Lompat ke isi

Sejarah Taiwan: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Pierrewee (bicara | kontrib)
Hapus pranala luar di parameter |website=
Teknologi Positif (bicara | kontrib)
k Memperbaiki/merapihkan suntingan.
Tag: kemungkinan perlu dirapikan kemungkinan perlu pemeriksaan terjemahan VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 23: Baris 23:
| access-date = 28 November 2015
| access-date = 28 November 2015
| quote = }}</ref> dan sebagian Taiwan menjadi semakin terintegrasi dalam kekaisaran Qing. Setelah [[Perang Tiongkok-Jepang Pertama]] tahun 1895, Qing menyerahkan Pulau Taiwan berikut [[Penghu]] kepada [[Kekaisaran Jepang]]. Taiwan menghasilan beras dan gula untuk diekspor ke Kekaisaran Jepang, dan juga berperan sebagai basis untuk ekspansi kolonial Jepang ke [[Asia Tenggara]] dan Pasifik selama [[Perang Dunia II]]. Pendidikan kekaisaran Jepang diimplementasikan di Taiwan dan banyak orang Taiwan juga bertempur untuk Jepang selama perang tersebut.
| quote = }}</ref> dan sebagian Taiwan menjadi semakin terintegrasi dalam kekaisaran Qing. Setelah [[Perang Tiongkok-Jepang Pertama]] tahun 1895, Qing menyerahkan Pulau Taiwan berikut [[Penghu]] kepada [[Kekaisaran Jepang]]. Taiwan menghasilan beras dan gula untuk diekspor ke Kekaisaran Jepang, dan juga berperan sebagai basis untuk ekspansi kolonial Jepang ke [[Asia Tenggara]] dan Pasifik selama [[Perang Dunia II]]. Pendidikan kekaisaran Jepang diimplementasikan di Taiwan dan banyak orang Taiwan juga bertempur untuk Jepang selama perang tersebut.

Pada akhir Perang Tiongkok-Jepang Pertama pada tahun 1895, Dinasti Qing menyerahkan kedaulatan Taiwan kepada Jepang di bawah Perjanjian Shimonoseki. Inilah intinya, 123 tahun yang lalu, ketika klaim kedaulatan Dinasti Qing atas Taiwan dilepaskan. Taiwan tetap menjadi bagian dari Kekaisaran Jepang hingga akhir Perang Dunia Kedua pada tahun 1945. Ketika Jepang dikalahkan, pasukan Kuomintang (KMT) dari Republik Tiongkok menduduki Taiwan. Tetapi, Jepang mempertahankan kedaulatan atas Taiwan hingga 28 April 1952, ketika Perjanjian Perdamaian San Francisco 1951 mulai berlaku. Di bawah ketentuan perjanjian yang mengikat secara hukum inilah Jepang akhirnya melepaskan klaim mereka atas kedaulatan atas Taiwan.[19]

