Lompat ke isi

Kasus korupsi e-KTP: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1: Baris 1:
'''Kasus korupsi e-KTP''' adalah kasus megakorupsi di Indonesia terkait pengadaan KTP elektronik yang terjadi pada 2010an. Kasus ini melibatkan banyak pejabat di Indonesia, mulai dari [[Muhammad Nazaruddin]], [[Gamawan Fauzi]] bahkan hingga [[Setya Novanto]].
'''Kasus korupsi e-KTP''' adalah kasus megakorupsi di Indonesia terkait pengadaan KTP elektronik yang terjadi pada 2010-an. Kasus ini melibatkan banyak pejabat di Indonesia, mulai dari [[Muhammad Nazaruddin]], [[Gamawan Fauzi]] bahkan hingga [[Setya Novanto]].


== Latar Belakang ==
== Latar Belakang ==

Revisi per 3 Desember 2017 06.40

Kasus korupsi e-KTP adalah kasus megakorupsi di Indonesia terkait pengadaan KTP elektronik yang terjadi pada 2010-an. Kasus ini melibatkan banyak pejabat di Indonesia, mulai dari Muhammad Nazaruddin, Gamawan Fauzi bahkan hingga Setya Novanto.

Latar Belakang

Latar belakang kasus korupsi e-KTP bermula dari rencana Kementerian Dalam Negeri RI dalam pembuatan e-KTP. Sejak 2006 Kemendagri telah menyiapkan dana untuk proyek sekitar Rp 6 triliun yang digunakan untuk proyek e-KTP dan program Nomor Induk Kependudukan (NIK) nasional. Kemendagri juga mengeluarkan dana senilai Rp 258 milyar untuk biaya pemutakhiran data kependudukan untuk pembuatan e-KTP berbasis NIK pada 2010 untuk seluruh kabupaten/kota se-Indonesia.[1][2] Pada 2011 pengadaan e-KTP ditargetkan untuk 6,7 juta penduduk sedangkan target pada 2012 adalah untuk sekitar 200 juta penduduk Indonesia.[3]

Gamawan Fauzi

Sebelum proses perekaman e-KTP dilaksanakan, Gamawan Fauzi yang saat itu menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri sempat menemui pimpinan KPK di gedung KPK pada 24 Januari 2011. Di sana ia meminta KPK untuk mengawasi proyek e-KTP sembari menjelaskan tentang langkah-langkah pelaksanaan proyek e-KTP. Namun KPK bukan satu-satunya institusi yang ia datangi. Sebelumnya ia juga telah meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk terlibat dalam pengawasan proyek ini. Dengan adanya keterlibatan institusi-institusi tersebut ia berharap megaproyek e-KTP dapat bersih dan terhindar dari praktek korupsi.[1][2] M Jasin yang saat itu menjabat sebagai wakil ketua KPK menegaskan bahwa KPK memantau proses proyek e-KTP.[4]

Pada pelaksanaannya, proyek e-KTP dilakukan oleh konsorsium yang terdiri dari beberapa perusahaan atau pihak terkait. Akan ada beberapa konsorsium yang mendaftar namun hanya konsorsium yang terpilih saja yang berhak menggarap proyek e-KTP. Untuk memutuskan konsorsium mana yang berhak melakukan proyek, maka pemerintah kemudian melaksanakan lelang tender pada 21 Februari hingga 15 Mei 2011.[5] Walau belum ditentukan konsorsium mana yang melakukan proyek e-KTP lebih lanjut, Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) bernama Government Watch (Gowa) menilai bahwa terjadi kejanggalan pada proses lelang. Mereka beranggapan bahwa perusahaan yang mengikuti tender tidak sesuai dengan persyaratan seperti yang terangkum dalam PP 54/2010.[4]

Setelah melalui serangkaian proses, akhirnya pada 21 Mei 2011 pemerintah mengumumkan konsorsium yang menjadi pemenang lelang. Mereka adalah konsorsium PNRI yang terdiri dari beberapa perusahaan, yakni Perum PNRI, PT LEN Industri, PT Quadra Solution, PT Sucofindo dan PT Sandipala Artha Putra. Hasil itu diambil berdasarkan surat keputusan Mendagri Nomor: 471.13-476 tahun 2011. Sebagai tindak lanjut, konsorsium PNRI kemudian melakukan penandatanganan kontrak bersama untuk pengadaan e-KTP tahun anggaran 2011-2012 dengan nilai pekerjaan sebesar Rp 5.841.896.144.993. Kontrak tersebut disepakati pada 1 Juli 2011.[6]

