Saduki: Perbedaan antara revisi
k Bot: +{{Authority control}} |
k v2.04b - Fixed using Wikipedia:ProyekWiki Cek Wikipedia (Tanda baca setelah kode "<nowiki></ref></nowiki>") |
||
Baris 2: | Baris 2: | ||
'''Saduki''' adalah nama dari kelompok aristokratik [[Yahudi]] yang berkuasa di [[Yerusalem]] hingga [[Bait Suci]] dihancurkan pada tahun 70 M.<ref name="Ehrman">{{en}}Bart D. Ehrman. 2004. ''The New Testament: A Historical Introduction to the Early Christian Writings''. New York, Oxford: Oxford University Press. P. 39.</ref> Kaum Saduki juga bertanggung jawab terhadap [[ibadah]] yang dilakukan di Bait Suci sebagai kaum [[imam]], di mana hampir seluruh imam-imam dapat digolongkan sebagai kaum ini.<ref name="Ehrman"/> Jabatan [[Imam Besar Yahudi]] pada umumnya diduduki oleh orang Saduki, tetapi tidak semua orang Saduki adalah imam.<ref name="Wahono"/> Ada kemungkinan bahwa orang-orang Saduki juga terdiri dari orang awam yang kaya dan tuan-tuan tanah.<ref name="Wahono">S. Wismoady Wahono.1986. ''Di Sini Kutemukan''. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hal. 325-326</ref> |
'''Saduki''' adalah nama dari kelompok aristokratik [[Yahudi]] yang berkuasa di [[Yerusalem]] hingga [[Bait Suci]] dihancurkan pada tahun 70 M.<ref name="Ehrman">{{en}}Bart D. Ehrman. 2004. ''The New Testament: A Historical Introduction to the Early Christian Writings''. New York, Oxford: Oxford University Press. P. 39.</ref> Kaum Saduki juga bertanggung jawab terhadap [[ibadah]] yang dilakukan di Bait Suci sebagai kaum [[imam]], di mana hampir seluruh imam-imam dapat digolongkan sebagai kaum ini.<ref name="Ehrman"/> Jabatan [[Imam Besar Yahudi]] pada umumnya diduduki oleh orang Saduki, tetapi tidak semua orang Saduki adalah imam.<ref name="Wahono"/> Ada kemungkinan bahwa orang-orang Saduki juga terdiri dari orang awam yang kaya dan tuan-tuan tanah.<ref name="Wahono">S. Wismoady Wahono.1986. ''Di Sini Kutemukan''. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hal. 325-326</ref> |
||
Kaum Saduki tidak meninggalkan bukti tertulis tentang diri mereka, sehingga keterangan mengenai kaum ini didapat dari kelompok-kelompok yang menentang mereka, sehingga kebanyakan pandangan terhadap mereka adalah negatif.<ref name="Wahono"/> |
Kaum Saduki tidak meninggalkan bukti tertulis tentang diri mereka, sehingga keterangan mengenai kaum ini didapat dari kelompok-kelompok yang menentang mereka, sehingga kebanyakan pandangan terhadap mereka adalah negatif.<ref name="Wahono"/> Di dalam kisah-kisah [[Injil]] dari [[Perjanjian Baru]], kaum Saduki sering digambarkan sebagai lawan [[Yesus]].<ref name="Wahono"/> Kemudian sumber tertulis lainnya mengenai kaum Saduki berasal dari [[Flavius Yosefus]].<ref name="Stambaugh">{{id}}John Stambaugh, David Balch. 1997. ''Dunia Sosial Kekristenan Mula-Mula''. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hal. 111-114.</ref> |
||
== Latar Belakang == |
== Latar Belakang == |
||
Nama “Saduki” diduga berasal dari [[Zadok]] yang merupakan nama imam agung yang hidup pada masa raja [[Daud]].<ref name="Wahono"/> |
Nama “Saduki” diduga berasal dari [[Zadok]] yang merupakan nama imam agung yang hidup pada masa raja [[Daud]].<ref name="Wahono"/> Aktivitas mereka dalam bidang [[politik]], sebenarnya telah dimulai sejak masa pemerintahan [[Kekaisaran Persia]], di mana mereka berkontak dengan penguasa asing dan cenderung menerima Helenisasi.<ref name="Stambaugh"/> Orang-orang Saduki berkuasa pada masa [[Yohanes Hirkanus]], [[Aristobulus]], dan [[Alexander Yaneus]].<ref name="Stambaugh"/> Pada masa pemberontakan dan pemerintahan [[Makabe]], dominasi imam berkurang dan kaum [[Farisi]] lebih berkuasa (tahun 76-67 SM).<ref name="Stambaugh"/> Setelah itu, pada masa pemerintahan Romawi, kaum Saduki kembali mendapatkan posisi penting di bidang politik.<ref name="Stambaugh"/> |
||
== Ciri-ciri == |
== Ciri-ciri == |
Revisi per 6 Agustus 2021 07.20
Saduki adalah nama dari kelompok aristokratik Yahudi yang berkuasa di Yerusalem hingga Bait Suci dihancurkan pada tahun 70 M.[1] Kaum Saduki juga bertanggung jawab terhadap ibadah yang dilakukan di Bait Suci sebagai kaum imam, di mana hampir seluruh imam-imam dapat digolongkan sebagai kaum ini.[1] Jabatan Imam Besar Yahudi pada umumnya diduduki oleh orang Saduki, tetapi tidak semua orang Saduki adalah imam.[2] Ada kemungkinan bahwa orang-orang Saduki juga terdiri dari orang awam yang kaya dan tuan-tuan tanah.[2]
