dalam parwa ke-6, kisah tentang kembalinya Hektor ke dalam kota demi menjenguk anak-istri merupakan bagian lain yang sangat menonjolkan kedamaian, karena dengan jelas diperlihatkan bahwa Hektor ternyata lebih dari sekadar seorang pejuang besar. Ia adalah seorang ayah yang menyayangi anaknya dan seorang suami yang mencintai istrinya. Kasih sayang yang mereka tunjukkan satu sama lain jauh bertolak belakang dengan adegan-adegan pertempuran yang mengerikan, sehingga menampakkan betapa besarnya arti kedamaian. Kisah-kisah damai yang terakhir dapat dijumpai di dalam parwa ke-23 dan ke-24. Yang pertama adalah kisah tentang lomba-lomba ketangkasan yang digelar untuk memeriahkan upacara pemakaman Patroklus. Lomba-lomba ketangkasan itu mengungkap perasaan bahagia, dukacita, maupun kegembiraan yang dapat saja muncul di tengah peperangan. Di dalam parwa ke-24, damai sekali lagi ditonjolkan ketika Akhiles dan Priam bersama-sama duduk bersantap sembari meratapi kepergian orang terkasih. Di dalam kisah perjumpaan ini, Akhiles dan Priam saling mengungkapkan rasa turut berbelasungkawa lalu menyepakati gencatan senjata selama 12 hari sehingga upacara pemakaman jenazah Hektor dapat dilangsungkan dengan khidmat.[29]

Pertanggalan dan sejarah tekstual[sunting | sunting sumber]

Wiracarita Ilias diduga berasal dari kurun waktu arkais pada zaman Klasik. Menurut konsensus para sarjana, wiracarita ini disusun pada abad ke-8 Pramasehi, tetapi menurut yang lain pada abad ke-7 Pramasehi.[butuh rujukan] Bagaimanapun juga terminus ante quem (batas akhir jangka waktu) pertanggalan Ilias adalah tahun 630 Pramasehi, terbukti dari karya-karya seni rupa dan sastra yang menggambarkan isi wiracarita ini.[30]

Sesudah meminta petunjuk Orakel di Dodona, Herodotos memperkirakan bahwa Homeros dan Hesiodos hidup dan berkarya kira-kira 400 mendahului masa hidupnya, yakni sekitar tahun 850 Pramasehi.[31]

Latar sejarah wiracarita ini adalah masa-masa pralaya Zaman Perunggu Akhir pada awal abad ke-12 Pramasehi. Dengan demikian Homeros terpisah kira-kira 400 tahun dari materi karya tulisnya, selang waktu 400 tahun ini dikenal dengan sebutan Abad Kegelapan Yunani. Di kalangan sarjana timbul perdebatan sengit seputar pertanyaan manakah bagian-bagian wiracarita Ilias yang melestarikan tradisi-tradisi asli dari zaman Mikene. Katalog Kapal pada khususnya memuat unsur-unsur yang secara geografis bukanlah gambaran negeri Yunani pada Zaman Besi, yakni masa hidup Homeros, melainkan gambaran negeri Yunani sebelum invasi orang Doria.

Kata Ἰλιάς, Ilias (gen. Ἰλιάδος, Iliados), adalah elipsis (kependekan) dari ἡ ποίησις Ἰλιάς, he poíesis Iliás (syair Troya). Kata Ἰλιάς, Ilias (Troyawi, asal Troya), adalah bentuk kata sifat khusus feminin dari Ἴλιον, Ilion (Troya). Bentuk kata sifat khusus maskulinnya adalah Ἰλιακός, Iliakos, atau Ἴλιος, Ilios.[32] Kata inilah yang dipakai Herodotos di dalam karya tulisnya.[33]

