Lompat ke isi

Thomas Bradwardine: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bot: Penggantian teks otomatis (-Pranala Luar +Pranala luar)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 12: Baris 12:
== Referensi ==
== Referensi ==
{{reflist}}
{{reflist}}
{{Uskup-Uskup Agung Canterbury}}


[[Kategori:Kelahiran 1290]]
[[Kategori:Kelahiran 1290]]

Revisi per 6 Juni 2016 12.25

Gambar Ilustrasi Maut Hitam (Wabah Penyakit)

Thomas Bradwardine(1290-26 August 1349), lahir di Inggris, merupakan seorang uskup agung Canterbury pada tahun 1349.[1] Ia belajar dan mengajar di Meiton dan Balliol College.[2] Pada tahun 1337, ia diangkat sebagai pejabat pada Katedral St. Paul dan memegang jabatan ini hingga tahun 1348.[2] Pada tahun 1349, Bradwardine meninggal akibat Maut Hitam atau penyakit sampar, setelah 38 hari bertugas sebagai uskup agung Canterburry.[2]

Thomas sadar bahwa anugerah Allah adalah pemberian cuma-cuma, yang tidak dapat diperoleh sebagai imbalan atas usaha kita.[2] Atas dasar inilah, Bradwardine menulis karyanya yaitu De Causa Dei Adversus Pelagium (Perkara Allah melawan Pelagius).[2] Dalam karya itu, ia menentang semi-pelagianisme.[2] Ia menentang ide determinisme perbintangan yaitu ajaran bahwa nasib kita ditakdirkan oleh bintang-bintang.[2] Bradwardine berpandangan bahwa segala sesuatu terjadi karena Allah menyebabkan dan mengarahkannya; dalam artian segala sesuatu perlu terjadi.[2] Allah memperbolehkannya, karena Allah telah menghendakinya.[2] Dengan ini, Bradwardine dengan tegas menyatakan bahwa tidak benar segala sesuatu terjadi karena mutlak perlu.[2] Keperluan yang ia maksudkan tidak meniadakan kehendak bebas manusia.[2] Hal ini tidak berarti orang berdosa mempunyai kebebasan etis. [2] Manusia tidak bisa memilih yang baik kecuali didorong oleh anugerah Allah.[2]Sekalipun demikian, manusia setiap waktu mempunyai kebebasan psikologis yang menghendaki secara bebas dan spontan bukan karena dipaksa oleh pengaruh dari luar.[2]

Bradwardine juga memberikan pandangannya mengenai kedaulatan Allah.[2] Ia menekankan bahwa manusia, sebagai manusia, tidak dapat berbuat baik.[2] Juga terlepas dari kejatuhan dalam dosa, sebelum kejatuhan itu, manusia tidak dapat berbuat baik tanpa anugerah Allah.[2] Artinya, takdir Allah berdaulat dan manusia tergantung pada anugerah, karena ia adalah makhluk.[2]

Pranala luar

Referensi

  1. ^ (Inggris) J.D. Douglas. 1978. The New International Dictionary of the Christian Church. Grand Rapids: Regency Reference Library. Hlm. 151
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r (Indonesia) Tony Lane. 2005. Runtut Pijar. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 112