Atman: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
(44 revisi perantara oleh 30 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1: | Baris 1: | ||
{{Untuk|konsep yang menolak atma dalam Buddhisme|Tanpa Atman}}{{Hindu}} |
|||
{{Hindu}} |
|||
'''Atman''' atau '''Atma''' ([[IAST]]: Ātmā, [[Bahasa |
'''Atman''' atau '''Atma''' ([[IAST]]: Ātmā, [[Bahasa Sanskerta|Sanskerta]]: आत्म) dalam [[Hindu]] merupakan percikan kecil dari [[Brahman]] yang berada di dalam setiap makhluk hidup.<ref name="Takwin">Bagus Takwin. 2003. ''Filsafat Timur: Sebuah Pengantar ke Pemikiran-Pemikiran Timur''. Depok: Jalasutra.</ref><ref name="Harun">Harun Hadiwijono. 1971. ''Sari Filsafat India''. Jakarta: BPK Gunung Mulia.</ref> Atman di dalam badan manusia disebut: Jiwatman atau [[jiwa]] atau [[roh]] yaitu yang menghidupkan [[manusia]].<ref name="Takwin"/> Demikianlah atman itu menghidupkan sarwa prani (makhluk di alam semesta ini).<ref name="Harun"/> [[Panca indria|Indria]] tak dapat bekerja bila tak ada atman.<ref name="Harun"/> Atman itu berasal dari Brahman, bagaikan [[matahari]] dengan [[sinar]]nya.<ref name="Takwin"/> Brahman sebagai matahari dan atman-atman sebagai sinar-Nya yang terpencar memasuki dalam hidup semua makhluk.<ref name="Takwin"/> |
||
== Sifat-sifat Atman == |
== Sifat-sifat Atman == |
||
Dalam [[Bhagavad Gita]] dijabarkan mengenai sifat-sifat Atman, diantaranya adalah: |
Dalam [[Bhagavad Gita]] dijabarkan mengenai sifat-sifat Atman, diantaranya adalah:<ref name="Gita">{{en}}Bhaktivedanta Swami Prabhupada (Trans.). 1986. ''Bhagavad Gita As It Is''. Sydney: The Bhaktivedanta Book Trust.</ref> |
||
* Achedya |
* '''Achedya''': tak terlukai oleh senjata |
||
* Adahya |
* '''Adahya''': tak terbakar oleh api |
||
* Akledya |
* '''Akledya''':tak terkeringkan oleh angin |
||
* Acesyah |
* '''Acesyah''': tak terbasahkan oleh air |
||
* Nitya |
* '''Nitya''': abadi |
||
* Sarwagatah |
* '''Sarwagatah''': di mana- mana ada |
||
* Sthanu |
* '''Sthanu''': tak berpindah- pindah |
||
* Acala |
* '''Acala''': tak bergerak |
||
* '''Awyakta''': tak dilahirkan |
|||
* Sanatana : selalu sama |
|||
* |
* '''Acintya''': tak terpikirkan |
||
* '''Awikara''': tak berubah dan sempurna tidak laki- laki ataupun perempuan. |
|||
* Acintya : tak terpikirkan |
|||
* '''Sanatana''': selalu sama |
|||
* Awikara : tak berubah dan sempurna tidak laki- laki ataupun perempuan. |
|||
== Atman dalam Bhagavad Gita == |
== Atman dalam Bhagavad Gita == |
||
Berikut adalah beberapa kutipan sloka yang memuat sifat-sifat Atman dalam Bhagavad Gita: |
Berikut adalah beberapa kutipan sloka yang memuat sifat-sifat Atman dalam Bhagavad Gita: |
||
{{col-begin}} |
|||
{{col-3}} |
|||
Sloka{{br}} |
Sloka{{br}} |
||
{{Cquote| <poem><i><b> |
|||
nai'nam |
|||
chhindanti sastrani |
|||
na chai'nam kledayanty apo |
|||
na soshayati marutah |
|||
</i></b> |
|||
Senjata tidak dapat melukai Dia |
|||
dan api tidak bisa membakar- Nya |
|||
angin tidak dapat mengeringkan Dia |
|||
dan air tidak bisa membasahi- Nya |
|||
[[Bhagawad Gita]] (II,23)<ref name="Gita"/> |
|||
</poem>}}{{br}} |
|||
---- |
---- |
||
{{Cquote| <poem><i><b> |
|||
nai'nam chhindanti sastrani{{br}} |
|||
Achedyo 'yam adahyo 'yam |
|||
na chai'nam kledayanty apo{{br}} |
|||
akledya 'soshya eva cha |
|||
na soshayati marutah{{br}} |
|||
nityah sarwagatah sthanur |
|||
{{col-3}} |
|||
achalo 'yam sanatanah |
|||
Terjemahan{{br}} |
|||
</i></b> |
|||
---- |
|||
Dia tidak dapat dilukai, dibakar |
|||
juga tidak dikeringkan dan dibasahi |
|||
dan api tidak bisa membakar- Nya{{br}} |
|||
Dia adalah abadi, tiada berubah |
|||
angin tidak dapat mengeringkan Dia{{br}} |
|||
tiada bergerak, tetap selama- lamanya. |
|||
dan air tidak bisa membasahi- Nya{{br}} |
|||
{{col-3}} |
|||
[[Bhagawad Gita]] (II,24)<ref name="Gita"/> |
|||
{{col-end}} |
|||
</poem>}}{{br}} |
|||
{{col-begin}} |
|||
{{col-3}} |
|||
---- |
|||
Achedyo 'yam adahyo 'yam{{br}} |
|||
akledya 'soshya eva cha{{br}} |
|||
nityah sarwagatah sthanur{{br}} |
|||
achalo 'yam sanatanah{{br}} |
|||
{{col-3}} |
|||
---- |
|||
Dia tidak dapat dilukai, dibakar{{br}} |
|||
juga tidak dikeringkan dan dibasahi{{br}} |
|||
Dia adalah abadi, tiada berubah{{br}} |
|||
tiada bergerak, tetap selama- lamanya.{{br}} |
|||