Naskah salinan Venetus A, yang dibuat pada abad ke-10 Masehi, adalah naskah lengkap Ilias tertua yang masih ada saat ini.[34] Editio princeps atau edisi cetak perdana Ilias, disunting Demetrios Khalkokondiles dan diterbitkan Bernardus Nerlius bersama Demetrios Damilas di Firenze pada tahun 1488/1489.[35]

Sebagai tradisi lisan[sunting | sunting sumber]

Pada Abad Kuno, bangsa Yunani menjadikan Ilias dan Odiseia sebagai dasar-dasar pedagogi. Sastra merupakan unsur utama dari fungsi budaya-didik rapsoidos keliling (sahibul hikayat), yang menghasilkan wiracarita-wiracarita konsisten dari ingatan dan improvisasi, serta menyebarluaskannya lewat nyanyian dan tembang di persinggahan-persinggahan sepanjang pengembaraan maupun di ajang pesta krida Panatenaya, yakni kejuaraan atletik, pentas musik, pergelaran seni bersyair, dan upacara persembahan korban yang diselenggarakan untuk memperingati hari jadi Dewi Atena.[36]

Mula-mula para klasikawan menganggap Ilias maupun Odiseia sebagai syair-syair tertulis dan Homeros sebagai seorang penulis. Pada era 1920-an, Milman Parry (1902–1935) memprakarsai gerakan yang membantah anggapan tersebut. Penelitian gaya lisan Homeros—"julukan penyifatan" dan "pengulangan" (kata, frasa, bait)—yang dilakukannya menunjukkan bahwa formula semacam ini merupakan unsur-unsur peninggalan tradisi lisan yang tidak sukar dituangkan ke dalam sebaris larik heksametris. Pengulangan julukan yang terdiri atas dua kata (misalnya "Odiseus [nan] cerdik") diserangkaikan dengan nama tokoh sehingga mencukupi separuh dari jumlah suku kata yang dibutuhkan untuk menganggit satu larik, dengan demikian untuk separuh sisanya sang pujangga dapat leluasa merangkai kata-kata "ciptaan sendiri" sehingga menyempurnakan makna larik tersebut.[37] Di Yugoslavia, Parry dan asistennya, Albert Lord (1912–1991), mempelajari komposisi formula-lisan dari puisi lisan Serbia sehingga menghasilkan tesis Parry/Lord yang memunculkan bidang kajian oral tradition studies, yang kemudian hari dikembangkan oleh Eric Havelock, Marshall McLuhan, Walter Ong, dan Gregory Nagy.

Di dalam buku The Singer of Tales (terbit tahun 1960), Albert Lord memaparkan berbagai kemiripan kemalangan-kemalangan yang menimpa Patroklos, tokoh Akhaya di dalam Ilias, dengan kemalangan-kemalangan yang menimpa Enkidu, tokoh Sumeria di dalam wiracarita Gilgames, dan berdasarkan "analisis yang cermat atas pengulangan pola-pola tematis" dengan tegas membantah pendapat yang mengatakan bahwa alur pengisahan Patroklos mengacaukan formula komposisi Homeros yang sudah baku, yakni formula "murka, melarikan mempelai perempuan, dan usaha penyelamatan"; oleh karena itu pengulangan julukan penyifatan tidak membatasi orisinalitasnya dalam menyusun cerita sedemikian rupa sehingga berima.[38] Sejalan dengan Albert Lord, James Armstrong memaparkan di dalam karya tulisnya (terbit tahun 1958)[39] bahwa formulae syair tersebut melahirkan makna yang lebih kaya karena diksi "motif si malang"—menggambarkan Akhiles, Agamemnon, Paris, dan Patroklos—berguna untuk "menonjolkan betapa pentingnya …suatu momen yang mengesankan," oleh karena itu, "[pengulangan] menciptakan atmosfer lancar-mengalir," dan di dalam atmosfer semacam inilah Homeros membedakan Patroklos dari Akhiles, dan meramalkan kematian Patroklos dengan frasa yang bernada positif maupun yang bernada negatif.[40][39]

