Lompat ke isi

Bondan Kajawan: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Re. suhendar (bicara | kontrib)
Ihfandi Cahyo (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(64 revisi perantara oleh 25 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{Infobox Royalty
{{Infobox royalty
| name = Bondan Kajawan <br>
| name = Raden Bondan Kejawan<br />Arya Lembu Peteng<br />Jaka Tarub III
( Ki Ageng Tarub II )
| title = [[Perintis Kesultanan Mataram / Explorer]]
| title = Dyah Lembu Peteng <br> {{jav|ꦢꦾꦃꦊꦩ꧀ꦧꦸꦥꦼꦠꦼꦁ}}
| image = [[File:COLLECTIE TROPENMUSEUM Het graf van Putri Campa een prinses uit de periode van Majapahit TMnr 60027337.jpg|thumb|220px|Makam [[Putri Campa]] di [[Trowulan]] (foto diambil pada tahun 1870-1900)]]
| image =
| issue = [[Ki Ageng Wanasaba]]<br />[[Ki Ageng Getas Pandawa]],<br />[[Nyi Ageng Ngerang]]
| caption =
| full name = Raden Bondan Kejawan
| succession =
| house = [[Brawijaya|Majapahit Rajasa]]
| reign =
| father = [[Bhre_Kertabhumi|Bhre Kertabhumi (Brawijaya V)]]
| predecessor =
| mother = [[Putri Wandan Sari / Putri Wandan Kuning]]
| date of birth =
| successor =
| birth_date =
| place of birth = [[Kotagede]], Mataram
| birth_place = [[Kerajaan Majapahit|Majapahit]]
| religion = Islam
| signature =
| death_date =
| death_place =
| spouses = [[Dyah Nawangsih]]
| issue = [[Ki Ageng Wanasaba]]
[[Ki Getas Pandawa]]
[[Nyai Ageng Ngerang]]
[[Aryo Menger]]
| father = [[Kertabhumi]]
| mother = [[Wandan Kuning]]
| religion =
}}
}}
'''Bondan Kejawan''' adalah putra [[Prabu Brawijaya]] terakhir dengan seorang '''Putri Wandan Sari''', seorang dayang yang biasa melayani permaisuri Prabu Brawijaya, Dewi Dwarawati ([[Putri Campa]]).


'''Bondan Kajawan''' atau '''Dyah Lembu Peteng''' adalah putra Prabu [[Kertabhumi]] dengan Wandan Kuning, seorang dayang yang biasa melayani permaisuri raja yaitu Putri Campa.
Ketika putri Wandan Sari ini melahirkan anak dari benih Prabu Brawijaya, bayi tersebut diberikan kepada '''Ki Buyut Masahar''' dengan pesan agar bayi tersebut dilenyapkan. Prabu Brawijaya berpesan demikian, karena menurut ramalan para ahli nujum anak ini kelak akan membawa keburukan bagi [[Kerajaan Majapahit]]. Akan tetapi anak ini justru dipelihara oleh Ki Buyut Masahar.


== Awal kehidupan ==
Suatu ketika Ki Buyut Masahar menghadap ke Majapahit dan anak yang kemudian diberi nama Bondan Kejawan ini ikut. Ketika Ki Buyut Masahar sibuk dalam pisowanan, Bondan Kejawan justru memukul-mukul [[gong]] '''Kyai Sekar Delima''' yang menjadi salah satu pusaka Keraton Majapahit. Bondan Kejawan ditangkap dan dihadapkan pada Prabu Brawijaya. Ketika Prabu Brawijaya mengetahui hal itu Bondan Kejawan akan dihukum mati. Akan tetapi atas penjelasan Ki Buyut Masahar, Prabu Brawijaya kemudian tahu bahwa Bondan Kejawan adalah anaknya sendiri. Hukuman mati pun dibatalkan.
Bondan Kajawan lahir dengan nama Dyah Lembu Peteng, ia merupakan putra Brawijaya dengan seorang dayang putri Campa yang bernama Bondrit Cemara dari wWandhan.


Setelah tahu bahwa Bondan Kejawan adalah anaknya sendiri maka Bondan Kejawan justru diberi hadiah berupa senjata pusaka, yang salah satunya adalah tombak '''Kyai Pleret'''. Bondan Kejawan kemudian disuruh berguru kepada '''Ki Ageng Tarub'''. Ki Ageng Tarub yang dengan '''Dewi Nawangwulan''' memiliki putri bernama '''Nawangsih'''. Dengan Dewi Nawangsih ini kemudian dikawinkan dengan Bondan Kejawan dan melahirkan '''[[Ki_Ageng_Getas_Pandawa|Ki Ageng Getas Pendawa]]'''. Ki Getas Pendawa menurunkan '''[[Ki_ Ageng_Sela|Ki Ageng Sela]]'''. Ki Ageng Sela menurunkan '''[[Ki_Ageng_Enis|Ki Ageng Enis]]'''. Ki Ageng Nis menurunkan '''[[Ki_Ageng_Pamanahan|Ki Ageng Pemanahan]]''' yang kemudian menurunkan '''[[Sutawijaya|Panembahan Senopati]]'''. Dari sinilah [['''Dinasti Mataram''']] bermula.


