Lompat ke isi

Yorishiro: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k →‎Referensi: minor cosmetic change
k Robot: Perubahan kosmetika
Baris 1: Baris 1:
[[Image:Yuki_Shrine_-_giant_Sugi.jpg|thumb|200 px|''Yorishiro'' yang umum dijumpai di [[Jepang]] yaitu sebuah pohon besar.]]
[[Berkas:Yuki_Shrine_-_giant_Sugi.jpg|thumb|200 px|''Yorishiro'' yang umum dijumpai di [[Jepang]] yaitu sebuah pohon besar.]]
{{nihongo|'''Yorishiro'''|依り代・依代・憑り代・憑代}} dalam terminologi [[Shinto]] adalah suatu objek yang mampu menarik [[spirit]] yang disebut ''[[kami (mitologi)|kami]]'', sehingga memberikannya ruang fisik untuk ditempati<ref name="Tamura20"/> selama kegiatan keagamaan. Selama upacara, ''yorishiro'' dipakai untuk memanggil ''kami'' yang akan dipuja.<ref name="EoS"/> Kata ''yorishiro'' secara [[harfiah]] berarti "mendatangkan pengganti".<ref name="Tamura20"/> Apabila ''yorishiro'' dipakai sebagai tempat bersemayam ''kami'', maka ia disebut ''[[shintai]]''. Tali yang disebut ''[[shimenawa]]'' dihiasi dengan lipatan kertas yang disebut ''[[shide (Shinto)|shide]]'' seringkali melilit ''yorishiro'' untuk menegaskan kesan kesuciannya. Seseorang dapat berperan sebagai suatu ''yorishiro'', dan dalam kasus ini disebut {{nihongo|''yorimashi''|憑坐|extra=secara [[harfiah]] berarti "orang yang dirasuki"}} atau {{nihongo|''kamigakari''|神懸り・神憑|extra="yang dikendalikan ''kami''"}}.<ref>Iwanami {{nihongo|[[Kōjien]]|広辞苑}} Japanese dictionary, 6th Edition (2008), DVD version</ref>
{{nihongo|'''Yorishiro'''|依り代・依代・憑り代・憑代}} dalam terminologi [[Shinto]] adalah suatu objek yang mampu menarik [[spirit]] yang disebut ''[[kami (mitologi)|kami]]'', sehingga memberikannya ruang fisik untuk ditempati<ref name="Tamura20"/> selama kegiatan keagamaan. Selama upacara, ''yorishiro'' dipakai untuk memanggil ''kami'' yang akan dipuja.<ref name="EoS"/> Kata ''yorishiro'' secara [[harfiah]] berarti "mendatangkan pengganti".<ref name="Tamura20"/> Apabila ''yorishiro'' dipakai sebagai tempat bersemayam ''kami'', maka ia disebut ''[[shintai]]''. Tali yang disebut ''[[shimenawa]]'' dihiasi dengan lipatan kertas yang disebut ''[[shide (Shinto)|shide]]'' seringkali melilit ''yorishiro'' untuk menegaskan kesan kesuciannya. Seseorang dapat berperan sebagai suatu ''yorishiro'', dan dalam kasus ini disebut {{nihongo|''yorimashi''|憑坐|extra=secara [[harfiah]] berarti "orang yang dirasuki"}} atau {{nihongo|''kamigakari''|神懸り・神憑|extra="yang dikendalikan ''kami''"}}.<ref>Iwanami {{nihongo|[[Kōjien]]|広辞苑}} Japanese dictionary, 6th Edition (2008), DVD version</ref>


