Lompat ke isi

Surat Lampung: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
Rescuing 17 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.9.5
 
(30 revisi perantara oleh 2 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{Teks Lampung}}{{Infobox Writing system
{{Teks Lampung}}
{{Infobox Writing system
|name=Surat Lampung
|name=Surat Lampung
|altname={{script/Lampung|𞜑𞜔𞜎𞜇𞜜𞜏𞜌𞜜𞜊𞜔𞜖}}
|altname={{script/Lampung|𞜑𞜔𞜎𞜇𞜜𞜏𞜌𞜜𞜊𞜔𞜖}}
|type=[[Abugida]]
|type=[[Abugida]]
|languages=[[Bahasa Lampung|Rumpun bahasa Lampung]], [[Bahasa Melayu|Melayu]]<ref name=":0">{{Cite web|title=Malay manuscripts from south Sumatra - Asian and African studies blog|url=https://blogs.bl.uk/asian-and-african/2015/04/malay-manuscripts-from-south-sumatra.html|website=blogs.bl.uk|access-date=2021-03-15}}</ref>
|languages=[[Bahasa Lampung|Rumpun bahasa Lampung]], [[Bahasa Melayu|Melayu]]<ref name=":0">{{Cite web|title=Malay manuscripts from south Sumatra - Asian and African studies blog|url=https://blogs.bl.uk/asian-and-african/2015/04/malay-manuscripts-from-south-sumatra.html|website=blogs.bl.uk|access-date=2021-03-15|archive-date=2023-04-01|archive-url=https://web.archive.org/web/20230401054558/https://blogs.bl.uk/asian-and-african/2015/04/malay-manuscripts-from-south-sumatra.html|dead-url=no}}</ref>
|fam1={{hipotesis abjad aram-brahmi}}
|fam1={{hipotesis abjad aram-brahmi}}
|fam2=[[Aksara Pallawa]]
|fam2=[[Aksara Pallawa]]
|fam3=[[Aksara Kawi]]
|fam3=[[Aksara Kawi]]
| direction = rtl
| direction = rtl
|sisters={{keluarga kawi}}
|sisters={{Keluarga Kawi}}
|unicode=Belum terdaftar
|unicode=Belum terdaftar
|iso15924=
|iso15924=
|imagesize=275px
|imagesize=275px
|sample=Surat Lampung.png
|sample=Surat Lampung.png
|caption=[[Rupa huruf]] aksara Lampung rekaan Koninklijke Joh. Enschedé (1907)}}
|caption=[[Rupa huruf]] surat Lampung rekaan Koninklijke Joh. Enschedé (1907)}}


'''Surat Lampung'''{{sfn|Pudjiastuti|1996|pp=}} adalah sekumpulan [[aksara]] tradisional Indonesia yang berkembang di [[pulau Sumatra]] bagian selatan. Aksara ini digunakan untuk menulis [[Bahasa Lampung|rumpun bahasa Lampung]] dan [[bahasa Melayu]].<ref name=":0" /> Surat Lampung merupakan turunan dari [[aksara Kawi]]. Surat Lampung aktif digunakan dalam tulisan sehari-hari masyarakat Lampung sejak pertengahan abad ke-17 hingga pertengahan abad ke-20 sebelum fungsinya berangsur-angsur tergantikan dengan huruf Latin. Aksara ini masih diajarkan di [[Provinsi Lampung]] sebagai bagian dari muatan lokal,{{sfn|Pudjiastuti|1996|pp=60}}<ref name=":2" /> namun dengan penerapan yang terbatas dalam kehidupan sehari-hari.
'''''Surat Lampung''''', juga disebut '''Aksara Lampung''', adalah sekumpulan [[aksara]] tradisional Indonesia yang berkembang di [[pulau Sumatra]] bagian selatan.{{sfn|Pudjiastuti|1996|pp=}} Aksara ini digunakan untuk menulis [[Bahasa Lampung|rumpun bahasa Lampung]] dan [[bahasa Melayu]].<ref name=":0" /> Surat Lampung merupakan turunan dari [[aksara Kawi]]. Surat Lampung aktif digunakan dalam tulisan sehari-hari masyarakat Lampung sejak pertengahan abad ke-17 hingga pertengahan abad ke-20 sebelum fungsinya berangsur-angsur tergantikan dengan huruf Latin. Aksara ini masih diajarkan di [[Provinsi Lampung]] sebagai bagian dari muatan lokal,{{sfn|Pudjiastuti|1996|pp=60}}<ref name=":2" /> namun dengan penerapan yang terbatas dalam kehidupan sehari-hari.


Surat Lampung adalah aksara [[abugida]] yang terdiri dari tiga unsur, yaitu ''kelabai surat'' (19 aksara dasar), ''benah surat'' (10 diakritik), dan tanda baca. Seperti aksara [[Rumpun aksara Brahmi|Brahmi]] lainnya, setiap konsonan merepresentasikan satu suku kata dengan vokal inheren {{IPA|[a]}}, {{IPA|[ə]}}, dan {{IPA|[o]}} yang dapat diubah dengan pemberian diakritik tertentu. Arah penulisan surat Lampung adalah kiri ke kanan. Aksara ini termasuk dalam rumpun aksara Sumatra selatan (''[[Surat Ulu]]''). Rumpun aksara ini memiliki ciri khas, yaitu bentuknya lebih sederhana daripada keturunan aksara Kawi di [[Aksara Jawa|Jawa]] dan [[Aksara Bali|Bali]] serta tidak memiliki ''pasangan''.<ref>{{Cite web|title=Aksara Kaganga Bengkulu – Kantor Bahasa Bengkulu|url=https://kantorbahasabengkulu.kemdikbud.go.id/aksara-kaganga-bengkulu/|language=id-ID|access-date=2021-03-15}}</ref>
Surat Lampung adalah aksara [[abugida]] yang terdiri dari tiga unsur, yaitu ''kĕlabay surat'' (19 aksara dasar), ''bĕnah surat'' (10 diakritik), dan tanda baca. Seperti aksara [[Rumpun aksara Brahmi|Brahmi]] lainnya, setiap konsonan merepresentasikan satu suku kata dengan vokal inheren {{IPA|[a]}}, {{IPA|[ə]}}, dan {{IPA|[o]}} yang dapat diubah dengan pemberian diakritik tertentu. Arah penulisan surat Lampung adalah dari kiri ke kanan. Aksara ini termasuk dalam rumpun aksara Sumatra bagian selatan (''[[Surat Ulu]]''). Rumpun aksara ini memiliki ciri khas, yaitu bentuknya lebih sederhana daripada keturunan aksara Kawi di [[Aksara Jawa|Jawa]] dan [[Aksara Bali|Bali]] serta tidak memiliki ''pasangan''.<ref>{{Cite web|title=Aksara Kaganga Bengkulu – Kantor Bahasa Bengkulu|url=https://kantorbahasabengkulu.kemdikbud.go.id/aksara-kaganga-bengkulu/|language=id-ID|access-date=2021-03-15|archive-date=2023-02-02|archive-url=https://web.archive.org/web/20230202122529/https://kantorbahasabengkulu.kemdikbud.go.id/aksara-kaganga-bengkulu/|dead-url=no}}</ref>


== Sejarah ==
== Sejarah ==
[[Berkas:Lampungic isolects.svg|jmpl|ki|200px|Bahasa-bahasa pengguna surat Lampung di Sumatra bagian selatan: {{color|green|'''Lampung Api'''}}, {{color|red|'''Lampung Nyo'''}}, dan {{color|blue|'''Komering'''}}.]]
[[Berkas:Lampungic isolects.svg|jmpl|ki|200px|Bahasa-bahasa pengguna surat Lampung di Sumatra bagian selatan: {{color|green|'''Lampung Api'''}}, {{color|red|'''Lampung Nyo'''}}, dan {{color|blue|'''Komering'''}}.]]


Para ahli umumnya meyakini bahwa surat Lampung merupakan salah satu turunan [[aksara Brahmi]], berdasarkan studi perbandingan bentuk aksara-aksara Nusantara yang pertama kali dijabarkan oleh Holle<ref name="holle">{{Cite Journal|title=Tabel van oud-en nieuw-Indische alphabetten|last=Holle|first=K F|journal=Bijdrage tot de palaeographie van Nederlandsch-Indie|year=1882|place=Batavia|publisher=W. Bruining|oclc=220137657|url=http://dbooks.bodleian.ox.ac.uk/books/PDFs/590496015.pdf}}</ref> dan Kern.<ref name="kern">{{Cite Journal|title=Eene bijdgrade tot de paleographie van Nederlansch-Indie|last=Kern|first=H|journal=Bijdrage tot de Taal-Land-en Volkenkunde van Nederlandsch-indie|year=1882|place=S' Gravenhage|publisher=Martinus Nijhoff}}</ref> Namun begitu, sejarah evolusi surat Lampung tidak dapat dirunut dengan pasti karena surat Lampung sejauh ini hanya ditemukan pada materi yang umurnya tidak lebih dari 400 tahun. Surat Lampung lazim ditulis pada media yang rentan rusak di iklim tropis, dan tidak ada prasasti atau peninggalan tua lainnya yang disetujui sebagai purwarupa langsung surat Lampung.{{sfn|Kozok|1996|pp=233–234}}
Para ahli umumnya meyakini bahwa surat Lampung merupakan salah satu turunan [[aksara Brahmi]], berdasarkan studi perbandingan bentuk aksara-aksara Nusantara yang pertama kali dijabarkan oleh Holle dan Kern.<ref name="holle">{{Cite Journal|title=Tabel van oud-en nieuw-Indische alphabetten|last=Holle|first=K F|journal=Bijdrage tot de palaeographie van Nederlandsch-Indie|year=1882|place=Batavia|publisher=W. Bruining|oclc=220137657|url=http://dbooks.bodleian.ox.ac.uk/books/PDFs/590496015.pdf|access-date=2021-03-16|archive-date=2023-05-19|archive-url=https://web.archive.org/web/20230519223932/http://dbooks.bodleian.ox.ac.uk/books/PDFs/590496015.pdf|dead-url=no}}</ref><ref name="kern">{{Cite Journal|title=Eene bijdgrade tot de paleographie van Nederlansch-Indie|last=Kern|first=H|journal=Bijdrage tot de Taal-Land-en Volkenkunde van Nederlandsch-indie|year=1882|place=S' Gravenhage|publisher=Martinus Nijhoff}}</ref> Namun begitu, sejarah evolusi surat Lampung tidak dapat dirunut dengan pasti karena surat Lampung sejauh ini hanya ditemukan pada materi yang umurnya tidak lebih dari 400 tahun. Surat Lampung lazim ditulis pada media yang rentan rusak di iklim tropis, dan tidak ada prasasti atau peninggalan tua lainnya yang disetujui sebagai purwarupa langsung surat Lampung.{{sfn|Kozok|1996|pp=233–234}}