{{col-3}} |
|||
{{col-end}} |
|||
{{col-begin}} |
|||
{{col-3}} |
|||
---- |
---- |
||
{{Cquote| <poem><i><b> |
|||
Awyakto 'yam achintyo 'yam{{br}} |
|||
Awyakto 'yam achintyo 'yam |
|||
Awikaryo 'yam uchyate |
|||
tasmad ewam widitasi 'nam{{br}} |
|||
tasmad ewam widitasi 'nam |
|||
na 'nusochitum arhasi.{{br}} |
|||
na 'nusochitum arhasi. |
|||
{{col-3}} |
|||
</i></b> |
|||
---- |
|||
Dia dikatakan tidak termanifestasikan |
Dia dikatakan tidak termanifestasikan |
||
tidak dapat dipikirkan, tidak berubah- ubah |
tidak dapat dipikirkan, tidak berubah- ubah |
||
dan mengetahui halnya demikian |
dan mengetahui halnya demikian |
||
engkau hendaknya jangan berduka. |
engkau hendaknya jangan berduka. |
||
{{col-3}} |
|||
{{col-end}} |
|||
[[Bhagawad Gita]] (II,25)<ref name="Gita"/> |
|||
</poem>}}{{br}} |
|||
Atman tidak dapat menjadi subyek atau objek dan tindakan atau pekerjaan.<ref name="Harun"/> Atman tidak terpengaruh akan perubahan-perubahan yang dijalani maupun dialami pikiran, hidup dan jasad atau badan jasmani.<ref name="Harun"/> Badan jasmani bisa berubah, lahir, mati, datang dan pergi, namun Atman tetap langgeng untuk selamanya.<ref name="Harun"/> |
|||
== |
== Fungsi Atman Sebagai Sumber Hidup == |
||
1. Atman dianggap sebagai sumber hidup citta meliputi pikiran, perasaan dan instuisi. |
|||
Untuk menemukan Atman yang tersembunyi di dalam diri manusia, manusia harus melakukan Yoga. Jika telah menemukan dan bersatu dengan Atman, maka barulah manusia mencapai kebahagiaan sempurna. |
|||
Yoga berfungsi menyatukan jiwa manusia dengan Atman, yang tersembunyi di dalam lubuk hati yang paling dalam. “Karena semua latihan rohani India (yang dibedakan dengan latihan jasmani) sungguh dimaksudkan untuk mencapai tujuan praktis ini...bagaimana caranya mencapai Brahman dan hidup seperti Brahman.”<ref>Heinrich Zimmer. 1951. The Phylosophy of India. New York: Patheon Books. p. 80-81.</ref> |
|||
2. Atman bertanggung jawab atas baik dan buruknya segala karma manusia. |
|||
Ada empat jalan (yoga) untuk menemukan Atman, namun empat jalan tersebut membawa kepada tujuan yang satu. Manusia dapat memilih salah satu dari empat jalan tersebut berdasarkan pribadi orang tersebut. Menurut analisis Hindu, pada umumnya ada empat tipe pribadi manusia yaitu suka merenung, aktif, emosional, dan empiris (menekankan pengalaman).<ref name="Smith">Huston Smith. 1999. Agama-Agama Manusia. Jakarta: Obor. Hal. 40-41.</ref> |
|||
3. Atman dianggap sebagai sumber hidup stula sarira (badan kasar) |
|||
Keempat jalan tersebut dimulai dari beberapa petunjuk penting mengenai kesusilaan. Karena tujuan akhir dari masing-masing jalan adalah untuk menjernihkan permukaan diri kita agar dapat terlihat unsur keilahian yang dibawahnya, maka tentu saja pribadi itu harus dibersihkan dari kotoran moral yang besar.<ref name="Smith"></ref> Orang yang ingin melakukan yoga harus memulai kebiasaan serta praktek hidup yang bermoral.<ref name="Smith"></ref> |
|||
== Empat Jalan menemukan Atman (Catur Marga Yoga) == |
|||
Catur Marga Yoga merupakan 4 langkah cara untuk menemukan Atman yang tersembunyi di dalam diri manusia, manusia harus melakukan [[Yoga]].<ref name="Smith"/> Jika telah menemukan dan bersatu dengan Atman, maka barulah manusia mencapai kebahagiaan sempurna.<ref name="Smith"/> Yoga berfungsi menyatukan jiwa manusia dengan Atman, yang tersembunyi di dalam lubuk hati yang paling dalam.<ref name="Smith"/> "Karena semua latihan rohani India (yang dibedakan dengan latihan jasmani) sungguh dimaksudkan untuk mencapai tujuan praktis ini...bagaimana caranya mencapai Brahman dan hidup seperti Brahman."<ref>Heinrich Zimmer. 1951. ''The Philosophy of India''. New York: Patheon Books. p. 80-81.</ref> |
|||
Jalan melalui pengetahuan atau jnana yoga diperuntukkan bagi orang-orang yang mempunyai kecenderungan intelektual yang kuat.<ref name="Smith"></ref> Bagi orang seperti itu, Hindu menawarkan serangkaian semadi dan pembuktian logis yang dimaksudkan untuk meyakinkan si pemikir bahwa ada hal yang lebih dari dirinya yang berhingga itu. |
|||