Di dalam Ilias, ketidakkonsistenan sintaktis mungkin saja adalah suatu tradisi lisan. Sebagai contoh, Dewi Afrodite disifatkan sebagai "pecinta-tawa", kendati terluka parah diserang Diomedes (Parwa V, 375); dan tokoh-tokoh dewata yang dihadirkan dapat saja merupakan hasil pencampuradukkan mitologi Mikene dengan mitologi Abad Kegelapan Yunani (sekitar tahun 1150–800 Pramasehi), dengan menyejajarkan para menak basileis yang berkuasa turun-temurun (para pemimpin yang lebih rendah kelas sosialnya) dengan dewa-dewi rendahan, misalnya tokoh Skamandros, dan lain-lain.[41]

Dewasa ini[sunting | sunting sumber]

Anak-anak di negara Yunani sekarang ini diajari Ilias dan Odiseya di sekolah sebagai mata pelajaran wajib. Dengan cara ini mereka dapat mengetahui mitologi, sejarah, adat-istiadat dan tata susila purba tanah air mereka, sekaligus menelaah puisi Homeros.[butuh rujukan]

Penggambaran peperangan[sunting | sunting sumber]

Penggambaran laga prajurit pejalan kaki[sunting | sunting sumber]

Meskipun Mikene maupun Troya adalah negara maritim, Ilias tidak menyajikan kisah pertempuran laut.[42]

Dampak terhadap cara-cara berperang Yunani klasik[sunting | sunting sumber]

Meskipun belum tentu merupakan karya sastra yang diluhurkan bangsa Yunani Kuno, hampir dapat dipastikan bahwa syair-syair Homeros (khususnya Ilias) dipandang sebagai tuntunan yang penting bagi pemahaman intelektual semua anak bangsa Yunani yang berpendidikan. Terbukti dari kenyataan bahwa menjelang akhir abad ke-5 Pramasehi, "kemampuan menyitir ayat-ayat Ilias dan Odiseus di luar kepala merupakan salah satu ciri orang terpandang."[43]:36 Selain itu, boleh dikata peperangan yang digambarkan di dalam Ilias, maupun cara penggambarannya, meninggalkan dampak yang mendalam dan terlacak pada cara-cara berperang bangsa Yunani pada umumnya. Pada khususnya, dampak-dampak dari sastra wiracarita dapat dibedakan menjadi tiga kategori: taktik, ideologi, dan pola pikir para panglima. Supaya dapat memahami dampak-dampak tersebut, orang perlu mencermati beberapa contoh dari tiap-tiap kategori.

Sebagian besar pertarungan yang diuraikan secara terperinci di dalam Ilias adalah pertarungan tertata satu-lawan-satu yang dilakukan oleh tokoh-tokoh pahlawan. Malah, seperti di dalam Odiseus, ada rangkaian ritual khusus yang harus dilakukan di dalam tiap-tiap pertarungan tersebut. Sebagai contoh, jika seorang pahlawan besar berhadap-hadapan dengan seorang pahlawan kroco, maka pahlawan kroco diperkanalkan terlebih dahulu, dilanjutkan dengan saling melontarkan ancaman, dan diakhiri dengan ditewaskannya pahlawan kroco. Sering kali pemenang melucuti baju zirah dan perlengkapan ketentaraan dari jenazah lawan.[43]:22–3 Berikut ini adalah salah satu contoh uraian ritual tersebut dan pertarungan satu-lawan-satu di Ilias:

Di sana Ayas anak Telamon memukul jatuh putra Antemion,
Simoeisios muda rupawan, warisi rupa ayu ibunda
terlahir dari kandungan Ida di tepian sungai Simoeis
tatkala ikut bapa dan biyung menggembalakan kawanan domba.