Kerabat paling dekat dari surat Lampung adalah rumpun [[surat Ulu]] seperti [[aksara Rejang]] dan [[aksara Incung]]. Baik rumpun [[surat Batak]] maupun rumpun [[surat Ulu]] berkembang di wilayah pedalaman Sumatra yang relatif lambat menerima pengaruh luar. Karena itu, ketika Sumatra menerima pengaruh [[Islam]] yang signifikan sejak abad ke-14, kedua wilayah tersebut mempertahankan penggunaan [[Rumpun aksara Brahmi|aksara turunan Brahmi]] selagi wilayah pesisir mengadopsi penggunaan [[huruf Jawi|abjad Jawi]]. Diperkirakan surat Lampung pertama kali berkembang di daerah hulu [[Sungai Komering]] tempat mayoritas penutur [[bahasa Komering]] bermukim. Hal ini tampak dari kemiripan antara bentuk surat Lampung dengan surat Ulu di [[Sumatera Selatan]]. Dari Komering, surat Lampung menyebar ke arah selatan dan timur hingga menyentuh pesisir [[Selat Sunda]].{{Citation needed}}
Kerabat paling dekat dari surat Lampung adalah rumpun [[surat Ulu]] seperti [[aksara Rejang]] dan [[aksara Incung]]. Baik rumpun [[surat Batak]] maupun rumpun [[surat Ulu]] berkembang di wilayah pedalaman Sumatra yang relatif lambat menerima pengaruh luar. Karena itu, ketika Sumatra menerima pengaruh [[Islam]] yang signifikan sejak abad ke-14, kedua wilayah tersebut mempertahankan penggunaan [[Rumpun aksara Brahmi|aksara turunan Brahmi]] selagi wilayah pesisir mengadopsi penggunaan [[huruf Jawi|abjad Jawi]]. Diperkirakan surat Lampung pertama kali berkembang di daerah hulu [[Sungai Komering]] tempat mayoritas penutur [[bahasa Komering]] bermukim. Hal ini tampak dari kemiripan antara bentuk surat Lampung dengan surat Ulu di [[Sumatera Selatan]]. Dari Komering, surat Lampung menyebar ke arah selatan dan timur hingga menyentuh pesisir [[Selat Sunda]].{{Citation needed}}


Salah satu deskripsi dan tabel surat Lampung paling awal oleh penulis asing dapat ditemukan dalam buku ''History of Sumatra'' oleh William Marsden yang dicetak pada 1784.<ref>{{Cite book|last=Marsden|first=William|year=1784|url=https://www.academia.edu/38062886/History_of_Sumatra_by_William_Marsden_F.R.S.1784.P-000179.pdf|title=History of Sumatra|place=London|page=159-166}}</ref> Namun selain itu, tidak banyak yang diketahui mengenai bahasa, sastra dan surat Lampung di luar masyarakat Lampung sendiri hingga pertengahan abad ke-19. Pada 25 Agustus 1868, atas dukungan dan izin dari Lembaga Penginjil Belanda, ahli bahasa [[Herman Neubronner van der Tuuk]] tiba di Pelabuhan [[Kota Bandar Lampung|Telukbetung]]. Dari Telukbetung, ia menempuh perjalanan ke pedalaman selama tiga bulan hingga akhirnya ia sampai di [[Bumi Agung, Lampung Timur|Desa Lehan]].<ref>{{Cite journal|last=Hollander|first=A. A. den|date=2003|title=review van: Een vorst onder de taalgeleerden; Herman Neubronner van der Tuuk; Afgevaardigde voor Indië van het Nederlandsch Bijbelgenootschap 1847-1873; Een bronnenpublicatie. [Bespreking van: K. Groeneboer (2002) Een vorst onder de taalgeleerden; Herman Neubronner van der Tuuk; Afgevaardigde voor Indië van het Nederlandsch Bijbelgenootschap 1847-1873; Een bronnenpublicatie.]|url=https://research.vu.nl/en/publications/review-van-een-vorst-onder-de-taalgeleerden-herman-neubronner-van|journal=Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde|language=Dutch|volume=159|pages=629–631|issn=0006-2294}}</ref> Di sana ia mempelajari bahasa dan surat Lampung. Aktivitasnya menelusuri pedalaman Lampung berlangsung hingga 1869. Berdasarkan studi dan pengalamannya dengan masyarakat Lampung, Van der Tuuk menghasilkan materi komprehensif mengenai tradisi lisan dan tulis Lampung.<ref>{{Cite web|last=Lampung|first=Teras|date=2018-03-06|title=Van der Tuuk Meneliti Bahasa Lampung, Bahasa Batak, Hingga Bahasa Bali|url=https://www.teraslampung.com/van-der-tuuk-meneliti-bahasa-lampung-bahasa-batak-hingga-bahasa-bali/|website=Teraslampung.com|language=id-ID|access-date=2021-03-17}}</ref>
Salah satu deskripsi dan tabel surat Lampung paling awal oleh penulis asing dapat ditemukan dalam buku ''History of Sumatra'' oleh William Marsden yang dicetak pada 1784.<ref>{{Cite book|last=Marsden|first=William|year=1784|url=https://www.academia.edu/38062886/History_of_Sumatra_by_William_Marsden_F.R.S.1784.P-000179.pdf|title=History of Sumatra|place=London|page=159-166|access-date=2021-03-17|archive-date=2023-02-02|archive-url=https://web.archive.org/web/20230202161016/https://www.academia.edu/38062886/History_of_Sumatra_by_William_Marsden_F.R.S.1784.P-000179.pdf|dead-url=no}}</ref> Namun selain itu, tidak banyak yang diketahui mengenai bahasa, sastra, dan surat Lampung di luar masyarakat Lampung sendiri hingga pertengahan abad ke-19. Pada 25 Agustus 1868, atas dukungan dan izin dari Lembaga Penginjil Belanda, ahli bahasa [[Herman Neubronner van der Tuuk]] tiba di Pelabuhan [[Kota Bandar Lampung|Telukbetung]]. Dari Telukbetung, ia menempuh perjalanan ke pedalaman selama tiga bulan hingga akhirnya ia sampai di [[Bumi Agung, Lampung Timur|Desa Lehan]].<ref>{{Cite journal|last=Hollander|first=A. A. den|date=2003|title=review van: Een vorst onder de taalgeleerden; Herman Neubronner van der Tuuk; Afgevaardigde voor Indië van het Nederlandsch Bijbelgenootschap 1847-1873; Een bronnenpublicatie. [Bespreking van: K. Groeneboer (2002) Een vorst onder de taalgeleerden; Herman Neubronner van der Tuuk; Afgevaardigde voor Indië van het Nederlandsch Bijbelgenootschap 1847-1873; Een bronnenpublicatie.]|url=https://research.vu.nl/en/publications/review-van-een-vorst-onder-de-taalgeleerden-herman-neubronner-van|journal=Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde|language=Dutch|volume=159|pages=629–631|issn=0006-2294|access-date=2021-03-17|archive-date=2023-02-02|archive-url=https://web.archive.org/web/20230202161050/https://research.vu.nl/en/publications/review-van-een-vorst-onder-de-taalgeleerden-herman-neubronner-van|dead-url=no}}</ref> Di sana, ia mempelajari bahasa dan surat Lampung. Aktivitasnya menelusuri pedalaman Lampung berlangsung hingga tahun 1869. Berdasarkan studi dan pengalamannya dengan masyarakat asli Lampung, Van der Tuuk menghasilkan materi komprehensif mengenai tradisi lisan dan tulis Lampung.<ref>{{Cite web|last=Lampung|first=Teras|date=2018-03-06|title=Van der Tuuk Meneliti Bahasa Lampung, Bahasa Batak, Hingga Bahasa Bali|url=https://www.teraslampung.com/van-der-tuuk-meneliti-bahasa-lampung-bahasa-batak-hingga-bahasa-bali/|website=Teraslampung.com|language=id-ID|access-date=2021-03-17|archive-date=2023-02-02|archive-url=https://web.archive.org/web/20230202161038/https://www.teraslampung.com/van-der-tuuk-meneliti-bahasa-lampung-bahasa-batak-hingga-bahasa-bali/|dead-url=no}}</ref>


==Media==
==Media==
Baris 32: Baris 33:
Surat Lampung secara tradisional ditulis di sejumlah media, di antaranya yang paling lumrah adalah [[Bambu betung|bambu]], kulit kayu, tanduk binatang, rotan, dan kertas. Naskah dengan media-media tersebut dapat ditemukan dalam ukuran dan tingkat kerajinan yang bervariasi. Tulisan sehari-hari umum digurat pada permukaan bambu, rotan, atau tanduk dengan pisau kecil (''lading lancip''). Tergantung dari warna dasar media, guratan ini kemudian dilumuri untuk meningkatkan keterbacaan. Bila warna dasar media adalah putih, maka guratan akan dilumuri kemiri bakar. Bila warna dasar media adalah coklat/hitam, maka guratan akan dilumuri kapur sirih (''hapul'').{{sfn|Pudjiastuti|1996|pp=69}} Kebanyakan naskah Lampung Kuno yang ditemukan pada abad ke-18 dan 19 menggunakan kulit kayu sebagai media. Salah satunya adalah naskah milik Jo. Trefusis yang diserahkan kepada [[Bodleian Library|Perpustakaan Bodleian di Oxford]] pada [[1630]]. Naskah ini diyakini sebagai naskah bersurat Lampung Kuno tertua yang pernah ditemukan.<ref name=":0" /> Cara pembuatan naskah dengan media ini serupa dengan pembuatan ''[[pustaha]]'' di [[Sumatera Utara]]. Untuk membuatnya, kulit dalam pohon [[gaharu]] (''Aquilaria malaccensis'') dipotong sesuai keinginan. Setelah itu, dijemur beberapa saat dan kemudian diamplas dengan daun yang keras supaya halus. Terakhir. kedua permukaan (depan dan belakang) kulit dalam itu dilumuri dengan air beras. Berbeda dengan naskah bambu, rotan, dan tanduk, naskah kulit kayu ditulis dengan tinta menggunakan pena dari rusuk daun [[enau|aren]] (''Arenga pinnata'') yang disebut ''kemasi''. Tinta ''kemasi'' terbuat dari campuran buah ''deduruk'' (''[[Melastoma malabathricum|Melastoma malabathricum L.]]''), arang, dan getah kayu ''kuyung'' (''[[Damar (pohon)|Shorea eximia]]'').{{sfn|Pudjiastuti|1996|pp=67}}
Surat Lampung secara tradisional ditulis di sejumlah media, di antaranya yang paling lumrah adalah [[Bambu betung|bambu]], kulit kayu, tanduk binatang, rotan, dan kertas. Naskah dengan media-media tersebut dapat ditemukan dalam ukuran dan tingkat kerajinan yang bervariasi. Tulisan sehari-hari umum digurat pada permukaan bambu, rotan, atau tanduk dengan pisau kecil (''lading lancip''). Tergantung dari warna dasar media, guratan ini kemudian dilumuri untuk meningkatkan keterbacaan. Bila warna dasar media adalah putih, maka guratan akan dilumuri kemiri bakar. Bila warna dasar media adalah coklat/hitam, maka guratan akan dilumuri kapur sirih (''hapul'').{{sfn|Pudjiastuti|1996|pp=69}} Kebanyakan naskah Lampung Kuno yang ditemukan pada abad ke-18 dan 19 menggunakan kulit kayu sebagai media. Salah satunya adalah naskah milik Jo. Trefusis yang diserahkan kepada [[Bodleian Library|Perpustakaan Bodleian di Oxford]] pada [[1630]]. Naskah ini diyakini sebagai naskah bersurat Lampung Kuno tertua yang pernah ditemukan.<ref name=":0" /> Cara pembuatan naskah dengan media ini serupa dengan pembuatan ''[[pustaha]]'' di [[Sumatera Utara]]. Untuk membuatnya, kulit dalam pohon [[gaharu]] (''Aquilaria malaccensis'') dipotong sesuai keinginan. Setelah itu, dijemur beberapa saat dan kemudian diamplas dengan daun yang keras supaya halus. Terakhir. kedua permukaan (depan dan belakang) kulit dalam itu dilumuri dengan air beras. Berbeda dengan naskah bambu, rotan, dan tanduk, naskah kulit kayu ditulis dengan tinta menggunakan pena dari rusuk daun [[enau|aren]] (''Arenga pinnata'') yang disebut ''kemasi''. Tinta ''kemasi'' terbuat dari campuran buah ''deduruk'' (''[[Melastoma malabathricum|Melastoma malabathricum L.]]''), arang, dan getah kayu ''kuyung'' (''[[Damar (pohon)|Shorea eximia]]'').{{sfn|Pudjiastuti|1996|pp=67}}


Kertas baru umum digunakan pada abad ke-19. Kebanyakan kertas yang dipakai saat itu merupakan kertas Eropa yang ditoreh menggunakan pena biasa.{{sfn|Pudjiastuti|1996|pp=66}} Walau begitu, bambu, tanduk, rotan, dan kulit kayu terus digunakan sebagai media utama penulisan surat Lampung hingga abad ke-20 ketika tradisi tulis surat Lampung mulai menghilang.
Kertas baru umum digunakan pada abad ke-19. Kebanyakan kertas yang dipakai saat itu merupakan kertas Eropa yang ditoreh menggunakan pena biasa.{{sfn|Pudjiastuti|1996|pp=66}} Walau begitu, bambu, tanduk, rotan, dan kulit kayu terus digunakan sebagai media utama penulisan surat Lampung hingga abad ke-20 ketika tradisi tulis surat Lampung berangsur-angsur mulai menghilang.