Ada empat jalan (yoga) untuk menemukan Atman, namun empat jalan tersebut membawa kepada tujuan yang satu.<ref name="Smith"/> Manusia dapat memilih salah satu dari empat jalan tersebut berdasarkan pribadi orang tersebut.<ref name="Smith"/> Menurut analisis Hindu, pada umumnya ada empat tipe pribadi manusia yaitu suka merenung, aktif, emosional, dan empiris (menekankan pengalaman).<ref name="Smith">Huston Smith. 1999. ''Agama-Agama Manusia''. Jakarta: Obor. Hal. 40-41.</ref> |
|||
Jalan untuk memperoleh pengetahuan ini terdiri dari tiga langkah yaitu mendengar, berpikir, dan pengalihan. Pertama adalah mendengar, yakni mendengar ucapan dari orang-orang bijaksana, dan kitab-kitab suci. Tujuannya agar orang yang bersangkutan berkenalan dengan hipotesis pokok bahwa di pusat jati dirinya terdapat sumber kehidupan yang tak berhingga yang tidak dapat dipadamkan.<ref name="Smith"></ref> Langkah kedua adalah berpikir, yaitu Atman yang tadinya berupa konsep kosong, diubah menjadi kenyataan penting.<ref name="Smith"></ref> Langkah ketiga adalah pengalihan identifikasi dirinya dengan Roh abadi dengan mencoba membayangkan dirinya sebagai roh abadi itu. Ia harus melihat dirinya dari sudut pandang yang berbeda seolah-olah ia adalah pribadi yang berbeda, karena memang dirinya adalah fana dan hanya atman yang nyata.<ref name="Smith"></ref> |
|||
Keempat jalan tersebut dimulai dari beberapa petunjuk penting mengenai kesusilaan.<ref name="Smith"/> Karena tujuan akhir dari masing-masing jalan adalah untuk menjernihkan permukaan diri kita agar dapat terlihat unsur keilahian yang dibawahnya, maka tentu saja pribadi itu harus dibersihkan dari kotoran moral yang besar.<ref name="Smith"/> Orang yang ingin melakukan yoga harus memulai kebiasaan serta praktik hidup yang bermoral.<ref name="Smith"/> |
|||
=== Jalan melalui Cinta === |
|||
Jalan melalui cinta atau bhakti yoga berbeda dengan jnana yoga. Dalam jnana yoga gambaran tentang Tuhan bagaikan suatu samudera yang tak berhingga dan berada di dasar diri kita. Tuhan dibayangkan sebagai Diri yang merembesi segala sesuatu yang sepenuhnya berada di dalam manusia ataupun di luar manusia. Tugas manusia adalah mengenal persatuan diri dengan Tuhan, dan Tuhan bukan dipahami sebagai pribadi. Akan tetapi, bagi seseorang yang lebih mengutamakan cinta daripada pikiran, Tuhan pastilah kelihatan berbeda dengan hal-hal tersebut.<ref name="Smith"></ref> Pertama, bhakti akan menolak semua pandangan yang menyatakan Tuhan adalah diri pribadinya, bahkan dirinya yang paling dalam, dan berkeras bahwa Tuhan lain dari dirinya. Alasannya, karena cinta merupakan perasaan yang dicurahkan keluar.<ref name="Smith"></ref> Kedua, tujuan jnana berbeda dengan bhakti. Tujuannya bukanlah melihat kesatuan dirinya dengan Tuhan, melainkan untuk memuja Tuhan dengan segenap kemampuan yang ada pada dirinya. Apa yang harus dilakukan adalah mencintai Tuhan dengan setulus hati, mencintai dalam kehidupan, mencintai hal lain karena Dia, dan mencintai-Nya tanpa pamrih apapun.<ref name="Smith"></ref> |
|||
=== Jalan melalui Pengetahuan / Jnana Marga Yoga === |
|||
Ada tiga cara pendekatan bhakti yang perlu diketahui yaitu:<ref name="Smith"></ref> |
|||
Jalan melalui pengetahuan atau jnana yoga diperuntukkan bagi orang-orang yang mempunyai kecenderungan intelektual yang kuat.<ref name="Smith"/> Bagi orang seperti itu, Hindu menawarkan serangkaian semadi dan pembuktian logis yang dimaksudkan untuk meyakinkan si pemikir bahwa ada hal yang lebih dari dirinya yang berhingga itu.<ref name="Smith"/> |
|||
a. Japam, yaitu latihan menyebut nama Tuhan berulang-ulang kali. |
|||
b. Mendengungkan pergantian cinta, menunjukan kenyataan bahwa ada berbagai jenis cinta, misalnya cinta anak-orangtua dan suami-istri, dan lain-lain. Cara ini mendorong orang yang melakukan yoga mengalihkan semua cinta kepada Tuhan. |
|||
c. Pemujaan terhadap Tuhan menurut bentuk ideal seseorang. Menurut agama Hindu ada tingkatan-tingkatan cinta yang semakin mendalam dan timbal balik. Tahap pertama adalah sikap mereka yang dilindungi terhadap si pelindung. Tahap kedua adalah tahap persahabatan, dimana Tuhan dipandang sebagai teman bahkan teman sepermainan. Tahap ketiga adalah sikap cinta orang tua dimana Tuhan dipandang manusia sebagai anak. |
|||