Itulah asal nama Simoeisios; tapi tiada sudah dayanya
membalas kasih orang tuanya; pendek umurnya mati tertikam
tembiang Ayas si tinggi hati, di puting dada sebelah kanan
lembing perunggu jitu menghujam, lolos menembus pundak yang kanan.[44]

Menurut Hans van Wees, kurun waktu yang berkaitan dengan riwayat peperangan tersebut dapat ditentukan secara spesifik, yaitu pada paro pertama abad ke-7 Pramasehi.[45]

Dampak terhadap seni rupa dan budaya populer[sunting | sunting sumber]

Ilias sudah dihargai sebagai salah satu karya sastra standar yang sangat penting pada zaman Yunani Klasik dan masih terus dihargai pada zaman Helenistis dan zaman Kekaisaran Romawi Timur. Para penulis naskah drama sangat gemar menggarap subjek-subjek dari Perang Troya.

Di bidang kesenian pada abad ke-20[sunting | sunting sumber]

  • Simone Weil menulis esai berjudul "The Iliad or the Poem of Force" pada tahun 1939, tak lama sesudah Perang Dunia II meletus. Esai ini menjabarkan betapa Ilias memperlihatkan bagaimana tindak kekerasan dilakukan seekstrem mungkin di dalam perang, merendahkan harkat korban maupun pelaku kekerasan ke taraf budak dan automaton yang tidak bernalar.[46]
  • The Golden Apple, teater musikal Broadway tahun 1954, karya penulis naskah John Treville Latouche dan komponis Jerome Moross, adalah hasil adaptasi bebas wiracarita Ilias dan Odiseia, dengan mengganti latar peristiwanya dengan negara bagian Washington di Amerika Serikat pada masa Perang Spanyol-Amerika. Babak pertama menampilkan adegan-adegan yang terinspirasi wiracarita Ilias, sementara adegan-adegan yang terinspirasi wiracarita Odiseia ditampilkan pada babak ke-2.
  • King Priam, opera karya Sir Michael Tippett yang pertama kali dipentaskan pada tahun 1962 didasarkan atas wiracarita Ilias.
  • War Music, puisi karangan Christopher Logue, merupakan "penjelasan", bukan terjemahan, dari Ilias, mulai digubah atas pesanan pada tahun 1959 untuk sebuah acara radio. Puisi ini terus ia kembangkan sampai akhir hayatnya pada tahun 2011. Puisi yang disebut Tom Holland sebagai "karya luar biasa dari khazanah sastra pascaperang" ini turut mempengaruhi Kae Tempest dan Alice Oswald, yang mengatakan bahwa puisi tersebut "memancarkan sejenis energi teatrikal nan terlupakan ke dalam dunia."[47]

Di ranah budaya populer dewasa ini[sunting | sunting sumber]

