Lompat ke isi

Aksara Sunda: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Rachmat-bot (bicara | kontrib)
k cosmetic changes
anggi mualana
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 135: Baris 135:
|-
|-
| [[Berkas:Sundanese sign pangwisad.png|50px|link=]] || ''pangwisad'', menambah konsonan {{IPA|[h]}} di akhir suku kata.
| [[Berkas:Sundanese sign pangwisad.png|50px|link=]] || ''pangwisad'', menambah konsonan {{IPA|[h]}} di akhir suku kata.
Contoh: [[Berkas:Sunda Ka.png|30px|link=]] = <big>ka</big> → [[Berkas:Sundanese sign pangwisad.png|50px|link=]] = <big>kah</big>.
Contoh: [[Berkas:Sunda Ka.png|30px|link=]] = <big>ka</big> → [[Berkas:Sundanese sign pangwisad.png|50px|link=]] = <big>kah</big.
|-
|-
| [[Berkas:Sundanese sign pamaeh.png|50px|link=]] || ''patén'' atau ''pamaéh'', meniadakan vokal pada suku kata.
| [[Berkas:Sundanese sign pamaeh.png|50px|link=]] || ''patén'' atau ''pamaéh'', meniadakan vokal pada suku kata.

Revisi per 1 November 2016 12.48

Aksara Sunda Baku
ᮃᮊ᮪ᮞᮛ ᮞᮥᮔ᮪ᮓ ᮘᮊᮥ
Jenis aksara
Abugida
BahasaSunda
Periode
sekitar abad ke-17 hingga sekarang
Arah penulisanKiri ke kanan
Aksara terkait
Silsilah
Aksara kerabat
Bali
Batak
Baybayin
Buhid
Hanunó'o
Lontara
Sunda Kuno
Rencong
Rejang
Tagbanwa
ISO 15924
ISO 15924Sund, 362 Sunting ini di Wikidata, ​Sunda
Pengkodean Unicode
Nama Unicode
Sundanese
U+1B80–U+1BBF
 Artikel ini mengandung transkripsi fonetik dalam Alfabet Fonetik Internasional (IPA). Untuk bantuan dalam membaca simbol IPA, lihat Bantuan:IPA. Untuk penjelasan perbedaan [ ], / / dan  , Lihat IPA § Tanda kurung dan delimitasi transkripsi.

Aksara Sunda Baku (ᮃᮊ᮪ᮞᮛ ᮞᮥᮔ᮪ᮓ ᮘᮊᮥ) merupakan sistem penulisan hasil penyesuaian Aksara Sunda Kuna yang digunakan untuk menuliskan Bahasa Sunda kontemporer. Saat ini Aksara Sunda Baku juga lazim disebut dengan istilah Aksara Sunda.

Latar Belakang dan Sejarah

Sebuah plang nama jalan di Kota Bogor yang menggunakan dua aksara dalam tampilan tulisannya (Latin dan Sunda).

Setidaknya sejak Abad XII masyarakat Sunda telah lama mengenal aksara untuk menuliskan bahasa yang mereka gunakan. Namun pada awal masa kolonial, masyarakat Sunda dipaksa oleh penguasa dan keadaan untuk meninggalkan penggunaan Aksara Sunda Kuna yang merupakan salah satu identitas budaya Sunda. Keadaan yang berlangsung hingga masa kemerdekaan ini menyebabkan punahnya Aksara Sunda Kuna dalam tradisi tulis masyarakat Sunda.

Pada akhir Abad XIX sampai pertengahan Abad XX, para peneliti berkebangsaan asing (misalnya K. F. Holle dan C. M. Pleyte) dan bumiputra (misalnya Atja dan E. S. Ekadjati) mulai meneliti keberadaan prasasti-prasasti dan naskah-naskah tua yang menggunakan Aksara Sunda Kuna. Berdasarkan atas penelitian-penelitian sebelumnya, pada akhir Abad XX mulai timbul kesadaran akan adanya sebuah Aksara Sunda yang merupakan identitas khas masyarakat Sunda. Oleh karena itu Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat menetapkan Perda No. 6 tahun 1996 tentang Pelestarian, Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Sastra, dan Aksara Sunda yang kelak digantikan oleh Perda No. 5 tahun 2003 tentang Pemeliharaan Bahasa, Sastra, dan Aksara Daerah.

Pada tanggal 21 Oktober 1997 diadakan Lokakarya Aksara Sunda di Kampus UNPAD Jatinangor yang diselenggarakan atas kerja sama Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Barat dengan Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran. Kemudian hasil rumusan lokakarya tersebut dikaji oleh Tim Pengkajian Aksara Sunda. Dan akhirnya pada tanggal 16 Juni 1999 keluar Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor 343/SK.614-Dis.PK/99 yang menetapkan bahwa hasil lokakarya serta pengkajian tim tersebut diputuskan sebagai Aksara Sunda Baku.

Saat ini Aksara Sunda Baku mulai diperkenalkan di kepada umum antara lain melalui beberapa acara kebudayaan daerah yang diadakan di Bandung. Selain itu, Aksara Sunda Baku juga digunakan pada papan nama Museum Sri Baduga, Kampus Yayasan Atikan Sunda dan Kantor Dinas Pariwisata Daerah Kota Bandung. Langkah lain juga diambil oleh Pemerintah Daerah Kota Tasikmalaya yang menggunakan Aksara Sunda Baku pada papan nama jalan-jalan utama di kota tersebut.