Oleh karena itu, satu-satunya kesimpulan yang dapat diakui di bawah hukum internasional adalah bahwa ketika Jepang melepaskan kedaulatan atas Taiwan pada 28 April 1952, Jepang secara efektif memberikan Taiwan kemerdekaannya. Pada saat itu, Taiwan sudah diduduki oleh Republik Tiongkok, tetapi ini tidak mengubah fakta bahwa Taiwan menjadi negara-bangsa yang merdeka di mata hukum internasional. Taiwan tidak pernah menjadi bagian dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Klaim kedaulatan Republik Rakyat Tiongkok atas Taiwan berakar pada agenda nasionalis garis keras yang didorong oleh Partai Komunis Tiongkok (PKT) untuk mengkondisikan rakyatnya untuk menerima penguasa otoriter mereka. 'Hanya Partai Komunis Tiongkok yang dapat menyatukan kembali Satu Tiongkok dan menyatukan kembali tanah air,' mantra itu berbunyi, dan tidak ada keraguan bahwa itu efektif di dalam negeri. Masalahnya adalah bahwa itu adalah mitos belaka ketika datang ke Taiwan. Taiwan ditaklukkan oleh Dinasti Qing pada tahun 1683 ketika cucu Koxinga menyerah kepada pasukan Qing. Sebelum ini, ada bukti kunjungan Dinasti Cina ke Taiwan dan bahkan beberapa saran hubungan perdagangan, tetapi Taiwan selalu merupakan entitas independen dan tidak pernah di bawah administrasi Dinasti Cina atau negara lain sebelum penjajah Belanda tiba pada awal abad ke-17. Taiwan tetap menjadi bagian dari kekaisaran Qing selama 212 tahun sampai penandatanganan Perjanjian Shimonoseki melihat kedaulatan diserahkan ke Jepang. Seperti yang telah kita lihat, setelah Perang Dunia Kedua, Jepang mempertahankan kedaulatan sampai melepaskannya pada tahun 1952. Taiwan tidak pernah menjadi bagian dari Republik Rakyat Tiongkok. Memang, dalam keseluruhan sejarahnya, Taiwan hanya pernah menjadi bagian dari Dinasti Qing selama lebih dari 200 tahun. Sebaliknya, Dinasti Qing menaklukkan Taiwan dengan paksa, mendudukinya selama lebih dari 200 tahun, dan kemudian menyerahkan kedaulatan. Kedaulatan ini tidak pernah dikembalikan kepada Republik Rakyat Tiongkok. Retorika nasionalistik historis yang terus dilontarkan Partai Komunis Tiongkok tentang Taiwan menjadi bagian dari Republik Rakyat Tiongkok sama sekali tidak benar. Taiwan diduduki oleh Dinasti Qing untuk waktu yang singkat. Tapi itu tidak pernah menjadi bagian dari Republik Rakyat Tiongkok.[19]

Taiwan memenuhi definisi internasional sebagai negara-bangsa yang berdaulat. Hukum internasional menawarkan definisi yang sangat jelas tentang apa yang dimaksud dengan negara-bangsa yang berdaulat. Ini adalah negara yang memiliki populasi permanen, wilayah yang ditentukan, satu pemerintahan, dan kapasitas untuk menjalin hubungan dengan negara berdaulat lainnya. Tidak ada yang bisa memberikan argumen meyakinkan apa pun bahwa Taiwan tidak memenuhi definisi ini. Ini memiliki populasi permanen sekitar 23,5 juta. Batas geografisnya, terdiri dari pulau utama, pulau Penghu, Kinmen, Matsu, dan beberapa pulau kecil lainnya. Yurisdiksi teritorialnya terdiri dari 36.193 kilometer persegi menjadikannya negara terbesar ke-137 di dunia, terjepit di antara Swiss dan Belgia. Ada satu pemerintahan yang mengatur wilayah ini dari Taipei. Untuk waktu yang lama ini adalah kediktatoran militer KMT, tetapi dalam beberapa tahun terakhir Taiwan telah menjadi demokrasi yang berfungsi penuh dan berkembang pesat. Taiwan juga memiliki kapasitas untuk menjalin hubungan dengan negara-negara berdaulat lainnya. Saat ini memiliki tujuh belas sekutu diplomatik formal dan jumlahnya akan jauh lebih tinggi tanpa permusuhan diplomatik dari Republik Rakyat Tiongkok. Perlu juga dicatat bahwa negara-bangsa yang berdaulat masih dapat eksis di bawah hukum internasional tanpa diakui oleh negara-negara berdaulat lainnya. Jadi, bahkan jika Tiongkok berhasil memburu semua sekutu Taiwan yang tersisa, itu tidak akan mengubah fakta bahwa Taiwan masih memenuhi definisi sebagai negara berdaulat.[19]

Ada sejumlah faktor lain yang menunjukkan posisi Taiwan sebagai negara bangsa yang berdaulat juga. Ini memiliki mata uang sendiri, Dolar Taiwan Baru. Ini memiliki bahasa sendiri, Mandarin Tradisional. Ia memiliki militernya sendiri dan ekonomi domestiknya sendiri yang berkembang pesat. Ini mengeluarkan paspornya sendiri yang diakui di seluruh dunia dan bahkan memiliki perjanjian bebas visa dengan lebih dari 150 negara. Dan Republik Tiongkok/Taiwan juga memiliki ideologi sendiri yaitu Ideologi Demokrasi yang jelas berbeda dengan Republik Rakyat Tiongkok/Cina yang berideologi Komunisme. Yang terpenting, ia juga memiliki budaya unik dan identitas nasionalnya sendiri. Bahkan Partai Komunis Tiongkok menilai bahwa orang Taiwan mengidentifikasi diri mereka sebagai orang Tionghoa/Chinese. Tetapi orang Taiwan mengatakan itu tidak benar dan jajak pendapat demi jajak pendapat terus menunjukkan bahwa mayoritas orang di Taiwan mengidentifikasi diri mereka sebagai orang Taiwan/Taiwanese. Meskipun ada banyak kesamaan antara budaya Republik Rakyat Tiongkok/Cina dan Republik Tiongkok/Taiwan, ada juga banyak perbedaan. Di bawah definisi yang diakui secara internasional, Taiwan memenuhi semua kriteria untuk menjadi negara. Hanya saja dibutuhkan pengakuan lebih banyak dari negara-negara lain agar Taiwan lebih dikenal, dll di mata Internasional.[19]