Menurut [[Babad Tanah Jawi]], Dyah Lembu Peteng adalah putra Brawijaya raja terakhir yang bertahkta di Kotaraja Majapahit dengan seorang selir. Sedangkan menurut Purwaka Caruban Nagari, Brawijaya bergelar sebagai Bhre Kertabhumi atau dalam catatan kronik Tiongkok dari [[kuil Sam Po Kong]] disebut ''Kung-ta-bu-mi''.
Sekalipun nisan Bondan Kejawan diyakini berada di Dusun Gejawan, namun banyak pula pendapat yang menyatakan bahwa nisan tersebut hanya merupakan salah satu penanda petilasan Bondan Kejawan dan bukan merupakan makam dari Bondan Kejawan. Keberadaan petilasan Bondan Kejawan di Gamping inilah yang kemudian menyebabkan wilayah tempat beradanya petilasan tersebut dinamakan Dusun Gejawan. Nama Gejawan merupakan perubahan dari Kejawan..<br />


=== Asal usul ===
== Penyebaran Islam di Jawa melalui Perdagangan & Perkawinan Silang ==
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Het graf van Putri Campa een prinses uit de periode van Majapahit TMnr 60027337.jpg|jmpl|Makam Putri Campa di [[Trowulan]] (foto diambil sekitar tahun 1870-1900)]]Bhre Kertabhumi memiliki seorang selir yang dikenal sebagai Putri Cina yang kemudian melahirkan [[Raden Patah]]. Menurut [[Babad Tanah Jawi]], selir Tiongkok ini adalah putri [[Kyai Batong]].<ref name="olthof-2017">{{Cite book|last=Olthof|first=W. L.|title=Babad Tanah Jawi: Mulai Dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647|date=2017|location=Yogyakarta|publisher=Narasi|isbn=9789791680479|editor-last=Floberita Aning|editor-first=A. Yogaswara|edition=5|translator-last=Soemarsono|translator-first=H. R.}}</ref> Karena Dwarawati sang permaisuri yang berasal dari [[Campa]] merasa cemburu, Brawijaya terpaksa memberikan selir Tiongkok kepada adipatinya di [[Palembang]], yaitu [[Arya Damar]], kemudian menurunkan [[Raden Kusen]].<ref name="olthof-2017" />


Menurut kronik Tiongkok dari [[kuil Sam Po Kong]] nama asli selir Tiongkok tersebut adalah ''[[Siu Ban Ci]]'' atau ''Tan Eng Kian'', biasa disebut Putri Kian atau yang lebih dikenal sebagai Putri Cina yang melahirkan putra bernama ''Jin Bun''.<ref name="muljana-2005">{{cite book|last=Muljana|first=Slamet|year=2005|title=Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara|place=Yogyakarta|publisher=LKiS Yogyakarta|isbn=9798451163}}</ref> ''Siu Ban Ci'' adalah seorang putri ''[[Tan Go Wat]]'' dan ''Siu Te Yo'' dari [[Gresik]]. ''Tan Go Wat'' merupakan seorang saudagar dan juga ulama bergelar ''Bah Tong''. Istri ''Kung-ta-bu-mi'' merasa cemburu terhadap Putri Cina dan terpaksa memberikan Putri Cina kepada ''Swan Liong'' putra ''Yang-wi-si-sa'' dan kemudian menurunkan ''Kin San''.<ref name="muljana-2005"/>
[[Berkas:Islam Indonesia Percentage Sensus2010.svg|jmpl|ka|500px|Peta persebaran Islam di Indonesia]]


Dalam Babad Demak, disebutkan salah satu permaisuri Brawijaya yang bernama Dyah Dwarawati (atau Dyah Amarawati) adalah seorang Putri Campa yang beragama Islam. Putri Campa adalah adik dari Dyah Candrawulan ibunda [[Sunan Ampel]]. Jadi Sunan Ampel adalah keponakan dari Putri Campa.<ref name="purwadi-2005">{{cite book|author=Purwadi|year=2005|title=Babad Demak: Sejarah Perkembangan Islam di Tanah Jawa|place=Demak|publisher=Tunas Harapan|isbn=9792612041}}</ref> Babad Tanah Jawi juga menyebutkan Brawijaya dengan Putri Campa menurunkan seorang putri bernama Ratna Pambayun. Ratna Pambayun kemudian menikah dengan Andayaningrat seorang adipati Pengging yang kemudian menurunkan Kebo Kanigara dan Kebo Kananga.<ref name="olthof-2017"/><ref name="purwadi-2005"/>
* Pada tahun 674 M semasa pemerintahan [[Khilafah]] Islam [[Utsman bin Affan]], memerintahkan mengirimkan utusannya (Muawiyah bin Abu Sufyan) ke tanah [[Jawa]] yaitu ke [[Jepara]] (pada saat itu namanya [[Kalingga]]). Hasil kunjungan duta Islam ini adalah raja [[Jay Sima]], putra Ratu [[Sima]] dari Kalingga, masuk Islam.