Jalan untuk memperoleh pengetahuan ini terdiri dari tiga langkah yaitu mendengar, berpikir, dan pengalihan.<ref name="Smith"/> Pertama adalah mendengar, yakni mendengar ucapan dari orang-orang bijaksana, dan kitab-kitab suci.<ref name="Smith"/> Tujuannya agar orang yang bersangkutan berkenalan dengan hipotesis pokok bahwa di pusat jati dirinya terdapat sumber kehidupan yang tak berhingga yang tidak dapat dipadamkan.<ref name="Smith"/> Langkah kedua adalah berpikir, yaitu Atman yang tadinya berupa konsep kosong, diubah menjadi kenyataan penting.<ref name="Smith"/> Langkah ketiga adalah pengalihan identifikasi dirinya dengan roh abadi dengan mencoba membayangkan dirinya sebagai roh abadi itu.<ref name="Smith"/> Ia harus melihat dirinya dari sudut pandang yang berbeda seolah-olah ia adalah pribadi yang berbeda, karena memang dirinya adalah fana dan hanya atman yang nyata.<ref name="Smith"/> |
|||
=== Jalan melalui Kerja === |
|||
Jalan melalui kerja atau karma yoga ditujukan secara khusus bagi orang yang berwatak aktif. Kerja adalah pokok kehidupan manusia. Dorongan bekerja bukanlah motivasi ekonomis, melainkan motivasi psikologis. Manusia akan merasa gelisah atau kehilangan semangat saat tidak bekerja.Jalan ini ditujukan secara khusus bagi orang yang berwatak aktif. Jalan ini menggunakan kerja sebagai sarana untuk menuju Tuhan.<ref name="Smith"></ref> |
|||
=== Jalan melalui Cinta / Bhakti Marga Yoga === |
|||
Jalan melalui cinta atau bhakti yoga berbeda dengan jnana yoga.<ref name="Smith"/> Dalam jnana yoga gambaran tentang Tuhan bagaikan suatu samudera yang tak berhingga dan berada di dasar diri kita.<ref name="Smith"/> Tuhan dibayangkan sebagai Diri yang merembesi segala sesuatu yang sepenuhnya berada di dalam manusia ataupun di luar manusia.<ref name="Smith"/> Tugas manusia adalah mengenal persatuan diri dengan Tuhan, dan Tuhan bukan dipahami sebagai pribadi.<ref name="Smith"/> Akan tetapi, bagi seseorang yang lebih mengutamakan cinta daripada pikiran, Tuhan pastilah kelihatan berbeda dengan hal-hal tersebut.<ref name="Smith"/> Pertama, bhakti akan menolak semua pandangan yang menyatakan Tuhan adalah diri pribadinya, bahkan dirinya yang paling dalam, dan berkeras bahwa Tuhan lain dari dirinya.<ref name="Smith"/> Alasannya, karena cinta merupakan perasaan yang dicurahkan keluar.<ref name="Smith"/> Kedua, tujuan jnana berbeda dengan bhakti.<ref name="Smith"/> Tujuannya bukanlah melihat kesatuan dirinya dengan Tuhan, melainkan untuk memuja Tuhan dengan segenap kemampuan yang ada pada dirinya.<ref name="Smith"/> Apa yang harus dilakukan adalah mencintai Tuhan dengan setulus hati, mencintai dalam kehidupan, mencintai hal lain karena Dia, dan mencintai-Nya tanpa pamrih apapun.<ref name="Smith"/> |
|||
Ada tiga cara pendekatan bhakti yang perlu diketahui yaitu: |
|||
* a. Japa (bahasa Sanskerta: जप), yaitu latihan menyebut nama Tuhan berulang-ulang kali.<ref name="Smith"/> |
|||
* b. Mendengungkan pergantian cinta, menunjukan kenyataan bahwa ada berbagai jenis cinta, misalnya cinta anak-orang tua dan suami-istri, dan lain-lain.<ref name="Smith"/> Cara ini mendorong orang yang melakukan yoga mengalihkan semua cinta kepada Tuhan.<ref name="Smith"/> |
|||
* c. Pemujaan terhadap Tuhan menurut bentuk ideal seseorang.<ref name="Smith"/> Menurut agama Hindu ada tingkatan-tingkatan cinta yang semakin mendalam dan timbal balik.<ref name="Smith"/> Tahap pertama adalah sikap mereka yang dilindungi terhadap si pelindung.<ref name="Smith"/> Tahap kedua adalah tahap persahabatan, di mana Tuhan dipandang sebagai teman bahkan teman sepermainan.<ref name="Smith"/> Tahap ketiga adalah sikap cinta orang tua di mana Tuhan dipandang manusia sebagai anak.<ref name="Smith"/> |
|||
=== Jalan melalui Kerja / Karma Marga Yoga === |
|||
Jalan melalui kerja atau karma yoga ditujukan secara khusus bagi orang yang berwatak aktif.<ref name="Smith"/> Kerja adalah pokok kehidupan manusia. Dorongan bekerja bukanlah motivasi ekonomis, melainkan motivasi psikologis.<ref name="Smith"/> Manusia akan merasa gelisah atau kehilangan semangat saat tidak bekerja.<ref name="Smith"/> Jalan ini ditujukan secara khusus bagi orang yang berwatak aktif. Jalan ini menggunakan kerja sebagai sarana untuk menuju Tuhan.<ref name="Smith"/> |
|||
Karma yoga mempunyai rute-rute alternatif tergantung pada pendekatan kita, apakah dengan filosofis atau dengan sikap cinta. Jadi karma yoga dapat |
