Lompat ke isi

Sunan Ampel: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
[revisi tidak terperiksa][revisi terperiksa]
Konten dihapus Konten ditambahkan
Jenengkoe (bicara | kontrib)
 
(228 revisi antara oleh lebih dari 100 100 pengguna tak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{lindungidarianon2}}
{{More citations needed|date=June 2024}}
{{pp-protected|reason=Penambahan isi halaman tanpa sumber|small=yes}}
{{rapikan}}
{{rapikan}}
{{Infobox religious biography
| honorific-prefix =As-Syekh
| name = Ali Rahmatullah <br>
( Sunan Ampel )
| religion = [[Islam]]
| denomination = [[Sunni]]
| known_for = [[Wali Songo]]
| predecessor = [[Sunan Gresik]]
| successor =[[Syekh Siti Jenar]]
| birth_name = Ali Rahmatullah
| birth_date = <!-- {{birth date and age|YYYY|MM|DD|df=y}} or, if deceased, {{birth date|YYYY|MM|DD|df=y}} -->
| birth_place = 1401 [[Champa]]
| death_date = 1481
| death_place = [[Surabaya]], [[Majapahit]]
| children = {{collapsible list|title=Pernikahan dengan Dewi Candrawati :
|Makhdum Ibrahim ([[Sunan Bonang]])
|Syarifuddin <br> ([[Sunan Drajat]])
|Siti Syari’ah
|Siti Muthmainnah
|Siti Hafsah
}}
{{collapsible list|title=Pernikahan dengan Dewi Karimah :
|Dewi Murtasiyah (Istri [[Sunan Giri]])
|Dewi Murthasimah (Istri [[Raden Fatah]])
|Raden Husamuddin (Sunan Lamongan)
|Raden Zainal Abidin ([[Sunan Demak]])
|Maulana Hamzah ([[Raden Hamzah]]/Pangeran Tumapel)
|Raden Faqih (Sunan Ampel 2)
}}
| father = [[Ibrahim As-Samarqandy]]
| mother = [[Dewi Candrawulan]]
| spouse =
{{unbulleted list
| [[Dewi Candrawati]]
| [[Dewi Karimah]]
}}
}}
Ali Rahmatullah atau yang dikenal dengan '''Sunan Ampel''' adalah seorang wali yang menyebarkan ajaran Islam di [[Jawa|Tanah Jawa]]. Ia lahir pada tahun [[1401]] di daerah [[Kerajaan Champa|Champa]].


Sunan Ampel adalah Putra dari Syekh Ibrahim As-Samarqandy dengan Dewi Candrawulan. Sunan Ampel juga merupakan keponakan [[Dyah Dwarawati]], istri [[Bhre Kertabhumi]] raja [[Majapahit]].
'''Sunan Ampel''' pada masa kecilnya bernama '''Raden Rahmat''', dan diperkirakan lahir pada tahun [[1401]] di [[Champa]]. Ada dua pendapat mengenai lokasi Champa ini. Encyclopedia Van Nederlandesh Indie mengatakan bahwa [[Kerajaan Champa|Champa]] adalah satu negeri kecil yang terletak di [[Kamboja]]. Pendapat lain, [[Raffles]] menyatakan bahwa Champa terletak di [[Aceh]] yang kini bernama [[Jeumpa, Bireuen|Jeumpa]]. Menurut beberapa riwayat, orang tua Sunan Ampel adalah '''Makhdum Ibrahim''' (menantu Sultan Champa dan ipar Dwarawati). Dalam catatan [[Berita Cina|Kronik Cina]] dari [[Klenteng Sam Po Kong]], [[Sunan]] Ampel dikenal sebagai '''Bong Swi Hoo''', cucu dari Haji Bong Tak Keng - seorang Tionghoa (suku [[Hui]] beragama Islam [[mazhab Hanafi]]) yang ditugaskan sebagai Pimpinan Komunitas Cina di Champa oleh [[Ceng Ho|Sam Po Bo]]. Sedangkan Yang Mulia '''Ma Hong Fu''' - menantu Haji Bong Tak Keng ditempatkan sebagai duta besar Tiongkok di pusat kerajaan Majapahit, sedangkan Haji Gan En Cu juga telah ditugaskan sebagai kapten Cina di Tuban. Haji Gan En Cu kemudian menempatkan menantunya '''Bong Swi Hoo''' sebagai kapten Cina di Jiaotung (Bangil).<ref name="Muljana">{{id}} {{cite book|pages=63 |url=http://books.google.co.id/books?id=j9ZOKjMxVdIC&lpg=PA78&dq=suma%20oriental&pg=PA63#v=onepage&q=suma%20oriental&f=false|title=Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara|first=Slamet |last=Muljana|publisher=PT LKiS Pelangi Aksara|year=2005|isbn=9798451163}}ISBN 9789798451164</ref><ref>Bong (Wong) marga Tionghoa muslim bermazhab Hanafi dari [[Yunnan]]</ref>