Pada tahun 1945, setelah berakhirnya Perang Dunia II, [[Republik Tiongkok]], yang dipimpin oleh [[Kuomintang]] (KMT), mengambil alih Taiwan. Pada tahun 1949, setelah kehilangan kekuasaan atas Tiongkok daratan dalam [[Perang Saudara Tiongkok]], pemerintah Republik Tiongkok di bawah KMT mundur ke Pulau Taiwan dan [[Chiang Kai-shek]] mendeklarasikan keadaan [[darurat militer]]. KMT memerintah Taiwan (termasuk juga [[Kabupaten Kinmen|Kinmen]], [[Wuchiu]], dan [[Kepulauan Matsu]] di seberang [[Selat Taiwan]]) sebagai [[negara satu-partai]] selama empat puluh tahun, sampai reformasi demokrasi pada tahun 1980-an, yang menuntun kepada pemilihan presiden pertama yang pernah langsung pada tahun 1996. Selama periode pasca-perang, Taiwan mengalami industrialisasi yang pesat dan pertumbuhan ekonomi, dan dikenal sebagai salah satu dari "Empat Macan Asia".
Pada tahun 1945, setelah berakhirnya Perang Dunia II, [[Republik Tiongkok]], yang dipimpin oleh [[Kuomintang]] (KMT), mengambil alih Taiwan. Pada tahun 1949, setelah kehilangan kekuasaan atas Tiongkok daratan dalam [[Perang Saudara Tiongkok]], pemerintah Republik Tiongkok di bawah KMT mundur ke Pulau Taiwan dan [[Chiang Kai-shek]] mendeklarasikan keadaan [[darurat militer]]. KMT memerintah Taiwan (termasuk juga [[Kabupaten Kinmen|Kinmen]], [[Wuchiu]], dan [[Kepulauan Matsu]] di seberang [[Selat Taiwan]]) sebagai [[negara satu-partai]] selama empat puluh tahun, sampai reformasi demokrasi pada tahun 1980-an, yang menuntun kepada pemilihan presiden pertama yang pernah langsung pada tahun 1996. Selama periode pasca-perang, Taiwan mengalami industrialisasi yang pesat dan pertumbuhan ekonomi, dan dikenal sebagai salah satu dari "Empat Macan Asia".

Revisi per 28 Maret 2022 01.46

Sejarah Taiwan telah ada sejak puluhan ribu tahun yang lalu dari bukti terawal yang dikenal mengenai keberadaan pemukiman manusia di sana.[1][2] Kemunculan mendadak sebuah kebudayaan agraris sekitar tahun 3000 SM dipercayai mencerminkan kedatangan dari leluhur aborigin Taiwan sekarang ini.[3] Pulau Taiwan dikolonisasi oleh Belanda pada abad ke-17, diikuti dengan gelombang masuk Suku Han termasuk imigran orang Hakka dari wilayah Fujian dan Guangdong dari Tiongkok daratan, menyeberangi Selat Taiwan. Spanyol juga membangun sebuah pemukiman di utara untuk periode singkat, namun diusir oleh Belanda pada tahun 1642.