== Penggunaan ==
== Penggunaan ==
Baris 39: Baris 40:
Surat Lampung utamanya digunakan sebagai sarana komunikasi sesama penutur [[rumpun bahasa Lampung]]. Bahkan saat itu, orang Lampung akan merasa sangat malu bila tidak fasih membaca dan menulis surat Lampung.{{sfn|Pudjiastuti|1996|pp=55}}
Surat Lampung utamanya digunakan sebagai sarana komunikasi sesama penutur [[rumpun bahasa Lampung]]. Bahkan saat itu, orang Lampung akan merasa sangat malu bila tidak fasih membaca dan menulis surat Lampung.{{sfn|Pudjiastuti|1996|pp=55}}


Selain sebagai sarana komunikasi, surat Lampung juga digunakan sebagai sarana pergaulan muda-mudi Lampung. Pemuda dan pemudi Lampung tidak bisa bergaul secara bebas karena pertemuan mereka diatur secara adat. Adat yang mengatur pertemuan mereka disebut ''manjau muli.'' Dalam aturan adat ini, ada sebuah acara di mana muda-mudi Lampung bisa bersua ria di tempat orang yang sedang mengadakan upacara adat. Acara ini dinamakan ''miyos damau.'' Acara ini biasa diikuti secara beramai-ramai oleh muda-mudi Lampung. Dalam acara ini, para bujang dan gadis dapat saling bercakap-cakap, sindir menyindir, dan bersurat-suratan. Tidak jarang pula acara ini menjadi arena untuk saling menguji kepandaian bersastra, baik secara lisan maupun secara tertulis. Acara ini menjadi sangat menarik ketika mereka saling adu kepandaian menulis dan membaca surat Lampung. Bahkan ada beberapa cara menulis surat Lampung yang harus dikuasai para bujang dan gadis agar tidak menanggung malu dalam acara istimewa tersebut.{{sfn|Pudjiastuti|1996|pp=56}}
Selain sebagai sarana komunikasi, surat Lampung juga digunakan sebagai sarana pergaulan muda-mudi Lampung. Pemuda dan pemudi Lampung tidak bisa bergaul secara bebas karena pertemuan mereka diatur secara adat. Adat yang mengatur pertemuan mereka disebut ''manjaw muli.'' Dalam aturan adat ini, ada sebuah acara di mana muda-mudi Lampung bisa bersua ria di tempat orang yang sedang mengadakan upacara adat. Acara ini dinamakan ''miyos damaw.'' Acara ini biasa diikuti secara beramai-ramai oleh muda-mudi Lampung. Dalam acara ini, para bujang dan gadis dapat saling bercakap-cakap, sindir menyindir, dan bersurat-suratan. Tidak jarang pula acara ini menjadi arena untuk saling menguji kepandaian bersastra, baik secara lisan maupun secara tertulis. Acara ini menjadi sangat menarik ketika mereka saling adu kepandaian menulis dan membaca surat Lampung. Bahkan ada beberapa cara menulis surat Lampung yang harus dikuasai para bujang dan gadis agar tidak menanggung malu dalam acara istimewa tersebut.{{sfn|Pudjiastuti|1996|pp=56}}


Dalam dunia [[Sastra Lampung|kesastraan Lampung]], surat Lampung juga digunakan untuk menulis mantra, ''memang'',{{efn|Doa dalam bahasa Lampung|group=catatan}} hukum adat, dan surat-surat penting seperti surat jual beli dan surat perjanjian.{{sfn|Pudjiastuti|1996|pp=58}}
Dalam dunia [[Sastra Lampung|kesastraan Lampung]], surat Lampung juga digunakan untuk menulis mantra, ''mĕmang'',{{efn|Doa dalam bahasa Lampung|group=catatan}} hukum adat, dan surat-surat penting seperti surat jual beli dan surat perjanjian.{{sfn|Pudjiastuti|1996|pp=58}}


Pada zaman penjajahan Belanda, surat Lampung digunakan untuk menulis surat-surat resmi, seperti Surat Keputusan Pengangkatan Kepala Kampung, surat keterangan kelahiran dan kematian, serta surat resmi lainnya. Hal ini tidak terlepas dari tingginya angka melek huruf suku Lampung saat itu.{{sfn|Pudjiastuti|1996|pp=59}}
Pada zaman penjajahan Belanda, surat Lampung digunakan untuk menulis surat-surat resmi, seperti Surat Keputusan Pengangkatan Kepala Kampung, surat keterangan kelahiran dan kematian, serta surat resmi lainnya. Hal ini tidak terlepas dari tingginya angka melek huruf suku Lampung saat itu.{{sfn|Pudjiastuti|1996|pp=59}}


===Penggunaan dewasa ini===
===Penggunaan dewasa ini===
Pascakemerdekaan Indonesia, surat Lampung tidak lagi digunakan untuk baca tulis secara fungsional. Fungsi surat Lampung secara ''de facto'' tergantikan oleh [[aksara Latin]]. Usaha untuk membangkitkan kembali penggunaan surat Lampung dilakukan oleh para pemuka adat dengan menggelar musyawarah pembakuan surat Lampung pada tanggal 23 Februari 1985.<ref>{{Cite book|date=1992|url=https://www.worldcat.org/oclc/27821690|title=Tata bahasa bahasa Lampung dialek Pesisir|location=Jakarta|publisher=Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan|isbn=979-459-192-0|others=Nazaruddin Udin, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa|oclc=27821690}}</ref> Hasil musyawarah tersebut hingga hari ini masih menuai perdebatan dan ketidaksetujuan dari beberapa pihak.
Pascakemerdekaan Indonesia, surat Lampung tidak lagi digunakan untuk baca tulis secara fungsional. Fungsi surat Lampung secara ''de facto'' tergantikan oleh [[aksara Latin]]. Usaha untuk membangkitkan kembali penggunaan surat Lampung dilakukan oleh para pemuka adat dengan menggelar musyawarah pembakuan surat Lampung pada tanggal 23 Februari 1985.<ref name=":3">{{Cite book|date=1992|url=https://www.worldcat.org/oclc/27821690|title=Tata bahasa bahasa Lampung dialek Pesisir|location=Jakarta|publisher=Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan|isbn=979-459-192-0|others=Nazaruddin Udin, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa|oclc=27821690|access-date=2023-02-02|archive-date=2024-08-19|archive-url=https://web.archive.org/web/20240819131929/https://search.worldcat.org/title/27821690|dead-url=no}}</ref> Hasil musyawarah tersebut hingga hari ini masih menuai perdebatan dan ketidaksetujuan dari beberapa pihak, khususnya karena absennya ahli aksara atau filolog dalam musyawarah tersebut.