Kaum Saduki tidak meninggalkan bukti tertulis tentang diri mereka, sehingga keterangan mengenai kaum ini didapat dari kelompok-kelompok yang menentang mereka, sehingga kebanyakan pandangan terhadap mereka adalah negatif.[2] Di dalam kisah-kisah Injil dari Perjanjian Baru, kaum Saduki sering digambarkan sebagai lawan Yesus.[2] Kemudian sumber tertulis lainnya mengenai kaum Saduki berasal dari Flavius Yosefus.[3]
Latar Belakang
Nama “Saduki” diduga berasal dari Zadok yang merupakan nama imam agung yang hidup pada masa raja Daud.[2] Aktivitas mereka dalam bidang politik, sebenarnya telah dimulai sejak masa pemerintahan Kekaisaran Persia, di mana mereka berkontak dengan penguasa asing dan cenderung menerima Helenisasi.[3] Orang-orang Saduki berkuasa pada masa Yohanes Hirkanus, Aristobulus, dan Alexander Yaneus.[3] Pada masa pemberontakan dan pemerintahan Makabe, dominasi imam berkurang dan kaum Farisi lebih berkuasa (tahun 76-67 SM).[3] Setelah itu, pada masa pemerintahan Romawi, kaum Saduki kembali mendapatkan posisi penting di bidang politik.[3]
Ciri-ciri
Politik
Kaum Saduki berlaku sebagai aristokrat di tengah masyarakat Yahudi yang dijajah oleh Romawi, karena itu mereka memiliki hubungan dengan pemerintah Romawi.[1] Posisi Imam Besar, yang merupakan posisi tertinggi di Bait Suci, menjadi perantara antara rakyat Yahudi dengan gubernur Romawi.[1] Dengan demikian, sikap politis kaum Saduki mendua, sebab sebagai orang Yahudi sejati seharusnya mereka tidak menerima adanya penguasa-penguasa asing di negeri Yahudi, namun di sisi lain, mereka bersikap realistis terhadap kenyataan bahwa Romawi lebih kuat dan Yahudi tidak berdaya.[4]
Kebudayaan
Terhadap perluasan budaya Yunani atau Helenisme yang sejak masa pemerintahan dinasti Seleukid mulai dilakukan di tanah Yahudi, mereka juga bersikap mendua.[5] Mereka bersikap simpati dan condong terhadap Helenisme, serta bermaksud menyerap sebanyak mungkin, tetapi sekaligus mereka ingin mempertahankan identitas Yahudi.[5] Hal itu berarti mereka harus menetapkan apa yang paling hakiki dari agama Yahudi sedemikian rupa, sehingga tersedia bidang-bidang lain yang dapat menyerap Helenisme.[5] Dengan demikian, di dalam kehidupan sehari-hari, kaum Saduki condong menyesuaikan diri dengan kehidupan Yunani, sedangkan dalam bidang keagamaan mereka memegang teguh agama Yahudi seturut Taurat Musa.[5] Hal tersebut dimungkinkan karena mereka tidak seperti kaum Farisi yang memegang pelbagai tafsiran dan hukum tambahan dari Taurat Musa.[4]
Keagamaan
Hanya mengakui Taurat Musa
Menurut Yosefus, kaum Saduki menolak konsep takdir, kekekalan jiwa, dan ganjaran kekal setelah kematian, serta mereka menerima adanya kehendak bebas.[4] Ia juga mencatat bahwa kaum Farisi memberi aturan-aturan tertentu kepada orang banyak yang tidak dicatat oleh Musa, dan orang-orang Saduki menolaknya.[3] Dengan demikian, kaum Saduki hanya mengakui kewibawaan lima kitab Taurat Musa dan menolak tradisi-tradisi lisan yang merupakan tafsiran terhadap Taurat Musa, dan banyak umum diterima oleh rakyat banyak.[4] Selain itu, kaum Saduki menolak konsep kebangkitan orang mati, dan adanya malaikat dan roh.[4] Ditambah lagi, mereka juga curiga terhadap kepercayaan populer masyarakat Yahudi tentang Mesias yang datang dari Allah untuk membebaskan tanah Yahudi dari penjajahan.[5]
Ritual Keagamaan
Karena penekanan yang amat kuat terhadap kitab Taurat Musa, kaum Saduki amatlah memandang penting penyembahan Allah melalui kultus Bait Suci di Yerusalem.[1] Kaum Saduki cenderung percaya bahwa selama mezbah-mezbah masih mengepulkan asap di Bait Suci, dan bila kultus-kultus masih dijalankan dengan setia, maka tuntutan-tuntutan agama akan dipenuhi, dan Tuhan ada beserta mereka.[5] Karena itulah, setelah Bait Suci dihancurkan pada tahun 70 M, otomatis kelompok Saduki menghilang karena tidak ada ritual yang dapat dijalankan lagi.[5]
Referensi
- ^ a b c d e (Inggris)Bart D. Ehrman. 2004. The New Testament: A Historical Introduction to the Early Christian Writings. New York, Oxford: Oxford University Press. P. 39.
- ^ a b c d e S. Wismoady Wahono.1986. Di Sini Kutemukan. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hal. 325-326
- ^ a b c d e f (Indonesia)John Stambaugh, David Balch. 1997. Dunia Sosial Kekristenan Mula-Mula. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hal. 111-114.
- ^ a b c d e C. Groenen. 1984. Pengantar Ke Dalam Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius.
- ^ a b c d e f g (Indonesia)Lawrence E. Toombs. 1978. Di Ambang Fajar Kekristenan. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hal. 56-59