=== Kelahiran ===
* Pada tahun 718M raja Srivijaya [[Sri Indravarman]] setelah kerusuhan Kanton juga masuk Islam pada masa [[khalifah]] [[Umar bin Abdul Aziz]] ([[Dinasti Umayyah]]).
Dalam [[Babad Tanah Jawi]] juga disebutkan bahwa [[Brawijaya]] memiliki selir yang merupakan seorang dayang bernama Wandan Kuning, ia bertugas melayani putri asal [[Campa]] yaitu Dyah Dwarawati. Karena selir ini hanya seorang dayang maka beritanya tidak boleh diketahui istana. Setelah Wandan Kuning mengandung, Brawijaya menitipkannya kepada Ki Buyut Masahar.<ref name="olthof-2017"/> Brawijaya dengan Wandan Kuning melahirkan seorang putra bernama Dyah Lembu Peteng alias Bondan Kajawan. Bondan Kajawan ketika masih kecil dititipkan dan berguru kepada seorang petani di desa [[Tarub, Tawangharjo, Grobogan|Tarub]]. Petani tersebut adalah Ki Ageng Tarub. Menurut Babad Demak, Ki Ageng Tarub mempunyai istri bernama Dyah Nawangwulan dan memiliki seorang putri bernama Dyah Nawangsih yang kemudian menikah dengan Dyah Lembu Peteng.<ref name="purwadi-2005"/>


== Silsilah ==
* '''Pada tahun 896 M''' keluarga besar '''[[Ahmad_al-Muhajir|Imam Ahmad Al Muhajir]]''' keturunan ke 7 dari '''[[Husain_bin_Ali|Husain bin Ali]] (Cucu Nabi Muhammad SAW)''' bersama 70 orang anggota keluarganya hijrah dari Iraq ke Madinah dan Mekah, karena alasan keamanan. Dari Mekah hijrah ke Hadral Maut, Yaman sekitar tahun 898 M. Kemudian dari Hadral Maut inilah mereka melakukan penyebaran Islam melalui jalur India Selatan, Kamboja atau Champa, Malaysia, dan Indonesia.
Dyah Lembu Peteng menikah dengan Dyah Nawangsih, mereka mempunyai putra bernama Dyah Dukuh ([[Ki Ageng Wanasaba]]), Dyah Depok ([[Ki Getas Pandawa]]) dan seorang putri bernama Rara Kasihan ([[Nyai Ageng Ngerang]]). Silsilah lengkapnya adalah sebagai berikut:


Dyah Lembu Peteng atau Bondan Kajawan menikah dengan Dyah Nawangsih memiliki tiga orang putra-putri:
* Tahap awal penyebaran Islam ke wilayah Nusantara diperkirakan melalui jalur perdagangan perorangan sebagai upaya penyelidikan dan penyusunan strategi yang paling tepat, seperti yang dilakukan oleh '''Ali bin Muhammad ad-dibaj''' ayah dari '''[[Kerajaan_Perlak|Abdul Aziz Syah, Sultan Perlak I (Aceh-840-864 M)]]''' yang Kawin Silang dengan adik Raja Perlak yang bernama '''Makhdum Tansyuri'''. Di Nusantara para pedagang dari Hadral Maut ini juga sampai di Pulau Jawa pada jaman Kerajaan Kediri (1042-1122), Kerajaan Singasari (1222-1292) sampai dengan pertengahan jaman Kerajaan Majapahit sekitar abad ke 13.
# '''[[Ki Ageng Wanasaba]] / Dyah Dukuh'''
# '''[[Ki Getas Pandawa]] / Dyah Depok'''
* Kehadiran Muslim asing di Nusantara bagaimanapun tidak menunjukkan tingkat konversi pribumi Nusantara ke Islam yang besar atau pembentukan negara Islam pribumi di Nusantara. Bukti yang paling dapat diandalkan tentang penyebaran awal Islam di Nusantara berasal dari tulisan di batu nisan dan sejumlah kesaksian peziarah. Nisan paling awal yang terbaca tertulis tahun 475 H (1082 M),
# '''[[Nyai Ageng Ngerang]] / Rara Kasihan'''


* '''Ki Ageng Wanasaba''' berputra-putri:
* Tahap berikutnya penyebaran Islam secara besar-besaran dilakukan secara bertahap dengan cara yang sistematis dan dilakukan sebagai "Misi" yang terorganisasi. Rombongan pertama bergerak dari Champa menuju Kelantan (Malaysia) pada tahun 1349, kemudian ke Samudra Pasai dan sampai di Jawa pada tahun 1404 dipimpin oleh '''[http://kanzunqalam.com/2010/08/31/maulana-husain-pelopor-dakwah-nusantara/ Syekh Jamaludin Husen Akbar]''' dan putranya '''[[Sunan_Gresik|Syekh Maulana Maliq Ibrahim / Sunan Gresik]]'''. Masuk lewat Semarang kemudian bergerak ke Trowulan pusat kota Majapahit. Rombongan mereka juga masuk ke daerah Pekalongan bersama 25 orang Al-Maghrobi.
*# Ki Ageng Pandanaran / Pangeran Made Pandan menikah dengan Nyai Ageng Pandanaran berputra-putri:
*## Ki Ageng Pakringan menikah dengan Rara Janten berputri:
*### Nyai Ageng Laweh
*### Nyai Manggar
*## Ki Ageng Saba menikah dengan Nyai Ageng Saba berputra-putri:
*### '''[[Ki Juru Martani]] / Patih Mandaraka''' menikah dengan Ratu Mas Banten berputra:
*#### Pangeran Mandura
*#### Pangeran Juru Kiting
*#### Pangeran Jagabaya
*### '''Nyai Sabinah''' menikah dengan Ki Ageng Pamanahan


