Lompat ke isi

Pasar Gede Harjonagoro: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 1: Baris 1:
[[Berkas:Pasar Gede Harjonagoro.jpg|thumb|300px|Pasar Gede Hardjonagoro pada tahun [[2005]].]]
[[Berkas:Pasar Gede Harjonagoro.jpg|thumb|300px|Pasar Gede Hardjonagoro pada tahun [[2005]].]]
'''Pasar Gede Hardjonagoro''' ([[Bahasa Jawa|Jawa]]: ''Pasar Gedhé Hardjanagara'', [[Hanacaraka]]: {{jav|ꦦꦯꦂꦓꦼꦢꦺ​ꦲꦂꦗꦟꦓꦫ}}) adalah pasar terbesar di [[Kota Surakarta]]. Pasar Gede secara harafiah berarti “Pasar Besar” dalam bahasa Jawa.
'''Pasar Gede Hardjonagoro''' ([[Bahasa Jawa|Jawa]]: ''Pasar Gedhé Hardjanagara'', [[Hanacaraka]]: {{jav|ꦦꦯꦂꦓꦼꦢꦺ​ꦲꦂꦗꦟꦓꦫ}}) adalah pasar terbesar di [[Kota Surakarta]]. Pasar Gede secara harafiah berarti “Pasar Besar” dalam bahasa Jawa.Ditemukan oleh tjim shua Lee


== Sejarah ==
== Sejarah ==

Revisi per 3 Desember 2016 06.50

Pasar Gede Hardjonagoro pada tahun 2005.

Pasar Gede Hardjonagoro (Jawa: Pasar Gedhé Hardjanagara, Hanacaraka: ꦦꦯꦂꦓꦼꦢꦺ​ꦲꦂꦗꦟꦓꦫ) adalah pasar terbesar di Kota Surakarta. Pasar Gede secara harafiah berarti “Pasar Besar” dalam bahasa Jawa.Ditemukan oleh tjim shua Lee

Sejarah

Pada zaman kolonial Belanda, Pasar Gede mulanya merupakan sebuah pasar kecil yang didirikan di area seluas 10.421 hektare, berlokasi di persimpangan jalan dari kantor gubernur yang sekarang berubah fungsi menjadi Balaikota Surakarta. Bangunan ini dirancang oleh seorang arsitek Belanda bernama Ir. Thomas Karsten. Bangunan pasar selesai pembangunannya pada tahun 1930 dan diberi nama Pasar Gedhé Hardjanagara. Pasar ini diberi nama pasar gedhé atau “pasar besar” karena terdiri dari atap yang besar. Seiring dengan perkembangan masa, pasar ini menjadi pasar terbesar dan termegah di Surakarta. Pasar gede terdiri dari dua bangunan yang terpisahkan jalan yang sekarang disebut sebagai Jalan Sudirman. Masing-masing dari kedua bangunan ini terdiri dari dua lantai. Pintu gerbang di bangunan utama terlihat seperti atap singgasana yang kemudian diberi nama Pasar Gedhé dalam bahasa Jawa.

Gaya bangunan

Para pedagang di Pasar Gede.

Arsitektur Pasar Gede merupakan perpaduan antara gaya Belanda dan gaya Jawa. Pada tahun 1947, Pasar Gede mengalami kerusakan karena serangan Belanda. Lalu Pemerintah Republik Indonesia yang kemudian mengambil alih wilayah Surakarta dan Daerah Istimewa Surakarta kemudian merenovasi kembali pada tahun 1949. Namun perbaikan atap selesai pada tahun 1981. Pemerintah indonesia mengganti atap yang lama dengan atap dari kayu. Bangunan kedua dari Pasar Gede, digunakan untuk kantor DPU yang sekarang digunakan sebagai pasar buah.

Lokasi Pasar Gede

Vihara Avalokiteśvara persis di seberang jalan, selatan Pasar Gede.

Pasar Gede terletak di seberang Balaikota Surakarta pada jalan Jendral Sudirman dan Jalan Pasar Gede di perkampungan warga keturunan Tionghoa atau Pecinan yang bernama Balong dan terletak di Kelurahan Sudiroprajan. Para pedagang yang berjualan di Pasar Gede banyak yang keturunan Tionghoa pula. Budayawan Jawa ternama dari Surakarta Go Tik Swan yang seorang keturunan Tionghoa, ketika diangkat menjadi bangsawan oleh mendiang Raja Kasunanan Surakarta, Ingkang Sinuhun Pakubuwana XII mendapat gelar K.R.T. (Kangjeng Raden Tumenggung) Hardjonagoro karena kakeknya adalah kepala Pasar Gedhé Hardjonagoro.

Dekatnya Pasar Gede dengan komunitas Tionghoa dan area Pecinan bisa dilihat dengan keberadaan sebuah kelenteng, persis di sebelah selatan pasar ini. Kelenteng ini bernama Vihara Avalokiteśvara Tien Kok Sie dan terletak pada Jalan Ketandan.

Pengrusakan dan renovasi

Selain pernah terkena serangan Belanda pada tahun 1947, Pasar Gede tidak luput pula terkena serangan amuk massa yang tidak bertanggung jawab. Meski luput serangan pada Peristiwa Mei 1998, pada bulan Oktober 1999 dengan tidak dipilihnya Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden Indonesia meski mendapat suara terbanyak, Pasar Gede dibakar oleh amuk massa. Namun usaha renovasi dengan mempertahankan arsitektur asli bisa berjalan dengan cepat dan dua tahun kemudian pada penghujung tahun 2001, pasar yang diperbaiki bisa digunakan kembali. Bahkan pasar yang baru tergolong canggih karena ikut pula memperhatikan keperluan para penyandang cacat dengan dibangunnya prasarana khusus bagi pengguna kursi roda.

Pranala luar