== Sejarah ==
Sementara itu seorang putri dari '''Kyai Bantong''' (versi Babad Tanah Jawi) alias '''Syaikh Bantong''' (alias '''Tan Go Hwat''' menurut Purwaka Caruban Nagari) menikah dengan Prabu Brawijaya V (alias [[Bhre Kertabhumi]]) kemudian melahirkan Raden Fatah. Namun tidak diketahui apakah ada hubungan antara Ma Hong Fu dengan Kyai Bantong.
=== Rekam Jejak ===
{{rujukan|bagian}}
Sunan Ampel diperkirakan datang ke [[Jawa|Pulau Jawa]] pada tahun [[1443]] M.<ref>{{Cite book|last=Sudadi|date=2016|url=https://pustakailmu.co.id/wp-content/uploads/2022/10/Buku-SPII-LAYOUT-HAL-DEPAN-DAN-DAFTAR-ISI.pdf|title=Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia|location=Yogyakarta|publisher=Pustaka Ilmu|isbn=978-602-6835-04-8|editor-last=Kurniawan|editor-first=Benny|pages=64|url-status=live}}</ref> Tujuan kedatangannya untuk menemui bibinya, Dyah Dwarawati. Dyah Dwarawati adalah seorang putri Champa yang menikah dengan raja [[Majapahit]] yang bergelar [[Bhre Kertabhumi]].


Sunan Ampel yang makamnya terletak di kampung Ampel, kota Surabaya adalah anggota dewan Wali Songo tertua yang memiliki peranan besar dalam pengembangan dakwah Islam di Jawa dan tempat lain di Nusantara. Dalam historiografi lokal dituturkan bahwa Raden Rahmat datang ke Jawa bersama saudara tuanya yang bernama Ali Musada (Ali Murtadho) dan saudara sepupunya yang bernama Raden Burereh (Abu Hurairah). Menurut Lembaga Riset Islam Pesantren Luhur Sunan Giri Malang dalam Sejarah dan Dakwah Islamiyah Sunan Giri (1975), imam Rahmatullah bersama ayahnya datang ke Jawa dengan tujuan dakwah Islamiyah disertai saudaranya yang bernama Ali Murtadho dan kawannya bernama Abu Hurairah putra Raja Champa. Mereka mendarat di Tuban. Setelah tinggal di Tuban beberapa lama sampai ayahandanya wafat, imam Rahmatullah berangkat ke Majapahit menemui bibinya yang dikawin Raja Majapahit yang masih beragama Buddha. Sementara itu, menurut Djajadiningrat dalam Sejarah Banten (1983) dikisahkan bahwa Raden Rahmat ketika dewasa mendengar tentang peperangan di Jawa. Dengan tiga orang pandhita muda (ulama muda) lainnya, Burereh, Seh Salim, dan saudaranya yang tak di sebut namanya, Raden Rahmat berangkat ka Jawa. Setelah keempat orang tadi berangkat ke Jawa, Champa diruntuhkan oleh seorang kafir dari Sanggora.
Dalam [[Serat Darmo Gandhul]], Sunan Ampel disebut Sayyid Rahmad [[merupakan]] keponakan dari Putri Champa permaisuri Prabu [[Brawijaya]] yang merupakan seorang muslimah.