Karma yoga mempunyai rute-rute alternatif tergantung pada pendekatan kita, apakah dengan filosofis atau dengan sikap cinta.<ref name="Smith"/> Jadi karma yoga dapat dipraktikkan dengan gaya jnana yoga (pengetahuan) atau bhakti yoga (cinta).<ref name="Smith"/> Pekerjaan dapat menjadi wahana menuju Tuhan melalui kedua hal tersebut, karena agama Hindu mengajarkan bahwa setiap tindakan yang dilakukan pada dunia di luar kita mempunyai reaksi yang sepadan di dalam diri pelakunya.<ref name="Smith"/> Setiap perbuatan yang manusia lakukan untuk kepentingan kesejahteraan diri manusia akan menambah satu lapisan ego yang semakin mempertebal jarak antara dirinya dan Tuhan, baik yang dipahami di dalam diri maupun di luar diri.<ref name="Smith"/> Demikian pula setiap tindakan yang dilakukan tanpa mengingat kepentingan diri sendiri, akan mengurangi hambatan untuk mencapai Atman di dalam diri, hingga akhirnya tidak ada hambatan yang mengaburkan hubungan seseorang dengan Tuhan.<ref name="Smith"/> |
||
Seorang yang menganut jalan karma yoga akan berusaha melakukan setiap hal yang dihadapinya seakan-akan hal itu merupakan satu-satunya tugas yang harus dikerjakannya.<ref name="Smith" |
Seorang yang menganut jalan karma yoga akan berusaha melakukan setiap hal yang dihadapinya seakan-akan hal itu merupakan satu-satunya tugas yang harus dikerjakannya.<ref name="Smith"/> Ia akan berusaha memusatkan perhatiannya secara utuh dan mantap terhadap setiap tugas, dengan menjauhkan segala bentuk ketidaksabaran, kegembiraan, ataupun usaha yang sia-sia untuk melakukan atau mengingat berbagai hal lainnya dalam waktu yang sama.<ref name="Smith"/> Ia akan berusaha sekuat tenaga, karena jika tidak berarti ia telah menyerah kepada kemalasan yang merupakan sifat mementingkan diri.<ref name="Smith"/> |
||
=== Jalan melalui Latihan Psikologis === |
=== Jalan melalui Latihan Psikologis / Raja Marga Yoga === |
||
Jalan melalui latihan psikologis disebut juga raja yoga karena jenis yoga ini mampu membawa orang ke taraf yang tinggi.<ref name="Smith" |
Jalan melalui latihan psikologis disebut juga dengan raja yoga karena jenis yoga ini mampu membawa orang ke taraf yang tinggi.<ref name="Smith"/> Satu-satunya syarat yang diperlukan untuk menempuh raja yoga ini adalah dimilikinya suatu dugaan kuat bahwa diri manusia sebenarnya jauh lebih mengagumkan dari yang kita sadari saat ini.<ref name="Smith"/> Orang yang melakukan raja yoga akan melakukan percobaan terhadap rohaninya sendiri dengan hipotesis bahwa Atman ada di dalam lapisan-lapisan diri manusia.<ref name="Smith"/> Tujuan raja yoga adalah untuk membuktikan keabsahan dari pandangan tentang lapisan-lapisan ini.<ref name="Smith"/> |
||
Tahap-tahap dari raja yoga ada delapan tingkat, namun dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu:<ref name="Hadiwijono">Harun Hadiwijono. 1982. Agama Hindu Budha. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hal. 25.</ref> |
Tahap-tahap dari raja yoga ada delapan tingkat, namun dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu: |
||
<ref name="Hadiwijono">Harun Hadiwijono. 1982. ''Agama Hindu Budha''. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hal. 25.</ref> |
|||
a. Persiapan etis atau persiapan di bidang kesusilaan, yaitu tidak membunuh atau membenci apapun juga, tidak mencuri, tidak berbuat mesum, tidak berbuat curang, dan harus murni secara batin. |
a. Persiapan etis atau persiapan di bidang kesusilaan, yaitu tidak membunuh atau membenci apapun juga, tidak mencuri, tidak berbuat mesum, tidak berbuat curang, dan harus murni secara batin. |
||
b. Persiapan badani, yaitu orang harus menguasai gerak-gerik, nafas tubuh, serta perasaannya. |
|||
c. Merenung, yaitu orang harus dapat memusatkan perhatiannya kepada sesuatu supaya menjadi tenang. Setelah tenang orang harus merenungkan sesuatu. |
|||
d. Samadhi, yang menghapuskan perasaan adanya identitas. Tubuh dan pikiran menjadi mati terhadap segala perangsang dari luar. Hanya sasaran yang direnungkan itulah yang tinggal bersinar-sinar. |
|||
<ref name="Hadiwijono" /> |
|||
Jika telah dapat mencapai tahap ini, maka ia telah mencapai tingkatan moksa, yaitu kesadaran bahwa segala sesuatu adalah satu dan dengan pengalamannya ia merealisasikan kesatuan itu.<ref name="Hadiwijono"></ref> Baginya hanya Atman/Brahman saja yang kekal, sedangkan segala yang lain di dalam dunia ini adalah maya atau tidak nyata.<ref name="Hadiwijono"></ref> |