Surat Lampung bisa dijumpai pada lambang kabupaten/kota/provinsi, plang nama jalan, plat nomor rumah, dekorasi rumah, surat undangan pesta adat, hingga usaha [[ekonomi kreatif]] seperti jam tangan.<ref>{{Citation|title=Unik! Jam Tangan Bermotif Aksara Lampung|url=https://www.youtube.com/watch?v=F1iosJgbstI|accessdate=2021-03-17|language=id-ID}}</ref> Pasanggiri menulis dan membaca surat Lampung mulai rutin digelar, baik oleh pihak pemerintah daerah maupun swasta.<ref>{{Cite web|last=Lampung|first=Poskota|title=Komunitas Aksara Lampung Gelar Lomba Menulis Cerpen dalam Aksara Lampung|url=https://lampung.poskota.co.id/plugin/article/view/3779/komunitas-aksara-lampung-gelar-lomba-menulis-cerpen-dalam-aksara-lampung|website=Poskota Lampung|language=id|access-date=2021-03-17}}</ref><ref>{{Cite web|title=Disdikbud Lamteng akan Gelar Lomba Sastra Daerah dan Kaligrafi Aksara Lampung|url=https://www.radarlamteng.com/2019/11/19/disdikbud-lamteng-akan-gelar-lomba-sastra-daerah-dan-kaligrafi-aksara-lampung/|website=Radar Lamteng|language=id-ID|access-date=2021-03-17}}</ref><ref>{{Cite web|last=Redaksi|date=2019-07-23|title=700 Pelajar Pesawaran Ikuti Lomba Menulis Aksara Lampung|url=https://www.radarlamsel.com/700-pelajar-pesawaran-ikuti-lomba-menulis-aksara-lampung/|website=Radar Lamsel|language=id-ID|access-date=2021-03-17}}</ref><ref>{{Cite web|last=Lampung|first=Poskota|title=Panitia Lomba Menulis Cerpen Gandeng Ahli Aksara Lampung|url=https://lampung.poskota.co.id/plugin/article/view/3807/panitia-lomba-menulis-cerpen-gandeng-ahli-aksara-lampung|website=Poskota Lampung|language=id|access-date=2021-03-17}}</ref> Semua sekolah di Provinsi Lampung diwajibkan mengajarkan muatan lokal Bahasa dan Surat Lampung.<ref name=":2">{{Cite web|title=PERATURAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR: 39 TAHUN 2014 - PDF Free Download|url=https://adoc.pub/gubernur-lampung-peraturan-gubernur-lampung-nomor-39-tahun-223e0ea4213f7bf260b2bb52a060bf4ee44459.html|website=adoc.pub|language=en|access-date=2021-03-17}}</ref> Kedepannya, surat Lampung diharapkan bisa digunakan di media elektronik seperti [[ponsel cerdas]] dan [[komputer jinjing]]/[[Komputer meja|meja]].{{efn|Usaha komputerisasi sudah mulai dirintis. Pada tahun 2016, aksara Lampung didaftarkan ke [[Unicode]] oleh Anshuman Pandey.{{Sfn|Pandey|2016}} Untuk saat ini, para desainer [[Fon komputer|fon]] menggunakan [[ASCII]] sebagai dasar pengetikan aksara Lampung.<ref>{{Cite web|title=Aksara di Nusantara|url=https://aksaradinusantara.com/|website=Aksara di Nusantara|language=en|access-date=2021-03-16}}</ref>|group=catatan}}
Surat Lampung bisa dijumpai pada lambang kabupaten/kota/provinsi, plang nama jalan, plat nomor rumah, dekorasi rumah, surat undangan pesta adat, hingga usaha [[ekonomi kreatif]] seperti jam tangan.<ref>{{Citation|title=Unik! Jam Tangan Bermotif Surat Lampung|url=https://www.youtube.com/watch?v=F1iosJgbstI|accessdate=2021-03-17|language=id-ID|archive-date=2023-02-02|archive-url=https://web.archive.org/web/20230202161042/https://www.youtube.com/watch?v=F1iosJgbstI|dead-url=no}}</ref> Pasanggiri menulis dan membaca surat Lampung mulai rutin digelar, baik oleh pihak pemerintah daerah maupun swasta.<ref>{{Cite web|last=Lampung|first=Poskota|title=Komunitas Surat Lampung Gelar Lomba Menulis Cerpen dalam Surat Lampung|url=https://lampung.poskota.co.id/plugin/article/view/3779/komunitas-aksara-lampung-gelar-lomba-menulis-cerpen-dalam-aksara-lampung|website=Poskota Lampung|language=id|access-date=2021-03-17|archive-date=2023-02-02|archive-url=https://web.archive.org/web/20230202161019/https://lampung.poskota.co.id/plugin/article/view/3779/komunitas-aksara-lampung-gelar-lomba-menulis-cerpen-dalam-aksara-lampung|dead-url=no}}</ref><ref>{{Cite web|title=Disdikbud Lamteng akan Gelar Lomba Sastra Daerah dan Kaligrafi Surat Lampung|url=https://www.radarlamteng.com/2019/11/19/disdikbud-lamteng-akan-gelar-lomba-sastra-daerah-dan-kaligrafi-aksara-lampung/|website=Radar Lamteng|language=id-ID|access-date=2021-03-17|archive-date=2023-05-30|archive-url=https://web.archive.org/web/20230530045053/https://www.radarlamteng.com/2019/11/19/disdikbud-lamteng-akan-gelar-lomba-sastra-daerah-dan-kaligrafi-aksara-lampung/|dead-url=no}}</ref><ref>{{Cite web|last=Redaksi|date=2019-07-23|title=700 Pelajar Pesawaran Ikuti Lomba Menulis Surat Lampung|url=https://www.radarlamsel.com/700-pelajar-pesawaran-ikuti-lomba-menulis-aksara-lampung/|website=Radar Lamsel|language=id-ID|access-date=2021-03-17|archive-date=2023-02-02|archive-url=https://web.archive.org/web/20230202162522/https://www.radarlamsel.com/700-pelajar-pesawaran-ikuti-lomba-menulis-aksara-lampung/|dead-url=no}}</ref><ref>{{Cite web|last=Lampung|first=Poskota|title=Panitia Lomba Menulis Cerpen Gandeng Ahli Surat Lampung|url=https://lampung.poskota.co.id/plugin/article/view/3807/panitia-lomba-menulis-cerpen-gandeng-ahli-aksara-lampung|website=Poskota Lampung|language=id|access-date=2021-03-17|archive-date=2023-02-02|archive-url=https://web.archive.org/web/20230202161044/https://lampung.poskota.co.id/plugin/article/view/3807/panitia-lomba-menulis-cerpen-gandeng-ahli-aksara-lampung|dead-url=no}}</ref> Semua sekolah di Provinsi Lampung diwajibkan mengajarkan muatan lokal Bahasa dan Surat Lampung.<ref name=":2">{{Cite web|title=PERATURAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR: 39 TAHUN 2014 - PDF Free Download|url=https://adoc.pub/gubernur-lampung-peraturan-gubernur-lampung-nomor-39-tahun-223e0ea4213f7bf260b2bb52a060bf4ee44459.html|website=adoc.pub|language=en|access-date=2021-03-17|archive-date=2023-02-02|archive-url=https://web.archive.org/web/20230202161049/https://adoc.pub/gubernur-lampung-peraturan-gubernur-lampung-nomor-39-tahun-223e0ea4213f7bf260b2bb52a060bf4ee44459.html|dead-url=no}}</ref> Kedepannya, surat Lampung diharapkan bisa digunakan di media elektronik seperti [[ponsel cerdas]] dan [[komputer jinjing]]/[[Komputer meja|meja]].{{efn|Usaha komputerisasi sudah mulai dirintis. Pada tahun 2016, surat Lampung didaftarkan ke [[Unicode]] oleh Anshuman Pandey.{{Sfn|Pandey|2016}} Untuk saat ini, para desainer [[Fon komputer|fon]] menggunakan [[ASCII]] sebagai dasar pengetikan surat Lampung.<ref>{{Cite web|title=Aksara di Nusantara|url=https://aksaradinusantara.com/|website=Aksara di Nusantara|language=en|access-date=2021-03-16|archive-date=2023-05-30|archive-url=https://web.archive.org/web/20230530235537/https://aksaradinusantara.com/|dead-url=no}}</ref>|group=catatan}}


== Bentuk ==
== Bentuk ==
=== Aksara dasar ===
=== Aksara dasar ===
Aksara dasar (''kelabai surat'')<!-- JANGAN UBAH KATA "SURAT"! Kata yang benar dan baku adalah "surat", bukan "sukhat". --> dalam surat Lampung merepresentasikan satu suku kata dengan vokal inheren {{IPA|[a]}}, {{IPA|[ə]}}, atau {{IPA|[o]}}.{{efn|Vokal inheren /a/ dalam [[bahasa Lampung Api]], /ə/ dalam [[bahasa Melayu Tengah]], dan /o/ dalam [[bahasa Lampung Nyo]].|group=catatan}} Terdapat 19 aksara dasar dalam surat Lampung, sebagaimana berikut:
Aksara dasar (''kĕlabay surat'') dalam surat Lampung merepresentasikan satu suku kata dengan vokal inheren {{IPA|[a]}}, {{IPA|[ə]}}, atau {{IPA|[o]}}.{{efn|Vokal inheren /a/ dalam [[bahasa Lampung Api|Pesisir]], /ə/ dalam [[bahasa Melayu Tengah|Melayu Tengah]], dan /o/ dalam [[bahasa Lampung Nyo|Pepadun]].|group=catatan}} Terdapat 19 aksara dasar dalam surat Lampung, sebagaimana berikut:
{| class="wikitable"
{| class="wikitable"
|+ style="text-align: center;" |'''''Kelabai Surat'''''{{ref label|tabel dalam bahasa Lampung Api|1}}
|+ style="text-align: center;" | '''''Kĕlabay Surat'''''
!ka
!ga
!nga
!ca
|-
|-
!a
! ka
! ga
! nga
! ca
! ja
!nya
!ta
!da
!na
|-
|[[Berkas:lam_a.png|70px]]
| [[Berkas:lam_ka.png|70px]]
| [[Berkas:lam_ka.png|70px]]
| [[Berkas:lam_ga.png|70px]]
| [[Berkas:lam_ga.png|70px]]
| [[Berkas:lam_nga.png|70px]]
| [[Berkas:lam_nga.png|70px]]
| [[Berkas:lam_ca.png|70px]]
| [[Berkas:lam_ca.png|70px]]
| [[Berkas:lam_ja.png|70px]]
|[[Berkas:lam_nya.png|70px]]
|[[Berkas:lam_ta.png|70px]]
|[[Berkas:lam_da.png|70px]]
|[[Berkas:lam_na.png|70px]]
|-
|-
| align="center" |{{script/Lampung|𞜀}}
| align="center" |{{script/Lampung|𞜁}}
| align="center" |{{script/Lampung|𞜁}}
| align="center" |{{script/Lampung|𞜂}}
| align="center" |{{script/Lampung|𞜂}}
| align="center" |{{script/Lampung|𞜃}}
| align="center" |{{script/Lampung|𞜃}}
| align="center" |{{script/Lampung|𞜄}}
| align="center" |{{script/Lampung|𞜄}}
|-
!ja
!nya
!ta
!da
|-
| [[Berkas:lam_ja.png|70px]]
| [[Berkas:lam_nya.png|70px]]
| [[Berkas:lam_ta.png|70px]]
| [[Berkas:lam_da.png|70px]]
|-
| align="center" |{{script/Lampung|𞜅}}
| align="center" |{{script/Lampung|𞜅}}
| align="center" |{{script/Lampung|𞜆}}
| align="center" |{{script/Lampung|𞜆}}
| align="center" |{{script/Lampung|𞜇}}
| align="center" |{{script/Lampung|𞜇}}
| align="center" |{{script/Lampung|𞜈}}
| align="center" |{{script/Lampung|𞜈}}
| align="center" |{{script/Lampung|𞜉}}
|-
|-
!na
!pa
!pa
! ba
!ba
! ma
!ma
! ya
! ra{{ref label|dibaca /x/, /ɣ/, /ʁ/, atau /χ/ di beberapa dialek|2}}
! la
!wa
!sa
!ha
!
|-
|-
|[[Berkas:lam_pa.png|70px]]
| [[Berkas:lam_na.png|70px]]
| [[Berkas:lam_pa.png|70px]]
| [[Berkas:lam_ba.png|70px]]
| [[Berkas:lam_ba.png|70px]]
|[[Berkas:lam_ma.png|70px]]
| [[Berkas:lam_ma.png|70px]]
|[[Berkas:lam_ya.png|70px]]
|[[Berkas:lam_ra.png|70px]]
| [[Berkas:lam_la.png|70px]]
|[[Berkas:lam_wa.png|70px]]
|[[Berkas:lam_sa.png|70px]]
|[[Berkas:lam_ha.png|70px]]
|
|-
|-
| align="center" |{{script/Lampung|𞜉}}
| align="center" |{{script/Lampung|𞜊}}
| align="center" |{{script/Lampung|𞜊}}
| align="center" |{{script/Lampung|𞜋}}
| align="center" |{{script/Lampung|𞜋}}
| align="center" |{{script/Lampung|𞜌}}
| align="center" |{{script/Lampung|𞜌}}
|-
!ya
!ra{{ref label|dibaca /x/, /ɣ/, /ʁ/, atau /χ/|2}}
!la
!wa
|-
| [[Berkas:lam_ya.png|70px]]
| [[Berkas:lam_ra.png|70px]]
| [[Berkas:lam_la.png|70px]]
| [[Berkas:lam_wa.png|70px]]
|-
| align="center" |{{script/Lampung|𞜍}}
| align="center" |{{script/Lampung|𞜍}}
| align="center" |{{script/Lampung|𞜎}}
| align="center" |{{script/Lampung|𞜎}}
| align="center" |{{script/Lampung|𞜏}}
| align="center" |{{script/Lampung|𞜏}}
| align="center" |{{script/Lampung|𞜐}}
| align="center" |{{script/Lampung|𞜐}}
|-
!sa
!ha
!a
| rowspan="3" |
|-
| [[Berkas:lam_sa.png|70px]]
| [[Berkas:lam_ha.png|70px]]
| [[Berkas:lam_a.png|70px]]
|-
| align="center" |{{script/Lampung|𞜑}}
| align="center" |{{script/Lampung|𞜑}}
| align="center" |{{script/Lampung|𞜒}}
| align="center" |{{script/Lampung|𞜒}}
| align="center" |{{script/Lampung|𞜀}}
|
|-
|-
| colspan="10" |'''Catatan'''
| colspan="4" |'''Catatan'''
:1. {{Note|tabel dalam bahasa Lampung Api}} Tabel ini disajikan dalam [[bahasa Lampung Api]]
:1. {{Note|tabel dalam bahasa Lampung Api}} Tabel ini disajikan dalam [[bahasa Lampung Api|bahasa Pesisir]]
:2. {{note|dibaca /x/ atau /χ/ di beberapa dialek}} Juga dibaca [[Konsonan desis langit-langit belakang nirsuara|/x/]] (kha), [[Konsonan desis tekak nirsuara|/χ/]], [[Konsonan desis langit-langit belakang bersuara|/ɣ/]] (gha), atau [[Konsonan desis tekak bersuara|/ʁ/]] (gra){{sfn|Anderbeck|2007|pp=14–15}}
:2. {{note|dibaca /x/, /ɣ/, /ʁ/, atau /χ/}} Juga dibaca [[Konsonan desis langit-langit belakang nirsuara|/x/]] (kha), [[Konsonan desis tekak nirsuara|/χ/]], [[Konsonan desis langit-langit belakang bersuara|/ɣ/]] (gha), atau [[Konsonan desis tekak bersuara|/ʁ/]] (gra){{sfn|Anderbeck|2007|pp=14–15}}
|}
Pada musyawarah pemuka adat Lampung tahun 1985, terdapat satu huruf yang ditambahkan dengan menambah variasi dari huruf [ra], yaitu [gha/kha/gra].<ref name=":3" /> Walau begitu, huruf tambahan ini masih menjadi kontroversi. Setiap sumber sekunder memiliki persepsi yang berbeda terkait nama maupun bagaimana huruf ini diucapkan.{{efn|Misalnya, buku ''Tata Bahasa Bahasa Lampung Dialek Pesisir'' menyebutnya sebagai huruf [gha]. Namun, dalam prasasti di [[Museum Lampung]], huruf ini disebut [gra].|group=catatan}}
{| class="wikitable"
|+ style="text-align: center;" |
!gha/kha/gra
|-
| [[Berkas:lam_gha.png|70px]]
|}
|}


