Lompat ke isi

Akal: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.8
Kunrahma (bicara | kontrib)
menambah pranala, kategori dan ejaan kata
Baris 3: Baris 3:
[[Berkas:Thought bubble.svg|jmpl|100px|ka|Ilustrasi seseorang sedang menggunakan akalnya untuk berpikir]]
[[Berkas:Thought bubble.svg|jmpl|100px|ka|Ilustrasi seseorang sedang menggunakan akalnya untuk berpikir]]


'''Akal''' adalah suatu peralatan rohaniah [[manusia]] yang berfungsi untuk membedakan yang salah dan yang benar serta menganalisis sesuatu yang kemampuannya sangat tergantung luas pengalaman dan tingkat [[pendidikan]], [[formal]] maupun informal, dari manusia pemiliknya. Jadi, akal bisa didefinisikan sebagai salah satu peralatan rohaniah manusia yang berfungsi untuk mengingat, menyimpulkan, menganalisis, menilai apakah hhsesuai benar atau salah.<ref name="Filsafat Ilmu Komunikasi">Vardiansyah, Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Indeks. Jakarta 2008</ref>
'''Akal''' adalah suatu peralatan rohaniah [[manusia]] yang berfungsi untuk membedakan yang salah dan yang benar serta menganalisis sesuatu yang kemampuannya sangat tergantung luas pengalaman dan tingkat [[pendidikan]] formal maupun informal. Jadi, akal bisa didefinisikan sebagai salah satu peralatan rohaniah manusia yang berfungsi untuk mengingat, menyimpulkan, menganalisis dan menilai apakah sesuai benar atau salah.<ref name="Filsafat Ilmu Komunikasi">Vardiansyah, Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Indeks. Jakarta 2008</ref> Namun, karena kemampuan manusia dalam menyerap pengalaman dan pendidikan tidak sama. Maka tidak ada kemampuan akal antar manusia yang betul-betul sama.<ref name="Filsafat Ilmu Komunikasi" />


Akal berasal dari [[bahasa Arab]] '' 'aql'' yang secara bahasa berarti pengikatan dan pemahaman terhadap sesuatu.<ref name="Musa">[http://aljawad.tripod.com/arsipbuletin/akal.htm Akal oleh Musa al-Kadzim]</ref> Pengertian lain dari akal adalah daya pikir (untuk memahami sesuatu), kemampuan bagaimana cara memahami lingkungan, atau merupakan kata lain dari pikiran dan ingatan. Dengan akal, dapat melihat diri sendiri dalam hubungannya dengan [[lingkungan]] sekeliling, juga dapat mengembangkan konsepsi-konsepsi mengenai [[watak]] dan keadaan diri kita sendiri, serta melakukan tindakan berjaga-jaga terhadap rasa ketidakpastian yang esensial hidup ini.<ref name="Agama dan Akal Fikiran">Jose, Francisco Moreno. Agama dan Akal Fikiran. Naluri Rasa Takut dan Keadaan Jiwa Manusiawi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 1994</ref>
Namun, karena kemampuan manusia dalam menyerap pengalaman dan pendidikan tidak sama. Maka tidak ada kemampuan akal antar manusia yang betul-betul sama.<ref name="Filsafat Ilmu Komunikasi"/>


Akal juga bisa berarti jalan atau cara melakukan sesuatu, daya upaya, dan ikhtiar.<ref name="Musa" /> Akal juga mempunyai [[konotasi]] negatif sebagai alat untuk melakukan tipu daya, muslihat, kecerdikan, kelicikan.<ref>{{Cite web |url=http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php |title=Kamus Besar Bahasa Indonesia: Akal |access-date=2009-12-21 |archive-date=2009-08-05 |archive-url=https://web.archive.org/web/20090805021214/http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php |dead-url=yes }}</ref>
Akal berasal dari [[bahasa Arab]] '' 'aql'' yang secara bahasa berarti pengikatan dan pemahaman terhadap sesuatu.<ref name="Musa">[http://aljawad.tripod.com/arsipbuletin/akal.htm Akal oleh Musa al-Kadzim]</ref> Pengertian lain dari akal adalah daya pikir (untuk memahami sesuatu), kemampuan melihat cara memahami lingkungan, atau merupakan kata lain dari pikiran dan ingatan. Dengan akal, dapat melihat diri sendiri dalam hubungannya dengan [[lingkungan]] sekeliling, juga dapat mengembangkan [[konsepsi-konsepsi]] mengenai [[watak]] dan keadaan diri kita sendiri, serta melakukan tindakan berjaga-jaga terhadap rasa ketidakpastian yang [[esensial]] hidup ini.<ref name="Agama dan Akal Fikiran">Jose, Francisco Moreno. Agama dan Akal Fikiran. Naluri Rasa Takut dan Keadaan Jiwa Manusiawi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 1994</ref>