|||
b. Persiapan badani, yaitu orang harus menguasai gerak-gerik, napas tubuh, serta perasaannya. |
|||
<ref name="Hadiwijono" /> |
|||
c. Merenung, yaitu orang harus dapat memusatkan perhatiannya kepada sesuatu supaya menjadi tenang. Setelah tenang orang harus merenungkan sesuatu. |
|||
<ref name="Hadiwijono" /> |
|||
d. Samadhi/Tapa, yang menghapuskan perasaan adanya identitas. Tubuh dan pikiran menjadi mati terhadap segala perangsang dari luar. Hanya sasaran yang direnungkan itulah yang tinggal bersinar-sinar.<ref name="Hadiwijono" /> |
|||
Jika telah dapat mencapai tahap ini, maka ia telah mencapai tingkatan moksa, yaitu kesadaran bahwa segala sesuatu adalah satu dan dengan pengalamannya ia merealisasikan kesatuan itu.<ref name="Hadiwijono"/> Baginya hanya Atman/Brahman saja yang kekal, sedangkan segala yang lain di dalam dunia ini adalah maya atau tidak nyata.<ref name="Hadiwijono"/> |
|||
== Referensi == |
== Referensi == |
||
{{reflist}} |
{{reflist}} |
||
== Lihat pula == |
== Lihat pula == |
||
* [[Jiwa]] |
* [[Jiwa]] |
||
* [[Roh]] |
* [[Roh]] |
||
* [[Roh (Kristen)|Roh dalam agama Kristen]] |
* [[Roh (Kristen)|Roh dalam agama Kristen]] |
||
* [[Catur Marga|Catur Marga Yoga]] |
|||
{{Hindu-stub}} |
|||
[[Kategori:Konsep Hindu]] |
[[Kategori:Konsep Hindu]] |
||
[[Kategori:Hindu]] |
[[Kategori:Hindu]] |
||
[[bg:Атман]] |
|||
[[cs:Átma]] |
|||
[[en:Ātman (Hinduism)]] |
|||
[[es:Ātman]] |
|||
[[eu:Atman]] |
|||
[[fi:Atman]] |
|||
[[fr:Âtman]] |
|||
[[ja:アートマン]] |
|||
[[lt:Atmanas]] |
|||
[[no:Atman]] |
|||
[[sr:Атман]] |
|||
[[sv:Atman]] |
|||
[[ta:ஆன்மா]] |
Revisi terkini sejak 20 Agustus 2024 10.47
Bagian dari seri |
Agama Hindu |
---|
Atman atau Atma (IAST: Ātmā, Sanskerta: आत्म) dalam Hindu merupakan percikan kecil dari Brahman yang berada di dalam setiap makhluk hidup.[1][2] Atman di dalam badan manusia disebut: Jiwatman atau jiwa atau roh yaitu yang menghidupkan manusia.[1] Demikianlah atman itu menghidupkan sarwa prani (makhluk di alam semesta ini).[2] Indria tak dapat bekerja bila tak ada atman.[2] Atman itu berasal dari Brahman, bagaikan matahari dengan sinarnya.[1] Brahman sebagai matahari dan atman-atman sebagai sinar-Nya yang terpencar memasuki dalam hidup semua makhluk.[1]
Sifat-sifat Atman
[sunting | sunting sumber]Dalam Bhagavad Gita dijabarkan mengenai sifat-sifat Atman, diantaranya adalah:[3]
- Achedya: tak terlukai oleh senjata
- Adahya: tak terbakar oleh api
- Akledya:tak terkeringkan oleh angin
- Acesyah: tak terbasahkan oleh air
- Nitya: abadi
- Sarwagatah: di mana- mana ada
- Sthanu: tak berpindah- pindah
- Acala: tak bergerak
- Awyakta: tak dilahirkan
- Acintya: tak terpikirkan
- Awikara: tak berubah dan sempurna tidak laki- laki ataupun perempuan.
- Sanatana: selalu sama
Atman dalam Bhagavad Gita
[sunting | sunting sumber]Berikut adalah beberapa kutipan sloka yang memuat sifat-sifat Atman dalam Bhagavad Gita:
Sloka
nai'nam
chhindanti sastrani
na chai'nam kledayanty apo
na soshayati marutah
Senjata tidak dapat melukai Dia
dan api tidak bisa membakar- Nya
angin tidak dapat mengeringkan Dia
dan air tidak bisa membasahi- Nya
Bhagawad Gita (II,23)[3]
Achedyo 'yam adahyo 'yam
akledya 'soshya eva cha
nityah sarwagatah sthanur
achalo 'yam sanatanah
Dia tidak dapat dilukai, dibakar
juga tidak dikeringkan dan dibasahi
Dia adalah abadi, tiada berubah
tiada bergerak, tetap selama- lamanya.
Bhagawad Gita (II,24)[3]
Awyakto 'yam achintyo 'yam
Awikaryo 'yam uchyate
tasmad ewam widitasi 'nam
na 'nusochitum arhasi.
Dia dikatakan tidak termanifestasikan
tidak dapat dipikirkan, tidak berubah- ubah
dan mengetahui halnya demikian
engkau hendaknya jangan berduka.
Bhagawad Gita (II,25)[3]
Atman tidak dapat menjadi subyek atau objek dan tindakan atau pekerjaan.[2] Atman tidak terpengaruh akan perubahan-perubahan yang dijalani maupun dialami pikiran, hidup dan jasad atau badan jasmani.[2] Badan jasmani bisa berubah, lahir, mati, datang dan pergi, namun Atman tetap langgeng untuk selamanya.[2]
Fungsi Atman Sebagai Sumber Hidup
[sunting | sunting sumber]1. Atman dianggap sebagai sumber hidup citta meliputi pikiran, perasaan dan instuisi.