  • Age of Bronze, serial karya Eric Shanower yang diterbitkan Image Comics sejak tahun 1998, menceritakan kembali legenda Perang Troya.[48][49][50]
  • Ilium, novel fiksi ilmiah bertema kepahlawanan karangan Dan Simmons yang dirilis pada tahun 2003, mendapatkan penghargaan Locus Award untuk novel fiksi ilmiah terbaik tahun 2003.[butuh rujukan]
  • Troy (2004), adaptasi bebas wiracarita Ilias ke dalam film, menuai beragam tanggapan tetapi sukses di pasaran, terutama di pasaran internasional. Film ini mampu meraup laba bruto sebanyak 133 juta dolar di Amerika Serikat dan 497 juta dolar di seluruh dunia, sehingga menempatkannya pada peringkat ke-188 di antara film-film peraup laba bruto tertinggi sepanjang masa.[51]
  • Novel perdana Madeline Miller berjudul The Song of Achilles yang terbit pada tahun 2011[52] bercerita tentang kebersamaan Akhiles dan Patroklos sebagai kawan masa kecil, kekasih, dan prajurit. Novel yang the 2012 penghargaan Women's Prize for Fiction tahun 2012 ini menggunakan Ilias maupun karya-karya tulis pujangga klasik lainnya seperti Statius, Ovidius, dan Vergilius sebagai sumber rujukannya.[53]
  • Memorial (terbit tahun 2011), bunga rampai puisi Alice Oswald yang keenam,[54] didasarkan pada, tetapi keluar dari, bentuk naratif Ilias, agar lebih fokus kepada, dan dengan demikian mengenang kembali, tokoh-tokoh orang pribadi yang disebutkan namanya dan dikisahkan ajalnya di dalam Ilias.[55][56][57] Pada bulan Oktober 2011, Memorial masuk ke dalam daftar pendek calon pemenang penghargaan T. S. Eliot Prize,[58] tetapi Alice Oswald meminta bukunya dikeluarkan dari daftar tersebut pada bulan Desember 2011[59][60] seraya menyuarakan keprihatinannya terhadap etika pihak sponsor penghargaan tersebut.[61]
  • The Rage of Achilles, karya Terence Hawkins, penulis Amerika dan pengasas Konferensi Penulis Yale, menceritakan kembali Iliad dalam bentuk novel dengan gaya bahasa modern dan kadang-kadang dengan bahasa grafis. Dengan pengetahuan tentang teori alam pikiran bikameral Julian Jaynes dan historisitas Perang Troya, sang penulis menghadirkan tokoh-tokoh Ilias di dalam novelnya sebagai manusia-manusia sejati, dan penampakan-penampakan dewa-dewi hanyalah halusinasi mereka atau suara-suara perintah pada masa-masa peralihan yang mendadak dan menyakitkan menuju kesadaran modern.[butuh rujukan]

Di bidang ilmu pengetahuan[sunting | sunting sumber]

  • Psikiater Jonathan Shay menulis dua buku, yaitu Achilles in Vietnam: Combat Trauma and the Undoing of Character (1994)[62] dan Odysseus in America: Combat Trauma and the Trials of Homecoming (2002),[63] yang menghubungkan Ilias dan Odiseya dengan gangguan stres pascatrauma dan luka moral yang didapati di dalam riwayat-riwayat rehabilitasi pasien-pasien veteran yang pernah terjun langsung ke medan tempur.

Naskah-naskah[sunting | sunting sumber]

Ada lebih dari 2000 naskah karya-karya Homeros.[64][65] Beberapa naskah yang paling terkenal adalah sebagai berikut:

Baca juga[sunting | sunting sumber]

Rujukan[sunting | sunting sumber]

Keterangan[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Frobish (2003:24) mengemukakan di dalam karya tulisnya bahwa Perang Troya "bermula dengan ujub dan sikap kurang dewasa Akhiles, tetapi berakhir dengan kemahiran dan keperwiraannya di medan laga.”