Mulanya proses perekaman e-KTP ditargetkan akan dilaksanakan secara serentak pada 1 Agustus 2011. Namun karena terlambatnya pengiriman perangkat peralatan e-KTP, maka jadwal perekaman berubah menjadi 18 Agustus 2011 untuk 197 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.[7] Belum sampai perekaman dilakukan di berbagai kabupaten dan kota, pihak kepolisian mengabarkan bahwa mereka mencurigai terjadinya korupsi pada proyek e-KTP. Kecurigaan itu berangkat dari laporan konsorsium yang kalah tender yang menyatakan bahwa terjadinya ketidaksesuaian prosedur yang dilakukan oleh panitia saat lelang tender berlangsung.[8] Kecurigaan bahwa adanya praktek korupsi pada proyek e-KTP juga dirasakan oleh Government Watch (GOWA) yang dilaporkan kepada KPK pada 23 Agustus 2011. Mereka berspekulasi bahwa telah terjadi upaya pemenangan terhadap satu konsorsium perusahaan dalam proses lelang tender berdasarkan investigasi yang telah dilakukan sejak Maret hingga Agustus 2011 dengan hasil berupa dugaan terjadinya kolusi pada proses lelang oleh Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Lewat investigasi tersebut juga ditemukan bahwa telah terjadi 11 penyimpangan, pelanggaran dan kejanggalan kasat mata dalam pengadaan lelang.[9]

Pada awal September 2011 KPK menuding bahwa Kemendagri tidak menjalankan 6 rekomendasi dalam pelaksanaan proyek e-KTP. Keenam rekomendasi tersebut adalah: 1) penyempurnaan desain.; 2) menyempurnakan aplikasi SIAK dan mendorong penggunaan SIAK di seluruh wilayah Indonesia dengan melakukan percepatan migrasi non SIAK ke SIAK; 3) Ketiga, memastikan tersedianya jaringan pendukung komunikasi data online/semi online antara Kabupaten/kota dengan MDC di pusat agar proses konsolidasi dapat dilakukan secara efisien; 4) Kemdagri harus melakukan pembersihan data kependudukan dan penggunaan biometrik sebagai media verifikasi untuk menghasilkan NIK yang tunggal; 5) Kemdagri harus melaksanakan e-KTP setelah basis database kependudukan bersih/NIK tunggal, tetapi sekarang belum tunggal sudah melaksanakan e-KTP; dan 6) Pengadaan e-KTP harus dilakukan secara elektronik dan sebaiknya dikawal ketat oleh LKPP.[10] Menanggapi tudingan KPK, Kemdagri kemudian memberikan bantahan. Reydonnyzar Moenek, juru bicara Kemdagri menjelaskan bahwa Kemdagri telah menjalankan 5 rekomendasi. Memang ada rekomendasi yang tidak dijalankan, namun itu hanya 1. Satu rekomendasi tersebut adalah tentang permintaan NIK tunggal saat proses e-KTP dilaksanakan. Berdasarkan penjelasan Reydonnyzar, Kemendagri tidak bisa memenuhi rekomendasi tersebut karena bisa mengubah waktu dan pembiayaan e-KTP.[11]

Tak lama setelah itu Konsorsium Lintas Peruri Solusi melaporkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Ketua Panitia lelang dalam proses pengadaan e-KTP, Sugiarto dan Drajat Wisnu Setiawan ke Polda Metro Jaya dengan barang bukti berupa surat kontrak pada 1 Juli 2011, surat jaminan penerimaan uang Rp 50 juta dan tiga orang saksi. Konsorsium Lintas Peruri Solusi menduga bahwa telah terjadinya penyalahgunaan wewenang sehingga dana untuk e-KTP membesar hingga Rp 4 triliun lebih dalam proses tender. Kenyataannya, penawaran yang diajukan oleh Konsorsium Lintas Peruri Solusi lebih rendah, yakni sebesar Rp 4,75 triliun namun yang memenangkan tender justru konsorsium PNRI yang mengajukan penawaran lebih tinggi, yakni sebesar Rp 5,84 triliun dari anggaran senilai 5,9 triliun. Mereka juga menuding bahwa panitia lelang telah menerima uang sebesar Rp 50 juta pada 5 Juli 2011 dari konsorsium pemenang tender.[12]