* '''Ki Getas Pandawa''' berputra-putri:
* Di Pulau Jawa Al-Maghroby-Al-Maghrobi tersebut melalui Dewan Perwalian Penyebaran Islam secara gradual dan terarah membentuk Wali-7 dan Wali-9 yang anggotanya berganti-ganti. Untuk mempercepat penyebaran Islam di Jawa Wali-7 maupun Wali-9 menggunakan strategi "Perkawinan Silang" dengan keturunan langsung maupun tidak langsung '''[[Kerajaan_Majapahit|Kerajaan Majapahit]]''', '''[[Pakuan_Pajajaran|Kerajaan Pajajaran]]''', '''[[Kesultanan_Demak|Kesultanan Demak]]''', '''[[Kesultanan_Pajang|Kesultanan Pajang]]''', '''[[Kesultanan_Mataram|Kesultanan Mataram]]''', '''[[Kesultanan_cirebon|Kesultanan Cirebon]]''', '''[[Kerajaan_Sumedang_Larang|Kerajaan Sumedang Larang]]''' dan '''[[Kesultanan_Banten|Kesultanan Banten]]'''. Perkawinan Silang pertama yang "kontroversial" adalah adik Sunan Ampel yang bernama '''Syarifah Siti Jaenab''' yang menikah dengan Raja Majapahit terakhir (Brawijaya V) yaitu '''[[Brawijaya|Prabu Kertabhumi]]''', dari perkawinan tersebut lahirlah '''[[Raden_Patah|Raden Patah / Jin Bun]]''' yang pada akhirnya membentuk Kesultanan Demak yang bernafaskan Islam.
*# Ki Ageng Sela / Kyai Abdurrahman menikah dengan Nyai Bicak (Nyai Ageng Sela) berputra
*## Nyai Ageng Lurung Tengah
*## Nyai Ageng Saba
*## Nyai Ageng Bangsri
*## Nyai Ageng Jati
*## Nyai Ageng Patanen
*## Nyai Ageng Pakisdadu.
*## '''[[Ki Ageng Enis|Ki Ageng Anis]] / Ki Ageng Laweyan''' menikah dengan Nyai Ageng Laweyan berputra:
*### '''[[Ki Ageng Pamanahan]]''' menikah dengan Nyai Sabinah


* '''Nyai Ageng Ngerang''' berputra-putri:
* Kemudian Perkawinan Silang berikutnya antara Syekh Maulana Maliq Ibrahim / Sunan Gresik dengan Dewi Rasawulan adik Sunan Kalijaga yang melahirkan '''Abdurrahim Al-Maghribi''' atau Raden Jaka Tarub. Kemudian Perkawinan Silang antara '''Wan Abdullah atau Syarif Abdullah Umdatuddin''' dengan '''Nyai Rara Santang atau Hajjah Syarifah Muda'im''' putri '''[[Sri_Baduga_Maharaja|Prabu Siliwangi Sri Baduga Maharaja]]''' raja Pajajaran (1482-1521) yang menurunkan putra '''[[Sunan_Gunung_Jati|Sunan Gunung Jati/Syarif Hidayatullah]]''' pendiri '''[[Kesultanan_Cirebon|Kesultanan Cirebon]]''', yang kelak mendirikan '''[[Kesultanan_Banten|Kesultanan Banten|]]''' melalui putranya '''[[Maulana_Hasanuddin_dari_Banten|Sultan Hasanuddin]]'''.
*# Rara Kinasih / Nyai Bicak / Nyai Ageng Sela menikah dengan Ki Ageng Sela
*# Ki Ageng Ngerang II berputra:
*## Ki Ageng Ngerang III menikah dengan Dyah Ayu Panengah berputra:
*### '''[[Ki Panjawi|Ki Ageng Panjawi]]'''


== Rujukan ==
* Keturunan Brawijaya V yang melakukan perkawinan silang adalah [[Raden_Bondan_Kejawan|Raden Bondan Kejawan]] dengan '''Retno Dewi Nawangsih''' (putri Jaka Tarub, putra '''[[Sunan_Gresik|Syekh Maulana Maliq Ibrahim / Sunan Gresik]]''') yang kemudian melahirkan beberapa tokoh kunci penerus Kerajaan Majapahit dan [[Perintis Kesultanan Mataram]] yang selanjutnya membentuk '''[[Kesultanan_Mataram|Kesultanan Mataram Islam]]''' kelanjutan kerajaan Pajang yang mulai runtuh.
{{reflist|2}}


=== Daftar pustaka ===
== Sanggahan Teori Islam Masuk Indonesia abad 13 melalui Pedagang Gujarat ==
* Teori Islam Masuk Indonesia abad 13 melalui pedagang Gujarat, menurut pendapat sebagian besar orang, adalah tidaklah benar. Apabila benar maka tentunya Islam yang akan berkembang kebanyakan di Indonesia adalah aliran [[Syi'ah]] karena Gujarat pada masa itu beraliran Syiah, akan tetapi kenyataan Islam di Indonesia didominasi Mazhab [[Syafi'i]].

* Sanggahan lain adalah bukti telah munculnya Islam pada masa awal dengan bukti Tarikh Nisan [[Fatimah binti Maimun]] (1082M) di [[Gresik]].