2. Atman bertanggung jawab atas baik dan buruknya segala karma manusia.
3. Atman dianggap sebagai sumber hidup stula sarira (badan kasar)
Empat Jalan menemukan Atman (Catur Marga Yoga)
[sunting | sunting sumber]Catur Marga Yoga merupakan 4 langkah cara untuk menemukan Atman yang tersembunyi di dalam diri manusia, manusia harus melakukan Yoga.[4] Jika telah menemukan dan bersatu dengan Atman, maka barulah manusia mencapai kebahagiaan sempurna.[4] Yoga berfungsi menyatukan jiwa manusia dengan Atman, yang tersembunyi di dalam lubuk hati yang paling dalam.[4] "Karena semua latihan rohani India (yang dibedakan dengan latihan jasmani) sungguh dimaksudkan untuk mencapai tujuan praktis ini...bagaimana caranya mencapai Brahman dan hidup seperti Brahman."[5]
Ada empat jalan (yoga) untuk menemukan Atman, namun empat jalan tersebut membawa kepada tujuan yang satu.[4] Manusia dapat memilih salah satu dari empat jalan tersebut berdasarkan pribadi orang tersebut.[4] Menurut analisis Hindu, pada umumnya ada empat tipe pribadi manusia yaitu suka merenung, aktif, emosional, dan empiris (menekankan pengalaman).[4]
Keempat jalan tersebut dimulai dari beberapa petunjuk penting mengenai kesusilaan.[4] Karena tujuan akhir dari masing-masing jalan adalah untuk menjernihkan permukaan diri kita agar dapat terlihat unsur keilahian yang dibawahnya, maka tentu saja pribadi itu harus dibersihkan dari kotoran moral yang besar.[4] Orang yang ingin melakukan yoga harus memulai kebiasaan serta praktik hidup yang bermoral.[4]
Jalan melalui Pengetahuan / Jnana Marga Yoga
[sunting | sunting sumber]Jalan melalui pengetahuan atau jnana yoga diperuntukkan bagi orang-orang yang mempunyai kecenderungan intelektual yang kuat.[4] Bagi orang seperti itu, Hindu menawarkan serangkaian semadi dan pembuktian logis yang dimaksudkan untuk meyakinkan si pemikir bahwa ada hal yang lebih dari dirinya yang berhingga itu.[4]
Jalan untuk memperoleh pengetahuan ini terdiri dari tiga langkah yaitu mendengar, berpikir, dan pengalihan.[4] Pertama adalah mendengar, yakni mendengar ucapan dari orang-orang bijaksana, dan kitab-kitab suci.[4] Tujuannya agar orang yang bersangkutan berkenalan dengan hipotesis pokok bahwa di pusat jati dirinya terdapat sumber kehidupan yang tak berhingga yang tidak dapat dipadamkan.[4] Langkah kedua adalah berpikir, yaitu Atman yang tadinya berupa konsep kosong, diubah menjadi kenyataan penting.[4] Langkah ketiga adalah pengalihan identifikasi dirinya dengan roh abadi dengan mencoba membayangkan dirinya sebagai roh abadi itu.[4] Ia harus melihat dirinya dari sudut pandang yang berbeda seolah-olah ia adalah pribadi yang berbeda, karena memang dirinya adalah fana dan hanya atman yang nyata.[4]
Jalan melalui Cinta / Bhakti Marga Yoga
[sunting | sunting sumber]Jalan melalui cinta atau bhakti yoga berbeda dengan jnana yoga.[4] Dalam jnana yoga gambaran tentang Tuhan bagaikan suatu samudera yang tak berhingga dan berada di dasar diri kita.[4] Tuhan dibayangkan sebagai Diri yang merembesi segala sesuatu yang sepenuhnya berada di dalam manusia ataupun di luar manusia.[4] Tugas manusia adalah mengenal persatuan diri dengan Tuhan, dan Tuhan bukan dipahami sebagai pribadi.[4] Akan tetapi, bagi seseorang yang lebih mengutamakan cinta daripada pikiran, Tuhan pastilah kelihatan berbeda dengan hal-hal tersebut.[4] Pertama, bhakti akan menolak semua pandangan yang menyatakan Tuhan adalah diri pribadinya, bahkan dirinya yang paling dalam, dan berkeras bahwa Tuhan lain dari dirinya.[4] Alasannya, karena cinta merupakan perasaan yang dicurahkan keluar.[4] Kedua, tujuan jnana berbeda dengan bhakti.[4] Tujuannya bukanlah melihat kesatuan dirinya dengan Tuhan, melainkan untuk memuja Tuhan dengan segenap kemampuan yang ada pada dirinya.[4] Apa yang harus dilakukan adalah mencintai Tuhan dengan setulus hati, mencintai dalam kehidupan, mencintai hal lain karena Dia, dan mencintai-Nya tanpa pamrih apapun.[4]
Ada tiga cara pendekatan bhakti yang perlu diketahui yaitu:
- a. Japa (bahasa Sanskerta: जप), yaitu latihan menyebut nama Tuhan berulang-ulang kali.[4]
- b. Mendengungkan pergantian cinta, menunjukan kenyataan bahwa ada berbagai jenis cinta, misalnya cinta anak-orang tua dan suami-istri, dan lain-lain.[4] Cara ini mendorong orang yang melakukan yoga mengalihkan semua cinta kepada Tuhan.[4]
- c. Pemujaan terhadap Tuhan menurut bentuk ideal seseorang.[4] Menurut agama Hindu ada tingkatan-tingkatan cinta yang semakin mendalam dan timbal balik.[4] Tahap pertama adalah sikap mereka yang dilindungi terhadap si pelindung.[4] Tahap kedua adalah tahap persahabatan, di mana Tuhan dipandang sebagai teman bahkan teman sepermainan.[4] Tahap ketiga adalah sikap cinta orang tua di mana Tuhan dipandang manusia sebagai anak.[4]