Pada waktu bersamaan, Kejaksaan Agung mengaku telah mendalami kasus e-KTP sejak 2010. Akan tetapi, fokus Kejagung saat itu adalah pada proyek percontohan pengadaan perangkat keras dan lunak, sistem dan blangko KTP yang dilengkapi dengan chip pada penerapan awal KTP berbasis NIK nasional di 5 daerah, yakni Cirebon, Padang, Bali, Makassar dan Yogyakarta. Proyek itu diadakan oleh Direktoral Jenderal Administrasi Kependudukan (Ditjen Adminduk) pada 2009. Terjadinya kejanggalan berupa perbedaan antara barang yang tertulis di dalam dokumen penawaran dengan barang yang diadakan dalam aplikasi sistem terintegrasi membuat Kejagung menetapkan empat orang sebagai tersangka, yakni Irman, Direktur Pendaftaran Penduduk Kemendengari selaku Pejabat Pembuat Komitmen, Dwi Setyantono selaku Ketua Panitia Pengadaan Barang Paket P11, Suhardjijo selaku Direktor PT Karsa Wira Utama dan Raya Indra Wijaya selaku Direktur Utama PT Inzaya Raya.[13] Adanya kejanggalan terhadap proyek e-KTP yang dirasakan oleh berbagai pihak membuat proyek e-KTP menjadi semakin rumit. Sejak itu proyek e-KTP menjadi kepingan puzzle yang harus disusun satu per satu untuk diusut oleh KPK terkait siapa saja orang-orang yang 'bermain' di dalamnya.

Kronologi

Seiring berjalannya waktu, indikasi korupsi pada proyek e-KTP semakin terbuka lebar. Pada 2012 Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah menemukan indikasi korupsi pada proyek e-KTP lebih awal ketimbang KPK berdasarkan temuan investigator.[14] Indikasi tersebut tertuang pada keputusan KPPU dalam menghukum Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) dan PT Astragraphia untuk membayar denda Rp 24 miliar ke negara karena melanggar pasal 22 UU No. 4/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat pada November 2012. Konsorsium PNRI didenda sebesar Rp 20 miliar sedangkan PT Astragraphia didenda Rp 4 miliar. Denda tersebut harus dibayar ke kas negara melalui bank pemerintah dengan kode 423755 dan 423788 (Pendapatan Pelanggaran di bidang persaingan usaha).[15]

Pada 31 Juli 2013 Nazaruddin memberikan fakta baru terkait korupsi e-KTP. Saat diperiksa oleh KPK terkait kasus Hambalang, ia menyerahkan bukti-bukti terkait korupsi e-KTP. Lewat pengacaranya, Elza Syarief, ia juga menuding telah terjadi penggelembungan dana pada proyek e-KTP. Dari total proyek sebesar RP 5,9 triliun, 45% di antaranya merupakan mark-up. Ia juga mengatakan bahwa Ketua Fraksi Partai Golkar Setya Novanto dan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum terlibat dalam kasus ini. Kendati demikian, pada saat itu KPK belum bisa memastikan kebenaran dari apa yang disampaikan oleh Nazaruddin karena tahap penyidikan KPK terhadap kasus e-KTP masih pada tahap awal. Menanggapi tuduhan Nazaruddin, Gamawan Fauzi merasa geram. Selain menilai bahwa tuduhan Nazaruddin tidak benar, ia juga melaporkan Nazaruddin ke Polda Metro Jaya.[16][17]