Kutipan[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Bell, Robert H. "Homer's humor: laughter in the Iliad." hand 1 (2007): 596.
  2. ^ Homer. The Iliad. New York: Norton Books. hlm. 115. 
  3. ^ Lawson, John Cuthbert (1910). Modern Greek folklore and ancient Greek religion: a study in survivals. Cambridge University Press. hlm. 2–3. 
  4. ^ Adkins, A. W. H.; Pollard, John Richard Thornhill (March 2, 2020) [1998]. "Greek religion". Encyclopædia Britannica. 
  5. ^ a b Mikalson, Jon (1991). Honor Thy Gods: Popular Religion in Greek Tragedy. Chapel Hill: University of North Carolina Press. 
  6. ^ Homer's Iliad, Classical Technology Center.
  7. ^ Fate as presented in Homer's "The Iliad", Everything2
  8. ^ Dunkle, Roger (1986). "ILIAD," dalam The Classical Origins of Western Culture, The Core Studies 1 Study Guide. Brooklyn College. Diarsipkan dari versi asli tanggal 5 Desember 2007.
  9. ^ Homer, Iliad 16.849–54 (Lattimore 1951).
  10. ^ Homer. The Iliad. 16.433–34 (Lattimore 1951).
  11. ^ Homer. The Iliad 16.440–43 (Lattimore 1951).
  12. ^ Homer. The Iliad 22.178–81 (Lattimore 1951).
  13. ^ Homer. The Iliad 20.300–04 (Lattimore 1951).
  14. ^ "The Concept of the Hero in Greek Civilization". Athome.harvard.edu. Diarsipkan dari versi asli tanggal 21 April 2010. Diakses tanggal 18 April 2010. 
  15. ^ "Heroes and the Homeric Iliad". Uh.edu. Diakses tanggal 18 April 2010. 
  16. ^ a b Volk, Katharina. "ΚΛΕΟΣ ΑΦΘΙΤΟΝ Revisited". Classical Philology, Jld. 97, No. 1 (Jan., 2002), hlmn. 61–68.
  17. ^ 9.410–416
  18. ^ II.46, V.724, XIII.22, XIV.238, XVIII.370
  19. ^ 2.155, 2.251, 9.413, 9.434, 9.622, 10.509, 16.82
  20. ^ Frobish, T.S. (2003). “An Origin of a Theory: A Comparison of Ethos in the Homeric Iliad with That Found in Aristotle’s Rhetoric.” Rhetoric 22(1):16-30.
  21. ^ Frobish, T.S. (2003). “An Origin of a Theory: A Comparison of Ethos in the Homeric Iliad with That Found in Aristotle’s Rhetoric.” Rhetoric 22(1):16-30.
  22. ^ Thompson, Diane P. “Achilles’ Wrath and the Plan of Zeus.”
  23. ^ Thompson, Diane P. “Achilles’ Wrath and the Plan of Zeus.”
  24. ^ Rouse, W.H.D. (1938). The Iliad. hlm. 11.
  25. ^ Homer, Iliad 1.13 (Lattimore 1951).
  26. ^ Homer, Iliad 1.122 (Lattimore 1951).
  27. ^ Homer, Iliad 1.181–87 (Lattimore 1951).
  28. ^ Homer, Iliad 18.111–16 (Lattimore 1951).
  29. ^ Moore, C. H. (1921). "Prophecy in the Ancient Epic". Harvard Studies in Classical Philology. 32: 99–175. doi:10.2307/310716. JSTOR 310716. 
  30. ^ West, M. L. (1999). "The Invention of Homer". The Classical Quarterly. 49 (2): 364–382. doi:10.1093/cq/49.2.364. ISSN 0009-8388. JSTOR 639863. 
  31. ^ Herodotus (de Sélincourt 1954), hlm. 41.
  32. ^ Ἰλιάς, Ἰλιακός, Ἴλιος. Liddell, Henry George; Scott, Robert; A Greek–English Lexicon at the Perseus Project
  33. ^ Hist. 2.116
  34. ^ Blackwell, Amy Hackney (2007). "Robot Scans Ancient Manuscript in 3-D." Wired.Templat:Unreliablesource
  35. ^ "Homerus, [Τὰ σωζόμενα]". Onassis Library. Diakses tanggal 03 September 2017. 
  36. ^ The Columbia Encyclopedia (edisi ke-5) (1994). hlm. 173.
  37. ^ Porter, John. The Iliad as Oral Formulaic Poetry (8 Mei 2006) University of Saskatchewan. Temu balik tanggal 26 November 2007.
  38. ^ Lord, Albert (1960). The Singer of Tales. Cambridge: Harvard University Press. hlm. 190, 195.