=== Diakritik ===
=== Diakritik ===
Diakritik (''benah surat'')<!-- JANGAN UBAH KATA "SURAT"! Kata yang benar dan baku adalah "surat", bukan "sukhat". --> adalah tanda yang melekat pada aksara utama untuk mengubah vokal inheren aksara utama yang bersangkutan dan/atau menutup suatu suku kata dengan konsonan. Terdapat 10 diakritik dalam surat Lampung, sebagaimana berikut:{{sfn|Pudjiastuti|1996|pp=50}}<!-- JANGAN UBAH PENAMAAN ANAK SURAT! Penamaan ini telah mengacu pada dokumen resmi milik Depdikbud. Sertakan sumber valid apabila hendak mengubah! -->
Diakritik (''bĕnah surat'') adalah tanda yang melekat pada aksara utama untuk mengubah vokal inheren aksara utama yang bersangkutan dan/atau menutup suatu suku kata dengan konsonan. Terdapat 10 diakritik dalam surat Lampung, sebagaimana berikut:{{sfn|Pudjiastuti|1996|pp=50}}

{| class="wikitable"
{| class="wikitable"
|+ style="text-align: center;" | '''''Benah Surat'''''
|+ style="text-align: center;" | '''''Bĕnah Surat'''''
! colspan="5" |Di atas aksara
! colspan="5" |Di atas aksara
|-
|-
! -i
! -i{{ref label|/i/|1}}
! -ĕ{{ref label|/ə/|1}}
! -ĕ{{ref label|/ə/|2}}
!-n
!-n
!-ng
!-ng
Baris 158: Baris 171:
!par
!par
|-
|-
|[[Berkas:lam_pi.png|70x70px]]
| [[Berkas:lam_pi.png|70x70px]]
|[[Berkas:lam_pe.png|70x70px]]
| [[Berkas:lam_pe.png|70x70px]]
|[[Berkas:lam_pan.png|70x70px]]
| [[Berkas:lam_pan.png|70x70px]]
|[[Berkas:lam_pang.png|70x70px]]
| [[Berkas:lam_pang.png|70x70px]]
|[[Berkas:lam_par.png|70x70px]]
| [[Berkas:lam_par.png|70x70px]]
|-
|-
| align="center" |{{script/Lampung|𞜊𞜓}}
| align="center" |{{script/Lampung|𞜊𞜓}}
Baris 179: Baris 192:
!virama
!virama
|-
|-
|[[Berkas:lam_u.png|70px]]
| [[Berkas:lam_u.png|70px]]
|[[Berkas:lam_-w.png|70px]]
| [[Berkas:lam_-w.png|70px]]
|[[Berkas:lam_-y.png|70px]]
| [[Berkas:lam_-y.png|70px]]
|[[Berkas:lam_-h.png|70px]]
| [[Berkas:lam_-h.png|70px]]
|[[Berkas:lam_nengen.png|70px]]
| [[Berkas:lam_nengen.png|70px]]
|-
|-
| align="center" |{{script/Lampung|𞜔}}
| align="center" |{{script/Lampung|𞜔}}
Baris 197: Baris 210:
!p
!p
|-
|-
|[[Berkas:lam_pu.png|70x70px]]
| [[Berkas:lam_pu.png|70x70px]]
|[[Berkas:lam_pau.png|70x70px]]
| [[Berkas:lam_pau.png|70x70px]]
|[[Berkas:lam_pai.png|70x70px]]
| [[Berkas:lam_pai.png|70x70px]]
|[[Berkas:lam_pah.png|70x70px]]
| [[Berkas:lam_pah.png|70x70px]]
|[[Berkas:lam_p.png|70x70px]]
| [[Berkas:lam_p.png|70x70px]]
|-
|-
| align="center" |{{script/Lampung|𞜊𞜔}}
| align="center" |{{script/Lampung|𞜊𞜔}}
Baris 210: Baris 223:
|-
|-
| colspan="5" style="background:#F8F8F8;font-size:small;text-align:left" | '''Catatan'''
| colspan="5" style="background:#F8F8F8;font-size:small;text-align:left" | '''Catatan'''
:{{note|/ə/|1}} /ə/ sebagaimana e dalam kata "empat"
:{{note|/i/|1}} Alofon dengan /é/.
:{{note|/ə/|2}} /ə/ sebagaimana e dalam kata "empat". Alofon dengan /o/.
|}
Pada musyawarah pemuka adat Lampung tahun 1985, terdapat 2 diakritik yang ditambahkan agar surat Lampung dapat digunakan untuk menulis [[bahasa Indonesia]].<ref name=":3" />
{| class="wikitable"
|+ style="text-align: center;" |
!-é
!-o
|-
| [[Berkas:lam_é.png|70px]]
| [[Berkas:lam_o.png|70px]]
|}
|}


=== Angka ===
=== Angka ===
Surat Lampung tidak memiliki angka tersendiri. Angka yang digunakan dalam naskah dan cap bersurat Lampung adalah [[angka Arab]].<ref>{{Cite book|last=Gallop|first=Annabel Teh|date=2019|url=https://books.google.co.id/books/about/Malay_Seals_from_the_Islamic_World_of_So.html?id=v95HwwEACAAJ|title=Malay Seals from the Islamic World of Southeast Asia: Content, Form, Context, Catalogue|publisher=NUS Press|isbn=978-981-325-086-4|language=en}}</ref>
Surat Lampung tidak memiliki angka tersendiri. Angka yang digunakan dalam naskah dan cap bersurat Lampung adalah [[angka Arab]].<ref>{{Cite book|last=Gallop|first=Annabel Teh|date=2019|url=https://books.google.co.id/books/about/Malay_Seals_from_the_Islamic_World_of_So.html?id=v95HwwEACAAJ|title=Malay Seals from the Islamic World of Southeast Asia: Content, Form, Context, Catalogue|publisher=NUS Press|isbn=978-981-325-086-4|language=en|access-date=2023-02-02|archive-date=2022-12-10|archive-url=https://web.archive.org/web/20221210045805/https://books.google.co.id/books/about/Malay_Seals_from_the_Islamic_World_of_So.html?id=v95HwwEACAAJ|dead-url=no}}</ref>


=== Tanda Baca ===
=== Tanda Baca ===
Surat Lampung hanya memiliki 2 tanda baca: bulatan matahari dan bulan. Keduanya berfungsi sebagai tanda bermula dan berakhirnya paragraf/teks.
Surat Lampung hanya memiliki 2 tanda baca: bulatan matahari dan bulan. Keduanya berfungsi sebagai tanda bermula dan berakhirnya paragraf/teks. Pada musyawarah pemuka adat Lampung tahun 1985, terdapat 4 tanda baca baru yang ditambahkan.<ref name=":3" />
{| class="wikitable"
|+ style="text-align: center;" |
!titik
!koma
!tanya
!seru
|-
| [[Berkas:lam_beradu.png|70px]]
| [[Berkas:lam_kuma.png|70px]]
| [[Berkas:lam_ngulih.png|70px]]
| [[Berkas:lam_seru.png|70px]]
|}


== Ortografi ==
== Ortografi ==
=== Penulisan ''benah surat'' konsonan ===
=== Penulisan ''bĕnah surat'' konsonan ===
Apabila kombinasi ''benah surat'' vokal dan konsonan berada di atas ''anak surat'', ''benah surat'' konsonan ditulis terlebih dahulu.<ref name=":1" /> Penerapannya dapat dilihat sebagaimana berikut:
Apabila kombinasi ''bĕnah surat'' vokal dan konsonan berada di atas ''anak surat'', ''bĕnah surat'' konsonan ditulis terlebih dahulu.<ref name=":1" /> Penerapannya dapat dilihat sebagaimana berikut:
{| class="wikitable" summary="reordering"
{| class="wikitable" summary="reordering"
! colspan="6" scope="col" |komponen
! colspan="6" scope="col" |komponen
Baris 227: Baris 262:
! align="center" |keterangan
! align="center" |keterangan
|- align="center"
|- align="center"
|[[Berkas:lam_pa.png|pra=|al=Pa|30x30px]]
| [[Berkas:lam_pa.png|pra=|al=Pa|30x30px]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
|[[Berkas:lam_i.png|pra=|al=-I|30x30px]]
| [[Berkas:lam_i.png|pra=|al=-I|30x30px]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
|[[Berkas:lam_-ng.png|pra=|al=-Ng|30x30px]]
| [[Berkas:lam_-ng.png|pra=|al=-Ng|30x30px]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;" |=
| style="border-left:#aaaaaa hidden;" |=
|[[Berkas:Lampung_syllable_ping.png|pra=|al=Ping|gada|30x30px]] atau [[Berkas:Lampung_syllable_ping_ver.png|pra=|al=Pong|gada|30x30px]]
|[[Berkas:Lampung_syllable_ping.png|pra=|al=Ping|gada|30x30px]] atau [[Berkas:Lampung_syllable_ping_ver.png|pra=|al=Pong|gada|30x30px]]
| align="left" |pa + -i + -ng = ping
| align="left" |pa + -i + -ng = ping
|- align="center"
|- align="center"
|[[Berkas:lam_pa.png|pra=|al=Pa|30x30px]]
| [[Berkas:lam_pa.png|pra=|al=Pa|30x30px]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
|[[Berkas:lam_e.png|pra=|al=-U|30x30px]]
| [[Berkas:lam_e.png|pra=|al=-U|30x30px]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
|[[Berkas:lam_-n.png|pra=|al=-Ng|30x30px]]
| [[Berkas:lam_-n.png|pra=|al=-Ng|30x30px]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;" |=
| style="border-left:#aaaaaa hidden;" |=
|[[Berkas:Lampung_syllable_pen.png|pra=|al=Pong|gada|30x30px]] atau [[Berkas:Lampung_syllable_pen_ver.png|pra=|al=Pong|gada|30x30px]]
|[[Berkas:Lampung_syllable_pen.png|pra=|al=Pong|gada|30x30px]] atau [[Berkas:Lampung_syllable_pen_ver.png|pra=|al=Pong|gada|30x30px]]
| align="left" |pa + -ĕ + -n = pĕn
| align="left" |pa + -ĕ + -n = pĕn
|- align="center"
|- align="center"
|[[Berkas:lam_pa.png|pra=|al=Pa|30x30px]]
| [[Berkas:lam_pa.png|pra=|al=Pa|30x30px]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
|[[Berkas:lam_i.png|pra=|al=-I|30x30px]]
| [[Berkas:lam_i.png|pra=|al=-I|30x30px]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
| style="border-left:#aaaaaa hidden;border-right:#aaaaaa hidden;" | +
|[[Berkas:lam_-r.png|pra=|al=-H|30x30px]]
| [[Berkas:lam_-r.png|pra=|al=-H|30x30px]]
| style="border-left:#aaaaaa hidden;" |=
| style="border-left:#aaaaaa hidden;" |=
|[[Berkas:Lampung_syllable_pir.png|pra=|al=Pih|gada|30x30px]] atau [[Berkas:Lampung_syllable_pir_ver.png|pra=|al=Pong|gada|30x30px]]
|[[Berkas:Lampung_syllable_pir.png|pra=|al=Pih|gada|30x30px]] atau [[Berkas:Lampung_syllable_pir_ver.png|pra=|al=Pong|gada|30x30px]]
Baris 256: Baris 291:


=== Penulisan suku kata tertutup ===
=== Penulisan suku kata tertutup ===
Pada penulisan suku kata tertutup yang berpola konsonan-vokal-konsonan, diakritik vokal yang normalnya berada di atas ''anak surat'' pertama ditempatkan ulang agar berada di antara ''anak surat'' pertama dan kedua.<ref name=":1">{{Cite web|title=UTN #35: Indonesian and Philippine Scripts and Extensions|url=https://www.unicode.org/notes/tn35/indonesian-philippine.pdf|website=www.unicode.org|page=24|access-date=2022-12-10}}</ref> Penerapannya dapat dilihat sebagaimana berikut:
Pada penulisan suku kata tertutup yang berpola konsonan-vokal-konsonan, diakritik vokal yang normalnya berada di atas ''anak surat'' pertama ditempatkan ulang agar berada di antara ''anak surat'' pertama dan kedua.<ref name=":1">{{Cite web|title=UTN #35: Indonesian and Philippine Scripts and Extensions|url=https://www.unicode.org/notes/tn35/indonesian-philippine.pdf|website=www.unicode.org|page=24|access-date=2022-12-10|archive-date=2021-05-12|archive-url=https://web.archive.org/web/20210512150239/https://www.unicode.org/notes/tn35/indonesian-philippine.pdf|dead-url=no}}</ref> Penerapannya dapat dilihat sebagaimana berikut:


{| class="wikitable" summary="reordering"
{| class="wikitable" summary="reordering"
Baris 310: Baris 345:


== Contoh teks ==
== Contoh teks ==
Berikut adalah sebuah cerita berbahasa Lampung mengenai [[Harun Ar-Rasyid]] pada kertas Eropa dari koleksi Koninklijke Joh. Enschedé (1907).<ref>{{Cite web|title=Gevonden in Delpher - Letterproef van Oosterse schriften uit de lettergieterij van Joh. Enschedé en Zonen te Haarlem|url=https://www.delpher.nl/nl/boeken/view?coll=boeken&identifier=MMSFUBA02:000013312:00063|website=www.delpher.nl|language=nl|access-date=2022-12-10}}</ref>
Berikut adalah sebuah cerita berbahasa Lampung mengenai [[Harun Ar-Rasyid]] pada kertas Eropa dari koleksi Koninklijke Joh. Enschedé (1907).<ref>{{Cite web|title=Gevonden in Delpher - Letterproef van Oosterse schriften uit de lettergieterij van Joh. Enschedé en Zonen te Haarlem|url=https://www.delpher.nl/nl/boeken/view?coll=boeken&identifier=MMSFUBA02:000013312:00063|website=www.delpher.nl|language=nl|access-date=2022-12-10|archive-date=2022-12-10|archive-url=https://web.archive.org/web/20221210063725/https://www.delpher.nl/nl/boeken/view?coll=boeken&identifier=MMSFUBA02:000013312:00063|dead-url=no}}</ref>
{| class="wikitable"
{| class="wikitable"
|-
|-
Baris 317: Baris 352:
! style="text-align: center"| Terjemahan
! style="text-align: center"| Terjemahan
|-
|-
|{{script/Lampung|𞜐𞜇𞜜𞜑𞜘𞜎𞜅𞜈𞜓𞜊𞜕𞜁𞜕𞜗𞜋𞜙𞜈𞜇𞜜}}
| align="center" |{{script/Lampung|𞜐𞜇𞜜𞜑𞜘𞜎𞜅𞜈𞜓𞜊𞜕𞜁𞜕𞜗𞜋𞜙𞜈𞜇𞜜}}
|''Wat say raja di pĕkon Bardat,''
|''Wat say raja di pĕkĕn Bardat,''
|Ada seorang raja di ''Pekon'' (Kerajaan) Baghdad,
|Ada seorang raja di ''Pekon'' (Kerajaan) Baghdad,
|-
|-
|{{script/Lampung|𞜂𞜕𞜏𞜙𞜉𞜓𞜎𞜅𞜒𞜎𞜔𞜉𞜙𞜎𞜑𞜓𞜇𞜜}}
| align="center" |{{script/Lampung|𞜂𞜕𞜏𞜙𞜉𞜓𞜎𞜅𞜒𞜎𞜔𞜉𞜙𞜎𞜑𞜓𞜇𞜜}}
|''Gĕlarni Raja Harunarrasit,''
|''Gĕlarni Raja Harunarrasit,''
|namanya Raja Harun ar-Rasyid,
|namanya Raja Harun ar-Rasyid,
|-
|-
|{{script/Lampung|𞜌𞜎𞜓𞜐𞜇𞜜𞜀𞜉𞜁𞜜𞜉𞜓𞜎𞜔𞜐}}
| align="center" |{{script/Lampung|𞜌𞜎𞜓𞜐𞜇𞜜𞜀𞜉𞜁𞜜𞜉𞜓𞜎𞜔𞜐}}
|''Mari wat anakni ruwa,''
|''Mari wat anakni ruwa,''
|memiliki dua orang anak,
|memiliki dua orang anak,
|-
|-
|{{script/Lampung|𞜑𞜘𞜋𞜕𞜋𞜘𞜑𞜘𞜋𞜁𞜑𞜜}}
| align="center" |{{script/Lampung|𞜑𞜘𞜋𞜕𞜋𞜘𞜑𞜘𞜋𞜁𞜑𞜜}}
|''Say bĕbay say bakas.''
|''Say bĕbay say bakas.''
|seorang putri dan seorang putra.
|seorang putri dan seorang putra.
|-
|-
|{{script/Lampung|𞜂𞜕𞜏𞜙𞜉𞜓𞜑𞜘𞜋𞜁𞜑𞜜𞜌𞜉𞜊𞜜}}
| align="center" |{{script/Lampung|𞜂𞜕𞜏𞜙𞜉𞜓𞜑𞜘𞜋𞜁𞜑𞜜𞜌𞜉𞜊𞜜}}
|''Gĕlarni say bakas Manap,''
|''Gĕlarni say bakas Manap,''
|Anak laki-laki bernama Manaf,
|Anak laki-laki bernama Manaf,
|-
|-
|{{script/Lampung|𞜂𞜕𞜏𞜙𞜉𞜓𞜑𞜘𞜋𞜕𞜋𞜘𞜊𞜕𞜇𞜕𞜎𞜓𞜅𞜙𞜌𞜉𞜓𞜂𞜌𞜜}}
| align="center" |{{script/Lampung|𞜂𞜕𞜏𞜙𞜉𞜓𞜑𞜘𞜋𞜕𞜋𞜘𞜊𞜕𞜇𞜕𞜎𞜓𞜅𞜙𞜌𞜉𞜓𞜂𞜌𞜜}}
|''Gĕlarni say bĕbay Potĕri Jar Manigam.''
|''Gĕlarni say bĕbay Pĕtĕri Jar Manigam.''
|anak perempuan bernama Putri Jar Manigam.
|anak perempuan bernama Putri Jar Manigam.
|}
Berikut adalah ''[[Piil Pesenggiri|pi'il pusanggiri]]'', pantun yang sering digunakan untuk menggambarkan sifat [[Suku Lampung|bangsa Lampung]].<ref>{{Cite journal|last=Utama|first=Fitra|date=2019|title=Piil Pesenggiri Dalam Masyarakat Lampung : Antara Instrumen Bina Damai Atau Dalih Kekerasan|journal=Inovasi Pembangunan : Jurnal Kelitbangan|volume=7|issue=117|doi=10.35450/jip.v7i2.130}}</ref>
{| class="wikitable"
|-
! style="text-align: center" | Surat Lampung
! style="text-align: center" | Alih aksara Latin
|-
| rowspan="4" |[[File:Lampung script sample.svg|350px]]
|''Tandani hulun Lampung, wat pi'il-pusanggiri,''
|-
|''Agung hina sĕhitung, wat liyĕm rĕga diri,''
|-
|''Juluk-adĕk ram pĕgung, nĕmuy-nyimah muwari,''
|-
|''Nĕngah-nyampur mak ngungkung, sakay-sambayyan gawi.''
|}
|}


Baris 354: Baris 404:
Berkas:Surat pantun cara Lampung.png|''Surat pantun cara Lampung,'' buku berbahan kertas yang ditulis pada 1812
Berkas:Surat pantun cara Lampung.png|''Surat pantun cara Lampung,'' buku berbahan kertas yang ditulis pada 1812
File:Enschede-Lampong letters by JA Schmidlin.jpg|Ilustrasi tulisan tangan surat Lampung Kuno (1893).
File:Enschede-Lampong letters by JA Schmidlin.jpg|Ilustrasi tulisan tangan surat Lampung Kuno (1893).
File:A naturalist's wanderings in the Eastern Archipelago, a narrative of travel and exploration from 1878 to 1883 BHL46282805.jpg|Romansa dalam aksara Lampung.
File:A naturalist's wanderings in the Eastern Archipelago, a narrative of travel and exploration from 1878 to 1883 BHL46282805.jpg|Romansa dalam surat Lampung.
</gallery>
</gallery>
|}
|}
Baris 387: Baris 437:
[[Kategori:Bahasa Lampung]]
[[Kategori:Bahasa Lampung]]
[[Kategori:Surat Ulu]]
[[Kategori:Surat Ulu]]
[[Kategori:Aksara Lampung| ]]
[[Kategori:Surat Lampung| ]]
[[Kategori:Aksara Nusantara|Lampung]]
[[Kategori:Aksara Nusantara|Lampung]]

Revisi terkini sejak 19 Agustus 2024 13.19

Surat Lampung
𞜑𞜔𞜎𞜇𞜜𞜏𞜌𞜜𞜊𞜔𞜖
Rupa huruf surat Lampung rekaan Koninklijke Joh. Enschedé (1907)
Jenis aksara
BahasaRumpun bahasa Lampung, Melayu[1]
Aksara terkait
Silsilah
Menurut hipotesis hubungan antara abjad Aramea dengan Brahmi, maka silsilahnya sebagai berikut:
Dari aksara Brahmi diturunkanlah:
Aksara kerabat
Bali
Batak
Baybayin
Bugis
Incung
Jawa
Makassar
Rejang
Sunda
Pengkodean Unicode
Belum terdaftar
 Artikel ini mengandung transkripsi fonetik dalam Alfabet Fonetik Internasional (IPA). Untuk bantuan dalam membaca simbol IPA, lihat Bantuan:IPA. Untuk penjelasan perbedaan [ ], / / dan  , Lihat IPA § Tanda kurung dan delimitasi transkripsi.