== Silsilah Keturunan ==

*[http://www.babadbali.com/babad/silsilah.php?id=550929&pr=babadpage|Silsilah Silsilah Raden Bondan Kejawan dalam Babad Jawa versi Mangkunegaran]
#### Nyai Ageng Sabinah menikah dengan [[Ki_Ageng_Pamanahan|Ki Ageng Pemanahan]] berputra :
##### [[Sutawijaya|Panembahan Senapati]] (lihat silsilah Ki Ageng Pemanahan)
# '''[[Ki_Ageng_Getas_Pandawa‎|Ki Ageng Getas Pendowo]]'''
## '''[[Ki_Ageng_Sela‎|Ki Ageng Sela]]''' memiliki 7 orang putra-putri
### '''[[Ki_Ageng_Enis|Ki Ageng Enis]] (? - 1503)''' memiliki 2 orang putra : [[Bondan_Kejawan|Raden Bondan Kejawan]] menikah dengan [[Retno Dewi Nawangsih]] memiliki 3 orang putra-putri :
# '''[[Ki_Ageng_Wonosobo|Ki Ageng Wonosobo]]'''
# '''[[Ki_Ageng_Getas_Pandawa‎|Ki Ageng Getas Pendowo]]'''
# '''[[Nyai_Ageng_Ngerang|Nyai Ageng Ngerang / Nyai Siti Rochmah / Nyai Roro Kasihan]]'''<br />

* Silsilah Keturunan Lengkap :
# '''[[Ki_Ageng_Wonosobo|Ki Ageng Wonosobo]]'''
## Ki Ageng Pandanaran / Pangeran Made Pandan menikah dengan Nyai Made Pandan (Cucu Sunan Giri), berputra :
### Ki Ageng Pakringan menikah dengan Rara Jinten berputra 4 orang :
#### Nyai Ageng Laweh
#### Nyai Manggar
#### Putri
#### '''[http://kincho-ngerang.blogspot.com/ Ki Juru Mertani]''' (versi-1)
### Ki Ageng Saba menikah dengan Nyai Ageng Saba memiliki putra 2 orang :
#### '''[[Ki_Juru_Martani|Ki Juru Mertani]] / Adipati Mandaraka''' (versi-2) menikah dengan Ratu Mas Banten (putri Raden Jaka Tingkir) berputra 3 orang:
##### Pangeran Mandura
##### Pangeran Juru Kiting
##### Adipati Jagabaya Banten

#### '''[[Ki_Ageng_Pamanahan|Ki Ageng Pemanahan / Kyai Gede Mataram]]''' memiliki 26 putra-putri :
##### '''[[Sutawijaya|Kanjeng Panembahan Senopati]]''' menurunkan putra-putri 14 orang :
###### '''[[Panembahan_Hanyakrawati|Panembahan Hadi Prabu Hanyokrowati/Panembahan Seda ing Krapyak]]'''
####### '''[[Sultan_Agung|Sultan Agung / Raden Mas Djatmika (1593-1645)]]'''
######## '''[[Amangkurat_I|Sunan Prabu Amangkurat Agung / Amangkurat I / Raden Mas Sayidin]]'''
######### '''[[Amangkurat_II|Sunan Prabu Mangkurat II / Sunan Amral / Raden Mas Rahmat]]'''
########## '''[[Amangkurat_III|Sunan Prabu Amangkurat III]]''' (Sunan Kartasura ke 2, 1703-1705)
######### '''[[Pakubuwana_I|Susuhunan Pakubuwono I / Pangeran Puger / Raden Mas Drajat]]''' (Sunan Kartasura ke 3, 1704-1719)
########## '''[[Amangkurat_IV|Prabu Amangkurat IV (Mangkurat Jawi)]] wafat 20 April 1726'''
########### '''[[Mangkunegara_I|Kanjeng Pangeran Arya Mangkunegara]]'''
########### '''[[Pakubuwana_II| Sri Susuhunan Pakubuwono II / Raden Mas Prabasuyasa]]'''
############ '''[[Pakubuwana_III|Pakubuwana III]] s/d [[Pakubuwana_XIII|Pakubuwono XIII]]'''.
########### '''[[Hamengkubuwana_I|Pangeran Hario Mangkubumi Hamengku Buwono I]]''' (6 Agustus 1717-24 Maret 1792)
# [[Nyai Ageng Ngerang|Rara Kasihan]] menikah dengan [[Ki Ageng Ngerang]] keturunan [[Sunan Gresik]] berputra 2 orang :
## Nyai Ageng Sela menikah dengan [[Ki Ageng Sela]], berputra 7, No 2:
### Nyai Ageng Saba menikah dengan Ki Ageng Saba
## Ki Ageng Ngerang II
### Ki Ageng Ngerang III menikah dengan Raden Ayu Panengah putri [[Sunan Kalijaga]]
#### '''[[Ki Panjawi]]''' / '''[[Ki Ageng Panjawi]]'''
##### [[Putri Waskita Jawi / Ratu Mas]] menikah dengan [[Sutawijaya|Panembahan Senopati]]
### Ki Ageng Ngerang IV
### Ki Ageng Ngerang V
### Pangeran Kali Jenar
<br />

== Raden Bondan Kejawan sebagai Perintis Kesultanan Mataram ==
Perkembangan sejarah masuknya Agama Islam di Surakarta, tidak dapat dipisahkan dengan sejarah Ki Ageng Henis. Mulanya Laweyan merupakan perkampungan masyarakat yang beragama Hindu Jawa. Ki Ageng Beluk, sahabat Ki Ageng Henis, adalah tokoh masyarakat Laweyan saat itu. Ia menganut agama Hindu, tetapi karena dakwah yang dilakukan oleh Ki Ageng Henis, Ki Ageng Beluk menjadi masuk Islam. Ki Ageng Beluk kemudian menyerahkan bangunan pura Hindu miliknya kepada Ki Ageng Henis untuk diubah menjadi Masjid Laweyan.