Pada tahun 1662,[4] Koxinga, seorang loyalis dari Dinasti Ming, yang telah kehilangan kekuasaan di Tiongkok daratan pada tahun 1644, mengalahkan Belanda dan mendirikan basis operasi di pulau. Pasukannya dikalahkan oleh Dinasti Qing pada tahun 1683,[5] dan sebagian Taiwan menjadi semakin terintegrasi dalam kekaisaran Qing. Setelah Perang Tiongkok-Jepang Pertama tahun 1895, Qing menyerahkan Pulau Taiwan berikut Penghu kepada Kekaisaran Jepang. Taiwan menghasilan beras dan gula untuk diekspor ke Kekaisaran Jepang, dan juga berperan sebagai basis untuk ekspansi kolonial Jepang ke Asia Tenggara dan Pasifik selama Perang Dunia II. Pendidikan kekaisaran Jepang diimplementasikan di Taiwan dan banyak orang Taiwan juga bertempur untuk Jepang selama perang tersebut.

Pada akhir Perang Tiongkok-Jepang Pertama pada tahun 1895, Dinasti Qing menyerahkan kedaulatan Taiwan kepada Jepang di bawah Perjanjian Shimonoseki. Inilah intinya, 123 tahun yang lalu, ketika klaim kedaulatan Dinasti Qing atas Taiwan dilepaskan. Taiwan tetap menjadi bagian dari Kekaisaran Jepang hingga akhir Perang Dunia Kedua pada tahun 1945. Ketika Jepang dikalahkan, pasukan Kuomintang (KMT) dari Republik Tiongkok menduduki Taiwan. Tetapi, Jepang mempertahankan kedaulatan atas Taiwan hingga 28 April 1952, ketika Perjanjian Perdamaian San Francisco 1951 mulai berlaku. Di bawah ketentuan perjanjian yang mengikat secara hukum inilah Jepang akhirnya melepaskan klaim mereka atas kedaulatan atas Taiwan.[19]

Oleh karena itu, satu-satunya kesimpulan yang dapat diakui di bawah hukum internasional adalah bahwa ketika Jepang melepaskan kedaulatan atas Taiwan pada 28 April 1952, Jepang secara efektif memberikan Taiwan kemerdekaannya. Pada saat itu, Taiwan sudah diduduki oleh Republik Tiongkok, tetapi ini tidak mengubah fakta bahwa Taiwan menjadi negara-bangsa yang merdeka di mata hukum internasional. Taiwan tidak pernah menjadi bagian dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Klaim kedaulatan Republik Rakyat Tiongkok atas Taiwan berakar pada agenda nasionalis garis keras yang didorong oleh Partai Komunis Tiongkok (PKT) untuk mengkondisikan rakyatnya untuk menerima penguasa otoriter mereka. 'Hanya Partai Komunis Tiongkok yang dapat menyatukan kembali Satu Tiongkok dan menyatukan kembali tanah air,' mantra itu berbunyi, dan tidak ada keraguan bahwa itu efektif di dalam negeri. Masalahnya adalah bahwa itu adalah mitos belaka ketika datang ke Taiwan. Taiwan ditaklukkan oleh Dinasti Qing pada tahun 1683 ketika cucu Koxinga menyerah kepada pasukan Qing. Sebelum ini, ada bukti kunjungan Dinasti Cina ke Taiwan dan bahkan beberapa saran hubungan perdagangan, tetapi Taiwan selalu merupakan entitas independen dan tidak pernah di bawah administrasi Dinasti Cina atau negara lain sebelum penjajah Belanda tiba pada awal abad ke-17. Taiwan tetap menjadi bagian dari kekaisaran Qing selama 212 tahun sampai penandatanganan Perjanjian Shimonoseki melihat kedaulatan diserahkan ke Jepang. Seperti yang telah kita lihat, setelah Perang Dunia Kedua, Jepang mempertahankan kedaulatan sampai melepaskannya pada tahun 1952. Taiwan tidak pernah menjadi bagian dari Republik Rakyat Tiongkok. Memang, dalam keseluruhan sejarahnya, Taiwan hanya pernah menjadi bagian dari Dinasti Qing selama lebih dari 200 tahun. Sebaliknya, Dinasti Qing menaklukkan Taiwan dengan paksa, mendudukinya selama lebih dari 200 tahun, dan kemudian menyerahkan kedaulatan. Kedaulatan ini tidak pernah dikembalikan kepada Republik Rakyat Tiongkok. Retorika nasionalistik historis yang terus dilontarkan Partai Komunis Tiongkok tentang Taiwan menjadi bagian dari Republik Rakyat Tiongkok sama sekali tidak benar. Taiwan diduduki oleh Dinasti Qing untuk waktu yang singkat. Tapi itu tidak pernah menjadi bagian dari Republik Rakyat Tiongkok.[19]