Kedatangan Sunan Ampel ke Majapahit diperkirakan terjadi awal dasawarsa keempat abad ke-15, yakni saat Arya Damar sudah menjadi Adipati [[Kota Palembang|Palembang]] sebagaimana riwayat yang menyatakan bahwa sebelum ke Jawa, Raden Rahmat telah singgah ke Palembang. Menurut Thomas W. Arnold dalam The Preaching of Islam (1977), Raden Rahmat sewaktu di Palembang menjadi tamu Arya Damar selama dua bulan, dan dia berusaha memperkenalkan Islam kepada raja muda Palembang itu. Arya Damar yang sudah tertarik kepada Islam itu hampir saja diikrarkan menjadi Islam. Namun, karena tidak berani menanggung risiko menghadapi tindakan rakyatnya yang masih terikat pada kepercayaan lama, ia tidak menyatakan keislamannya di hadapan umum. Menurut cerita setempat, setelah memeluk Islam, Arya Damar memakai nama Ario Abdillah.
Raden Rahmat dan Raden Santri adalah anak Makhdum Ibrahim (putra Haji Bong Tak Keng), keturunan suku [[Hui]] dari [[Yunnan]] yang merupakan percampuran bangsa Han/Tionghoa dengan bangsa Arab dan Asia Tengah (Samarkand/Asmarakandi). Raden Rahmat, Raden Santri dan Raden Burereh/Abu Hurairah (cucu raja Champa) pergi ke Majapahit mengunjungi bibi mereka bernama Dwarawati puteri raja Champa yang menjadi permaisuri raja Brawijaya. Raja Champa saat itu merupakan seorang muallaf. Raden Rahmat, Raden Santri dan Raden Burereh akhirnya tidak kembali ke negerinya karena Kerajaan Champa dihancurkan oleh Kerajaan Veit Nam.


Keterangan dari Hikayat Hasanuddin yang dikupas oleh J. Edel (1938) menjelaskan bahwa pada waktu Kerajaan Champa ditaklukkan oleh Raja Koci, Raden Rahmat sudah bermukim di Jawa. Itu berarti Raden Rahmat ketika datang ke Jawa sebelum tahun 1446 Masehi, yakni pada tahun jatuhnya Champa akibat serbuan Vietnam. Hal itu sejalan dengan sumber dari Serat Walisana yang menyatakan bahwa Prabu Brawijaya, Raja Majapahit mencegah Raden Rahmat kembali ke Champa karena Champa sudah rusak akibat kalah perang dengan Kerajaan Koci (myang katuju ing warta/ lamun ing Champa nagari/ mangkya manggih karisakan/ kaser prang lan Nateng Koci//). Penempatan Raden Rahmat di Surabaya dan saudaranya di Gresik, tampaknya memiliki kaitan erat dengan suasana politik di Champa, sehingga dua bersaudara tersebut ditempatkan di Surabaya dan Gresik dan dinikahkan dengan perempuan setempat.
Menurut [[Hikayat Banjar dan Kotawaringin]] (= Hikayat Banjar resensi I), nama asli Sunan Ampel adalah Raja Bungsu, anak Sultan [[Kesultanan Pasai|Pasai]]. Dia datang ke Majapahit menyusul/menengok kakaknya yang diambil istri oleh Raja Mapajahit. Raja Majapahit saat itu bernama Dipati Hangrok dengan mangkubuminya [[Patih Udara|Patih Maudara]] (kelak [[Brawijaya VII]]) . Dipati Hangrok (alias [[Girindrawardhana]] alias [[Brawijaya VI]]) telah memerintahkan menterinya Gagak Baning melamar Putri Pasai dengan membawa sepuluh buah perahu ke Pasai. Sebagai kerajaan Islam, mulanya Sultan Pasai keberatan jika Putrinya dijadikan istri Raja Majapahit, tetapi karena takut binasa kerajaannya akhirnya Putri tersebut diberikan juga. Putri Pasai dengan Raja Majapahit memperoleh anak laki-laki. Karena rasa sayangnya Putri Pasai melarang Raja Bungsu pulang ke Pasai. Sebagai ipar Raja Majapahit, Raja Bungsu kemudian meminta tanah untuk menetap di wilayah pesisir yang dinamakan Ampelgading. Anak laki-laki dari Putri Pasai dengan raja Majapahit tersebut kemudian dinikahkan dengan puteri raja Bali. Putra dari Putri Pasai tersebut wafat ketika istrinya Putri dari raja Bali mengandung tiga bulan. Karena dianggap akan membawa celaka bagi negeri tersebut, maka ketika lahir bayi ini (cucu Putri Pasai dan Brawijaya VI) dihanyutkan ke laut, tetapi kemudian dapat dipungut dan dipelihara oleh Nyai Suta-Pinatih, kelak disebut [[Pangeran Giri]]. Kelak ketika terjadi huru-hara di ibukota Majapahit, Putri Pasai pergi ke tempat adiknya Raja Bungsu di Ampelgading. Penduduk desa-desa sekitar memohon untuk dapat masuk Islam kepada Raja Bungsu, tetapi Raja Bungsu sendiri merasa perlu meminta izin terlebih dahulu kepada Raja Majapahit tentang proses islamisasi tersebut. Akhirnya Raja Majapahit berkenan memperbolehkan penduduk untuk beralih kepada agama Islam. Petinggi daerah Jipang menurut aturan dari Raja Majapahit secara rutin menyerahkan hasil bumi kepada Raja Bungsu. Petinggi Jipang dan keluarga masuk Islam. Raja Bungsu beristrikan puteri dari petinggi daerah Jipang tersebut, kemudian memperoleh dua orang anak, yang tertua seorang perempuan diambil sebagai istri oleh [[Sunan Kudus]] (tepatnya Sunan Kudus senior/Undung/Ngudung), sedang yang laki-laki digelari sebagai [[Pangeran Bonang]]. Raja Bungsu sendiri disebut sebagai [[Pangeran Makhdum]].