Baris 7: Baris 7:
''Yorishiro'' dan sejarahnya terkait erat dengan kemunculan [[kuil Shinto]]. Bangsa Jepang Kuno tidak memiliki gagasan mengenai dewa-dewi antropomorfis (menyerupai manusia), namun merasakan kehadiran para spirit di alam beserta fenomenanya.<ref name="Tamura20">Tamura (2000:21)</ref> Gunung, hutan, hujan, angin, petir dan kadangkala hewan dipercaya mengandung kekuatan spiritual, dan perwujudan material dari kekuatan tersebut dipuja sebagai ''kami'', suatu entitas yang esensinya mendekati konsep [[mana]] dalam masyarakat Polinesia daripada [[Tuhan]] menurut [[Dunia Barat]].<ref name="Tamura20"/> Tetua desa meminta nasihat ''kami'' dan mengembangkan ''yorishiro'', alat yang dipakai untuk menarik perhatian ''kami'' yang bekerja seperti [[penangkal petir]].<ref name="Tamura20"/> ''Yorishiro'' dipersiapkan untuk menarik ''kami'' dan memberikannya suatu ruang fisik untuk ditempati agar dapat diakses oleh manusia biasa untuk keperluan keagamaan.<ref name="Tamura20"/> Karena tujuan inilah maka ''yorishiro'' masih digunakan hingga sekarang.<ref name="EoS"/> Sidang dewan desa diselenggarakan di titik sunyi di wilayah gunung atau hutan dekat pohon besar, batu, atau benda alami lain yang dapat berfungsi sebagai ''yorishiro''.<ref name="Tamura20"/> Tempat suci tersebut beserta ''yorishiro'' yang ada perlahan-lahan berkembang menjadi [[kuil Shinto|kuil]] seperti yang bisa disaksikan sekarang.<ref name="Tamura20"/> Bangunan yang pertama didirikan pada kompleks kuil pada mulanya merupakan gubuk biasa yang dipakai untuk menyimpan beberapa ''yorishiro''.<ref name="Tamura20"/>
''Yorishiro'' dan sejarahnya terkait erat dengan kemunculan [[kuil Shinto]]. Bangsa Jepang Kuno tidak memiliki gagasan mengenai dewa-dewi antropomorfis (menyerupai manusia), namun merasakan kehadiran para spirit di alam beserta fenomenanya.<ref name="Tamura20">Tamura (2000:21)</ref> Gunung, hutan, hujan, angin, petir dan kadangkala hewan dipercaya mengandung kekuatan spiritual, dan perwujudan material dari kekuatan tersebut dipuja sebagai ''kami'', suatu entitas yang esensinya mendekati konsep [[mana]] dalam masyarakat Polinesia daripada [[Tuhan]] menurut [[Dunia Barat]].<ref name="Tamura20"/> Tetua desa meminta nasihat ''kami'' dan mengembangkan ''yorishiro'', alat yang dipakai untuk menarik perhatian ''kami'' yang bekerja seperti [[penangkal petir]].<ref name="Tamura20"/> ''Yorishiro'' dipersiapkan untuk menarik ''kami'' dan memberikannya suatu ruang fisik untuk ditempati agar dapat diakses oleh manusia biasa untuk keperluan keagamaan.<ref name="Tamura20"/> Karena tujuan inilah maka ''yorishiro'' masih digunakan hingga sekarang.<ref name="EoS"/> Sidang dewan desa diselenggarakan di titik sunyi di wilayah gunung atau hutan dekat pohon besar, batu, atau benda alami lain yang dapat berfungsi sebagai ''yorishiro''.<ref name="Tamura20"/> Tempat suci tersebut beserta ''yorishiro'' yang ada perlahan-lahan berkembang menjadi [[kuil Shinto|kuil]] seperti yang bisa disaksikan sekarang.<ref name="Tamura20"/> Bangunan yang pertama didirikan pada kompleks kuil pada mulanya merupakan gubuk biasa yang dipakai untuk menyimpan beberapa ''yorishiro''.<ref name="Tamura20"/>


