Iri: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan |
k +templat |
||
Baris 1: | Baris 1: | ||
[[File:Théodore Géricault hiena de Salpêtrière.jpg|thumb|Lukisan seorang wanita dengan iri hati obsesif, karya Théodore Géricault]] |
[[File:Théodore Géricault hiena de Salpêtrière.jpg|thumb|Lukisan seorang wanita dengan iri hati obsesif, karya Théodore Géricault]] |
||
Iri hati ({{lang-en|envy}}, {{lang-la|invidia}}) adalah suatu [[emosi]] yang timbul ketika seseorang yang tidak memiliki suatu keunggulan -- baik [[prestasi]], [[kekuasaan]], atau lainnya -- menginginkan yang tidak dimilikinya itu, atau mengharapkan orang lain yang memilikinya agar kehilangannya.<ref name="Parrot,Smith,1993">Parrott, W. G., & Smith, R. H. (1993). "Distinguishing the experiences of envy and jealousy." ''Journal of Personality and Social Psychology'', 64, 906–920.</ref> |
'''Iri hati''' ({{lang-en|envy}}, {{lang-la|invidia}}) adalah suatu [[emosi]] yang timbul ketika seseorang yang tidak memiliki suatu keunggulan -- baik [[prestasi]], [[kekuasaan]], atau lainnya -- menginginkan yang tidak dimilikinya itu, atau mengharapkan orang lain yang memilikinya agar kehilangannya.<ref name="Parrot,Smith,1993">Parrott, W. G., & Smith, R. H. (1993). "Distinguishing the experiences of envy and jealousy." ''Journal of Personality and Social Psychology'', 64, 906–920.</ref> |
||
[[Bertrand Russell]], seorang [[filsuf]] dan peraih [[hadiah Nobel]] [[Sastra]], mengatakan bahwa iri hati adalah salah satu penyebab utama ketidakbahagiaan. Orang yang iri hati tidak hanya menyebabkan ketidakbahagiaan bagi dirinya sendiri, orang tersebut bahkan mengharapkan kemalangan orang lain. Russel berpendapat bahwa ketidakstabilan [[status sosial]] di dunia modern, juga doktrin kesetaraan dari [[demokrasi]] dan [[sosialisme]], sangat berperan memperluas penyebaran iri hati dalam suatu kalangan masyarakat. Karena itu iri hati adalah sesuatu yang jahat, namun menurutnya kejahatan ini musti ditanggung demi tercapainya suatu [[sistem sosial]] yang lebih berkeadilan.<ref>{{cite book|last=Russell|first=Bertrand|title=The Conquest of Happiness|publisher=Horace Liveright|location=[[New York]]|year=1930|page=90-91}}</ref> |
[[Bertrand Russell]], seorang [[filsuf]] dan peraih [[hadiah Nobel]] [[Sastra]], mengatakan bahwa iri hati adalah salah satu penyebab utama ketidakbahagiaan. Orang yang iri hati tidak hanya menyebabkan ketidakbahagiaan bagi dirinya sendiri, orang tersebut bahkan mengharapkan kemalangan orang lain. Russel berpendapat bahwa ketidakstabilan [[status sosial]] di dunia modern, juga doktrin kesetaraan dari [[demokrasi]] dan [[sosialisme]], sangat berperan memperluas penyebaran iri hati dalam suatu kalangan masyarakat. Karena itu iri hati adalah sesuatu yang jahat, namun menurutnya kejahatan ini musti ditanggung demi tercapainya suatu [[sistem sosial]] yang lebih berkeadilan.<ref>{{cite book|last=Russell|first=Bertrand|title=The Conquest of Happiness|publisher=Horace Liveright|location=[[New York]]|year=1930|page=90-91}}</ref> |
||
Baris 25: | Baris 25: | ||
{{Wiktionary}} |
{{Wiktionary}} |
||
{{reflist}} |
{{reflist}} |
||
{{Templat:Tujuh Dosa Pokok}} |
|||
[[Kategori:Emosi]] |
[[Kategori:Emosi]] |
Revisi per 27 Februari 2015 15.30
Iri hati (bahasa Inggris: envy, bahasa Latin: invidia) adalah suatu emosi yang timbul ketika seseorang yang tidak memiliki suatu keunggulan -- baik prestasi, kekuasaan, atau lainnya -- menginginkan yang tidak dimilikinya itu, atau mengharapkan orang lain yang memilikinya agar kehilangannya.[1]
Bertrand Russell, seorang filsuf dan peraih hadiah Nobel Sastra, mengatakan bahwa iri hati adalah salah satu penyebab utama ketidakbahagiaan. Orang yang iri hati tidak hanya menyebabkan ketidakbahagiaan bagi dirinya sendiri, orang tersebut bahkan mengharapkan kemalangan orang lain. Russel berpendapat bahwa ketidakstabilan status sosial di dunia modern, juga doktrin kesetaraan dari demokrasi dan sosialisme, sangat berperan memperluas penyebaran iri hati dalam suatu kalangan masyarakat. Karena itu iri hati adalah sesuatu yang jahat, namun menurutnya kejahatan ini musti ditanggung demi tercapainya suatu sistem sosial yang lebih berkeadilan.[2]
Sementara itu beberapa psikolog berpendapat bahwa ada dua jenis iri hati, yaitu iri hati yang berbahaya dan iri hati yang jinak; dimana saat ini iri hati jinak sedang diusulkan sebagai suatu jenis kekuatan motivasi yang positif.[3][4] Namun belum ada penelitian ahli yang membuktikan hal tersebut.
