Takhta: Perbedaan antara revisi
k r2.6.4) (bot Menambah: he:כס |
k r2.7.3) (bot Menambah: ar:عرش |
||
Baris 27: | Baris 27: | ||
[[an:Cadiera reyal]] |
[[an:Cadiera reyal]] |
||
[[ar:عرش]] |
|||
[[bg:Трон]] |
[[bg:Трон]] |
||
[[br:Tron]] |
[[br:Tron]] |
Revisi per 9 Oktober 2012 13.01
Takhta (kadang ditulis Tahta) atau Singgasana adalah kursi duduk resmi bagi seorang penguasa untuk menjalankan fungsi seremonial maupun negara. Dalam pandangan abstrak, istilah tahta bisa merujuk kepada monarki maupun raja sendiri, dan juga digunakan dalam beberapa ungkapan seperti "kekuasaan di balik tahta".
Etimologi
Istilah takhta dalam bahasa Indonesia berasal dari pengaruh serapan bahasa Persia yang memiliki arti sama persis, yaitu kursi kebesaran penguasa. Istilah yang lebih awal dalam kebudayaan Indonesia purba adalah singgasana yang berasal dari bahasa Sanskerta sinhasana yang berarti kursi singa. Singa adalah lambang kebesaran dan keagungan dalam kebudayaan Hindu dan Buddha, sebagai contoh singgasana berukir singa lazim ditemukan dalam kesenian Jawa kuno abad ke-8, seperti di relief Borobudur dan Prambanan. Singgasana Buddha Wairocana di Candi Mendut, serta singgasana Dewi Tara di Candi Kalasan berukir Makara, Singa, dan Gajah.
Daftar singgasana terkenal
- Tahta Sulaiman
- Tahta Apollo, Amyclae
- Tahta Santo Edward, Westminster Abbey, London
- Tahta Charlemagne, Aachen
- Sedia gestatoria kepausan
- Tahta Daud milik Kaisar Etiopia
- Tahta Gading Ivan yang Ganas
- Tahta Suci
- Tahta Emas Ashanti
- Tahta Merak Kaisar Mughal, kemudian menjadi Tahta Merak Shah Persia dan Takht-e Marmar Shah Persia
- Tahta Seruni, tahta Kaisar Jepang
- Tahta Naga, tahta Kaisar Tiongkok
- Tahta Phoenix, tahta para raja Korea
- Tahta Singa, tahta Dalai Lama, penguasa Tibet