Asal mulanya dapat ditelusuri melalui istilah {{nihongo|''hokura''|神庫}}, secara harfiah berarti "rumah penyimpanan dewa", yang berkembang menjadi ''[[hokora]]'' (juga ditulis dengan huruf 神庫), salah satu kata kuno yang berarti "kuil".<ref name="Tamura20"/> Kebanyakan benda keramat yang bisa didapati di [[kuil Shinto]] pada masa kini (pohon, [[Yata_no_kagami|cermin]], [[Kusanagi-no-tsurugi|pedang]], [[Yasakani_no_magatama|batu ''magatama'']]) pada awalnya merupakan ''yorishiro'', dan kemudian menjadi ''kami'' menurut fungsi masing-masing.<ref name="Tamura20"/>
Asal mulanya dapat ditelusuri melalui istilah {{nihongo|''hokura''|神庫}}, secara harfiah berarti "rumah penyimpanan dewa", yang berkembang menjadi ''[[hokora]]'' (juga ditulis dengan huruf 神庫), salah satu kata kuno yang berarti "kuil".<ref name="Tamura20"/> Kebanyakan benda keramat yang bisa didapati di [[kuil Shinto]] pada masa kini (pohon, [[Yata no kagami|cermin]], [[Kusanagi-no-tsurugi|pedang]], [[Yasakani no magatama|batu ''magatama'']]) pada awalnya merupakan ''yorishiro'', dan kemudian menjadi ''kami'' menurut fungsi masing-masing.<ref name="Tamura20"/>


== ''Yorishiro'' yang umum ==
== ''Yorishiro'' yang umum ==
[[Image:Meotoiwa.jpg|thumb|right|[[Meoto Iwa]], batu suami istri]]
[[Berkas:Meotoiwa.jpg|thumb|right|[[Meoto Iwa]], batu suami istri]]
''Yorishiro'' yang umum meliputi pedang, cermin, tongkat ritual yang dihiasi dengan lipatan kertas yang disebut [[gohei]], permata berbentuk [[,|tanda koma]] yang disebut {{nihongo|''[[magatama]]''|勾玉 atau 曲玉}}, {{nihongo|batu besar|岩境|iwasaka}} atau {{nihongo|''iwakura''|磐座}}, dan pohon keramat.<ref name="Tamura20"/><ref name="EoS"/> ''Kami'' biasanya mendiami batu atau pohon yang berbentuk tak lazim, atau di dalam gua dan gundukan tanah.<ref name="nakamaki"/> ''Yorishiro'' juga bisa berupa orang, dan dalam kasus ini disebut {{nihongo|''yorimashi''|憑坐}}.<ref name="EoS">Okada, "Yorishiro"</ref>
''Yorishiro'' yang umum meliputi pedang, cermin, tongkat ritual yang dihiasi dengan lipatan kertas yang disebut [[gohei]], permata berbentuk [[,|tanda koma]] yang disebut {{nihongo|''[[magatama]]''|勾玉 atau 曲玉}}, {{nihongo|batu besar|岩境|iwasaka}} atau {{nihongo|''iwakura''|磐座}}, dan pohon keramat.<ref name="Tamura20"/><ref name="EoS"/> ''Kami'' biasanya mendiami batu atau pohon yang berbentuk tak lazim, atau di dalam gua dan gundukan tanah.<ref name="nakamaki"/> ''Yorishiro'' juga bisa berupa orang, dan dalam kasus ini disebut {{nihongo|''yorimashi''|憑坐}}.<ref name="EoS">Okada, "Yorishiro"</ref>


Baris 19: Baris 19:


=== Iwakura ===
=== Iwakura ===
[[File:Maneki-neko-ja.jpg|thumb|150 px|''Maneki-neko'' dipercaya mengundang ''kami'' keberuntungan]]
[[Berkas:Maneki-neko-ja.jpg|thumb|150 px|''Maneki-neko'' dipercaya mengundang ''kami'' keberuntungan]]
Pemujaan batu juga tidak jarang di Jepang. Suatu ''iwakura'' adalah formasi batuan semata yang diyakini mengundang ''kami'' untuk hadir di sana, sehingga menjadikannya wilayah suci.<ref name="iwa">Sugiyama, "Iwakura"</ref> Seiring waktu berjalan, melalui proses asosiasi, ''iwakura'' sendiri dianggap keramat.<ref name="iwa"/> Penelitian arkeologi Jepang memastikan bahwa pemujaan tersebut sudah ada sejak zaman purba.<ref name="iwa"/> Bahkan pada masa kini, di kuil Shinto, batu-batu yang dipercaya berkaitan dengan ''kami'' yang dipuja di kuil bersangkutan dipakai untuk sesajen bagi ''kami'' tersebut.<ref name="iwa"/>
Pemujaan batu juga tidak jarang di Jepang. Suatu ''iwakura'' adalah formasi batuan semata yang diyakini mengundang ''kami'' untuk hadir di sana, sehingga menjadikannya wilayah suci.<ref name="iwa">Sugiyama, "Iwakura"</ref> Seiring waktu berjalan, melalui proses asosiasi, ''iwakura'' sendiri dianggap keramat.<ref name="iwa"/> Penelitian arkeologi Jepang memastikan bahwa pemujaan tersebut sudah ada sejak zaman purba.<ref name="iwa"/> Bahkan pada masa kini, di kuil Shinto, batu-batu yang dipercaya berkaitan dengan ''kami'' yang dipuja di kuil bersangkutan dipakai untuk sesajen bagi ''kami'' tersebut.<ref name="iwa"/>


Baris 29: Baris 29:


== Lihat pula ==
== Lihat pula ==
*[[Shintai]]
* [[Shintai]]


== Catatan kaki ==
== Catatan kaki ==
Baris 35: Baris 35:


== Referensi ==
== Referensi ==
*{{cite web|url=http://www.nanzan-u.ac.jp/SHUBUNKEN/publications/jjrs/pdf/168.pdf
* {{cite web|url=http://www.nanzan-u.ac.jp/SHUBUNKEN/publications/jjrs/pdf/168.pdf
|title=The "Separate" Coexistence of Kami and Hotoke - A Look at Yorishiro
|title=The "Separate" Coexistence of Kami and Hotoke - A Look at Yorishiro
|last=Nakamaki
|last=Nakamaki
Baris 81: Baris 81:
|accessdate=2008-07-18
|accessdate=2008-07-18
}}
}}
*{{cite book
* {{cite book
|last=Tamura
|last=Tamura
|first=Yoshiro
|first=Yoshiro
Baris 94: Baris 94:
}}
}}


[[Category:Shinto]]
[[Kategori:Shinto]]
[[Category:Istilah keagamaan Jepang]]
[[Kategori:Istilah keagamaan Jepang]]
[[Kategori:Kata dan frasa Jepang]]
[[Kategori:Kata dan frasa Jepang]]

Revisi per 11 Juni 2016 09.52

Yorishiro yang umum dijumpai di Jepang yaitu sebuah pohon besar.

Yorishiro (依り代・依代・憑り代・憑代) dalam terminologi Shinto adalah suatu objek yang mampu menarik spirit yang disebut kami, sehingga memberikannya ruang fisik untuk ditempati[1] selama kegiatan keagamaan. Selama upacara, yorishiro dipakai untuk memanggil kami yang akan dipuja.[2] Kata yorishiro secara harfiah berarti "mendatangkan pengganti".[1] Apabila yorishiro dipakai sebagai tempat bersemayam kami, maka ia disebut shintai. Tali yang disebut shimenawa dihiasi dengan lipatan kertas yang disebut shide seringkali melilit yorishiro untuk menegaskan kesan kesuciannya. Seseorang dapat berperan sebagai suatu yorishiro, dan dalam kasus ini disebut yorimashi (憑坐, secara harfiah berarti "orang yang dirasuki") atau kamigakari (神懸り・神憑, "yang dikendalikan kami").[3]

Konsep dan penerapan yorishiro tidaklah berlaku eksklusif di Jepang, namun muncul secara spontan dalam kebudayaannya yang animistis.[4] Dalam agama monoteistis, hewan dan benda-benda alam hanyalah ciptaan Yang Mahakuasa, sedangkan bagi para animis mereka adalah tempat alami bagi bersemayamnya para roh, yang disebut kami dalam budaya Jepang.[4]