Babad Ngampeldenta menuturkan bahwa pengangkatan resmi Raden Rahmat sebagai imam di Surabaya dengan gelar sunan dan kedudukan wali di Ngampeldenta dilakukan oleh Raja Majapahit. Dengan demikian, Raden Rahmat lebih dikenal dengan sebutan Sunan Ngampel. Menurut sumber legenda Islam yang dicatat H.J. De Graaf & Th.G.Th. Pigeaud dalam Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa: Peralihan dari Majapahit ke Mataram (1986), Raden Rahmat diangkat menjadi imam Masjid Surabaya oleh pejabat Pecat Tandha di Terung bernama Arya Sena. Penempatan Raden Rahmat di [[Kota Surabaya|Surabaya]], selain dilakukan secara resmi oleh Pecat Tandha di Terung juga disertai oleh keluarga-keluarga yang dipercayakan Kerajaan Majapahit untuk dipimpinnya. Menurut Lembaga Riset Islam Pesantren Luhur Sunan Giri Malang (1975), karena hubungan baik dengan Raja Majapahit, Raden Rahmat diberi izin tinggal di Ampel disertai keluarga-keluarga yang diserahkan oleh Raja Majapahit.<ref>{{Cite book|last=Sunyoto|first=Agus|date=Juni 2016|title=Atlas Wali Songo|location=Tangerang Selatan|publisher=Pustaka IIMaN dan Lesbumi PBNU|isbn=978-602-8648-18-9|pages=191-205|url-status=live}}</ref>
== Silsilah ==
* Sunan Ampel @ Raden Rahmat @ Sayyid Ahmad Rahmatillah bin
* [[Maulana Malik Ibrahim]] @ Ibrahim Asmoro bin
* [[Syaikh Jumadil Qubro]] @ [[Jamaluddin Akbar al-Husaini]] bin
* Ahmad Jalaludin Khan bin
* Abdullah Khan bin
* Abdul Malik Al-Muhajir (Nasrabad,India) bin
* Alawi Ammil Faqih (Hadhramaut) bin
* [[Muhammad Sohib Mirbath]] (Hadhramaut)
* Ali Kholi' Qosam bin
* Alawi Ats-Tsani bin
* Muhammad Sohibus Saumi'ah bin
* Alawi Awwal bin
* Ubaidullah bin
* [[Ahmad al-Muhajir]] bin
* Isa Ar-Rumi bin
* Muhammad An-Naqib bin
* [[Ali Uraidhi]] bin
* [[Ja'far ash-Shadiq]] bin
* [[Muhammad al-Baqir]] bin
* [[Ali Zainal Abidin]] bin
* [[Husain bin Ali|Imam Husain]] bin
* [[Ali bin Abi Thalib]] dan [[Fatimah az-Zahra]] bin [[Muhammad]]