Pada Selasa, 22 April 2014 KPK menetapkan Sugiharto, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil pada Kementerian Dalam Negeri sebagai tersangka korupsi pertama dalam kasus e-KTP. [18] Ia diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dan turut serta dalam pemberian suap pada proyek e-KTP di DPR untuk tahun anggaran 2011-2013 berpatokan pada Pasal 2 Ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP. Ia diperkaya dengan uang senilai 450.000 dollar AS dan Rp 460 juta.[19][20][21] Tiga hari kemudian tepatnya pada Jumat 25 April 2014 KPK melanjutkan pemenuhan berkas-berkas dengan memeriksa berbagai saksi terkait kasus e-KTP di Kementerian Dalam Negeri. Beberapa di antaranya adalah Drajat Wisnu Setyawan, Pringgo Hadi Tjahyono, Husni Fahmi, dan Suciati[22]. Sugiharto sempat diperiksa oleh KPK pada 14 Juli 2014 dan 18 Mei 2015.[23] Pada waktu bersamaan KPK juga memeriksa para pegawai Kemendagri dan pihak swasta seperti Pamuji Dirgantara, karyawan Misuko Elektronik dan Andreas karsono, karyawan PT Solid Arta Global sebagai saksi.[24]

Sugiharto bukan satu-satunya orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Per 30 September 2016, KPK menetapkan mantan Direktur Jenderal Dukcapil Kemendagri Irman sebagai tersangka. Motifnya melakukan korupsi serupa dengan Sugiharto, yakni demi memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan melakukan penyalahgunaan wewenang. Berdasarkan surat tuntutan jaksa, Irman diperkaya senilai 573.000 dollar AS, Rp 2,9 milyar dan 6.000 dollar Singapura.[21][25]

Pada 19 Oktober 2016 KPK melakukan penahanan terhadap Sugiharto setelah melakukan pemeriksaan selama 4 jam di Gedung KPK. Ia ditahan di Rumah Tahanan KPK cabang Pomdam Jaya Guntur.[26] Berbeda dengan Sugiharto, Irman justru baru ditahan oleh KPK pada 21 Desember 2016 setelah mengalami pemeriksaan selama 12 jam. Penahanan Irman saat itu hanya berlangsung selama dua puluh hari hingga 9 Januari 2017 dengan tujuan untuk kepentingan penyidikan. Walau ditetapkan sebagai tersangka, Irman mengajukan surat permohonan sebagai justice collaborator untuk membongkar kejahatan pada proyek e-KTP.[27]

Penetapan Setya Novanto

Pada Senin, 17 Juli 2017 KPK menetapkan Setya Novanto yang kala itu menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan e-KTP untuk 2011-2012. Penetapannya menjadikan ia sebagai tersangka keempat yang ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka setelah Irman, Sugiharto dan Andi Narogong. Setya Novanto diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dan tindakan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi dengan ikut mengambil andil dalam pengaturan anggaran proyek e-KTP sebesar Rp 5,9 triliun sehingga merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tipikor.[28] Tindakan Setya Novanto disangkakan berdasarkan Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.[29]

Keesokkan harinya, yakni pada Selasa, 18 Juli 2017 Setya Novanto mekakukan jumpa pers di Gedung Kompleks Parlemen Senayan dengan didampingi empat petinggi DPR lainnya, yakni Fadli Zon, Fahri Hamzah, Agus Hermanto dan Taufik Kurniawan. Dalam kesempatan itu ia mengatakan kepada para media bahwa ia menghargai proses hukum yang berlaku dan menjelaskan bahwa ia telah meminta surat resmi dari KPK terkait penetapannya sebagai tersangka.[30] Ia juga mengatakan bahwa ia merasa didzalimi[31] karena tidak adanya bukti dan merasa bahwa Tuhan Maha Tahu atas apa yang telah ia lakukan.[32]

Pada 22 Juli 2017 telah terjadi pertemuan antara Setya Novanto dengan Hatta Ali selaku Ketua Mahkamah Agung dalam sidang terbuka disertasi politisi Partai Golkar Adies Kadir di Surabaya, Jawa Timur. Ahmad Doli Kurnia, Ketua Generasi Muda Partai Golkar (GMPG) kemudian melaporkan peristiwa itu kepada Komisi Yudisial (KY) pada 21 Agustus 2017. Mereka curiga bahwa Setya Novanto telah melakukan upaya kepada Mahkamah Agung agar ia bisa terbebas dari hukum, terutama lewat sidang praperadilan. Laporan GMPG ditanggapi dengan positif oleh Ketua KY Aidul Fitriciada Azhari namun dibantah oleh Setya Novanto dan Mahkamah Agung.[33][34] Mahkamah Agung mengklarifikasi bahwa keberadaan Hatta Ali di Surabaya adalah murni sebagai penguji disertasi Adies Kadier dan tidak ada kaitannya dengan kasus e-KTP[35]. Menanggapi pelaporan Doli, Golkar kemudian memecatnya sebagai politisi di Partai Golkar.[36]

