Lompat ke isi

Taksaka: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Acaramoy (bicara | kontrib)
baru dan stub
 
M. Adiputra (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1: Baris 1:
[[Berkas:Parikchitburns.jpg|right|300px|thumb|Naga Taksaka menggigit Raja Parikesit sampai terbakar lalu menjadi abu]]
'''Taksaka''' adalah [[ular]] dalam [[mitologi Bali]] yang tinggal di [[kahyangan]]. Tidak semua ular ini mempunyai perilaku yang jahat.
Dalam [[mitologi Hindu]], '''Taksaka''' adalah salah satu [[naga]], putera dari Dewi [[Kadru]] dan [[Kashyapa]]. Ia tinggal di [[Nagaloka]] bersama saudara-saudaranya yang lain, yaitu [[Wasuki]], [[Ananta Bhoga]], dan lain-lain. Dalam [[Mahabharata]], Naga Taksaka adalah naga yang membunuh Raja [[Parikesit]].


Naga Taksaka juga muncul dalam [[mitologi Bali]], selayaknya pengaruh [[mitologi Hindu]] dari [[India]]. dalam mitologi Bali, '''Taksaka''' adalah [[ular]] yang tinggal di [[kahyangan]]. Tidak semua ular ini mempunyai perilaku yang jahat.
{{stub}}

==Kelahiran==

Dikisahkan bahwa Dewi [[Kadru]] yang tidak memiliki anak meminta Bagawan [[Kashyapa]] agar menganugerahinya dengan seribu orang anak. Lalu Bagawan Kashyapa memberikan seribu butir telur agar dirawat Dewi Kadru. Kelak dari telur-telur tersebut lahirlah putera-putera Dewi Kadru. Setelah lima ratus tahun berlalu, telur-telur tersebut menetas. Dari dalamnya keluarlah para naga. Naga yang terkenal adalah [[Wasuki]], [[Ananta]], dan Taksaka.

==Wafatnya Maharaja Parikesit==

Pada suatu ketika, Maharaja [[Parikesit]] dari [[Hastinapura]] berburu. Akhirnya ia kehilangan jejak buruannya dan bertanya kepada seorang pertapa bernama Bagawan [[Samiti]] yang duduk di sebuah pertapaan. Ia bertanya kepada pertapa tersebut, namun pertapa tersebut diam membisu. Karena marah, Sang Raja mengambil bangkai ular dengan panahnya dan mengalungkannya di leher Bagawan [[Samiti]]. Putera Bagawan Samiti, yaitu Sang Srenggi, merasa marah atas perbuatan tersebut dan mengutuk Raja Parikesit agar beliau mati digigit ular tujuh hari setelah kutukan diucapkan. Bagawan Samiti ingin membantu agar kutukan tersebut dibatalkan, namun Raja Parikesit malu dan lebih memilih melindungi diri dari kutukan tersebut. Kemudian Sang Srenggi mengutus Naga Taksaka untuk membunuh Sang Raja.

Pada hari yang ketujuh, naga Taksaka pergi ke [[Hastinapura]]. Di sana Sang Raja dilindungi dan dijaga oleh para [[brahmana]], prajurit, dan ahli mengobati [[racun|bisa]]. Agar mampu menjangkau Sang Raja, Naga Taksaka mengubah wujudnya menjadi [[ulat]] dan masuk dalam buah [[jambu]]. Lalu ia menyuruh naga yang lain untuk menyamar menjadi brahmana dan menghaturkan jambu tersebut. Pada saat Sang Raja menerima buah jambu dari brahmana yang menyamar tersebut, Naga Taksaka kembali ke wujud semula dan mengigit Raja [[Parikesit]]. Karena gigitan Sang Naga yang sakti, Raja Parikesit terbakar sampai menjadi abu.

==Upacara pengorbanan ular==

Putera Raja [[Parikesit]] adalah Raja [[Janamejaya]]. Ia diangkat menjadi raja pada usia muda. Saat Sang [[Utangka]] datang menghadap Sang Raja, ia menjelaskan penyebab kematian ayah Sang Raja, yaitu digigit Naga Taksaka. Untuk membalas dendam, Sang Raja mengadakan ''Sarpahoma'' atau upacara pengorbanan ular. Ia mengundang para [[brahmana]] untuk mendukung upacara tersebut. Namun firasat para brahmana mengatakan bahwa kelak upacara tersebut akan digagalkan oleh seorang brahmana.

Saat upacara berlangsung, api dinyalakan. Beberapa saat kemudian, ribuan ular dengan berbagai bentuk melayang, seolah-olah ditarik menuju lokasi upacara dan sampai di sana mereka ditelan api upacara yang berkobar. Banyak ular yang masuk ke dalam api membuat api semakin berkobar disebabkan oleh [[lemak]] ular-ular tersebut. Taksaka yang berada di [[Nagaloka]] merasa cemas lalu mengutus Sang [[Astika]] untuk memohon agar Raja [[Janamejaya]] membatalkan upacaranya. Sang Astika bersedia melakukannya lalu turun ke bumi. Naga Taksaka lalu mencari perlindungan kepada Dewa [[Indra]]. Badannya sudah ditarik oleh mantra-mantra suci agar lenyap dalam api pengorbanan, sehingga ia memegang ujung pakaian Dewa [[Indra]] erat-erat. Namun mantra diperhebat sehingga tubuh Dewa [[Indra]] bergoyang, dan ia takut jangan-jangan ikut masuk ke tungku pengorbanan. Akhirnya Dewa [[Indra]] melepaskan Naga Taksaka.

Sementara itu Sang [[Astika]] turun ke bumi dengan pakaian [[brahmana]] dan menghadap Raja Janamejaya. Sang Astika datang dengan takzim dan memuji keagungan Sang Raja. Raja [[Janamejaya]] terkesan dengan sikap Sang Astika dan menyanyakan apa yang dikehendakinya. Sang Astika lalu menjelaskan dampak buruk penyelenggaraan upacara tersebut dan memohon agar Sang Raja segera menghentikannya. Atas ketulusan Sang Astika, Sang Raja mengabulkan permohonan tersebut. Naga Taksaka hampir ditelan api pengorbanan Sang Raja, namun nyawanya tertolong berkat [[mantra]] Sang Astika. Upacara pengorbanan pun dibatalkan dan Naga Taksaka kembali ke [[Nagaloka]].

==Lihat pula==
* [[Adiparwa]] (kisah para naga)
* [[Parikesit]]
* [[Janamejaya]]


[[Kategori:mitologi Bali]]
[[Kategori:mitologi Bali]]

Revisi per 19 Agustus 2007 07.58

Berkas:Parikchitburns.jpg
Naga Taksaka menggigit Raja Parikesit sampai terbakar lalu menjadi abu

Dalam mitologi Hindu, Taksaka adalah salah satu naga, putera dari Dewi Kadru dan Kashyapa. Ia tinggal di Nagaloka bersama saudara-saudaranya yang lain, yaitu Wasuki, Ananta Bhoga, dan lain-lain. Dalam Mahabharata, Naga Taksaka adalah naga yang membunuh Raja Parikesit.

Naga Taksaka juga muncul dalam mitologi Bali, selayaknya pengaruh mitologi Hindu dari India. dalam mitologi Bali, Taksaka adalah ular yang tinggal di kahyangan. Tidak semua ular ini mempunyai perilaku yang jahat.

Kelahiran

Dikisahkan bahwa Dewi Kadru yang tidak memiliki anak meminta Bagawan Kashyapa agar menganugerahinya dengan seribu orang anak. Lalu Bagawan Kashyapa memberikan seribu butir telur agar dirawat Dewi Kadru. Kelak dari telur-telur tersebut lahirlah putera-putera Dewi Kadru. Setelah lima ratus tahun berlalu, telur-telur tersebut menetas. Dari dalamnya keluarlah para naga. Naga yang terkenal adalah Wasuki, Ananta, dan Taksaka.

Wafatnya Maharaja Parikesit

Pada suatu ketika, Maharaja Parikesit dari Hastinapura berburu. Akhirnya ia kehilangan jejak buruannya dan bertanya kepada seorang pertapa bernama Bagawan Samiti yang duduk di sebuah pertapaan. Ia bertanya kepada pertapa tersebut, namun pertapa tersebut diam membisu. Karena marah, Sang Raja mengambil bangkai ular dengan panahnya dan mengalungkannya di leher Bagawan Samiti. Putera Bagawan Samiti, yaitu Sang Srenggi, merasa marah atas perbuatan tersebut dan mengutuk Raja Parikesit agar beliau mati digigit ular tujuh hari setelah kutukan diucapkan. Bagawan Samiti ingin membantu agar kutukan tersebut dibatalkan, namun Raja Parikesit malu dan lebih memilih melindungi diri dari kutukan tersebut. Kemudian Sang Srenggi mengutus Naga Taksaka untuk membunuh Sang Raja.

Pada hari yang ketujuh, naga Taksaka pergi ke Hastinapura. Di sana Sang Raja dilindungi dan dijaga oleh para brahmana, prajurit, dan ahli mengobati bisa. Agar mampu menjangkau Sang Raja, Naga Taksaka mengubah wujudnya menjadi ulat dan masuk dalam buah jambu. Lalu ia menyuruh naga yang lain untuk menyamar menjadi brahmana dan menghaturkan jambu tersebut. Pada saat Sang Raja menerima buah jambu dari brahmana yang menyamar tersebut, Naga Taksaka kembali ke wujud semula dan mengigit Raja Parikesit. Karena gigitan Sang Naga yang sakti, Raja Parikesit terbakar sampai menjadi abu.

Upacara pengorbanan ular

Putera Raja Parikesit adalah Raja Janamejaya. Ia diangkat menjadi raja pada usia muda. Saat Sang Utangka datang menghadap Sang Raja, ia menjelaskan penyebab kematian ayah Sang Raja, yaitu digigit Naga Taksaka. Untuk membalas dendam, Sang Raja mengadakan Sarpahoma atau upacara pengorbanan ular. Ia mengundang para brahmana untuk mendukung upacara tersebut. Namun firasat para brahmana mengatakan bahwa kelak upacara tersebut akan digagalkan oleh seorang brahmana.

Saat upacara berlangsung, api dinyalakan. Beberapa saat kemudian, ribuan ular dengan berbagai bentuk melayang, seolah-olah ditarik menuju lokasi upacara dan sampai di sana mereka ditelan api upacara yang berkobar. Banyak ular yang masuk ke dalam api membuat api semakin berkobar disebabkan oleh lemak ular-ular tersebut. Taksaka yang berada di Nagaloka merasa cemas lalu mengutus Sang Astika untuk memohon agar Raja Janamejaya membatalkan upacaranya. Sang Astika bersedia melakukannya lalu turun ke bumi. Naga Taksaka lalu mencari perlindungan kepada Dewa Indra. Badannya sudah ditarik oleh mantra-mantra suci agar lenyap dalam api pengorbanan, sehingga ia memegang ujung pakaian Dewa Indra erat-erat. Namun mantra diperhebat sehingga tubuh Dewa Indra bergoyang, dan ia takut jangan-jangan ikut masuk ke tungku pengorbanan. Akhirnya Dewa Indra melepaskan Naga Taksaka.

Sementara itu Sang Astika turun ke bumi dengan pakaian brahmana dan menghadap Raja Janamejaya. Sang Astika datang dengan takzim dan memuji keagungan Sang Raja. Raja Janamejaya terkesan dengan sikap Sang Astika dan menyanyakan apa yang dikehendakinya. Sang Astika lalu menjelaskan dampak buruk penyelenggaraan upacara tersebut dan memohon agar Sang Raja segera menghentikannya. Atas ketulusan Sang Astika, Sang Raja mengabulkan permohonan tersebut. Naga Taksaka hampir ditelan api pengorbanan Sang Raja, namun nyawanya tertolong berkat mantra Sang Astika. Upacara pengorbanan pun dibatalkan dan Naga Taksaka kembali ke Nagaloka.

Lihat pula