Kerajaan Mataram Islam dirintis oleh tokoh-tokoh keturunan [[Bondan Kejawan|Raden Bondan Kejawan]] putra [[Bhre Kertabhumi]]. Tokoh utama Perintis Kesultanan Mataram adalah '''[[Ki Ageng Pamanahan]], [[Ki Juru Martani]]''' dan '''[[Ki Panjawi]]''' mereka bertiga dikenal dengan '''"Tiga Serangkai Mataram"''' atau istilah lainnya adalah '''"Three Musketeers from Mataram"'''. Disamping itu banyak perintis lainnya yang dianggap berjasa besar terhadap terbentuknya Kesultanan Mataram seperti : [[Bondan Kejawan]], [[Ki Ageng Wonosobo]], [[Ki Ageng Getas Pandawa]], [[Nyai Ageng Ngerang]] dan [[Ki Ageng Ngerang]], [[Ki Ageng Made Pandan]], [[Ki Ageng Saba]], [[Ki Ageng Pakringan]], [[Ki Ageng Sela]], [[Ki Ageng Enis]] dan tokoh lainnya dari keturunanan masing-masing. Mereka berperan sebagai leluhur Raja-raja Mataram yang mewarisi nama besar keluarga keturunan [[Brawijaya]] majapahit yang keturunannya menduduki tempat terhormat dimata masyarakat dengan menyandang nama '''Ki, Ki Gede, Ki Ageng' Nyai Gede, Nyai Ageng''' yang memiliki arti : ''tokoh besar keagamaan dan pemerintahan yang dihormati yang memiliki kelebihan, kemampuan dan sifat-sifat kepemimpinan masyarakat''.

Ada beberapa fakta yang menguatkan mereka dianggap sebagai perintis Kesultanan Mataram yaitu :
<br />
* '''Fakta 1''' : Tokoh-tokoh perintis tersebut adalah keturunan ke 1 sampai dengan ke 6 raja Majapahit terakhir '''[[Bhre Kertabhumi]] yang bergelar [[Brawijaya]] V''', yang sudah dapat dipastikan masih memiliki pengaruh baik dan kuat terhadap Kerajaan yang memerintah maupun terhadap masyarakat luas;
<br />
* '''Fakta 2''' : Tokoh-tokoh tersebut adalah keturunan Silang/Campuran dari Walisongo beserta leluhurnya yang terhubung langsung kepada Imam '''[[Husain bin Ali]]''' bin '''[[Abu Thalib]]''', yang sudah dapat dipastikan mendapatkan bimbingan ilmu keagamaan (Islam) berikut ilmu pemerintahan ala [[khilafah]] / kekhalifahan islam jajirah Arab. Hal ini terbukti dalam aktivitas keseharian mereka juga sering berdakwah dari daerah satu ke daerah lainnya dengan mendirikan banyak Masjid, Surau dan Pesantren;
<br />
* '''Fakta 3''' : Para perintis tersebut pada dasarnya adalah '''"Misi"''' yang dipersiapkan oleh para Seikh dan para Wali (Wali-7 dan Wali-9) termasuk '''para Al-Maghrobi''' yang bertujuan "mengislamkan Tanah Jawa" secara sistematis dan berkelanjutan dengan cara menyatu dengan garis keturunan kerajaan.
<br />
* '''Fakta 4''' : Suksesi [[Kesultanan Demak]] ke [[Kesultanan Pajang]] kemudian menjadi [[Kesultanan Mataram]] pada dasarnya adalah kesinambungan dari "Misi" sesuai Fakta 3, diluar adanya perebutan kekuasaan seperti juga yang terjadi dengan Kerajaan Pajajaran, Kerajaan Sumedang Larang, Kerajaan Talaga Majalengka dan Kerajaan Sarosoan Banten.
<br />
Dengan demikian dari keempat fafta di atas, jelas sudah bahwa terbentuknya Kesultanan Mataram pada khususnya dan Kesultanan Islam di Jawa pada umumnya merupakan strategi yang dipersiapkan oleh para Syeikh dan para Wali untuk mempercepat menyebarnya Islam di Tanah Jawa, sehingga salah satu persyaratan pembentukan Kesultanan Islam baik di Jawa maupun di daerah lainnya harus mendapatkan "Legitimasi/Pengesahan" dari Mekah dan/atau Turki, jalur untuk keperluan tersebut dimiliki oleh para "Ahlul Bait" seperti para Seikh dan para Wali.
<br />
== Sumber-sumber : ==
* [http://www.babadbali.com/babad/silsilah.php?id=550929&pr=babadpage Silsilah Raden Bondan Kejawan versi Mangkunegaran]
* [http://www.royalark.net/Indonesia/solo2.htm The Kartasura Dinasty - Genealogy, Christopher Buyers, October 2001 - September 2008]
* [[Penyebaran_Islam_di_Nusantara|Penyebaran Islam di Nusantara]]
* [[Islam_di_Indonesia|Islam di Indonesia]]
* [[Ahmad_al-Muhajir|Imam Leluhur Seikh dan Wali Nusantara]]
* [[Husain_bin_Ali|Jalur Keturunan Nabi Muhammad SAW melalui Husain bin Ali]]
* [http://kanzunqalam.com/2010/08/31/maulana-husain-pelopor-dakwah-nusantara/ Maulana Pelopor Dakwah Nusantara]
* [http://padepokankraton1000.wordpress.com/2012/10/21/berbagai-versi-cerita-tentang-jaka-tarub-kidang-telangkas/ Beberapa versi Asal-usul Jaka Tarub]
* [http://ketoprakjawa.wordpress.com/2011/06/25/jaman-mataram-islam-1-kiageng-penjawi/ Ki Ageng Penjawi]
* [http://www.karatonsurakarta.com/sejarah.html Sejarah Singkat Keraton-Keraton Lama Jawa]
* ''Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647''. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
* ''Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647''. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
* Moedjianto. 1987. ''Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram''. Yogyakarta: Kanisius
* Moedjianto. 1987. ''Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram''. Yogyakarta: Kanisius
* H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. ''Kerajaan Islam Pertama di Jawa''. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
* H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. ''Kerajaan Islam Pertama di Jawa''. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
* Purwadi. 2007. ''Sejarah Raja-Raja Jawa''. Yogyakarta: Media Ilmu
* Purwadi. 2007. ''Sejarah Raja-Raja Jawa''. Yogyakarta: Media Ilmu