Surat Lampung, juga disebut Aksara Lampung, adalah sekumpulan aksara tradisional Indonesia yang berkembang di pulau Sumatra bagian selatan.[2] Aksara ini digunakan untuk menulis rumpun bahasa Lampung dan bahasa Melayu.[1] Surat Lampung merupakan turunan dari aksara Kawi. Surat Lampung aktif digunakan dalam tulisan sehari-hari masyarakat Lampung sejak pertengahan abad ke-17 hingga pertengahan abad ke-20 sebelum fungsinya berangsur-angsur tergantikan dengan huruf Latin. Aksara ini masih diajarkan di Provinsi Lampung sebagai bagian dari muatan lokal,[3][4] namun dengan penerapan yang terbatas dalam kehidupan sehari-hari.

Surat Lampung adalah aksara abugida yang terdiri dari tiga unsur, yaitu kĕlabay surat (19 aksara dasar), bĕnah surat (10 diakritik), dan tanda baca. Seperti aksara Brahmi lainnya, setiap konsonan merepresentasikan satu suku kata dengan vokal inheren [a], [ə], dan [o] yang dapat diubah dengan pemberian diakritik tertentu. Arah penulisan surat Lampung adalah dari kiri ke kanan. Aksara ini termasuk dalam rumpun aksara Sumatra bagian selatan (Surat Ulu). Rumpun aksara ini memiliki ciri khas, yaitu bentuknya lebih sederhana daripada keturunan aksara Kawi di Jawa dan Bali serta tidak memiliki pasangan.[5]

Bahasa-bahasa pengguna surat Lampung di Sumatra bagian selatan: Lampung Api, Lampung Nyo, dan Komering.

Para ahli umumnya meyakini bahwa surat Lampung merupakan salah satu turunan aksara Brahmi, berdasarkan studi perbandingan bentuk aksara-aksara Nusantara yang pertama kali dijabarkan oleh Holle dan Kern.[6][7] Namun begitu, sejarah evolusi surat Lampung tidak dapat dirunut dengan pasti karena surat Lampung sejauh ini hanya ditemukan pada materi yang umurnya tidak lebih dari 400 tahun. Surat Lampung lazim ditulis pada media yang rentan rusak di iklim tropis, dan tidak ada prasasti atau peninggalan tua lainnya yang disetujui sebagai purwarupa langsung surat Lampung.[8]

Kerabat paling dekat dari surat Lampung adalah rumpun surat Ulu seperti aksara Rejang dan aksara Incung. Baik rumpun surat Batak maupun rumpun surat Ulu berkembang di wilayah pedalaman Sumatra yang relatif lambat menerima pengaruh luar. Karena itu, ketika Sumatra menerima pengaruh Islam yang signifikan sejak abad ke-14, kedua wilayah tersebut mempertahankan penggunaan aksara turunan Brahmi selagi wilayah pesisir mengadopsi penggunaan abjad Jawi. Diperkirakan surat Lampung pertama kali berkembang di daerah hulu Sungai Komering tempat mayoritas penutur bahasa Komering bermukim. Hal ini tampak dari kemiripan antara bentuk surat Lampung dengan surat Ulu di Sumatera Selatan. Dari Komering, surat Lampung menyebar ke arah selatan dan timur hingga menyentuh pesisir Selat Sunda.[butuh rujukan]

Salah satu deskripsi dan tabel surat Lampung paling awal oleh penulis asing dapat ditemukan dalam buku History of Sumatra oleh William Marsden yang dicetak pada 1784.[9] Namun selain itu, tidak banyak yang diketahui mengenai bahasa, sastra, dan surat Lampung di luar masyarakat Lampung sendiri hingga pertengahan abad ke-19. Pada 25 Agustus 1868, atas dukungan dan izin dari Lembaga Penginjil Belanda, ahli bahasa Herman Neubronner van der Tuuk tiba di Pelabuhan Telukbetung. Dari Telukbetung, ia menempuh perjalanan ke pedalaman selama tiga bulan hingga akhirnya ia sampai di Desa Lehan.[10] Di sana, ia mempelajari bahasa dan surat Lampung. Aktivitasnya menelusuri pedalaman Lampung berlangsung hingga tahun 1869. Berdasarkan studi dan pengalamannya dengan masyarakat asli Lampung, Van der Tuuk menghasilkan materi komprehensif mengenai tradisi lisan dan tulis Lampung.[11]

Pengembaraan Seorang Naturalis di Kepulauan Bagian Timur, Narasi Perjalanan dan Penjelajahan Tahun 1878 hingga 1883

Surat Lampung secara tradisional ditulis di sejumlah media, di antaranya yang paling lumrah adalah bambu, kulit kayu, tanduk binatang, rotan, dan kertas. Naskah dengan media-media tersebut dapat ditemukan dalam ukuran dan tingkat kerajinan yang bervariasi. Tulisan sehari-hari umum digurat pada permukaan bambu, rotan, atau tanduk dengan pisau kecil (lading lancip). Tergantung dari warna dasar media, guratan ini kemudian dilumuri untuk meningkatkan keterbacaan. Bila warna dasar media adalah putih, maka guratan akan dilumuri kemiri bakar. Bila warna dasar media adalah coklat/hitam, maka guratan akan dilumuri kapur sirih (hapul).[12] Kebanyakan naskah Lampung Kuno yang ditemukan pada abad ke-18 dan 19 menggunakan kulit kayu sebagai media. Salah satunya adalah naskah milik Jo. Trefusis yang diserahkan kepada Perpustakaan Bodleian di Oxford pada 1630. Naskah ini diyakini sebagai naskah bersurat Lampung Kuno tertua yang pernah ditemukan.[1] Cara pembuatan naskah dengan media ini serupa dengan pembuatan pustaha di Sumatera Utara. Untuk membuatnya, kulit dalam pohon gaharu (Aquilaria malaccensis) dipotong sesuai keinginan. Setelah itu, dijemur beberapa saat dan kemudian diamplas dengan daun yang keras supaya halus. Terakhir. kedua permukaan (depan dan belakang) kulit dalam itu dilumuri dengan air beras. Berbeda dengan naskah bambu, rotan, dan tanduk, naskah kulit kayu ditulis dengan tinta menggunakan pena dari rusuk daun aren (Arenga pinnata) yang disebut kemasi. Tinta kemasi terbuat dari campuran buah deduruk (Melastoma malabathricum L.), arang, dan getah kayu kuyung (Shorea eximia).[13]

Kertas baru umum digunakan pada abad ke-19. Kebanyakan kertas yang dipakai saat itu merupakan kertas Eropa yang ditoreh menggunakan pena biasa.[14] Walau begitu, bambu, tanduk, rotan, dan kulit kayu terus digunakan sebagai media utama penulisan surat Lampung hingga abad ke-20 ketika tradisi tulis surat Lampung berangsur-angsur mulai menghilang.

Penggunaan

[sunting | sunting sumber]

Pada masa prakemerdekaan Indonesia, masyarakat suku Lampung telah fasih membaca dan menulis surat Lampung. Banyak diantaranya yang menguasai banyak variasi surat Lampung. Mereka menggunakan surat Lampung untuk berbagai hal, mulai dari sarana komunikasi, sarana pergaulan, hingga penulisan surat-surat penting. Oleh karena itu, tingkat melek huruf suku Lampung sangat tinggi di masa itu.[15]

Surat Lampung utamanya digunakan sebagai sarana komunikasi sesama penutur rumpun bahasa Lampung. Bahkan saat itu, orang Lampung akan merasa sangat malu bila tidak fasih membaca dan menulis surat Lampung.[15]

Selain sebagai sarana komunikasi, surat Lampung juga digunakan sebagai sarana pergaulan muda-mudi Lampung. Pemuda dan pemudi Lampung tidak bisa bergaul secara bebas karena pertemuan mereka diatur secara adat. Adat yang mengatur pertemuan mereka disebut manjaw muli. Dalam aturan adat ini, ada sebuah acara di mana muda-mudi Lampung bisa bersua ria di tempat orang yang sedang mengadakan upacara adat. Acara ini dinamakan miyos damaw. Acara ini biasa diikuti secara beramai-ramai oleh muda-mudi Lampung. Dalam acara ini, para bujang dan gadis dapat saling bercakap-cakap, sindir menyindir, dan bersurat-suratan. Tidak jarang pula acara ini menjadi arena untuk saling menguji kepandaian bersastra, baik secara lisan maupun secara tertulis. Acara ini menjadi sangat menarik ketika mereka saling adu kepandaian menulis dan membaca surat Lampung. Bahkan ada beberapa cara menulis surat Lampung yang harus dikuasai para bujang dan gadis agar tidak menanggung malu dalam acara istimewa tersebut.[16]

Dalam dunia kesastraan Lampung, surat Lampung juga digunakan untuk menulis mantra, mĕmang,[a] hukum adat, dan surat-surat penting seperti surat jual beli dan surat perjanjian.[17]

Pada zaman penjajahan Belanda, surat Lampung digunakan untuk menulis surat-surat resmi, seperti Surat Keputusan Pengangkatan Kepala Kampung, surat keterangan kelahiran dan kematian, serta surat resmi lainnya. Hal ini tidak terlepas dari tingginya angka melek huruf suku Lampung saat itu.[18]

Penggunaan dewasa ini

[sunting | sunting sumber]

Pascakemerdekaan Indonesia, surat Lampung tidak lagi digunakan untuk baca tulis secara fungsional. Fungsi surat Lampung secara de facto tergantikan oleh aksara Latin. Usaha untuk membangkitkan kembali penggunaan surat Lampung dilakukan oleh para pemuka adat dengan menggelar musyawarah pembakuan surat Lampung pada tanggal 23 Februari 1985.[19] Hasil musyawarah tersebut hingga hari ini masih menuai perdebatan dan ketidaksetujuan dari beberapa pihak, khususnya karena absennya ahli aksara atau filolog dalam musyawarah tersebut.

Surat Lampung bisa dijumpai pada lambang kabupaten/kota/provinsi, plang nama jalan, plat nomor rumah, dekorasi rumah, surat undangan pesta adat, hingga usaha ekonomi kreatif seperti jam tangan.[20] Pasanggiri menulis dan membaca surat Lampung mulai rutin digelar, baik oleh pihak pemerintah daerah maupun swasta.[21][22][23][24] Semua sekolah di Provinsi Lampung diwajibkan mengajarkan muatan lokal Bahasa dan Surat Lampung.[4] Kedepannya, surat Lampung diharapkan bisa digunakan di media elektronik seperti ponsel cerdas dan komputer jinjing/meja.[b]

Aksara dasar

[sunting | sunting sumber]

Aksara dasar (kĕlabay surat) dalam surat Lampung merepresentasikan satu suku kata dengan vokal inheren [a], [ə], atau [o].[c] Terdapat 19 aksara dasar dalam surat Lampung, sebagaimana berikut:

Kĕlabay Surat
ka ga nga ca
𞜁 𞜂 𞜃 𞜄
ja nya ta da
𞜅 𞜆 𞜇 𞜈
na pa ba ma
𞜉 𞜊 𞜋 𞜌
ya ra[2] la wa
𞜍 𞜎 𞜏 𞜐
sa ha a
𞜑 𞜒 𞜀
Catatan
1. ^ Tabel ini disajikan dalam bahasa Pesisir
2. ^ Juga dibaca /x/ (kha), /χ/, /ɣ/ (gha), atau /ʁ/ (gra)[27]

Pada musyawarah pemuka adat Lampung tahun 1985, terdapat satu huruf yang ditambahkan dengan menambah variasi dari huruf [ra], yaitu [gha/kha/gra].[19] Walau begitu, huruf tambahan ini masih menjadi kontroversi. Setiap sumber sekunder memiliki persepsi yang berbeda terkait nama maupun bagaimana huruf ini diucapkan.[d]

gha/kha/gra

Diakritik

[sunting | sunting sumber]

Diakritik (bĕnah surat) adalah tanda yang melekat pada aksara utama untuk mengubah vokal inheren aksara utama yang bersangkutan dan/atau menutup suatu suku kata dengan konsonan. Terdapat 10 diakritik dalam surat Lampung, sebagaimana berikut:[28]

Bĕnah Surat
Di atas aksara
-i[1] [2] -n -ng -r
𞜓 𞜕 𞜗 𞜖 𞜙
pi pan pang par
𞜊𞜓 𞜊𞜕 𞜊𞜗 𞜊𞜖 𞜊𞜙
Di bawah aksara Sejajar aksara
-u -w -y -h virama
𞜔 𞜚 𞜘 𞜛 𞜜
pu paw pay pah p
𞜊𞜔 𞜊𞜚 𞜊𞜘 𞜊𞜛 𞜊𞜜
Catatan
^1 Alofon dengan /é/.
^2 /ə/ sebagaimana e dalam kata "empat". Alofon dengan /o/.