Akal juga bisa berarti jalan atau cara melakukan sesuatu, daya upaya, dan [[ikhtiar]].<ref name="Musa"/> Akal juga mempunyai [[konotasi]] negatif sebagai alat untuk melakukan tipu daya, muslihat, kecerdikan, kelicikan.<ref>{{Cite web |url=http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php |title=Kamus Besar Bahasa Indonesia: Akal |access-date=2009-12-21 |archive-date=2009-08-05 |archive-url=https://web.archive.org/web/20090805021214/http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php |dead-url=yes }}</ref>


Akal fikiran tidak hanya digunakan untuk sekadar makan, tidur, dan berkembang biak, tetapi akal juga mengajukan beberapa pertanyaan dasar tentang asal usul, alam dan masa yang akan datang.<ref name="Agama dan Akal Fikiran"/> Kemampuan berpikir mengantarkan pada suatu kesadaran tentang betapa tidak [[kekal]] dan betapa tidak pastinya kehidupan ini.<ref name="Agama dan Akal Fikiran"/>
Akal fikiran tidak hanya digunakan untuk sekadar makan, tidur, dan berkembang biak, tetapi akal juga mengajukan beberapa pertanyaan dasar tentang asal usul, alam dan masa yang akan datang.<ref name="Agama dan Akal Fikiran"/> Kemampuan berpikir mengantarkan pada suatu kesadaran tentang betapa tidak [[kekal]] dan betapa tidak pastinya kehidupan ini.<ref name="Agama dan Akal Fikiran"/>


Freud membagi manusia menjadi tiga wilayah pokok, antara lain:
Freud membagi manusia menjadi tiga wilayah pokok, antara lain:
;1. ''[[id]]'', yang mempersamakan id dengan [[instink]] atau [[naluri]]<ref name="Agama dan Akal Fikiran"/>
;1. ''[[id]]'', yang mempersamakan id dengan [[Naluri|instink]] atau [[naluri]]<ref name="Agama dan Akal Fikiran"/>


;2. ''[[ego]]'', yang merupakan akal fikiran<ref name="Agama dan Akal Fikiran"/>
;2. ''[[ego]]'', yang merupakan akal fikiran<ref name="Agama dan Akal Fikiran"/>


;3. ''[[super ego]]'', yakni adat kebiasaan [[sosial]] dan kaidah [[moral]]<ref name="Agama dan Akal Fikiran"/>
;3. ''super ego'', yakni adat kebiasaan [[sosial]] dan kaidah [[moral]]<ref name="Agama dan Akal Fikiran"/>


Sesuai kebutuhan mutlak yang tidak dapat ditawar-tawar, dipercayakan kepada instink, maka diberikan pada akal (ego) peran yang strategis dalam perencanaan bentuk pemuasan terhadap instink (id) sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang diajukan oleh kenyataan yang [[rasional]] serta tuntutan adat kebiasaan sosial dan kepercayaan (super ego).<ref name="Agama dan Akal Fikiran"/>
Sesuai kebutuhan mutlak yang tidak dapat ditawar-tawar, dipercayakan kepada instink, maka diberikan pada akal (ego) peran yang strategis dalam perencanaan bentuk pemuasan terhadap instink (id) sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang diajukan oleh kenyataan yang [[rasional]] serta tuntutan adat kebiasaan sosial dan kepercayaan (super ego).<ref name="Agama dan Akal Fikiran"/>