  39. ^ a b Armstrong, James I. (1958). "The Arming Motif in the Iliad." American Journal of Philology 79(4):337–54.
  40. ^ Iliad, Book XVI, 130–54
  41. ^ Toohey, Peter (1992). Reading Epic: An Introduction to the Ancient Narrative. New Fetter Lane, London: Routledge.
  42. ^ Ilias 3.45–50
  43. ^ a b Lendon, J.E. (2005). Soldiers and Ghosts: A History of Battle in Classical Antiquity. New Haven, CT: Yale University Press.
  44. ^ Homer, Iliad 4.473–83 (Lattimore 2011).
  45. ^ Van Wees, Hans. Greek Warfare: Myth and Realities. hlm. 249.
  46. ^ Bruce B. Lawrence and Aisha Karim (2008). On Violence: A Reader. Duke University Press. hlm. 377. ISBN 978-0-8223-3769-0. 
  47. ^ Logue, Christopher (2015). "Introduction by Christopher Reid". War Music, an account of Homer's Iliad. Faber and Faber. ISBN 978-0-571-31449-2. 
  48. ^ A Thousand Ships (2001, ISBN 1-58240-200-0)
  49. ^ Sacrifice (2004, ISBN 1-58240-360-0)
  50. ^ Betrayal, Part One (2008, ISBN 978-1-58240-845-3)
  51. ^ "All Time Worldwide Box Office Grosses". Box Office Mojo. 
  52. ^ Miller, Madeline. (2011). The song of Achilles. London: Bloomsbury Pub Ltd. ISBN 978-1-4088-1603-5. OCLC 740635377. 
  53. ^ Ciabattari, Jane (21 Maret 2012). "Madeline Miller Discusses 'The Song of Achilles'". The Daily Beast. Diakses tanggal 1 Juni 2012. 
  54. ^ Oswald, Alice (2011). Memorial: An Excavation of the Iliad. London: Faber & Faber. ISBN 978-0-571-27416-1. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-06-06. 
  55. ^ Holland, Tom (17 October 2011). "The Song of Achilles by Madeline Miller / Memorial by Alice Oswald. Surfing the rip tide of all things Homeric". The New Statesman. London: New Statesman. Diakses tanggal 1 Juni 2012. 
  56. ^ Kellaway, Kate (2 October 2011). "Memorial by Alice Oswald – review". The Observer. London: Guardian News and Media Limited. Diakses tanggal 1 Juni 2012. 
  57. ^ Higgins, Charlotte (28 October 2011). "The Song of Achilles by Madeline Miller, and more – review". The Guardian. London: Guardian News and Media Limited. Diakses tanggal 1 Juni 2012. 
  58. ^ Flood, Alison (20 October 2011). "TS Eliot prize 2011 shortlist revealed". The Guardian. London: Guardian News and Media Limited. Diakses tanggal 1 Juni 2012. 
  59. ^ Waters, Florence (6 December 2011). "Poet withdraws from TS Eliot prize over sponsorship". The Telegraph. London: Telegraph Media Group Limited. Diakses tanggal 13 Februari 2012. 
  60. ^ Flood, Alison (6 December 2011). "Alice Oswald withdraws from TS Eliot prize in protest at sponsor Aurum". The Guardian. London: Guardian News and Media Limited. Diakses tanggal 13 Februari 2012. 
  61. ^ Oswald, Alice (12 December 2011). "Why I pulled out of the TS Eliot poetry prize". The Guardian. London: Guardian News and Media Limited. Diakses tanggal 13 Februari 2012. 
  62. ^ Shay, Jonathan. Achilles in Vietnam: Combat trauma and the undoing of character. Scribner, 1994. ISBN 978-0-684-81321-9
  63. ^ Shay, Jonathan. Odysseus in America: Combat Trauma and the Trials of Homecoming. New York: Scribner, 2002. ISBN 978-0-7432-1157-4
  64. ^ OCLC 722287142
  65. ^ Bird, Graeme D. (2010). Multitextuality in the Homeric Iliad: The Witness of the Ptolemaic Papyr. Washington, D.C.: Center for Hellenic Studies. ISBN 978-0-674-05323-6. 

Kepustakaan[sunting | sunting sumber]

Bahan bacaan lanjutan[sunting | sunting sumber]

Pranala luar[sunting | sunting sumber]