Pada musyawarah pemuka adat Lampung tahun 1985, terdapat 2 diakritik yang ditambahkan agar surat Lampung dapat digunakan untuk menulis bahasa Indonesia.[19]

-o

Surat Lampung tidak memiliki angka tersendiri. Angka yang digunakan dalam naskah dan cap bersurat Lampung adalah angka Arab.[29]

Tanda Baca

[sunting | sunting sumber]

Surat Lampung hanya memiliki 2 tanda baca: bulatan matahari dan bulan. Keduanya berfungsi sebagai tanda bermula dan berakhirnya paragraf/teks. Pada musyawarah pemuka adat Lampung tahun 1985, terdapat 4 tanda baca baru yang ditambahkan.[19]

titik koma tanya seru

Ortografi

[sunting | sunting sumber]

Penulisan bĕnah surat konsonan

[sunting | sunting sumber]

Apabila kombinasi bĕnah surat vokal dan konsonan berada di atas anak surat, bĕnah surat konsonan ditulis terlebih dahulu.[30] Penerapannya dapat dilihat sebagaimana berikut:

komponen penulisan keterangan
Pa + -I + -Ng = Ping atau Pong pa + -i + -ng = ping
Pa + -U + -Ng = Pong atau Pong pa + -ĕ + -n = pĕn
Pa + -I + -H = Pih atau Pong pa + -i + -r = pir

Penulisan suku kata tertutup

[sunting | sunting sumber]

Pada penulisan suku kata tertutup yang berpola konsonan-vokal-konsonan, diakritik vokal yang normalnya berada di atas anak surat pertama ditempatkan ulang agar berada di antara anak surat pertama dan kedua.[30] Penerapannya dapat dilihat sebagaimana berikut:

komponen penulisan keterangan
Ta + Pa + nengen = Tap ta + pa + nengen = tap
Ta + -I + Pa + nengen = Tip ta + -i + pa + nengen → ta + pa + -i + nengen = tip
Ta + -U + Pa + nengen = Tup ta + -u + pa + nengen → ta + pa + -u + nengen = tup
Ta + -E + Pa + nengen = Tep ta + -ĕ + pa + nengen → ta + pa + -ĕ + nengen = tĕp

Contoh teks

[sunting | sunting sumber]

Berikut adalah sebuah cerita berbahasa Lampung mengenai Harun Ar-Rasyid pada kertas Eropa dari koleksi Koninklijke Joh. Enschedé (1907).[31]

Surat Lampung Alih aksara Latin Terjemahan
𞜐𞜇𞜜𞜑𞜘𞜎𞜅𞜈𞜓𞜊𞜕𞜁𞜕𞜗𞜋𞜙𞜈𞜇𞜜 Wat say raja di pĕkĕn Bardat, Ada seorang raja di Pekon (Kerajaan) Baghdad,
𞜂𞜕𞜏𞜙𞜉𞜓𞜎𞜅𞜒𞜎𞜔𞜉𞜙𞜎𞜑𞜓𞜇𞜜 Gĕlarni Raja Harunarrasit, namanya Raja Harun ar-Rasyid,
𞜌𞜎𞜓𞜐𞜇𞜜𞜀𞜉𞜁𞜜𞜉𞜓𞜎𞜔𞜐 Mari wat anakni ruwa, memiliki dua orang anak,
𞜑𞜘𞜋𞜕𞜋𞜘𞜑𞜘𞜋𞜁𞜑𞜜 Say bĕbay say bakas. seorang putri dan seorang putra.
𞜂𞜕𞜏𞜙𞜉𞜓𞜑𞜘𞜋𞜁𞜑𞜜𞜌𞜉𞜊𞜜 Gĕlarni say bakas Manap, Anak laki-laki bernama Manaf,
𞜂𞜕𞜏𞜙𞜉𞜓𞜑𞜘𞜋𞜕𞜋𞜘𞜊𞜕𞜇𞜕𞜎𞜓𞜅𞜙𞜌𞜉𞜓𞜂𞜌𞜜 Gĕlarni say bĕbay Pĕtĕri Jar Manigam. anak perempuan bernama Putri Jar Manigam.

Berikut adalah pi'il pusanggiri, pantun yang sering digunakan untuk menggambarkan sifat bangsa Lampung.[32]

Surat Lampung Alih aksara Latin
Tandani hulun Lampung, wat pi'il-pusanggiri,
Agung hina sĕhitung, wat liyĕm rĕga diri,
Juluk-adĕk ram pĕgung, nĕmuy-nyimah muwari,
Nĕngah-nyampur mak ngungkung, sakay-sambayyan gawi.

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Doa dalam bahasa Lampung
  2. ^ Usaha komputerisasi sudah mulai dirintis. Pada tahun 2016, surat Lampung didaftarkan ke Unicode oleh Anshuman Pandey.[25] Untuk saat ini, para desainer fon menggunakan ASCII sebagai dasar pengetikan surat Lampung.[26]
  3. ^ Vokal inheren /a/ dalam Pesisir, /ə/ dalam Melayu Tengah, dan /o/ dalam Pepadun.
  4. ^ Misalnya, buku Tata Bahasa Bahasa Lampung Dialek Pesisir menyebutnya sebagai huruf [gha]. Namun, dalam prasasti di Museum Lampung, huruf ini disebut [gra].
  1. ^ a b c "Malay manuscripts from south Sumatra - Asian and African studies blog". blogs.bl.uk. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-04-01. Diakses tanggal 2021-03-15. 
  2. ^ Pudjiastuti 1996.
  3. ^ Pudjiastuti 1996, hlm. 60.
  4. ^ a b "PERATURAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR: 39 TAHUN 2014 - PDF Free Download". adoc.pub (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-02-02. Diakses tanggal 2021-03-17. 
  5. ^ "Aksara Kaganga Bengkulu – Kantor Bahasa Bengkulu". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-02-02. Diakses tanggal 2021-03-15. 
  6. ^ Holle, K F (1882). "Tabel van oud-en nieuw-Indische alphabetten" (PDF). Bijdrage tot de palaeographie van Nederlandsch-Indie. Batavia: W. Bruining. OCLC 220137657. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2023-05-19. Diakses tanggal 2021-03-16. 
  7. ^ Kern, H (1882). "Eene bijdgrade tot de paleographie van Nederlansch-Indie". Bijdrage tot de Taal-Land-en Volkenkunde van Nederlandsch-indie. S' Gravenhage: Martinus Nijhoff. 
  8. ^ Kozok 1996, hlm. 233–234.
  9. ^ Marsden, William (1784). History of Sumatra (PDF). London. hlm. 159-166. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2023-02-02. Diakses tanggal 2021-03-17. 
  10. ^ Hollander, A. A. den (2003). "review van: Een vorst onder de taalgeleerden; Herman Neubronner van der Tuuk; Afgevaardigde voor Indië van het Nederlandsch Bijbelgenootschap 1847-1873; Een bronnenpublicatie. [Bespreking van: K. Groeneboer (2002) Een vorst onder de taalgeleerden; Herman Neubronner van der Tuuk; Afgevaardigde voor Indië van het Nederlandsch Bijbelgenootschap 1847-1873; Een bronnenpublicatie.]". Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde (dalam bahasa Dutch). 159: 629–631. ISSN 0006-2294. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-02-02. Diakses tanggal 2021-03-17. 
  11. ^ Lampung, Teras (2018-03-06). "Van der Tuuk Meneliti Bahasa Lampung, Bahasa Batak, Hingga Bahasa Bali". Teraslampung.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-02-02. Diakses tanggal 2021-03-17. 
  12. ^ Pudjiastuti 1996, hlm. 69.
  13. ^ Pudjiastuti 1996, hlm. 67.
  14. ^ Pudjiastuti 1996, hlm. 66.
  15. ^ a b Pudjiastuti 1996, hlm. 55.
  16. ^ Pudjiastuti 1996, hlm. 56.
  17. ^ Pudjiastuti 1996, hlm. 58.
  18. ^ Pudjiastuti 1996, hlm. 59.
  19. ^ a b c d Tata bahasa bahasa Lampung dialek Pesisir. Nazaruddin Udin, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1992. ISBN 979-459-192-0. OCLC 27821690. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2024-08-19. Diakses tanggal 2023-02-02. 
  20. ^ Unik! Jam Tangan Bermotif Surat Lampung, diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-02-02, diakses tanggal 2021-03-17 
  21. ^ Lampung, Poskota. "Komunitas Surat Lampung Gelar Lomba Menulis Cerpen dalam Surat Lampung". Poskota Lampung. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-02-02. Diakses tanggal 2021-03-17. 
  22. ^ "Disdikbud Lamteng akan Gelar Lomba Sastra Daerah dan Kaligrafi Surat Lampung". Radar Lamteng. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-05-30. Diakses tanggal 2021-03-17. 
  23. ^ Redaksi (2019-07-23). "700 Pelajar Pesawaran Ikuti Lomba Menulis Surat Lampung". Radar Lamsel. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-02-02. Diakses tanggal 2021-03-17. 
  24. ^ Lampung, Poskota. "Panitia Lomba Menulis Cerpen Gandeng Ahli Surat Lampung". Poskota Lampung. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-02-02. Diakses tanggal 2021-03-17. 
  25. ^ Pandey 2016.
  26. ^ "Aksara di Nusantara". Aksara di Nusantara (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-05-30. Diakses tanggal 2021-03-16. 
  27. ^ Anderbeck 2007, hlm. 14–15.
  28. ^ Pudjiastuti 1996, hlm. 50.
  29. ^ Gallop, Annabel Teh (2019). Malay Seals from the Islamic World of Southeast Asia: Content, Form, Context, Catalogue (dalam bahasa Inggris). NUS Press. ISBN 978-981-325-086-4. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-12-10. Diakses tanggal 2023-02-02. 
  30. ^ a b "UTN #35: Indonesian and Philippine Scripts and Extensions" (PDF). www.unicode.org. hlm. 24. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2021-05-12. Diakses tanggal 2022-12-10. 
  31. ^ "Gevonden in Delpher - Letterproef van Oosterse schriften uit de lettergieterij van Joh. Enschedé en Zonen te Haarlem". www.delpher.nl (dalam bahasa Belanda). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-12-10. Diakses tanggal 2022-12-10. 
  32. ^ Utama, Fitra (2019). "Piil Pesenggiri Dalam Masyarakat Lampung : Antara Instrumen Bina Damai Atau Dalih Kekerasan". Inovasi Pembangunan : Jurnal Kelitbangan. 7 (117). doi:10.35450/jip.v7i2.130. 

Daftar pustaka

[sunting | sunting sumber]

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]