Kant mengatakan bahwa apa yang kita katakan rasional itu adalah suatu pemikiran yang masuk akal tetapi menggunakan ukuran [[hukum]] [[alam]].<ref name="Filsafat Ilmu">Tafsir, Ahmad. Filsafat Ilmu. Mengurai Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Pengetahuan. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung. 2006</ref> Dengan kata lain, rasional adalah kebenaran akal yang diukur dengan hukum alam, menurut Kant.<ref name="Filsafat Ilmu"/>
Kant mengatakan bahwa apa yang kita katakan rasional itu adalah suatu pemikiran yang masuk akal tetapi menggunakan ukuran [[hukum]] [[alam]].<ref name="Filsafat Ilmu">Tafsir, Ahmad. Filsafat Ilmu. Mengurai Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Pengetahuan. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung. 2006</ref> Dengan kata lain, [[rasional]] adalah kebenaran akal yang diukur dengan hukum alam.<ref name="Filsafat Ilmu"/> Misalnya, alasan pesawat terbang yang beratnya ratusan ton bisa terbang. Jawabannya adalah karena [[pesawat]] itu telah dirancang sesuai dengan hukum alam. Itu rasional.<ref name="Filsafat Ilmu" />
Lain halnya dengan cerita [[Nabi]] Musa yang melemparkan tongkatnya ke tanah, lantas tongkat itu menjadi [[ular]], segera saja Anda mengatakan bahwa itu tidak rasional karena menurut hukum alam adalah tidak mungkin tongkat dapat berubah menjadi ular.<ref name="Filsafat Ilmu" />

;Contoh:
:Pesawat terbang yang beratnya ratusan ton, kok bisa terbang?
Jawabannya adalah Ya, dengan alasan karena [[pesawat]] itu telah dirancang sesuai dengan hukum alam. Itu rasional.<ref name="Filsafat Ilmu"/>
Lain halnya dengan cerita [[Nabi]] Musa yang melemparkan tongkatnya ke tanah, lantas tongkat itu menjadi [[ular]], segera saja Anda mengatakan bahwa itu tidak rasional karena menurut hukum alam adalah tidak mungkin tongkat dapat berubah menjadi ular.<ref name="Filsafat Ilmu"/>
=== Kebenaran Logis ===
=== Kebenaran Logis ===
Kebenaran [[Logis]] dibagi menjadi dua, yakni:
Kebenaran [[Logis]] dibagi menjadi dua, yakni:
Baris 33: Baris 27:
;1. Logis-rasional (seperti yang dijelaskan di atas)<ref name="Filsafat Ilmu"/>
;1. Logis-rasional (seperti yang dijelaskan di atas)<ref name="Filsafat Ilmu"/>
;2. Logis-supra-rasional<ref name="Filsafat Ilmu"/>
;2. Logis-supra-rasional<ref name="Filsafat Ilmu"/>
:ialah pemikiran akal yang kebenarannya hanya mengandalkan [[argumen]], tidak diukur dengan hukum alam. Bila argumennya masuk akal maka ia benar, sekalipun melawan hukum alam karena diukur dari logika yang ada di dalam susunan argumennya.<ref name="Filsafat Ilmu"/>
:Pemikiran akal yang kebenarannya hanya mengandalkan [[argumen]], tidak diukur dengan [[hukum alam]]. Bila argumennya masuk akal maka ia benar, sekalipun melawan hukum alam karena diukur dari logika yang ada di dalam susunan argumennya.<ref name="Filsafat Ilmu"/>


== Kesimpulan ==
== Kesimpulan ==
Baris 52: Baris 46:
== Referensi ==
== Referensi ==
{{reflist}}
{{reflist}}
[[Kategori:Pikiran (filsafat)]]
[[Kategori:Logis]]

Revisi per 11 Februari 2021 23.55

Ilustrasi seseorang sedang menggunakan akalnya untuk berpikir

Akal adalah suatu peralatan rohaniah manusia yang berfungsi untuk membedakan yang salah dan yang benar serta menganalisis sesuatu yang kemampuannya sangat tergantung luas pengalaman dan tingkat pendidikan formal maupun informal. Jadi, akal bisa didefinisikan sebagai salah satu peralatan rohaniah manusia yang berfungsi untuk mengingat, menyimpulkan, menganalisis dan menilai apakah sesuai benar atau salah.[1] Namun, karena kemampuan manusia dalam menyerap pengalaman dan pendidikan tidak sama. Maka tidak ada kemampuan akal antar manusia yang betul-betul sama.[1]

Akal berasal dari bahasa Arab 'aql yang secara bahasa berarti pengikatan dan pemahaman terhadap sesuatu.[2] Pengertian lain dari akal adalah daya pikir (untuk memahami sesuatu), kemampuan bagaimana cara memahami lingkungan, atau merupakan kata lain dari pikiran dan ingatan. Dengan akal, dapat melihat diri sendiri dalam hubungannya dengan lingkungan sekeliling, juga dapat mengembangkan konsepsi-konsepsi mengenai watak dan keadaan diri kita sendiri, serta melakukan tindakan berjaga-jaga terhadap rasa ketidakpastian yang esensial hidup ini.[3]