Selagi KPK sedang menyelidiki kasus Novanto dengan memeriksa para saksi, Setya Novanto mendaftarkan gugatan praperadilan melawan KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin, 4 September 2017.[37] Gugatan tersebut terdaftar dalam nomor surat praperadilan 97/Pid.Prap/2017/PN.Jak.Sel dengan hakim tunggal yang akan bertugas pada praperadilan adalah Hakim Chepi Iskandar.[38]

Panggilan KPK

Sebagai tindak lanjut, KPK lalu memanggil Setya Novanto untuk diperiksa sebagai tersangka pada 11 September 2017. Akan tetapi, Novanto tidak datang dengan alasan sakit karena sedang mengalami perawatan di Rumah Sakit Siloam Jakarta. Novanto dikabarkan mengalami kenaikan gula darah setelah berolahraga. Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham dan pengacara Setya Novanto di Gedung KPK sembari menyerahkan surat keterangan dokter kepada KPK.[39][40]

Rencananya sidang praperadilan pertama akan dilaksanakan pada Selasa, 12 September 2017. Namun karena Novanto masih sakit dan atas permintaan KPK, maka hakim kemudian memutuskan untuk menggeser jadwal sidang pada 20 September 2017.[41] Pada waktu yang sama, Novanto melalui surat meminta KPK untuk menunda penyidikan atas kasus yang melibatkan namanya serta meminta KPK untuk menghormati sidang praperadilan yang ia ajukan sampai adanya putusan praperadilan. Menanggapi hal tersebut, KPK kemudian merespon bahwa KPK tidak akan memenuhi permintaan Novanto dan tetap melakukan penyidikan kepadanya. Hal itu sesuai dengan tiga dasar hukum yang dimiliki Indonesia, yakni Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK.[42]

Pada Senin, 18 September 2017 KPK melakukan pemanggilan kembali kepada Setya Novanto ke Gedung KPK untuk diperiksa sebagai tersangka. Namun seperti pada panggilan pertama, Novanto tidak dapat hadir lagi dikarenakan ia sedang dirawat di Rumah Sakit Premier Jakarta untuk menjalani kateterisasi jantung.[43][44] Untuk mengetahui tentang kesehatan Novanto lebih lanjut, KPK kemudian mengirimkan dokter ke RS Premier Jakarta dan bekerja sama dengan dokter yang menangani Novanto.[45]

Proses praperadilan Setya Novanto berlanjut pada 20 September 2017 saat sidang perdana digelar. Dalam sidang tersebut Agus Trianto yang saat itu berperan sebagai pengacara mengajukan keberatan karena ia menilai ada keanehan. Novanto ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Juli 2017 namun Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) baru diterima Novanto pada 18 Juli 2017. Ia menilai bahwa KPK telah melanggar KUHAP dan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK dan seharusnya KPK menetapkan tersangka setelah keluarnya SPDP. Ia juga beranggapan bahwa tuduhan terhadap Novanto atas kasus e-KTP tidak berdasar karena nama Novanto tidak disebutkan dalam putusan sidang Irman dan Sugiharto.[46]

Hakim Cepi menolak eksepsi yang diajukan KPK dalam praperadilan Setya Novanto. KPK menganggap keberatan Novanto soal status penyelidik dan penyidik KPK adalah keliru. Kepala Biro Hukum KPK Setiadi menilai, pengacara Novanto sebaiknya mempermasalahkan status penyelidik dan penyidik melalui Pengadilan Tata Usaha Negara, bukan praperadilan.