{{DEFAULTSORT:Bondan Kajawan}}
== Lihat pula ==
* [[Kasunanan Surakarta]]
* [[Daftar raja Jawa]]
* [[Daftar penguasa Mataram Baru]]

[[Kategori:Tokoh dari Mataram]]
[[Kategori:Meninggal usia 56]]
[[Kategori:Tokoh Jawa Tengah]]
[[Kategori:Tokoh Jawa]]
{{start box}}
{{s-ach}}
{{succession box |
before=[[Bhre_Kertabhumi|Bhre Kertabhumi]] |
title=[[Perintis Kesultanan Mataram]] |
years=1478-1587 |
after=[[Ki Ageng Wonosobo]]<br />[[Ki_Ageng_Getas_Pandawa|Ki Ageng Getas Pendowo]]<br />[[Nyai Ageng Ngerang]]}}
{{end box}}

[[Kategori:Tokoh Jawa]]
[[Kategori:Tokoh Jawa]]
[[Kategori:Kesultanan Mataram]]
[[Kategori:Tokoh dari Grobogan]]
[[Kategori: Tokoh Kesultanan Mataram]]

Revisi terkini sejak 26 Juni 2024 08.38

Bondan Kajawan
( Ki Ageng Tarub II )
Dyah Lembu Peteng
ꦢꦾꦃꦊꦩ꧀ꦧꦸꦥꦼꦠꦼꦁ
KelahiranMajapahit
PasanganDyah Nawangsih
KeturunanKi Ageng Wanasaba

Ki Getas Pandawa Nyai Ageng Ngerang

Aryo Menger
AyahKertabhumi
IbuWandan Kuning

Bondan Kajawan atau Dyah Lembu Peteng adalah putra Prabu Kertabhumi dengan Wandan Kuning, seorang dayang yang biasa melayani permaisuri raja yaitu Putri Campa.

Awal kehidupan

[sunting | sunting sumber]

Bondan Kajawan lahir dengan nama Dyah Lembu Peteng, ia merupakan putra Brawijaya dengan seorang dayang putri Campa yang bernama Bondrit Cemara dari wWandhan.


Menurut Babad Tanah Jawi, Dyah Lembu Peteng adalah putra Brawijaya raja terakhir yang bertahkta di Kotaraja Majapahit dengan seorang selir. Sedangkan menurut Purwaka Caruban Nagari, Brawijaya bergelar sebagai Bhre Kertabhumi atau dalam catatan kronik Tiongkok dari kuil Sam Po Kong disebut Kung-ta-bu-mi.

Asal usul

[sunting | sunting sumber]
Makam Putri Campa di Trowulan (foto diambil sekitar tahun 1870-1900)

Bhre Kertabhumi memiliki seorang selir yang dikenal sebagai Putri Cina yang kemudian melahirkan Raden Patah. Menurut Babad Tanah Jawi, selir Tiongkok ini adalah putri Kyai Batong.[1] Karena Dwarawati sang permaisuri yang berasal dari Campa merasa cemburu, Brawijaya terpaksa memberikan selir Tiongkok kepada adipatinya di Palembang, yaitu Arya Damar, kemudian menurunkan Raden Kusen.[1]