Akal juga bisa berarti jalan atau cara melakukan sesuatu, daya upaya, dan ikhtiar.[2] Akal juga mempunyai konotasi negatif sebagai alat untuk melakukan tipu daya, muslihat, kecerdikan, kelicikan.[4]

Akal fikiran tidak hanya digunakan untuk sekadar makan, tidur, dan berkembang biak, tetapi akal juga mengajukan beberapa pertanyaan dasar tentang asal usul, alam dan masa yang akan datang.[3] Kemampuan berpikir mengantarkan pada suatu kesadaran tentang betapa tidak kekal dan betapa tidak pastinya kehidupan ini.[3]

Freud membagi manusia menjadi tiga wilayah pokok, antara lain:

1. id, yang mempersamakan id dengan instink atau naluri[3]
2. ego, yang merupakan akal fikiran[3]
3. super ego, yakni adat kebiasaan sosial dan kaidah moral[3]

Sesuai kebutuhan mutlak yang tidak dapat ditawar-tawar, dipercayakan kepada instink, maka diberikan pada akal (ego) peran yang strategis dalam perencanaan bentuk pemuasan terhadap instink (id) sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang diajukan oleh kenyataan yang rasional serta tuntutan adat kebiasaan sosial dan kepercayaan (super ego).[3]

Kant mengatakan bahwa apa yang kita katakan rasional itu adalah suatu pemikiran yang masuk akal tetapi menggunakan ukuran hukum alam.[5] Dengan kata lain, rasional adalah kebenaran akal yang diukur dengan hukum alam.[5] Misalnya, alasan pesawat terbang yang beratnya ratusan ton bisa terbang. Jawabannya adalah karena pesawat itu telah dirancang sesuai dengan hukum alam. Itu rasional.[5] Lain halnya dengan cerita Nabi Musa yang melemparkan tongkatnya ke tanah, lantas tongkat itu menjadi ular, segera saja Anda mengatakan bahwa itu tidak rasional karena menurut hukum alam adalah tidak mungkin tongkat dapat berubah menjadi ular.[5]

Kebenaran Logis

Kebenaran Logis dibagi menjadi dua, yakni:

1. Logis-rasional (seperti yang dijelaskan di atas)[5]
2. Logis-supra-rasional[5]
Pemikiran akal yang kebenarannya hanya mengandalkan argumen, tidak diukur dengan hukum alam. Bila argumennya masuk akal maka ia benar, sekalipun melawan hukum alam karena diukur dari logika yang ada di dalam susunan argumennya.[5]

Kesimpulan

  • Yang logis adalah yang masuk akal.[5]
  • Yang logis itu mencakup yang rasional dan yang supra-rasional.[5]
  • Yang rasional ialah yang masuk akal dan sesuai dengan hukum alam.[5]
  • Yang supra-rasional ialah yang masuk akal meskipun tidak sesuai dengan hukum alam.[5]
  • Istilah logis dapat dipakai dalam pengertian rasional atau dalam pengertian supra-rasional.[5]
  • Sesuatu yang rasional ialah sesuatu yang mengikuti atau sesuai dengan hukum alam[5]
  • Yang tidak rasional ialah yang tidak sesuai dengan hukum alam[5]
  • Kebenaran akal diukur dengan hukum alam. Artinya, akal hanya sebatas hukum alam[5]
  • Akal meresfek pikiran sehingga dapat mengukur logika dan pencetus id,[5]

Lihat pula

Akal adalah

Referensi

  1. ^ a b Vardiansyah, Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Indeks. Jakarta 2008
  2. ^ a b Akal oleh Musa al-Kadzim
  3. ^ a b c d e f g Jose, Francisco Moreno. Agama dan Akal Fikiran. Naluri Rasa Takut dan Keadaan Jiwa Manusiawi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 1994
  4. ^ "Kamus Besar Bahasa Indonesia: Akal". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-08-05. Diakses tanggal 2009-12-21. 
  5. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p Tafsir, Ahmad. Filsafat Ilmu. Mengurai Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Pengetahuan. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung. 2006