Taiwan memenuhi definisi internasional sebagai negara-bangsa yang berdaulat. Hukum internasional menawarkan definisi yang sangat jelas tentang apa yang dimaksud dengan negara-bangsa yang berdaulat. Ini adalah negara yang memiliki populasi permanen, wilayah yang ditentukan, satu pemerintahan, dan kapasitas untuk menjalin hubungan dengan negara berdaulat lainnya. Tidak ada yang bisa memberikan argumen meyakinkan apa pun bahwa Taiwan tidak memenuhi definisi ini. Ini memiliki populasi permanen sekitar 23,5 juta. Batas geografisnya, terdiri dari pulau utama, pulau Penghu, Kinmen, Matsu, dan beberapa pulau kecil lainnya. Yurisdiksi teritorialnya terdiri dari 36.193 kilometer persegi menjadikannya negara terbesar ke-137 di dunia, terjepit di antara Swiss dan Belgia. Ada satu pemerintahan yang mengatur wilayah ini dari Taipei. Untuk waktu yang lama ini adalah kediktatoran militer KMT, tetapi dalam beberapa tahun terakhir Taiwan telah menjadi demokrasi yang berfungsi penuh dan berkembang pesat. Taiwan juga memiliki kapasitas untuk menjalin hubungan dengan negara-negara berdaulat lainnya. Saat ini memiliki tujuh belas sekutu diplomatik formal dan jumlahnya akan jauh lebih tinggi tanpa permusuhan diplomatik dari Republik Rakyat Tiongkok. Perlu juga dicatat bahwa negara-bangsa yang berdaulat masih dapat eksis di bawah hukum internasional tanpa diakui oleh negara-negara berdaulat lainnya. Jadi, bahkan jika Tiongkok berhasil memburu semua sekutu Taiwan yang tersisa, itu tidak akan mengubah fakta bahwa Taiwan masih memenuhi definisi sebagai negara berdaulat.[19]

Ada sejumlah faktor lain yang menunjukkan posisi Taiwan sebagai negara bangsa yang berdaulat juga. Ini memiliki mata uang sendiri, Dolar Taiwan Baru. Ini memiliki bahasa sendiri, Mandarin Tradisional. Ia memiliki militernya sendiri dan ekonomi domestiknya sendiri yang berkembang pesat. Ini mengeluarkan paspornya sendiri yang diakui di seluruh dunia dan bahkan memiliki perjanjian bebas visa dengan lebih dari 150 negara. Dan Republik Tiongkok/Taiwan juga memiliki ideologi sendiri yaitu Ideologi Demokrasi yang jelas berbeda dengan Republik Rakyat Tiongkok/Cina yang berideologi Komunisme. Yang terpenting, ia juga memiliki budaya unik dan identitas nasionalnya sendiri. Bahkan Partai Komunis Tiongkok menilai bahwa orang Taiwan mengidentifikasi diri mereka sebagai orang Tionghoa/Chinese. Tetapi orang Taiwan mengatakan itu tidak benar dan jajak pendapat demi jajak pendapat terus menunjukkan bahwa mayoritas orang di Taiwan mengidentifikasi diri mereka sebagai orang Taiwan/Taiwanese. Meskipun ada banyak kesamaan antara budaya Republik Rakyat Tiongkok/Cina dan Republik Tiongkok/Taiwan, ada juga banyak perbedaan. Di bawah definisi yang diakui secara internasional, Taiwan memenuhi semua kriteria untuk menjadi negara. Hanya saja dibutuhkan pengakuan lebih banyak dari negara-negara lain agar Taiwan lebih dikenal, dll di mata Internasional.[19]

Pada tahun 1945, setelah berakhirnya Perang Dunia II, Republik Tiongkok, yang dipimpin oleh Kuomintang (KMT), mengambil alih Taiwan. Pada tahun 1949, setelah kehilangan kekuasaan atas Tiongkok daratan dalam Perang Saudara Tiongkok, pemerintah Republik Tiongkok di bawah KMT mundur ke Pulau Taiwan dan Chiang Kai-shek mendeklarasikan keadaan darurat militer. KMT memerintah Taiwan (termasuk juga Kinmen, Wuchiu, dan Kepulauan Matsu di seberang Selat Taiwan) sebagai negara satu-partai selama empat puluh tahun, sampai reformasi demokrasi pada tahun 1980-an, yang menuntun kepada pemilihan presiden pertama yang pernah langsung pada tahun 1996. Selama periode pasca-perang, Taiwan mengalami industrialisasi yang pesat dan pertumbuhan ekonomi, dan dikenal sebagai salah satu dari "Empat Macan Asia".