Namun, setidaknya hingga akhir tahun 2007 Dinas Pendidikan Nasional Provinsi Jawa Barat belum juga mewajibkan para siswa untuk mempelajari Aksara Sunda Baku sebagaimana para siswa tersebut diwajibkan untuk mempelajari Bahasa Sunda. Langkah memperkenalkan aksara daerah mungkin akan dapat lebih mencapai sasaran jika Aksara Sunda Baku dipelajari bersamaan dengan Bahasa Sunda. Dinas Pendidikan Nasional Provinsi Lampung dan Provinsi Jawa Tengah telah jauh-jauh hari menyadari hal ini dengan mewajibkan para siswa Sekolah Dasar yang mempelajari bahasa daerah untuk juga mempelajari aksara daerah.

Perbandingan antara Aksara Sunda Baku dan Sunda Kuna

Sebagaimana diungkapkan di atas, Aksara Sunda Baku merupakan hasil penyesuaian Aksara Sunda Kuna yang digunakan untuk menuliskan Bahasa Sunda kontemporer. Penyesuaian itu antara lain didasarkan atas pedoman sebagai berikut:

  • bentuknya mengacu pada Aksara Sunda Kuna sehingga keasliannya dapat terjaga,
  • bentuknya sederhana agar mudah dituliskan,
  • sistem penulisannya berdasarkan pemisahan kata demi kata,
  • ejaannya mengacu pada Bahasa Sunda mutakhir agar mudah dibaca.

Dalam pelaksanaannya, penyesuaian tersebut meliputi penambahan huruf (misalnya huruf va dan fa), pengurangan huruf (misalnya huruf re pepet dan le pepet), dan perubahan bentuk huruf (misalnya huruf na dan ma).

Sistem penulisan Aksara Sunda Baku

Aksara Swara (ᮃᮊ᮪ᮞᮛ ᮞ᮪ᮝᮛ)

Representasi grafis
= a = é = i = o
= u = e = eu

Aksara Ngalagena (ᮃᮊ᮪ᮞᮛ ᮍᮜᮌᮨᮔ)

Representasi grafis
= ka = ga = nga
= ca = ja = nya
= ta = da = na
= pa = ba = ma
= ya = ra = la
= wa = sa = ha

Rarangkén (ᮛᮛᮀᮊᮨᮔ᮪)

Berdasarkan letak penulisannya, 13 rarangkén dikelompokkan sebagai berikut:

  • rarangkén di atas huruf = 5 macam
  • rarangkén di bawah huruf = 3 macam
  • rarangkén sejajar huruf = 5 macam

a. Rarangkén di atas huruf

panghulu, membuat vokal aksara Ngalagena dari [a] menjadi [i].

Contoh: = ka = ki.

pamepet, membuat vokal aksara Ngalagena dari [a] menjadi [ə].

Contoh: = ka = ke.

paneuleung, membuat vokal aksara Ngalagena dari [a] menjadi [ɤ].

Contoh: = ka = keu.

panglayar, menambah konsonan [r] pada akhir suku kata.

Contoh: = ka = kar.

panyecek, menambah konsonan [ŋ] pada akhir suku kata.

Contoh: = ka = kang.

b. Rarangkén di bawah huruf

panyuku, membuat vokal aksara Ngalagena dari [a] menjadi [u].

Contoh: = ka = ku.

panyakra, menambah konsonan [r] di tengah suku kata.

Contoh: = ka = kra.

panyiku, menambah konsonan [l] di akhir suku kata.

Contoh: = ka = kla.

c. Rarangkén sejajar huruf

panéléng, membuat vokal aksara Ngalagena dari [a] menjadi [ɛ].

Contoh: = ka = .

panolong, membuat vokal aksara Ngalagena dari [a] menjadi [ɔ].

Contoh: = ka = ko.

pamingkal, menambah konsonan [j] di tengah suku kata.

Contoh: = ka = kya.

pangwisad, menambah konsonan [h] di akhir suku kata.

Contoh: = ka = kah</big.

patén atau pamaéh, meniadakan vokal pada suku kata.

Contoh: = ka → pamaeh = k.

Angka (ᮃᮀᮊ ᮞᮥᮔ᮪ᮓ)

Representasi grafis
= 1 = 2
= 3 = 4
= 5 = 6
= 7 = 8
= 9 = 0

Dalam teks, angka diapit oleh dua tanda pipa | ... |.

Contoh: || = 240

Tanda baca

Pada masa sekarang gigi basit aksara Sunda menggunakan tanda baca Latin. Contohnya: koma, titik, titik koma, titik dua, tanda seru, tanda tanya, tanda kutip, tanda kurung, tanda kurung siku, dsb.

Lihat pula

Sumber

  • Juniarso Ridwan : Perda Kebudayaan yang Terkesan Chauvinistik, Pikiran Rakyat 4 Desember 2003.
  • Tedi Permadi : Aksara Sunda dan Soal Lainnya, Pikiran Rakyat 15 Februari 2004.
  • Atep Kurnia : Jasa Tuan Hola Buat Sunda, Kompas (Edisi Jawa Barat) 10 November 2007.
  • Djasepudin : Memasyarakatkan Aksara Sunda, Kompas (Edisi Jawa Barat) 07 April 2007.

Pranala luar