Sunan Ampel
As-Syekh Sayyid Ali Rahmatullah | |
---|---|
Gelar | Sunan Ampel |
Nasab | bin Ibrahim Zainuddin |
Nisbah | As - Samarqandy |
Lahir | Ali Rahmatullah 1401 Kesultanan Champa |
Meninggal | 1481 Surabaya, Kerajaan Majapahit |
Dimakamkan di | Ampel, Semampir, Surabaya |
Kebangsaan | - Kesultanan Champa - Kerajaan Majapahit |
Jabatan | Mufti Walisongo Ke-2 |
Firkah | Sunni |
Murid dari | Ibrahim As-Samarqandy, Guru-gurunya |
Istri | |
Keturunan | Pernikahan dengan Dewi Candrawati :
Pernikahan dengan Dewi Karimah :
|
Orang tua | Ibrahim As-Samarqandy (ayah) Dewi Candrawulan (ibu) |
Ali Rahmatullah atau yang dikenal dengan Sunan Ampel adalah seorang wali yang menyebarkan ajaran Islam di Tanah Jawa. Ia lahir pada tahun 1401 di daerah Champa.
Sunan Ampel adalah Putra dari Syekh Ibrahim As-Samarqandy dengan Dewi Candrawulan. Sunan Ampel juga merupakan keponakan Dyah Dwarawati, istri Bhre Kertabhumi raja Majapahit.
Riwayat
Sayyid Ali Rahmatullah datang ke Jawa bersama ayahnya bernama Syekh Ibrahim Asmaraqandi untuk menyebarkan agama Islam. Sekaligus silaturahmi ke bibinya, Dewi Dwarawati yang menjadi istri Prabu Kertabhumi.
Kapal Raden Santri beserta rombongan tiba di sebelah timur Bandar Tuban, yang disebut Gisik (sekarang bernama Gesikharjo).
Pendaratan di Gisik dilakukan sebagai salah satu bentuk kehati-hatian, dikarenakan Tuban pada saat itu menjadi Pelabuhan Internasional Majapahit.[1] Dengan cara mendarat di tempat yang tidak terlalu ramai ini, Syekh Ibrahim As-Samarqandi memulai dakwahnya.
Tidak lama setelah sampai di Tuban ayahanda Raden Santri menderita sakit kemudian meninggal dunia dan dimakamkan di daerah pesisir Gesikharjo, Palang, Tuban. Setelah kematian ayahandanya Raden Santri dan Sunan Ampel didampingi oleh Abu Hurairah (Raden Burereh) menuju ke Ibukota Majapahit.
Selama setahun di Majapahit, beliau hendak balik ke Champa tapi negeri tesebut sudah hancur dan dikuasai raja Pelbegu dari kerajaan Koci. Berkat saran raja Kertabhumi, Raden Santri disuruh menetap di Gresik.[2][3]
Ajaran
Moh limo Mohlimo atau Molimo, Moh (tidak mau), limo (lima), adalah falsafah dakwah Sunan Ampel untuk memperbaiki kerusakan akhlak di tengah masyarakat pada zaman itu yaitu:
- Moh Mabok: tidak mau minum minuman keras, khamr dan sejenisnya.
- Moh Main: tidak mau main judi, togel, taruhan dan sejenisnya.
- Moh Madon: tidak mau berbuat zina, homoseks, lesbian dan sejenisnya.
- Moh Madat: tidak mau memakai narkoba dan sejenisnya.
- Moh Maling: tidak mau mencuri, korupsi, merampok dan sejenisnya.
Pemakaman
Pada tahun 1479, Sunan Ampel mendirikan Mesjid Agung Demak. Dan yang menjadi penerus untuk melanjutkan perjuangan dakwah dia di Kota Demak adalah Raden Zainal Abidin yang dikenal dengan Sunan Demak, dia merupakan putra dia dari istri dewi Karimah.
Putra Raden Zainal Abidin yang terakhir, tercatat menjadi Imam Masjid Agung tersebut yang bernama Raden Zakaria (Pangeran Sotopuro).
Sunan Ampel meninggal pada tahun 1481.[4] Ia dimakamkan di Kota Surabaya, Jawa Timur.[5] Lokasi makamnya berada di Masjid Ampel.
Kutipan
- ^ Mumazziq Z, Rijal. "Jejak Ulama Uzbekistan Di Nusantara".
- ^ Budi (16 September 2019). "Wisata Religi dan Bertawassul di Makam Raden Santri Gresik".
- ^ Sunyoto, Agus (Juni 2016). Atlas Wali Songo. Tangerang Selatan: Pustaka IIMaN dan Lesbumi PBNU. hlm. 191–205. ISBN 978-602-8648-18-9.
- ^ Arif, Mohammad (2017). Anam, Wahidul, ed. Studi Islam dalam Dinamika Global (PDF). Kediri: STAIN Kediri Press. hlm. 35.
- ^ Sukandar, dkk. (Desember 2016). Profil Desa Pesisir Provinsi Jawa Timur Volume 1 (Utara Jawa Timur) (PDF). Surabaya: Bidang Kelautan, Pesisir, dan Pengawasan, Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur. hlm. 2.
Referensi
- Ahmad Asep Abdul Aziz, Hikayat Banjar terjemahan dalam Bahasa Malaysia oleh Siti Hawa Salleh, Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka, Lot 1037, Mukim Perindustrian PKNS - Ampang/Hulu Kelang - Selangor Darul Ehsan, Malaysia 1990.
- Sajarah Dalem Pangiwa lan Panengen, Karya Ki Padmasusastra. Penerbit : Yayasan Sastra Lestari. Semarang-Surabaya: G.C.T van Dorep & Co 1902.
- Serat Walisana (Babad Para Wali), Karya Sunan Dalem. Diterjemahkan oleh Ki Tarka Sutarahardja. Penyadur R. Tanojo. Editor Naqobah Ansab Awliya’ Tis’ah (NAAT). Cetakan Pertama 2020. ISBN : 978-623-7817-04-8. Penerbit : Yudharta Press Pasuruan 2020.