Sejarah

Yorishiro dan sejarahnya terkait erat dengan kemunculan kuil Shinto. Bangsa Jepang Kuno tidak memiliki gagasan mengenai dewa-dewi antropomorfis (menyerupai manusia), namun merasakan kehadiran para spirit di alam beserta fenomenanya.[1] Gunung, hutan, hujan, angin, petir dan kadangkala hewan dipercaya mengandung kekuatan spiritual, dan perwujudan material dari kekuatan tersebut dipuja sebagai kami, suatu entitas yang esensinya mendekati konsep mana dalam masyarakat Polinesia daripada Tuhan menurut Dunia Barat.[1] Tetua desa meminta nasihat kami dan mengembangkan yorishiro, alat yang dipakai untuk menarik perhatian kami yang bekerja seperti penangkal petir.[1] Yorishiro dipersiapkan untuk menarik kami dan memberikannya suatu ruang fisik untuk ditempati agar dapat diakses oleh manusia biasa untuk keperluan keagamaan.[1] Karena tujuan inilah maka yorishiro masih digunakan hingga sekarang.[2] Sidang dewan desa diselenggarakan di titik sunyi di wilayah gunung atau hutan dekat pohon besar, batu, atau benda alami lain yang dapat berfungsi sebagai yorishiro.[1] Tempat suci tersebut beserta yorishiro yang ada perlahan-lahan berkembang menjadi kuil seperti yang bisa disaksikan sekarang.[1] Bangunan yang pertama didirikan pada kompleks kuil pada mulanya merupakan gubuk biasa yang dipakai untuk menyimpan beberapa yorishiro.[1]

Asal mulanya dapat ditelusuri melalui istilah hokura (神庫), secara harfiah berarti "rumah penyimpanan dewa", yang berkembang menjadi hokora (juga ditulis dengan huruf 神庫), salah satu kata kuno yang berarti "kuil".[1] Kebanyakan benda keramat yang bisa didapati di kuil Shinto pada masa kini (pohon, cermin, pedang, batu magatama) pada awalnya merupakan yorishiro, dan kemudian menjadi kami menurut fungsi masing-masing.[1]

Yorishiro yang umum

Meoto Iwa, batu suami istri

Yorishiro yang umum meliputi pedang, cermin, tongkat ritual yang dihiasi dengan lipatan kertas yang disebut gohei, permata berbentuk tanda koma yang disebut magatama (勾玉 atau 曲玉), batu besar (岩境, iwasaka) atau iwakura (磐座), dan pohon keramat.[1][2] Kami biasanya mendiami batu atau pohon yang berbentuk tak lazim, atau di dalam gua dan gundukan tanah.[4] Yorishiro juga bisa berupa orang, dan dalam kasus ini disebut yorimashi (憑坐).[2]

Pohon

Didasari oleh sifat dasar agama Shinto, maka yorishiro umumnya berupa objek alami berupa pohon. Secara siginifikan, huruf untuk kata kuil Shinto (神社, 社 dan 杜縄) semuanya dapat dibaca jinja, yashiro, serta "mori" ("hutan").[5] Cara baca ini mencerminkan fakta bahwa kuil Shinto terawal merupakan hutan suci semata yang ditempati oleh kami.[5] Banyak kuil yang pekarangannya masih ditumbuhi yorishiro asli, yaitu suatu pohon besar yang dilit tali suci yang disebut shimenawa (標縄・注連縄・七五三縄).[1] Kini pohon besar semacam itu dianggap keramat semata, dan tidak lagi mewakili sosok kami.[1]

Altar Shinto yang disebut himorogi biasanya berupa area persegi yang tiap sudutnya ditancapi oleh bambu hijau atau sakaki dan diikat oleh tali pembatas suci (shimenawa'').[6] A branch of sakaki at the center is erected as a yorishiro.[6]