Jalan melalui Kerja / Karma Marga Yoga
[sunting | sunting sumber]Jalan melalui kerja atau karma yoga ditujukan secara khusus bagi orang yang berwatak aktif.[4] Kerja adalah pokok kehidupan manusia. Dorongan bekerja bukanlah motivasi ekonomis, melainkan motivasi psikologis.[4] Manusia akan merasa gelisah atau kehilangan semangat saat tidak bekerja.[4] Jalan ini ditujukan secara khusus bagi orang yang berwatak aktif. Jalan ini menggunakan kerja sebagai sarana untuk menuju Tuhan.[4]
Karma yoga mempunyai rute-rute alternatif tergantung pada pendekatan kita, apakah dengan filosofis atau dengan sikap cinta.[4] Jadi karma yoga dapat dipraktikkan dengan gaya jnana yoga (pengetahuan) atau bhakti yoga (cinta).[4] Pekerjaan dapat menjadi wahana menuju Tuhan melalui kedua hal tersebut, karena agama Hindu mengajarkan bahwa setiap tindakan yang dilakukan pada dunia di luar kita mempunyai reaksi yang sepadan di dalam diri pelakunya.[4] Setiap perbuatan yang manusia lakukan untuk kepentingan kesejahteraan diri manusia akan menambah satu lapisan ego yang semakin mempertebal jarak antara dirinya dan Tuhan, baik yang dipahami di dalam diri maupun di luar diri.[4] Demikian pula setiap tindakan yang dilakukan tanpa mengingat kepentingan diri sendiri, akan mengurangi hambatan untuk mencapai Atman di dalam diri, hingga akhirnya tidak ada hambatan yang mengaburkan hubungan seseorang dengan Tuhan.[4]
Seorang yang menganut jalan karma yoga akan berusaha melakukan setiap hal yang dihadapinya seakan-akan hal itu merupakan satu-satunya tugas yang harus dikerjakannya.[4] Ia akan berusaha memusatkan perhatiannya secara utuh dan mantap terhadap setiap tugas, dengan menjauhkan segala bentuk ketidaksabaran, kegembiraan, ataupun usaha yang sia-sia untuk melakukan atau mengingat berbagai hal lainnya dalam waktu yang sama.[4] Ia akan berusaha sekuat tenaga, karena jika tidak berarti ia telah menyerah kepada kemalasan yang merupakan sifat mementingkan diri.[4]
Jalan melalui Latihan Psikologis / Raja Marga Yoga
[sunting | sunting sumber]Jalan melalui latihan psikologis disebut juga dengan raja yoga karena jenis yoga ini mampu membawa orang ke taraf yang tinggi.[4] Satu-satunya syarat yang diperlukan untuk menempuh raja yoga ini adalah dimilikinya suatu dugaan kuat bahwa diri manusia sebenarnya jauh lebih mengagumkan dari yang kita sadari saat ini.[4] Orang yang melakukan raja yoga akan melakukan percobaan terhadap rohaninya sendiri dengan hipotesis bahwa Atman ada di dalam lapisan-lapisan diri manusia.[4] Tujuan raja yoga adalah untuk membuktikan keabsahan dari pandangan tentang lapisan-lapisan ini.[4]
Tahap-tahap dari raja yoga ada delapan tingkat, namun dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
[6] a. Persiapan etis atau persiapan di bidang kesusilaan, yaitu tidak membunuh atau membenci apapun juga, tidak mencuri, tidak berbuat mesum, tidak berbuat curang, dan harus murni secara batin.
[6] b. Persiapan badani, yaitu orang harus menguasai gerak-gerik, napas tubuh, serta perasaannya.
[6] c. Merenung, yaitu orang harus dapat memusatkan perhatiannya kepada sesuatu supaya menjadi tenang. Setelah tenang orang harus merenungkan sesuatu.
[6] d. Samadhi/Tapa, yang menghapuskan perasaan adanya identitas. Tubuh dan pikiran menjadi mati terhadap segala perangsang dari luar. Hanya sasaran yang direnungkan itulah yang tinggal bersinar-sinar.[6]
Jika telah dapat mencapai tahap ini, maka ia telah mencapai tingkatan moksa, yaitu kesadaran bahwa segala sesuatu adalah satu dan dengan pengalamannya ia merealisasikan kesatuan itu.[6] Baginya hanya Atman/Brahman saja yang kekal, sedangkan segala yang lain di dalam dunia ini adalah maya atau tidak nyata.[6]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b c d Bagus Takwin. 2003. Filsafat Timur: Sebuah Pengantar ke Pemikiran-Pemikiran Timur. Depok: Jalasutra.
- ^ a b c d e f Harun Hadiwijono. 1971. Sari Filsafat India. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
- ^ a b c d (Inggris)Bhaktivedanta Swami Prabhupada (Trans.). 1986. Bhagavad Gita As It Is. Sydney: The Bhaktivedanta Book Trust.
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad ae af ag ah ai aj ak al am an ao ap aq ar as at au av aw ax ay Huston Smith. 1999. Agama-Agama Manusia. Jakarta: Obor. Hal. 40-41.
- ^ Heinrich Zimmer. 1951. The Philosophy of India. New York: Patheon Books. p. 80-81.
- ^ a b c d e f g Harun Hadiwijono. 1982. Agama Hindu Budha. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hal. 25.