Lompat ke isi

Perundingan Linggajati: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
AKYT (bicara | kontrib)
Hasil perundingan: linggarjati
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 20: Baris 20:
{{wikisource|Perjanjian Linggarjati}}
{{wikisource|Perjanjian Linggarjati}}
Hasil perundingan tersebut menghasilkan 17 pasal yang antara lain berisi:
Hasil perundingan tersebut menghasilkan 17 pasal yang antara lain berisi:
# Belanda mengakui secara de facto wilayah [[Republik Indonesia]], yaitu Jawa, Sumatera dan Madura.
# Belanda mengakui secara de facto wilayah [[Republik Indonesia]], yaitu Jawa dan Madura.
# Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal [[1 Januari]] [[1949]].
# Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal [[1 Januari]] [[1949]].
# Pihak Belanda dan Indonesia Sepakat membentuk negara RIS.
# Pihak Belanda dan Indonesia Sepakat membentuk negara RIS.

Revisi per 6 September 2015 14.36

Gedung Perundingan Linggarjati di Cilimus, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.
Perundingan Linggajati

Perundingan Linggajati atau kadang juga disebut Perundingan Lingga'r'jati adalah suatu perundingan antara Indonesia dan Belanda di Linggarjati, Jawa Barat yang menghasilkan persetujuan mengenai status kemerdekaan Indonesia. Hasil perundingan ini ditandatangani di Istana Merdeka Jakarta pada 15 November 1946 dan ditandatangani secara sah oleh kedua negara pada 25 Maret 1947.

Latar Belakang

Masuknya AFNEI yang diboncengi NICA ke Indonesia karena Jepang menetapkan 'status quo' di Indonesia menyebabkan terjadinya konflik antara Indonesia dengan Belanda, seperti contohnya peristiwa 10 November, selain itu pemerintah Inggris menjadi penanggung jawab untuk menyelesaikan konflik politik dan militer di Asia. Oleh sebab itu, Sir Archibald Clark Kerr, Diplomat Inggris, mengundang Indonesia dan Belanda untuk berunding di Hooge Veluwe, namun perundingan tersebut gagal karena Indonesia meminta Belanda mengakui kedaulatannya atas Jawa, Sumatera dan Pulau Madura, namun Belanda hanya mau mengakui Indonesia atas Jawa dan Madura saja.

Misi pendahuluan

Pada akhir Agustus 1946, pemerintah Inggris mengirimkan Lord Killearn ke Indonesia untuk menyelesaikan perundingan antara Indonesia dengan Belanda. Pada tanggal 7 Oktober 1946 bertempat di Konsulat Jenderal Inggris di Jakarta dibuka perundingan Indonesia-Belanda dengan dipimpin oleh Lord Killearn. Perundingan ini menghasilkan persetujuan gencatan senjata (14 Oktober) dan meratakan jalan ke arah perundingan di Linggarjati yang dimulai tanggal 11 November 1946.

Jalannya perundingan

Dalam perundingan ini Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir, Belanda diwakili oleh tim yang disebut Komisi Jendral dan dipimpin oleh Wim Schermerhorn dengan anggota H.J. van Mook,dan Lord Killearn dari Inggris bertindak sebagai mediator dalam perundingan ini.

Hasil perundingan

Hasil perundingan tersebut menghasilkan 17 pasal yang antara lain berisi:

  1. Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa dan Madura.
  2. Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
  3. Pihak Belanda dan Indonesia Sepakat membentuk negara RIS.
  4. Dalam bentuk RIS Indonesia harus tergabung dalam Commonwealth/Persemakmuran Indonesia-Belanda dengan mahkota negeri Belanda sebagai kepala uni.

Pro dan Kontra di kalangan masyarakat Indonesia

Salah satu poster yang dipajang di Bangunan Cagar Budaya Gedung Perundingan Linggarjati berisikan himbauan pencegahan konflik akibat pro kontra masyarakat Indonesia terhadap hasil perundingan.

Perjanjian Linggarjati menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia, contohnya beberapa partai seperti Partai Masyumi, PNI, Partai Rakyat Indonesia, dan Partai Rakyat Jelata. Partai-partai tersebut menyatakan bahwa perjanjian itu adalah bukti lemahnya pemerintahan Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan negara Indonesia. Untuk menyelesaikan permasalahan ini, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 6/1946, dimana bertujuan menambah anggota Komite Nasional Indonesia Pusat agar pemerintah mendapat suara untuk mendukung perundingan linggarjati.

Pelanggaran Perjanjian

Pelaksanaan hasil perundingan ini tidak berjalan mulus. Pada tanggal 20 Juli 1947, Gubernur Jendral H.J. van Mook akhirnya menyatakan bahwa Belanda tidak terikat lagi dengan perjanjian ini, dan pada tanggal 21 Juli 1947, meletuslah Agresi Militer Belanda I. Hal ini merupakan akibat dari perbedaan penafsiran antara Indonesia dan Belanda.

Referensi

  • Machdi Suhadi, Sutarjo Adisusilo, A. Kardiyat Wiharyanto (2006). Ilmu Pengetahuan Sosial Sejarah untuk SMP dan MTs kelas IX. Erlangga. hlm. 30.