Perbandingan dengan kecemburuan
Kata-kata "iri hati" and "kecemburuan" sering digunakan dengan maksud yang sama dalam penggunaan sehari-hari, namun sebenarnya kedua kata tersebut merujuk pada dua emosi yang berbeda.[1] Kecemburuan merupakan rasa takut, atau akibat, dari kehilangan sesuatu yang dimilikinya atau orang lain yang melekat padanya (suatu peralihan afeksi seseorang yang mencintai, atas orang yang dicintainya, dalam bentuk yang umum). Sedangkan iri hati adalah suatu kebencian yang disebabkan karena orang lain memiliki sesuatu yang tidak dimilikinya, dan ia menginginkannya bagi dirinya sendiri.[5] Jadi iri hati berkaitan dengan rasa ingin memiliki atas yang tidak dimilikinya, sementara kecemburuan berkaitan dengan rasa takut kehilangan atas miliknya.
Pandangan Agama
Kekristenan
Rasa iri dalam hati menyebabkan pelanggaran terhadap perintah kesepuluh dari "Sepuluh Perintah Allah". Kitab Suci menggambarkan dengan baik mengenai iri hati dalam perumpamaan yang disampaikan Nabi Natan saat hendak menyadarkan Raja Daud dari kesalahannya (2 Samuel 12:1-10); orang kaya dalam perumpamaan tersebut iri akan domba satu-satunya yang dimiliki si miskin dan akhirnya mengambil dombanya --serupa dengan yang dilakukan Raja Daud terhadap Uria (2 Samuel 11:1-27). Dan iri hati dapat menghantar seseorang sampai kepada perbuatan-perbuatan terjahat yang dapat dilakukannya (Kejadian 4:3-8, 1 Raja-raja 21:1-29).
Katolik
Karena iri hati menyebabkan timbulnya dosa-dosa lain maka Katekismus Gereja Katolik (KGK) memasukkannya dalam "Tujuh dosa pokok". Seseorang yang iri berarti bahwa ia kecewa atau cemburu atas keuntungan orang lain dan menginginkannya secara tidak wajar untuk dirinya sendiri dengan cara yang tidak adil. Sehingga seseorang melakukan dosa berat karena menginginkan yang jahat bagi sesamanya (Lihat: Bobot Dosa). Santo Gregorius Agung mengatakan bahwa iri hati menimbulkan kedengkian, fitnah, hujat, kegirangan akan kesengsaraan orang lain, dan menyesalkan keberuntungannya; sementara Santo Agustinus memandangnya sebagai "dosa setani" (diabolical sin). (KGK #2539)[6]
St. Yohanes dari Damaskus -- sebagaimana dikutip oleh St Thomas Aquinas dalam Summa Theologia -- mengatakan bahwa iri hati adalah satu jenis penderitaan, dan iri hati adalah penderitaan atas kebaikan orang lain.[7] Sehingga kebajikan yang adalah lawannya yaitu kebaikan hati; namun karena iri hati seringkali timbul akibat kesombongan, karena seseorang yang iri merasa dirinya layak untuk memiliki apa yang tidak dimilikinya, maka setiap orang yang telah dibaptis harus melatih diri untuk hidup dalam kerendahan hati. (KGK #2540)[6]
Apakah engkau ingin melihat Tuhan dimuliakan melalui engkau? Jika ya, bergembiralah atas kemajuan saudaramu dan engkau akan memberi kemuliaan bagi Tuhan. Karena hamba-Nya dapat menaklukkan iri hati dengan bergembira atas jasa-jasa orang lain, Tuhan akan dipuji.
— St. Yohanes Krisostomus[6]
Referensi
- ^ a b Parrott, W. G., & Smith, R. H. (1993). "Distinguishing the experiences of envy and jealousy." Journal of Personality and Social Psychology, 64, 906–920.
- ^ Russell, Bertrand (1930). The Conquest of Happiness. New York: Horace Liveright. hlm. 90-91.
- ^ van de Ven N ; et al. "Leveling up and down: the experiences of benign and malicious envy".
- ^ "Why Envy Motivates Us". PsyBlog.
- ^ Neu, J., 1980, "Jealous Thoughts," in Rorty (ed.) Explaining Emotions, Berkeley: U.C. Press.
- ^ a b c "Catechism of the Catholic Church - The Tenth Commandment". Holy See.
- ^ Thomas Aquinas. "The Summa Theologica II-II.Q36.A1 (Envy - Whether envy is a kind of sorrow?)" (edisi ke-1920, Second and Revised Edition). New Advent.