Profil Tersangka

Setelah melalui serangkaian proses, KPK menetapkan beberapa nama sebagai tersangka dari kasus megakorupsi e-KTP. Nama-nama tersangka antara lain sebagai berikut:

Sugiharto

Sugiharto merupakan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Dirjen Dukcapil Kemendagri. Ia adalah orang pertama yang ditetapkan sebagai oleh KPK pada skandal korupsi e-KTP di Indonesia pada Selasa, 22 April 2014. Selain merugikan negara sebesar Rp 2,314 triliun, Sugiharto juga diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dan turut serta dalam pemberian suap pada proyek e-KTP di DPR untuk tahun anggaran 2011-2013. Ia diperkaya dengan uang senilai 450.000 dollar AS dan Rp 460 juta. Penetapan Sugiharto sebagai tersangka korupsi berpatokan pada Pasal 2 Ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP. Atas perbuatannya, ia dituntut berupa hukuman 5 tahun penjara dan membayar denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan. Setelah ditangkap pada 2014, Sugiharto kemudian diperiksa kembali untuk pertama kalinya pada 18 Mei 2015 dan dilanjutkan pada Mei 2016.[19][20][21]

Irman

Irman merupakan atasan dari Sugiharto. Ia menjabat sebagai Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri. Ia ditetapkan sebagai tersangka pada Jumat, 30 September 2016 karena telah merugikan negara sebesar Rp 2,3 triliun. Motifnya melakukan korupsi serupa dengan Sugiharto, yakni demi memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan melakukan penyalahgunaan wewenang. Berdasarkan surat tuntutan jaksa, Irman diperkaya senilai 573.000 dollar AS, Rp 2,9 milyar dan 6.000 dollar Singapura. Atas perbuatannya, Irman kemudian dituntut 7 tahun penjara dengan denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Walau ditetapkan sebagai tersangka, Irman merupakan justice collaborator karena bersikap kooperatif dengan mau mengakui kesalahan dan bersedia membantu KPK untuk mengungkap pelaku lain.[21][25]

Andi Narogong

Andi Narogong memiliki nama asli Andi Agustinus. Ia dijuluki 'Narogong' karena memiliki usaha konveksi di Jalan Narogong, Bekasi.[47] Walau hanya seorang pengusaha dan tidak pernah terjun ke dunia politik, ia merupakan tokoh utama dalam skandal korupsi KTP elektronik. Keterlibatannya dalam kasus ini bermula dari pertemuannya dengan Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Diah Anggraini.[48]

Andi memiliki beberapa peran dalam membuat kasus ini. Pertama, Andi berperan dalam meloloskan anggaran Rp 5,9 triliun untuk pembuatan KTP elektronik dan agar rencananya lancar, ia bahkan membagikan uang kepada para petinggi dan anggota komisi II DPR serta Badan Anggaran. Kedua, Andi berperan dalam mengatur tender dengan membentuk tim Fatmawati, sesuai dengan lokasi rukonya. Berikutnya Andi juga berperan dalam merekayasa proses lelang, mulai dari menentukan spesifikasi teknis hingga melakukan mark up dalam pengadaan KTP elektronik. Usaha-usaha kotor Andi dalam proyek KTP elektronik membuat KPK menetapkannya sebagai tersangka dan kemudian menangkapnya pada 23 Maret 2017.[48][49][50]

Setya Novanto

Setya Novanto, ketua DPR RI dan politisi partai Golkar ini merupakan orang kelima yang ditetapkan KPK sebagai dalang di balik terjadinya kasus korupsi e-KTP. Pada 17 Juli 2017 KPK menetapkannya sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik56/01/07/2017.[51]

Markus Nari

Anggota DPR tak luput dari kejaran KPK dalam mengusut pelaku korupsi e-KTP. Oleh karena itu per 19 Juli 2017, KPK menetapkan anggota DPR periode 2009-2014 sekaligus politisi Partai Golkar, Markus Nari sebagai salah satu tersangka berdasarkan Pasal 3 atau 2 ayat 1 UU Nomor 31 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. [52]

Alasan penetapan Markus sebagai tersangka adalah karena ia berperan dalam penambahan anggaran e-KTP di DPR dan diduga meminta uang sebanyak Rp 5 milyar kepada Irman dalam pembahasan perpanjangan anggaran e-KTP sebesar Rp 1,4 triliun. Di samping itu ia juga diduga telah menerima uang sebesar Rp 4 milyar, berupaya menghalangi penyidikan yang dilakukan oleh KPK dalam menguak kasus e-KTP dan diduga memengaruhi anggota DPR Miryam S Haryani untuk memberikan keterangan yang tidak sesuai dengan kenyataan.[53][54]