== Ajaran ==
Jadi, Sunan Ampel memiliki darah Uzbekistan dan Champa dari sebelah ibu. Tetapi dari ayah leluhur mereka adalah keturunan langsung dari [[Ahmad al-Muhajir]], Hadhramaut. Bermakna mereka termasuk keluarga besar Saadah BaAlawi.
[[Moh limo]] Mohlimo atau Molimo, Moh (tidak mau), limo (lima), adalah falsafah dakwah Sunan Ampel untuk memperbaiki kerusakan akhlak di tengah masyarakat pada zaman itu yaitu:

== Isteri dan Anak ==
Isteri Pertama, yaitu: Dewi Condrowati alias Nyai Ageng Manila binti '''Aryo Tejo Al-Abbasyi''', berputera:
#Maulana Mahdum Ibrahim/Raden Mahdum Ibrahim/ [[Sunan Bonang]]/'''Bong Ang'''
#Syarifuddin/Raden Qasim/ [[Sunan Drajat]]
#Siti Syari’ah/ Nyai Ageng Maloka/ Nyai Ageng Manyuran
#Siti Muthmainnah
#Siti Hafsah

Isteri Kedua adalah '''Dewi Karimah''' binti '''Ki Kembang Kuning''', berputera:
#Dewi Murtasiyah/ Istri [[Sunan Giri]]
#Dewi Murtasimah/ Asyiqah/ Istri [[Raden Fatah]]
#Raden Husamuddin ([[Sunan Lamongan]])
#Raden Zainal Abidin ([[Sunan Demak]])
#[[Pangeran Tumapel]]
#Raden Faqih ([[Sunan Ampel 2]])

== Sejarah dakwah ==
Syekh Jumadil Qubro (alias Haji Bong Tak Keng), dan kedua anaknya, Maulana Malik Ibrahim dan Maulana Ishak bersama sama datang ke pulau Jawa. Setelah itu mereka berpisah, Syekh Jumadil Qubro tetap di pulau Jawa, Maulana Malik Ibrahim ke [[Champa]], Vietnam Selatan, dan adiknya Maulana Ishak mengislamkan Samudra Pasai.

Di Kerajaan [[Champa]], Maulana Malik Ibrahim berhasil mengislamkan Raja Champa, yang akhirnya mengubah Kerajaan Champa menjadi Kerajaan Islam. Akhirnya dia dijodohkan dengan putri raja Champa (adik Dwarawati), dan lahirlah Raden Rahmat. Di kemudian hari Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau Jawa tanpa diikuti keluarganya.

Sunan Ampel (Raden Rahmat) datang ke [[pulau Jawa]] pada tahun [[1443]], untuk menemui bibinya, Dwarawati. Dwarawati adalah seorang putri Champa yang menikah dengan raja [[Majapahit]] yang bernama [[Prabu Kertawijaya]].

Sunan Ampel menikah dengan '''Nyai Ageng Manila''', putri seorang adipati di [[Tuban]] yang bernama '''Arya Teja'''.
Mereka dikaruniai 4 orang anak, yaitu:
#'''Putri Nyai Ageng Maloka''',
#'''Maulana Makdum Ibrahim''' ([[Sunan Bonang]]),
#'''Syarifuddin''' ([[Sunan Drajat]])
#'''Syarifah''', yang merupakan istri dari [[Sunan Kudus]].

'''Mohlimo'''<ref>[http://www.mohlimo.com/ Mohlimo]</ref> adalah falsafah dakwah Sunan Ampel untuk memperbaiki kerusakan akhlak di tengah masyarakat pada zaman itu. Moh (bahasa Indonesia: tidak mau), limo (bahasa Indonesia: lima) yaitu:
# Moh Mabok: tidak mau minum minuman keras, khamr dan sejenisnya.
# Moh Mabok: tidak mau minum minuman keras, khamr dan sejenisnya.
# Moh Main: tidak mau main judi, togel, taruhan dan sejenisnya.
# Moh Main: tidak mau main judi, togel, taruhan dan sejenisnya.
Baris 74: Baris 65:
# Moh Maling: tidak mau mencuri, korupsi, merampok dan sejenisnya.
# Moh Maling: tidak mau mencuri, korupsi, merampok dan sejenisnya.