Permukiman prasejarah

Sejarah Taiwan di Taiwan
Zuozhen
Zuozhen
Changbin
Changbin
Eluanbi
Eluanbi
Dapenkeng
Dapenkeng
Taiwan, dengan situs-situs awal, dan 130 km-wide (81 mi) Selat Taiwan

Pada zaman Pleistosen Akhir, permukaan laut sekitar 140 m lebih rendah daripada saat ini, menampakkan dasar dangkal Selat Taiwan sebagai jembatan tanah yang dilintasi fauna daratan Tiongkok.[6] Bukti tertua kehadiran manusia di Taiwan terdiri dari tiga fragmen tengkorak dan sebuah gigi geraham yang ditemukan di Chouqu dan Gangzilin, di Distrik Zuozhen, Tainan, yang diperkirakan berumur antara 20.000 dan 30.000 tahun.[1][7] Artefak tertua adalah peralatan batu kebudayaan Paleolitikum yang ditemukan di empat gua di Changbin, Taitung, antara 15.000 sampai dengan 5.000 tahun yang lalu, dan mirip dengan situs kontemporer di Fujian. Kebudayaan yang sama ditemukan di situs di Eluanbi, di ujung selatan Taiwan, yang bertahan sampai 5.000 tahun yang lalu.[2][8] Pada awal zaman Holosen 10.000 tahun yang lalu, permukaan air laut naik, membentuk Selat Taiwan dan memisahkan Pulau Taiwan dari daratan Asia.[6]

Sekitar tahun 3.000 SM, kebudayaan Dapenkeng Neolitikum tiba-tiba muncul dan dengan cepat menyebar di seluruh pesisir pulau tersebut. Situs-situs tersebut dtandai dengan tembikar "corded-ware", kapak dari batu asah dan poin batusabak. Penduduk membudidayakan padi dan milet, tetapi juga sangat bergantung pada kerang laut dan ikan. Kebanyakan ahli percaya kebudayaan ini tidak berasal dari Changbinian, tapi dibawa melintasi selat oleh nenek moyang penduduk asli Taiwan saat ini, yang berbicara dalam bahasa Austronesia awal.[3][9] Beberapa suku bangsa ini kemudian bermigrasi dari Taiwan ke pulau-pulau di Asia Tenggara dan dari sana ke seluruh Pasifik dan Samudra Hindia. Bahasa Melayu-Polinesia sekarang digunakan dalam wilayah besar yang membentang dari Madagaskar ke Hawaii, Pulau Paskah, dan Selandia Baru, tetapi hanya membentuk satu cabang dari keluarga Austronesia, cabang selebihnya hanya ditemukan di Taiwan.[10][11][12][13]

Referensi

  1. ^ a b Olsen & Miller-Antonio (1992).
  2. ^ a b Jiao (2007), hlm. 89–90.
  3. ^ a b Jiao (2007), hlm. 91–94.
  4. ^ "Treaty between Koxinga and the Dutch Government". Taiwan Documents Project. Diakses tanggal 28 November 2015. 
  5. ^ C. Croizier, Ralph. "Zheng Chenggong". Encyclopædia Britannica, Inc. Diakses tanggal 28 November 2015. 
  6. ^ a b Chang (1989).
  7. ^ Zuozhen Man Diarsipkan 2012-07-15 di Archive.is, Encyclopedia of Taiwan.
  8. ^ Changbin Culture Diarsipkan 2014-05-03 di Wayback Machine., Encyclopedia of Taiwan.
  9. ^ Tapenkeng Site Diarsipkan 2012-07-15 di Archive.is, Encyclopedia of Taiwan.
  10. ^ Blust (1999).
  11. ^ Diamond (2000).
  12. ^ Hill et al. (2007).
  13. ^ Bird, Hope & Taylor (2004).

Lihat juga