Lompat ke isi

Aksi 5 Agustus 1989: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
←Membuat halaman berisi '{{inuse}} '''Aksi 5 Agustus 1989''' terjadi pada 5 Agustus 1989 ketika sekelompok mahasiswa Institut Teknologi Bandung melakukan unjuk rasa di Gedung Serba Guna ITB Bandung, Jawa Barat untuk memboikot kedatangan Menteri Dalam Negeri Rudini karena terlibat dalam konflik tanah dan penggusuran permukiman rakyat di berbagai daerah, antara lain di Pulau Panggung, Lampung Selatan. == Referensi == {{reflist}}...'
 
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1: Baris 1:
{{inuse}}
{{inuse}}
'''Aksi 5 Agustus 1989''' terjadi pada [[5 Agustus]] [[1989]] ketika sekelompok mahasiswa [[Institut Teknologi Bandung]] melakukan unjuk rasa di Gedung Serba Guna ITB [[Bandung]], [[Jawa Barat]] untuk memboikot kedatangan [[Rudini|Menteri Dalam Negeri Rudini]] karena terlibat dalam konflik tanah dan penggusuran permukiman rakyat di berbagai daerah, antara lain di [[Pulau Panggung, Tanggamus|Pulau Panggung, Lampung Selatan]].
'''Aksi 5 Agustus 1989''' terjadi pada [[5 Agustus]] [[1989]] ketika sekelompok mahasiswa [[Institut Teknologi Bandung]] melakukan unjuk rasa di Gedung Serba Guna ITB [[Bandung]], [[Jawa Barat]] untuk memboikot kedatangan [[Rudini|Menteri Dalam Negeri Rudini]] karena terlibat dalam konflik tanah dan penggusuran permukiman rakyat di berbagai daerah, antara lain di [[Pulau Panggung, Tanggamus|Pulau Panggung, Lampung Selatan]].

== Latar belakang ==
Tanggal 5 Agustus 1989, pihak rektorat mengundang para ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan di [[ITB]] untuk menghadiri acara Penerimaan Mahasiswa Baru dan Pembukaan Penataran [[Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila|P4]] Angkatan 1989. Menurut rencana, acara itu dihadiri [[Rudini|Menteri Dalam Negeri Jenderal TNI (Purn.) Rudini]] yang akan membuka penataran P4.

Ketua Himpunan Mahasiswa Biologi "Nymphaea", [[Affan Hidayat]] membawa surat undangan itu dalam pertemuan di Jalan Kanayakan Bawah, Bukit Dago pada 3 Agustus 1989.

Rumah di Jalan Kanayakan Bawah disewa [[Theodorus Jacob Koekertis|Ondos]] setelah [[Andar Manik]], penyewa sebelumnya pindah ke Bukit Dago Utara. Saat itu istri Andar, [[Marintan Sirait]], sedang menantikan kelahiran putra pertama mereka. Ondos menyewa rumah itu agar dapat konsentrasi penuh untuk menyelesaikan tugas akhir.

Selepas aksi advokasi mahasiswa untuk kasus Badega dan Kacapiring, Ondos dan Didi sibuk menyelesaikan tugas akhir perkuliahan. Namanya juga aktivis, mereka yang saat itu sedang ada di [[Bandung]] merasa perlu memberikan penyambutan kepada [[Rudini|Menteri Dalam Negeri Rudini]], mantan [[Daftar Kepala Staf TNI Angkatan Darat|Kepala Staf TNI Angkatan Darat]].

[[Ammarsjah]], Presiden Komite Pembelaan Mahasiswa, yang memimpin diskusi bertanya kepada peserta tentang surat undangan dari Rektorat [[ITB]]. "Masak ada pejabat negara masuk ITB dibiarkan begitu aja, sih?" tanya Didi. Pada dekade 1970-an sampai akhir 1980-an sangat jarang pejabat negara dapat berkunjung ke [[ITB]] tanpa disambut demonstrasi.

Peserta diskusi, kebanyakan para aktivis senior, sepakat [[Rudini|Menteri Dalam Negeri Rudini]] tidak sepantasnya hadir dalam pembukaan Penataran P4 di kampus [[ITB]]. Alasannya, banyak sorotan terhadap Rudini terkait konflik tanah dan penggusuran permukiman rakyat di berbagai daerah, antara lain di [[Pulau Panggung, Tanggamus|Pulau Panggung, Lampung Selatan]].

Salah satu hasil diskusi, Affan bertugas menghubungi Wijaya (Ketua Forum Komunikasi Himpunan Jurusan) agar FKHJ juga menolak kehadiran Rudini dan meminta Wijaya menyelenggarakan rapat bersama FKHJ-KPM.

Tanggal 4 Agustus sore, Ammarsjah membawa hasil diskusi di Jalan Kanayakan Bawah itu ke rapat FKHJ yang berlangsung di kantin Gedung Student Center Barat.

Rapat FKHJ sore itu sebenarnya digelar untuk mendiskusikan, mempertanyakan, dan mengambil sikap terhadap kebijakan ''zero drop-out'' yang dilansir [[Wiranto Arismunandar]], Rektor [[ITB]] yang pada saat itu baru 8 bulan menjabat.

Rapat yang dipimpin [[Bambang Sugianto|Bambang Sugianto L.N.]] (Ketua Badan Eksekutif FKHJ) mengajak FKHJ untuk memboikot kedatangan [[Rudini]]. FKHJ yang dipimpin [[Wijaya Santoso]] menyetujui usulan tersebut. Kesepakatan, KPM akan menggelar demonstrasi sebelum [[Rudini|Menteri Dalam Negeri Rudini]] memasuki Aula Gedung Serba Guna [[ITB]]. Setelah Menteri Dalam Negeri masuk, FKHJ membacakan pernyataan sikap dan melanjutkannya dengan ''walk-out''.


== Referensi ==
== Referensi ==

Revisi per 13 Agustus 2023 11.25

Aksi 5 Agustus 1989 terjadi pada 5 Agustus 1989 ketika sekelompok mahasiswa Institut Teknologi Bandung melakukan unjuk rasa di Gedung Serba Guna ITB Bandung, Jawa Barat untuk memboikot kedatangan Menteri Dalam Negeri Rudini karena terlibat dalam konflik tanah dan penggusuran permukiman rakyat di berbagai daerah, antara lain di Pulau Panggung, Lampung Selatan.

Latar belakang

Tanggal 5 Agustus 1989, pihak rektorat mengundang para ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan di ITB untuk menghadiri acara Penerimaan Mahasiswa Baru dan Pembukaan Penataran P4 Angkatan 1989. Menurut rencana, acara itu dihadiri Menteri Dalam Negeri Jenderal TNI (Purn.) Rudini yang akan membuka penataran P4.

Ketua Himpunan Mahasiswa Biologi "Nymphaea", Affan Hidayat membawa surat undangan itu dalam pertemuan di Jalan Kanayakan Bawah, Bukit Dago pada 3 Agustus 1989.

Rumah di Jalan Kanayakan Bawah disewa Ondos setelah Andar Manik, penyewa sebelumnya pindah ke Bukit Dago Utara. Saat itu istri Andar, Marintan Sirait, sedang menantikan kelahiran putra pertama mereka. Ondos menyewa rumah itu agar dapat konsentrasi penuh untuk menyelesaikan tugas akhir.

Selepas aksi advokasi mahasiswa untuk kasus Badega dan Kacapiring, Ondos dan Didi sibuk menyelesaikan tugas akhir perkuliahan. Namanya juga aktivis, mereka yang saat itu sedang ada di Bandung merasa perlu memberikan penyambutan kepada Menteri Dalam Negeri Rudini, mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat.

Ammarsjah, Presiden Komite Pembelaan Mahasiswa, yang memimpin diskusi bertanya kepada peserta tentang surat undangan dari Rektorat ITB. "Masak ada pejabat negara masuk ITB dibiarkan begitu aja, sih?" tanya Didi. Pada dekade 1970-an sampai akhir 1980-an sangat jarang pejabat negara dapat berkunjung ke ITB tanpa disambut demonstrasi.

Peserta diskusi, kebanyakan para aktivis senior, sepakat Menteri Dalam Negeri Rudini tidak sepantasnya hadir dalam pembukaan Penataran P4 di kampus ITB. Alasannya, banyak sorotan terhadap Rudini terkait konflik tanah dan penggusuran permukiman rakyat di berbagai daerah, antara lain di Pulau Panggung, Lampung Selatan.

Salah satu hasil diskusi, Affan bertugas menghubungi Wijaya (Ketua Forum Komunikasi Himpunan Jurusan) agar FKHJ juga menolak kehadiran Rudini dan meminta Wijaya menyelenggarakan rapat bersama FKHJ-KPM.

Tanggal 4 Agustus sore, Ammarsjah membawa hasil diskusi di Jalan Kanayakan Bawah itu ke rapat FKHJ yang berlangsung di kantin Gedung Student Center Barat.

Rapat FKHJ sore itu sebenarnya digelar untuk mendiskusikan, mempertanyakan, dan mengambil sikap terhadap kebijakan zero drop-out yang dilansir Wiranto Arismunandar, Rektor ITB yang pada saat itu baru 8 bulan menjabat.

Rapat yang dipimpin Bambang Sugianto L.N. (Ketua Badan Eksekutif FKHJ) mengajak FKHJ untuk memboikot kedatangan Rudini. FKHJ yang dipimpin Wijaya Santoso menyetujui usulan tersebut. Kesepakatan, KPM akan menggelar demonstrasi sebelum Menteri Dalam Negeri Rudini memasuki Aula Gedung Serba Guna ITB. Setelah Menteri Dalam Negeri masuk, FKHJ membacakan pernyataan sikap dan melanjutkannya dengan walk-out.

Referensi