== Makam ==
Pada tahun [[1479]], Sunan Ampel mendirikan [[Mesjid Agung Demak]]. Dan yang menjadi penerus untuk melanjutkan perjuangan dakwah dia di Kota Demak adalah Raden Zainal Abidin yang dikenal dengan Sunan Demak, dia merupakan putra dia dari istri dewi Karimah.Sehingga Putra Raden Zainal Abidin yang terakhir tercatat menjadi Imam Masjid Agung tersebut yang bernama Raden Zakaria (Pangeran Sotopuro).
[[Berkas:Makam Sunan Ampel.jpg|ka|jmpl|200px|Makam Sunan Ampel di [[Kota Surabaya]].]]

Pada tahun [[1479]], Sunan Ampel mendirikan [[Mesjid Agung Demak]]. Dan yang menjadi penerus untuk melanjutkan perjuangan dakwah dia di Kota Demak adalah Raden Zainal Abidin yang dikenal dengan [[Sunan Demak]], dia merupakan putra dia dari istri dewi Karimah. Sehingga Putra Raden Zainal Abidin yang terakhir tercatat menjadi Imam Masjid Agung tersebut yang bernama Raden Zakaria (Pangeran Sotopuro).
Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun [[1481]] di Demak dan dimakamkan di sebelah barat [[Masjid Ampel]], [[Surabaya]].


Sunan Ampel meninggal pada tahun [[1481]].<ref>{{Cite book|last=Arif|first=Mohammad|date=2017|url=http://repository.iainkediri.ac.id/28/1/Studi%20Islam%20dalam%20Dinamika%20%20Global_ganti%20Ukuran.pdf|title=Studi Islam dalam Dinamika Global|location=Kediri|publisher=STAIN Kediri Press|editor-last=Anam|editor-first=Wahidul|pages=35|url-status=live}}</ref> Kematiannya terjadi di Demak.{{Butuh rujukan}} Namun, ia dimakamkan di [[Kota Surabaya]], [[Jawa Timur]].<ref>{{Cite book|last=Sukandar, dkk.|date=Desember 2016|url=http://bpp.fpik.ub.ac.id/wp-content/uploads/2017/02/PROFIL-DESA-PESISIR-UTARA-JAWA-TIMUR-Vol-1.pdf|title=Profil Desa Pesisir Provinsi Jawa Timur Volume 1 (Utara Jawa Timur)|location=Surabaya|publisher=Bidang Kelautan, Pesisir, dan Pengawasan, Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur|pages=2|url-status=live}}</ref> Lokasi makamnya berada di [[Masjid Ampel]].{{Butuh rujukan}}
== Rujukan ==
* [[Johannes Jacobus Ras]], Hikayat Banjar terjemahan dalam [[Bahasa Malaysia]] oleh [[Siti Hawa Salleh]], Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka, Lot 1037, Mukim Perindustrian PKNS - [[Ampang]]/[[Hulu Kelang]] - [[Selangor]] Darul Ehsan, [[Malaysia]] [[1990]].


==Catatan kaki==
== Kutipan ==
{{reflist}}
{{reflist}}


== Referensi ==
* [[Ahmad Asep Abdul Aziz]], Hikayat Banjar terjemahan dalam [[Bahasa Malaysia]] oleh [[Siti Hawa Salleh]], Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka, Lot 1037, Mukim Perindustrian PKNS - [[Ampang]]/[[Hulu Kelang]] - [[Selangor]] Darul Ehsan, [[Malaysia]] [[1990]].
{{Walisongo}}
{{Walisongo}}


{{lifetime|1401|1481|}}
{{lifetime|1401|1481|}}


[[Kategori:Walisongo|Ampel]]
[[Kategori:Wali Sanga]]
[[Kategori:Tokoh penyebar Islam di Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh penyebar Islam di Indonesia]]
[[Kategori:Ulama Nusantara|Sunan Ampel]]
[[Kategori:Sunan|Ampel]]
[[Kategori:Tionghoa-Indonesia]]
[[Kategori:Azmatkhan]]

Revisi terkini sejak 8 Juli 2024 10.36

As-Syekh

Ali Rahmatullah
( Sunan Ampel )
Informasi pribadi
Lahir
Ali Rahmatullah

1401 Champa
Meninggal1481
AgamaIslam
Pasangan
Anak
Pernikahan dengan Dewi Candrawati :
Pernikahan dengan Dewi Karimah :
Orang tua
DenominasiSunni
Dikenal sebagaiWali Songo
Pemimpin Muslim
PendahuluSunan Gresik
PenerusSyekh Siti Jenar

Ali Rahmatullah atau yang dikenal dengan Sunan Ampel adalah seorang wali yang menyebarkan ajaran Islam di Tanah Jawa. Ia lahir pada tahun 1401 di daerah Champa.

Sunan Ampel adalah Putra dari Syekh Ibrahim As-Samarqandy dengan Dewi Candrawulan. Sunan Ampel juga merupakan keponakan Dyah Dwarawati, istri Bhre Kertabhumi raja Majapahit.

Sejarah

Rekam Jejak

Sunan Ampel diperkirakan datang ke Pulau Jawa pada tahun 1443 M.[1] Tujuan kedatangannya untuk menemui bibinya, Dyah Dwarawati. Dyah Dwarawati adalah seorang putri Champa yang menikah dengan raja Majapahit yang bergelar Bhre Kertabhumi.

Sunan Ampel yang makamnya terletak di kampung Ampel, kota Surabaya adalah anggota dewan Wali Songo tertua yang memiliki peranan besar dalam pengembangan dakwah Islam di Jawa dan tempat lain di Nusantara. Dalam historiografi lokal dituturkan bahwa Raden Rahmat datang ke Jawa bersama saudara tuanya yang bernama Ali Musada (Ali Murtadho) dan saudara sepupunya yang bernama Raden Burereh (Abu Hurairah). Menurut Lembaga Riset Islam Pesantren Luhur Sunan Giri Malang dalam Sejarah dan Dakwah Islamiyah Sunan Giri (1975), imam Rahmatullah bersama ayahnya datang ke Jawa dengan tujuan dakwah Islamiyah disertai saudaranya yang bernama Ali Murtadho dan kawannya bernama Abu Hurairah putra Raja Champa. Mereka mendarat di Tuban. Setelah tinggal di Tuban beberapa lama sampai ayahandanya wafat, imam Rahmatullah berangkat ke Majapahit menemui bibinya yang dikawin Raja Majapahit yang masih beragama Buddha. Sementara itu, menurut Djajadiningrat dalam Sejarah Banten (1983) dikisahkan bahwa Raden Rahmat ketika dewasa mendengar tentang peperangan di Jawa. Dengan tiga orang pandhita muda (ulama muda) lainnya, Burereh, Seh Salim, dan saudaranya yang tak di sebut namanya, Raden Rahmat berangkat ka Jawa. Setelah keempat orang tadi berangkat ke Jawa, Champa diruntuhkan oleh seorang kafir dari Sanggora.

Kedatangan Sunan Ampel ke Majapahit diperkirakan terjadi awal dasawarsa keempat abad ke-15, yakni saat Arya Damar sudah menjadi Adipati Palembang sebagaimana riwayat yang menyatakan bahwa sebelum ke Jawa, Raden Rahmat telah singgah ke Palembang. Menurut Thomas W. Arnold dalam The Preaching of Islam (1977), Raden Rahmat sewaktu di Palembang menjadi tamu Arya Damar selama dua bulan, dan dia berusaha memperkenalkan Islam kepada raja muda Palembang itu. Arya Damar yang sudah tertarik kepada Islam itu hampir saja diikrarkan menjadi Islam. Namun, karena tidak berani menanggung risiko menghadapi tindakan rakyatnya yang masih terikat pada kepercayaan lama, ia tidak menyatakan keislamannya di hadapan umum. Menurut cerita setempat, setelah memeluk Islam, Arya Damar memakai nama Ario Abdillah.