Menurut kronik Tiongkok dari kuil Sam Po Kong nama asli selir Tiongkok tersebut adalah Siu Ban Ci atau Tan Eng Kian, biasa disebut Putri Kian atau yang lebih dikenal sebagai Putri Cina yang melahirkan putra bernama Jin Bun.[2] Siu Ban Ci adalah seorang putri Tan Go Wat dan Siu Te Yo dari Gresik. Tan Go Wat merupakan seorang saudagar dan juga ulama bergelar Bah Tong. Istri Kung-ta-bu-mi merasa cemburu terhadap Putri Cina dan terpaksa memberikan Putri Cina kepada Swan Liong putra Yang-wi-si-sa dan kemudian menurunkan Kin San.[2]

Dalam Babad Demak, disebutkan salah satu permaisuri Brawijaya yang bernama Dyah Dwarawati (atau Dyah Amarawati) adalah seorang Putri Campa yang beragama Islam. Putri Campa adalah adik dari Dyah Candrawulan ibunda Sunan Ampel. Jadi Sunan Ampel adalah keponakan dari Putri Campa.[3] Babad Tanah Jawi juga menyebutkan Brawijaya dengan Putri Campa menurunkan seorang putri bernama Ratna Pambayun. Ratna Pambayun kemudian menikah dengan Andayaningrat seorang adipati Pengging yang kemudian menurunkan Kebo Kanigara dan Kebo Kananga.[1][3]

Kelahiran

[sunting | sunting sumber]

Dalam Babad Tanah Jawi juga disebutkan bahwa Brawijaya memiliki selir yang merupakan seorang dayang bernama Wandan Kuning, ia bertugas melayani putri asal Campa yaitu Dyah Dwarawati. Karena selir ini hanya seorang dayang maka beritanya tidak boleh diketahui istana. Setelah Wandan Kuning mengandung, Brawijaya menitipkannya kepada Ki Buyut Masahar.[1] Brawijaya dengan Wandan Kuning melahirkan seorang putra bernama Dyah Lembu Peteng alias Bondan Kajawan. Bondan Kajawan ketika masih kecil dititipkan dan berguru kepada seorang petani di desa Tarub. Petani tersebut adalah Ki Ageng Tarub. Menurut Babad Demak, Ki Ageng Tarub mempunyai istri bernama Dyah Nawangwulan dan memiliki seorang putri bernama Dyah Nawangsih yang kemudian menikah dengan Dyah Lembu Peteng.[3]

Dyah Lembu Peteng menikah dengan Dyah Nawangsih, mereka mempunyai putra bernama Dyah Dukuh (Ki Ageng Wanasaba), Dyah Depok (Ki Getas Pandawa) dan seorang putri bernama Rara Kasihan (Nyai Ageng Ngerang). Silsilah lengkapnya adalah sebagai berikut:

Dyah Lembu Peteng atau Bondan Kajawan menikah dengan Dyah Nawangsih memiliki tiga orang putra-putri:

  1. Ki Ageng Wanasaba / Dyah Dukuh
  2. Ki Getas Pandawa / Dyah Depok
  3. Nyai Ageng Ngerang / Rara Kasihan
  • Ki Ageng Wanasaba berputra-putri:
    1. Ki Ageng Pandanaran / Pangeran Made Pandan menikah dengan Nyai Ageng Pandanaran berputra-putri:
      1. Ki Ageng Pakringan menikah dengan Rara Janten berputri:
        1. Nyai Ageng Laweh
        2. Nyai Manggar
      2. Ki Ageng Saba menikah dengan Nyai Ageng Saba berputra-putri:
        1. Ki Juru Martani / Patih Mandaraka menikah dengan Ratu Mas Banten berputra:
          1. Pangeran Mandura
          2. Pangeran Juru Kiting
          3. Pangeran Jagabaya
        2. Nyai Sabinah menikah dengan Ki Ageng Pamanahan
  • Ki Getas Pandawa berputra-putri:
    1. Ki Ageng Sela / Kyai Abdurrahman menikah dengan Nyai Bicak (Nyai Ageng Sela) berputra
      1. Nyai Ageng Lurung Tengah
      2. Nyai Ageng Saba
      3. Nyai Ageng Bangsri
      4. Nyai Ageng Jati
      5. Nyai Ageng Patanen
      6. Nyai Ageng Pakisdadu.
      7. Ki Ageng Anis / Ki Ageng Laweyan menikah dengan Nyai Ageng Laweyan berputra:
        1. Ki Ageng Pamanahan menikah dengan Nyai Sabinah
  • Nyai Ageng Ngerang berputra-putri:
    1. Rara Kinasih / Nyai Bicak / Nyai Ageng Sela menikah dengan Ki Ageng Sela
    2. Ki Ageng Ngerang II berputra:
      1. Ki Ageng Ngerang III menikah dengan Dyah Ayu Panengah berputra:
        1. Ki Ageng Panjawi
  1. ^ a b c d Olthof, W. L. (2017). Floberita Aning, A. Yogaswara, ed. Babad Tanah Jawi: Mulai Dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. Diterjemahkan oleh Soemarsono, H. R. (edisi ke-5). Yogyakarta: Narasi. ISBN 9789791680479. 
  2. ^ a b Muljana, Slamet (2005). Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara. Yogyakarta: LKiS Yogyakarta. ISBN 9798451163. 
  3. ^ a b c Purwadi (2005). Babad Demak: Sejarah Perkembangan Islam di Tanah Jawa. Demak: Tunas Harapan. ISBN 9792612041. 

Daftar pustaka

[sunting | sunting sumber]
  • Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
  • Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius
  • H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
  • Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu