Naga
Naga merupakan satu dari makhluk legenda yang memiliki karakteristik serupa reptil yang muncul dalam banyak cerita rakyat berbagai budaya di dunia. Kepercayaan terhadap naga berbeda-beda pada setiap daerah, tetapi naga dalam mitologi barat sejak Abad Pertengahan Atas dideskripsikan sebagai makhluk yang memiliki sayap, tanduk, empat kaki, dan dapat mengeluarkan nafas api. Sedangkan, dalam budaya timur, naga biasanya digambarkan sebagai makhluk tak bersayap, memiliki empat kaki, memiliki bentuk seperti ular dengan kecerdasan yang diatas rata-rata. Selain itu, naga digambarkan memiliki sifat yang merupakan gabungan dari fitur dalam ras felin, aves, dan reptil. Para mahasiswa mempercayai bahwa naga kemungkinan besar merupakan gambaran dari buaya, khususnya dengan karakteristik tempat tinggalnya, yaitu di rawa-rawa ataupun hutam lebat, juga struktur tubuhnya, menjadikan hewan ini sebagai asal-usul penggambaran dari naga Oriental modern.[1][2]
Etimologi
[sunting | sunting sumber]Istilah "naga" merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta, yaitu nāgá (नाग) yang berarti "ular kobra" yang berasal dari penamaan ular kobra India (Naja naja). Sinonim untuk nāgá adalah phaṇin (फणिन्). Sebetulnya terdapat beberapa kata yang juga berarti "ular" secara umum, dan satu dari yang paling sering digunakan adalah sarpá (सर्प). Terkadang, kata nāgá juga memiliki arti sebagai "ular" secara umum.[3] Kata tersebut memiliki kata asal yang sama dengan snake dalam bahasa Inggris, dan kata snake berasal dari bahasa rumpun Jermanik: *snēk-a-, Proto-IE: *(s)nēg-o- (dengan pergerakan s).
Dalam bahasa Inggris, kata dragon berasal dari bahasa Prancis Kuno yang masuk kedalam bahasa Inggris pada awal abad ke-13, kata dragon tersebut juga berasal dari bahasa Latin: draconem (bentuk normatif dari draco) yang berarti "ular raksasa, naga", dari bahasa Yunani Kuno δράκων, drákōn (bentuk genitif dari δράκοντος, drákontos) "ular laut, ular raksasa".[5][6] Istilah naga dalam bahasa Yunani dan Latin mengacu pada ular manapun yang berukuran besar dan tidak harus sebagai makhluk mitologi.[7] Kata bahasa Yunani δράκων kemungkinan besar berasal dari kata kerja dalam bahasa Yunani δέρκομαι (dérkomai) yang berarti "Aku melihat", dan menjadi ἔδρακον (édrakon) dalam bentuk aorist.[6] Asal-usul penamaan ini yang kemungkinan menjadi sebutan untuk sesuatu yang memiliki "tatapan yang mematikan"[8] atau mata yang memancarkan cahaya yang tidak biasa[9] ataupun "tajam",[10][11] juga bisa berarti untuk menggambarkan mata ular yang kelihatannya selalu terbuka dan setiap dari mata tersebut bisa melihat menembus kelopak matanya yang transparan dan bersisik, yang tertutup secara permanen. Kata dalam bahasa Yunani tersebut juga kemungkinan berasal dari basis kata *derḱ- dalam bahasa Indo-Eropa yang berarti "melihat"; dan akar kata bahasa Sansekerta दृश् (dr̥ś-) yang juga berarti "melihat".[12]
Afrika
[sunting | sunting sumber]Mesir
[sunting | sunting sumber]Apep; Nama/ejaan lain: Apophis merupakan sebuah makhluk berwujud ular dalam mitologi Mesir, makhluk tersebut tinggal di Duat yang merupakan dunia bawah Mesir.[13][14] Artefak tersebut ditulis pada sekitar 310 SM pada serat papyrus Bhemner-Rhind dan sekaligus menjadi salah satu bukti dari kisah Mesir yang menyatakan bahwa terbenamnya matahari disebabkan oleh Ra yang berangkat ke Duat untuk melawan Apep.[13][14] Dalam beberapa tulisan lain disebutkan, bahwa Apep memiliki panjang delapan orang dewasa dengan kepala yang terbuat dari batu rijang.[14] Badai petir dan gempa bumi diyakini sebagai akibat dari rauman Apep[15] dan gerhana matahari diyakini sebagai akibat dari Apep yang menyerang Ra pada siang hari.[15]
Pandangan Terhadap Naga
[sunting | sunting sumber]Naga, dalam berbagai peradaban dikenal dengan nama dragon (Inggris), draken (Skandinavia), Liong (Tiongkok), dikenal sebagai makhluk superior yang berwujud menyerupai ular, kadang bisa menyemburkan api, habitatnya di seluruh ruang (air, darat, udara). Meskipun penggambaran wujudnya berbeda-beda, tetapi secara umum spesifikasi makhluk tersebut digambarkan sebagai makhluk sakti.
Sosok naga di dunia barat digambarkan sebagai monster, cenderung merusak dan bersekutu dengan kekuatan gelap. Dicitrakan sebagai tokoh antagonis yang seharusnya dihancurkan. Seseorang bisa mendapat gelar pahlawan atau ksatria dengan membunuh naga. Pendek kata, naga adalah ancaman bagi manusia.
Tidak demikian halnya dengan citra naga di peradaban timur. Di Tiongkok, naga dianggap sebagai sosok yang bijaksana dan agung layaknya dewa. Naga adalah satu-satunya hewan mitos yang menjadi simbol Shio. Budaya Minangkabau mengenal dongeng Ngarai Sianok yang diciptakan oleh Sang Naga. Hiasan berbentuk naga juga sangat lekat dengan budaya Jawa, umumnya terdapat di gamelan, pintu candi dan gapura, sebagai lambang penjaga. Masyarakat Dayak juga menggambarkan Naga sebagai penguasa dunia bawah, dan Burung Enggang sebagai penguasa dunia atas. Naga di peradaban timur mendapat tempat terhormat, karena meskipun mempunyai kekuatan dahsyat yang bisa menghancurkan, tetapi tidak semena-mena dan bahkan bisa mengayomi.
Naga atau Ular menurut pandangan kebanyakan Orang Indonesia, dianggap sebagai lambang dunia bawah. Sebelum Zaman Hindu (Neolithicum), di Indonesia terdapat anggapan bahwa dunia ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu dunia bawah dan dunia atas, dan masing-masing mempunyai sifat yang bertentangan. Dunia bawah antara lain dilambangkan dengan bumi, bulan, gelap, air, ular, kura-kura, buaya. Sedangkan dunia atas dilambangkan dengan matahari, terang, atas, kuda, rajawali.[16]
Pandangan semacam itu juga hampir merata di seluruh bangsa Asia. Dalam cerita Mahabarata maupun pandangan kebanyakan Orang Indonesia sendiri sebelum Zaman Hindu, naga atau ular selalu berhubungan dengan air, sedangkan air mutlak diperlukan sebagai sarana pertanian.
Tiongkok
[sunting | sunting sumber]Dalam tradisi Tionghoa juga terdapat makhluk bernama Liong atau Lung yang umumnya diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan istilah naga. Makhluk ini digambarkan sebagai ular berukuran raksasa, lengkap dengan tanduk, sungut, dan cakar, sehingga berbeda dengan gambaran naga versi India.
Naga versi Tionghoa dianggap sebagai simbol kekuatan alam, khususnya angin topan. Pada umumnya makhluk ini dianggap memiliki sifat yang baik selama ia selalu dihormati. Naga dianggap sebagai penjelmaan roh orang suci yang belum bisa masuk surga. Biasanya roh orang suci menjelma dalam bentuk naga kecil dan menyusup ke dalam bumi untuk menjalani tidur dalam waktu lama. Setelah tubuhnya membesar, ia bangun dan terbang menuju surga.
Sebagian ilmuwan berpendapat, naga dalam kebudayaan Tionghoa merupakan makhluk khayal yang diciptakan oleh masyarakat zaman dahulu akibat penemuan fosil dinosaurus. Makhluk ini juga dikenal dalam kebudayaan Jepang dengan istilah Ryuu.
Naga dalam shio memiliki arti kebenaran. Arti lain adalah perlindungan dan keperkasaan. Shio naga terdapat pada tahun 2012, 2000, 1988, 1876, 1964, 1952, 1940. Shio naga memiliki kemampuan mulut yang baik dan sayangnya sering membuatnya celaka.
Kalimantan
[sunting | sunting sumber]Naga dalam budaya Kalimantan (suku Dayak) dianggap sebagai simbol alam bawah. Naga digambarkan hidup di dalam air atau tanah dan disebut sebagai Naga Lipat Bumi. Naga merupakan perwujudan dari Tambun yaitu makhluk yang hidup dalam air.
Menurut budaya Kalimantan, alam semesta merupakan perwujudan "Dwitunggal Semesta" yaitu alam atas yang dikuasai oleh Mahatala atau Pohotara, yang disimbolkan enggang gading (burung), sedangkan alam bawah dikuasai oleh Jata atau Juata yang disimbolkan sebagai naga (reptil). Alam atas bersifat panas (maskulin) sedangkan alam bawah bersifat dingin (feminim). Manusia hidup di antara keduanya.
Dalam budaya Banjar, alam bawah merupakan milik Puteri Junjung Buih sedangkan alam atas milik Pangeran Suryanata, pasangan suami isteri yang mendirikan dinasti kerajaan Banjar. Setelah berkembangnya agama Islam, maka oleh suku Banjar alam atas dianggap dikuasai oleh Nabi Daud, sedangkan alam bawah dikuasai oleh Nabi Khidir Dalam arsitektur rumah Banjar, makhluk naga dan burung enggang gading diwujudkan dalam bentuk tatah ukiran, tetapi sebagai budaya yang tumbuh di bawah pengaruh agama Islam yang tidak memperkenankan membuat ukiran makhluk bernyawa, maka bentuk-bentuk makhluk bernyawa tersebut disamarkan atau didistilir dalam bentuk ukiran tumbuh-tumbuhan.
Eropa
[sunting | sunting sumber]Mitos dan dongeng rakyat tentang naga juga telah tumbuh di dunia Barat sejak berabad-abad silam. Naga dalam dunia Barat digambarkan sebagai kadal raksasa dengan 2 tangan dan 2 kaki serta memiliki sayap besar pula, ia juga memiliki kemampuan untuk menyemburkan lidah-lidah api dan hidup di gua. Naga seperti ini adalah naga yang terlihat dalam film Harry Potter and the Goblet of Fire & Harry Potter and the Deathly Hallows part 2 Naga ini selalu digambarkan suka memangsa manusia.
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]Referensi
[sunting | sunting sumber]Kutipan
[sunting | sunting sumber]- ^ Stromberg, Joseph (23 January 2012). "Where Did Dragons Come From?". Smithsonian. Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 October 2019. Diakses tanggal 2 September 2019.
- ^ "Archeologists Find Crocodile is Prototype of Dragon". People's Daily. 29 April 2000. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2 September 2019. Diakses tanggal 2 September 2019.
- ^ Apte, Vaman Shivram (1997). The student's English-Sanskrit dictionary (edisi ke-3rd rev. & enl.). Delhi: Motilal Banarsidass. ISBN 81-208-0299-3., p. 423. The first definition of nāgaḥ given reads "A snake in general, particularly the cobra." p.539
- ^ Beowulf; a heroic poem of the 8th century, with tr., note and appendix by T. Arnold, 1876, p. 196.
- ^ Ogden 2013, hlm. 4.
- ^ a b Δράκων Diarsipkan 20 June 2010 di Wayback Machine., Henry George Liddell, Robert Scott, A Greek-English Lexicon, at Perseus project
- ^ Ogden 2013, hlm. 2–4.
- ^ "Dragon | Origin and meaning of dragon by Online Etymology Dictionary".
- ^ "Greek Word Study Tool".
- ^ "Guns, herbs, and sores: Inside the dragon's etymological lair". 25 April 2015.
- ^ Wyld, Henry Cecil (1946). The Universal Dictionary Of The English Language. hlm. 334.
- ^ Skeat, Walter W. (1888). An etymological dictionary of the English language. Oxford: Oxford Clarendon Press. hlm. 178.
- ^ a b Ogden 2013, hlm. 11.
- ^ a b c Niles 2013, hlm. 35.
- ^ a b Niles 2013, hlm. 36.
- ^ "Naga dan Dewi Sri dalam Budaya Jawa". 8 March 2012. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-05. Diakses tanggal 2012-03-08.
Daftar pustaka
[sunting | sunting sumber]- Anthony, David W. (2007), The Horse, the Wheel, and Language: How Bronze-Age Riders from the Eurasian Steppes Shaped the Modern World, Princeton, England: Princeton University Press, ISBN 978-0691148182, diarsipkan dari versi asli tanggal 27 March 2017, diakses tanggal 18 March 2018
- Bates, Roy. Chinese Dragons. Oxford University Press, 2002. ISBN 0-195-92856-3.
- Berman, Ruth (1984). "Dragons for Tolkien and Lewis". Mythlore. East Lansing, Michigan: Mythopoeic Society. 11: 53–58.
- Ballentine, Debra Scoggins (2015), The Conflict Myth and the Biblical Tradition, Oxford, England: Oxford University Press, ISBN 978-0-19-937025-2
- Berman, Ruth (1984). "Victorian Dragons". Children's Literature in Education. 15: 220–233. doi:10.1007/BF01137186.
- Black, Jeremy; Green, Anthony (1992), Gods, Demons and Symbols of Ancient Mesopotamia: An Illustrated Dictionary, The British Museum Press, ISBN 0-7141-1705-6
- Blount, Margaret Joan (1975). "Dragons". Animal Land: the Creatures of Children's Fiction. New York: William Morrow. hlm. 116–130. ISBN 0-688-00272-2.
- Charlesworth, James H. (2010), The Good and Evil Serpent: How a Universal Symbol Became Christianized, New Haven, Connecticut: Yale University Press, ISBN 978-0-300-14082-8
- Cipa, Shawn (2008), Carving Gargoyles, Grotesques, and Other Creatures of Myth: History, Lore, and 12 Artistic Patterns, Petersburg, Pennsylvania: Fox Chapel Publishing Inc., ISBN 978-1-56523-329-4
- Day, John (2002), Yahweh and the Gods and Goddesses of Canaan, Continuum, ISBN 9780567537836
- Deacy, Susan (2008), Athena, London and New York: Routledge, ISBN 978-0-415-30066-7
- Dębicka, Maria, "Dragon's Den", Zamek Królewski na Wawelu, diarsipkan dari versi asli tanggal 20 November 2018, diakses tanggal 31 March 2018
- Dinsmoor, William Bell (1973), The Architecture of Ancient Greece: An Account of its Historic Development, New York City, New York: Biblo and Tannen, ISBN 978-0-8196-0283-1
- Doja, Albert (2005), "Mythology and Destiny" (PDF), Anthropos, 100 (2): 449–462, doi:10.5771/0257-9774-2005-2-449, diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 29 August 2019, diakses tanggal 12 February 2020 . JSTOR 40466549
- Elsie, Robert (2001). A Dictionary of Albanian Religion, Mythology and Folk Culture. London: Hurst & Company. ISBN 1-85065-570-7. Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 June 2020. Diakses tanggal 12 February 2020.
- Fee, Christopher R. (2011), Chance, Jane, ed., Mythology in the Middle Ages: Heroic Tales of Monsters, Magic, and Might, Praeger Series on the Middle Ages, Santa Barbara, California, Denver, Colorado, and Oxford, England, ISBN 978-0-313-02725-3
- Fontenrose, Joseph Eddy (1980) [1959], Python: A Study of Delphic Myth and Its Origins, Berkeley, California, Los Angeles, California, and London, England: The University of California Press, ISBN 0-520-04106-2
- Friar, Stephen; Ferguson, John (1993), Basic Heraldry, New York City, New York and London, England: W. W. Norton & Company, ISBN 0-393-03463-1
- Garrett, Valery M. Chinese Dragon Robes. Oxford University Press, 1999. ISBN 0-195-90499-0.
- Giammanco Frongia, Rosanna M.; Giorgi, Rosa; Zuffi, Stefano (2005). Angels and Demons in Art. Los Angeles: J. Paul Getty Museum. ISBN 0-89236-830-6.
- Grasshoff, Gerd (1990), Toomer, Gerald, ed., The History of Ptolemy's Star Catalogue, Studies in the History of Mathematics and Physical Sciences, 14, New York City, New York, Berlin, Germany, Heidelberg, Germany, London, England, Paris, France, Tokyo, Japan, and Hong Kong, China: Springer-Verlag, ISBN 978-1-4612-8788-9
- Haimerl, Edgar (2013), "Sigurðr, a Medieval Hero", dalam Acker, Paul; Larrington, Carolyne, Revisiting the Poetic Edda: Essays on Old Norse Heroic Legend, New York City, New York and London, England: Routledge, ISBN 978-0-203-09860-8
- Hanlon, Tina (2003). "The Taming of Dragons in Twentieth Century Picture Books". Journal of the Fantastic in the Arts. 14: 7–27.
- Hornung, Erik (2001), The Secret Lore of Egypt: Its Impact on the West, Ithaca, New York and London, England: Cornell University Press, ISBN 0-8014-3847-0
- Hughes, Jonathan (2005), "Politics and the Occult in the Court of Edward IV", dalam Gosman, Martin; MacDonald, Alasdair; Vanderjagt, Arjo, Princes and Princely Culture: 1450-1650, Leiden, The Netherlands and Boston, Massachusetts: Brill, ISBN 90-04-13690-8
- Ingersoll, Ernest; Henry Fairfield Osborn (2013). The Illustrated Book of Dragons and Dragon Lore. Chiang Mai, Thailand: Cognoscenti Books. ISBN 9781304112422.
- Johnsgard, Paul Austin; Johnsgard, Karin (1982). Dragons and unicorns : a natural history. New York: St. Martin's Press. ISBN 0-312-21895-8. Diarsipkan dari versi asli tanggal 22 December 2016. Diakses tanggal 22 September 2016.
- Jones, David E. (2000), An Instinct for Dragons, New York City, New York and London, England: Routledge, ISBN 0-415-92721-8, diarsipkan dari versi asli tanggal 27 December 2016, diakses tanggal 22 September 2016
- Kelly, Henry Ansgar (2006), Satan: A Biography, Cambridge, England: Cambridge University Press, ISBN 978-0521604024
- Kitowska-Łysiak, Małgorzata; Wolicka, Elżbieta (1999), Miejsce rzeczywiste, miejsce wyobrażone: studia nad kategorią miejsca w przestrzeni kultury, Towarzystwo Naukowe Katolickiego Uniwersytetu Lubelskiego [Scientific Society of the Catholic University of Lublin], ISBN 9788387703745
- Littleton, C. Scott (2002). Mythology: The Illustrated Anthology of World Myth and Storytelling. Thunder Bay Press (CA). ISBN 1-57145-827-1.
- MacCulloch, J. A. (1998) [1948], The Celtic and Scandinavian Religions, Chicago, Illinois: Academy Chicago Publishers, ISBN 0-897-33-434-5
- Mallory, J. P.; Adams, D.Q. (2006), The Oxford Introduction to Proto-Indo-European and the Proto-Indo-European World, Oxford, England: Oxford University Press, ISBN 978-0-19-929668-2
- Malone, Michael S. (2012), The Guardian of All Things: The Epic Story of Human Memory, New York City, New York: St. Martin's Press, ISBN 978-1-250-01492-4
- Mayor, Andrienne (2000), The First Fossil Hunters: Dinosaurs, Mammoths, and Myth in Greek and Roman Times, Princeton, New Jersey: Princeton University Press, ISBN 0-691-05863-6
- Mayor, Adrienne (2005), Fossil Legends of the First Americans, Princeton, New Jersey: Princeton University Press, ISBN 0-691-11345-9
- Morgan, Giles (21 January 2009), St George: Knight, Martyr, Patron Saint and Dragonslayer, Edison, New Jersey: Chartwell Books, Inc., ISBN 978-0785822325
- Manning-Sanders, Ruth (1977). A Book of Dragons. London: Methuen. ISBN 0-416-58110-2.
- Nikolajeva, Maria (2012), "The development of children's fantasy", dalam James, Edward; Mendlesohn, Farah, The Cambridge Companion to Fantasy Literature, Cambridge, England: Cambridge University Press, hlm. 50–61, ISBN 978-0-521-72873-7
- Niles, Doug (2013), Dragons: The Myths, Legends, and Lore, Avon, Massachusetts: Adams Media, ISBN 978-1-4405-6216-7[pranala nonaktif permanen]
- Ogden, Daniel (2013), Drakon: Dragon Myth and Serpent Cult in the Ancient Greek and Roman Worlds, Oxford, England: Oxford University Press, ISBN 978-0-19-955732-5
- Osmond, Andrew (2002). "Dragons in Film". Cinefantastique. Vol. 34. hlm. 58–59.
- Rauer, Christine (2000), Beowulf and the Dragon: Parallels and Analogues, Cambridge, England: D. S. Brewer, ISBN 0-85991-592-1
- Rożek, Michał (1988), Cracow: A Treasury of Polish Culture and Art, Kraków, Poland: Interpress Publishers, hlm. 27, ISBN 9788322322451, diarsipkan dari versi asli tanggal 12 June 2020, diakses tanggal 31 March 2018
- Schwab, Sandra Martina (2005). "Dragons". Dalam Gary Westfahl. The Greenwood Encyclopedia of Science Fiction and Fantasy: Themes, Works, and Wonders. 1. Westport, CT: Greenwood Press. hlm. 214–216. ISBN 0-313-32951-6.
- Shuker, Karl (1995). Dragons: a Natural History. New York: Simon & Schuster. ISBN 0-684-81443-9.
- Sikorski, Czesław (1997), "Wood Pitch as Combat Chemical in the Light of the Jan Długosz's Annals and Some of the Old Polish Military Treatises", Proceedings of the First International Symposium on Wood Tar and Pitch: 235
- Sherman, Josepha (2015) [2008], Storytelling: An Encyclopedia of Mythology and Folklore, New York City, New York and London, England: Routledge, ISBN 978-0-7656-8047-1
- Swaddling, Judith (1989), The Ancient Olympic Games, London, England: British Museum Press, ISBN 0-292-77751-5
- Thurston, Herbert (1909), "St. George", The Catholic Encyclopedia, 6, New York City, New York: Robert Appleton Company, hlm. 453–455, diarsipkan dari versi asli tanggal 27 April 2019, diakses tanggal 25 March 2018
- Unerman, Sandra (2000). "Dragons in Fantasy". Vector (211): 14–16.
- Visser, Marinus Willem de; The Dragon in China and Japan Diarsipkan 28 May 2016 di Wayback Machine., Amsterdam, J. Müller 1913.
- Volker, T. (1975) [1950], The Animal in Far Eastern Art: And Especially in the Art of the Japanese Netsuke with Reference to Chinese Origins, Traditions, Legends, and Art, Leiden, The Netherlands: Brill, ISBN 90-04-04295-4
- Walter, Christopher (2003), The Warrior Saints in Byzantine Art and Tradition, Farnham, England: Ashgate Publishing, ISBN 9781840146943
- West, Martin Litchfield (2007), Indo-European Poetry and Myth, Oxford, England: Oxford University Press, ISBN 978-0-19-928075-9
- Williamson, Jamie (2015), The Evolution of Modern Fantasy: From Antiquarianism to the Ballantine Adult Fantasy Series, New York City, New York and Basingstoke, England, doi:10.1057/9781137515797, ISBN 978-1-137-51579-7
- Yang, Lihui; An, Deming; Turner, Jessica Anderson (2005), Handbook of Chinese Mythology, Handbooks of World Mythology, Oxford, England: Oxford University Press, ISBN 978-0-19-533263-6