Keterangan dari Hikayat Hasanuddin yang dikupas oleh J. Edel (1938) menjelaskan bahwa pada waktu Kerajaan Champa ditaklukkan oleh Raja Koci, Raden Rahmat sudah bermukim di Jawa. Itu berarti Raden Rahmat ketika datang ke Jawa sebelum tahun 1446 Masehi, yakni pada tahun jatuhnya Champa akibat serbuan Vietnam. Hal itu sejalan dengan sumber dari Serat Walisana yang menyatakan bahwa Prabu Brawijaya, Raja Majapahit mencegah Raden Rahmat kembali ke Champa karena Champa sudah rusak akibat kalah perang dengan Kerajaan Koci (myang katuju ing warta/ lamun ing Champa nagari/ mangkya manggih karisakan/ kaser prang lan Nateng Koci//). Penempatan Raden Rahmat di Surabaya dan saudaranya di Gresik, tampaknya memiliki kaitan erat dengan suasana politik di Champa, sehingga dua bersaudara tersebut ditempatkan di Surabaya dan Gresik dan dinikahkan dengan perempuan setempat.

Babad Ngampeldenta menuturkan bahwa pengangkatan resmi Raden Rahmat sebagai imam di Surabaya dengan gelar sunan dan kedudukan wali di Ngampeldenta dilakukan oleh Raja Majapahit. Dengan demikian, Raden Rahmat lebih dikenal dengan sebutan Sunan Ngampel. Menurut sumber legenda Islam yang dicatat H.J. De Graaf & Th.G.Th. Pigeaud dalam Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa: Peralihan dari Majapahit ke Mataram (1986), Raden Rahmat diangkat menjadi imam Masjid Surabaya oleh pejabat Pecat Tandha di Terung bernama Arya Sena. Penempatan Raden Rahmat di Surabaya, selain dilakukan secara resmi oleh Pecat Tandha di Terung juga disertai oleh keluarga-keluarga yang dipercayakan Kerajaan Majapahit untuk dipimpinnya. Menurut Lembaga Riset Islam Pesantren Luhur Sunan Giri Malang (1975), karena hubungan baik dengan Raja Majapahit, Raden Rahmat diberi izin tinggal di Ampel disertai keluarga-keluarga yang diserahkan oleh Raja Majapahit.[2]

Ajaran

Moh limo Mohlimo atau Molimo, Moh (tidak mau), limo (lima), adalah falsafah dakwah Sunan Ampel untuk memperbaiki kerusakan akhlak di tengah masyarakat pada zaman itu yaitu:

  1. Moh Mabok: tidak mau minum minuman keras, khamr dan sejenisnya.
  2. Moh Main: tidak mau main judi, togel, taruhan dan sejenisnya.
  3. Moh Madon: tidak mau berbuat zina, homoseks, lesbian dan sejenisnya.
  4. Moh Madat: tidak mau memakai narkoba dan sejenisnya.
  5. Moh Maling: tidak mau mencuri, korupsi, merampok dan sejenisnya.

Makam

Makam Sunan Ampel di Kota Surabaya.

Pada tahun 1479, Sunan Ampel mendirikan Mesjid Agung Demak. Dan yang menjadi penerus untuk melanjutkan perjuangan dakwah dia di Kota Demak adalah Raden Zainal Abidin yang dikenal dengan Sunan Demak, dia merupakan putra dia dari istri dewi Karimah. Sehingga Putra Raden Zainal Abidin yang terakhir tercatat menjadi Imam Masjid Agung tersebut yang bernama Raden Zakaria (Pangeran Sotopuro).

Sunan Ampel meninggal pada tahun 1481.[3] Kematiannya terjadi di Demak.[butuh rujukan] Namun, ia dimakamkan di Kota Surabaya, Jawa Timur.[4] Lokasi makamnya berada di Masjid Ampel.[butuh rujukan]

Kutipan

  1. ^ Sudadi (2016). Kurniawan, Benny, ed. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (PDF). Yogyakarta: Pustaka Ilmu. hlm. 64. ISBN 978-602-6835-04-8. 
  2. ^ Sunyoto, Agus (Juni 2016). Atlas Wali Songo. Tangerang Selatan: Pustaka IIMaN dan Lesbumi PBNU. hlm. 191–205. ISBN 978-602-8648-18-9. 
  3. ^ Arif, Mohammad (2017). Anam, Wahidul, ed. Studi Islam dalam Dinamika Global (PDF). Kediri: STAIN Kediri Press. hlm. 35. 
  4. ^ Sukandar, dkk. (Desember 2016). Profil Desa Pesisir Provinsi Jawa Timur Volume 1 (Utara Jawa Timur) (PDF). Surabaya: Bidang Kelautan, Pesisir, dan Pengawasan, Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur. hlm. 2. 

Referensi