Iwakura

Maneki-neko dipercaya mengundang kami keberuntungan

Pemujaan batu juga tidak jarang di Jepang. Suatu iwakura adalah formasi batuan semata yang diyakini mengundang kami untuk hadir di sana, sehingga menjadikannya wilayah suci.[7] Seiring waktu berjalan, melalui proses asosiasi, iwakura sendiri dianggap keramat.[7] Penelitian arkeologi Jepang memastikan bahwa pemujaan tersebut sudah ada sejak zaman purba.[7] Bahkan pada masa kini, di kuil Shinto, batu-batu yang dipercaya berkaitan dengan kami yang dipuja di kuil bersangkutan dipakai untuk sesajen bagi kami tersebut.[7]

Iwasaka

Iwasaka adalah altar batu atau gundukan yang dibuat sebagai yorishiro untuk memanggil kami yang akan dipuja.[8] Konsep iwasaka dan iwakura sangatlah berkaitan erat bahkan dua kata tersebut sesungguhnya merupakan sinonim.[8]

Yorishiro di rumah

Yorishiro dapat ditemukan dalam rumah/tempat tinggal penduduk di Jepang.[4] Selamat libur tahun baru, orang Jepang menghias pintu masuk rumahnya dengan kadomatsu, yaitu yorishiro bagi kami saat tahun baru.[4] Kamifuda, yaitu lembaran kertas yang melambangkan kami, digantung di atas pintu.[4] Ada pula kami yang mendiami kamar kecil (benjō-gami) dan sumur (suijin).[4] Kamado-gami mendiami pemanggangan, dan fungsinya adalah melindungi rumah dari musibah kebakaran.[4] Yorishiro umum lainnya adalah altar kecil yang disebut kamidana dan butsudan, yang berfungsi sebagai altar bagi sanak saudara yang telah meninggal dunia[4] (pada mulanya butsudan dipakai untuk sarana persembahyangan menurut agama Buddha, namun kini biasanya sebagai tempat menyimpan papan nama yang disebut "ihai", yang merupakan yorishiro untuk memanggil arwah leluhur yang telah tiada).[4] Di toko-toko, dapat ditemui kucing keramik dengan tangan terangkat yang disebut manekineko atau benda mirip garuk dari bambu yang disebut kumade, dipercaya mendatangkan keberhasilan dalam usaha.[4]

Lihat pula

Catatan kaki

  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n Tamura (2000:21)
  2. ^ a b c d Okada, "Yorishiro"
  3. ^ Iwanami Kōjien (広辞苑) Japanese dictionary, 6th Edition (2008), DVD version
  4. ^ a b c d e f g h i j k Nakamaki (1983:65)
  5. ^ a b Sonoda Minoru in Breen, Teeuwen (2000:43)
  6. ^ a b Sugiyama, "Himorogi"
  7. ^ a b c d Sugiyama, "Iwakura"
  8. ^ a b Sugiyama, "Iwasaka"

Referensi

  • Nakamaki, Hirochika (1985-10-01). "The "Separate" Coexistence of Kami and Hotoke - A Look at Yorishiro" (PDF). Diakses tanggal 2008-10-22. 
  • Okada, Yoshiyuki (2005-06-02). "Yorishiro". Encyclopedia of Shinto. Diakses tanggal 2008-07-18. 
  • Sugiyama, Shigetsugu (2005-06-02). "Iwakura". Encyclopedia of Shinto. Diakses tanggal 2008-07-18. 
  • Sugiyama, Shigetsugu (2005-06-02). "Iwasaka". Encyclopedia of Shinto. Diakses tanggal 2008-07-18. 
  • Sugiyama, Shigetsugu. "Himorogi". Encyclopedia of Shinto. Diakses tanggal 2008-07-18. 
  • Tamura, Yoshiro (2000). Japanese Buddhism - A Cultural History (edisi ke-First Edition). Tokyo: Kosei Publishing Company. hlm. 21. ISBN 4-333-01684-3.