Anang Sugiana Sudiharjo

Pada 27 September 2017 KPK menetapkan Anang Sugiana Sudiharjo, direktur utama PT Quadra Solutions sebagai tersangka keenam pada kasus megakorupsi e-KTP. Penetapan tersebut dilakukan berdasarkan dua bukti yang ditemukan oleh penyidik KPK beserta fakta-fakta yang dibeberkan oleh Irman, Sugiharto dan Andi Narogong dalam persidangan. Anang terbukti terlibat dalam penyerahan sejumlah uang kepada Setya Novanto dan anggota DPR lainnya dari Andi Narogong. Hal itu membuatnya melanggar Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 Undang-Undang tentang pemberantasan Tipikor Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Junto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP sehingga tidak ada alasan lagi bagi KPK untuk tidak menangkapnya.[55][56][57]

Kematian Johannes Marliem

Untuk menguak siapa dalang di balik korupsi megaproyek e-KTP, KPK membutuhkan berbagai bukti kuat. Salah satu yang memilikinya adalah Johannes Marliem. Marliem sendiri merupakan direktur PT Biomorf Lone LLC yang terlibat dalam proyek e-KTP dalam hal pengadaan produk Automated Finger Print Identification Sistem (AFIS) merek L-1. Seperti yang diberitakan berbagai media, ia menjadi saksi kunci atas kasus ini karena melalui sebuah wawancara dengan media Tempo ia mengaku memiliki rekaman berukuran 500 GB berisikan percakapan antara para pelaku proyek e-KTP. Setya Novanto termasuk salah satu di antaranya.[58] Beberapa waktu setelah melakukan wawancara, ia kemudian menghubungi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk mendapat perlindungan.[59]

Johannes Marliem

Berdasarkan surat dakwaan Irman dan Sugiharto, perkenalan Marliem dengan proyek e-KTP bermula dari pertemuannya dengan Diah Anggraini, Andi Narogong, Husni Fahmi dan Chaeruman Harahap pada Oktober 2010 di Hotel Sultan, Jakarta.[60] Ia juga sempat bertemu dengan tim Fatmawati dan Setya Novanto.[61] Masih berdasarkan surat dakwaan, ia disebut telah memberikan uang sebesar 200 ribu dollar Amerika kepada Sugiharto di Mal Grand Indonesia yang kemudian dianggap sebagai uang keuntungan dari proyek e-KTP oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK.[60]

Namun belum sampai terungkap seperti apa dan bagaimana isi dari bukti rekaman yang Marliem miliki, sebuah kabar duka datang. Marliem dinyatakan meninggal dunia di kediamannya di Amerika Serikat. Kabar itu pertama kali muncul dari media sosial pada Jumat, 12 Agustus 2017, seperti yang pertama kali dituliskan oleh akun instagram bernama @mir_at_lgc dalam foto yang diunggahnya bersama Johannes Marliem dan CEO Lamborghini. Kematian Johannes kemudian dihubungkan oleh beberapa media dengan penyekapan yang dilakukan oleh seorang pria bersenjata di kawasan elite Beverly Grove, Edinburgh Avenue, West Hollywood, Los Angeles. Itu dikarenakan peristiwa tersebut terjadi pada beberapa hari sebelum Johannes meninggal, tepatnya dari Rabu, 10 Agustus 2017 pada pukul 17.00 WIB hingga Kamis, 11 Agustus 2017 dini hari waktu Amerika yang kemudian diakhiri dengan tindakan bunuh diri si penyekap dengan cara menembakkan senjata ke dirinya sendiri.[58]

Setelah sempat simpang siur akan apa penyebab kematian Johannes Marliem, pada 15 Agustus 2017 otoritas Los Angeles menyatakan bahwa Marliem tewas karena bunuh diri. Ia mengakhiri nyawanya dengan cara menembakkan pistol ke arah kepalanya sendiri. Informasi tersebut disampaikan melalui laman resmi Department of Medical Examiner-Coroner Los Angeles County. Asisten Kepala Investigasi dari Kantor Koroner Los Angeles County juga membenarkan hal tersebut.[62]

Mengenai status Johannes Marliem sebagai saksi kunci, terdapat dua versi berbeda dari KPK. KPK melalui Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dan Juru Bicara KPK Febri Diansyah menegaskan bahwa KPK tidak pernah menganggap Marliem sebagai saksi kunci karena tidak pernah hadir di persidangan. Saut bahkan menduga bahwa kematian Johannes dikarenakan ia mendapatkan tekanan sehingga mengakhirinya dengan melakukan bunuh diri.[63][64] Namun Novel Baswedan justru menganggapnya sebagai salah satu saksi kunci dari beberapa saksi kunci yang ada.[65]

Fahri Hamzah, salah satu tokoh yang berkomentar tentang kematian Johannes Marliem

Tanggapan Tokoh

Kepergian Johannes Marliem menimbulkan berbagai respon dari berbagai pihak. Wakil ketua DPR RI, Fahri Hamzah menyarankan kepada KPK untuk menghentikan pengusutan kasus korupsi e-KTP. Ia berpendapat bahwa KPK terganggu sejak kabar duka itu terjadi. Alasan lainnya adalah ia beranggapan bahwa Johannes Marliem tidak bisa disebut sebagai saksi kunci karena KPK belum pernah memeriksanya sejak kasus e-KTP bermula. Ia juga menilai tidak ada dasarnya menjadikan Johannes Marliem sebagai saksi kunci karena sebagai orang yang bekerja di bidang digital, adalah hal yang wajar jika Marliem bersinggungan dengan data-data.[66] Sementara itu menurut Indonesian Corruption Watch, kematian Marliem dapat menghambat KPK dalam menyelesaikan kasus ini karena menduga para pelaku melakukan usaha sistematis yang dilakukan untuk menyerang KPK.[60] Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo turut memberikan tanggapan terkait kematian Marliem. Baginya, KPK bertanggung jawab besar atas kematian Marliem karena gagal dalam memberikan perlindungan.[67]

Kerja Sama dengan FBI

Logo FBI

Meskipun Marliem telah meninggal dunia sebelum menyerahkan rekaman, KPK tetap melanjutkan pengusutan kasus ini. Berhubung Marliem telah menjadi Warga Negara Amerika Serikat sejak 2014[68] dan kematiannya terjadi di Amerika Serikat, KPK pun bekerja sama dengan FBI untuk menguak kasus ini. Ini adalah kali kesekian KPK melakukan kerja sama dengan FBI.

Lewat kerja sama tersebut FBI berhasil menguak aset yang dimiliki oleh Johannes Marliem pada akhir September 2017. FBI mendapatkan fakta bahwa selain Biomorf telah menerima lebih dari 50 juta dollar Amerika untuk pembayaran subkontrak proyek e-KTP, terjadi transaksi sebesar 13 juta dolar atau setara dengan 175 milyar rupiah ke rekening pribadi Marliem. Laporan FBI menyebutkan bahwa uang itu digunakan untuk membeli rumah, mobil dan bahkan jam tangan mewah. Setelah ditelusuri lebih lanjut di Konsulat Indonesia di Los Angeles pada Juli 2017, Marliem mengaku bahwa ia pernah membeli jam tangan seharga Rp 1,8 milyar. Diduga Setya Novanto menjadi orang yang menerimanya.[69] Jonathan Holden, agen khusus FBI seperti dikutip startribune.com, juga menyatakan bahwa Marliem pernah membeli jam tangan senilai 135.000 dollar AS dari sebuah butik di Beverly Hills. Meski begitu, [70] Fakta lainnya adalah Marliem menyatakan bahwa ia telah mengirimkan uang senilai USD 700.000 ke Chairuman Harahap.[69]

Reaksi Warganet

Terjadinya kasus korupsi e-KTP di era digital tidak hanya menimbulkan reaksi dari warga biasa, namun juga dari warganet selaku pengguna media digital. Oleh karena itu mereka meluapkan respon di jejaring sosial mereka masing-masing dengan beragam cara. Tak sekadar membuat kreasi meme kemudian mengunggahnya di jejaring sosial seperti instagram, sebagian besar warganet juga memanfaatkan fitur tagar tertentu pada twitter. Hal itu dikarenakan semakin banyak warganet yang menuliskan tagar tertentu secara serempak dalam waktu bersamaan, maka akan tercipta trending topic sehingga reaksi mereka atas kasus korupsi semakin tersebar luas. Tercatat ada beberapa nama yang ditetapkan sebagai tersangka pada kasus korupsi e-KTP di Indonesia. Namun sejak perjalanan kasus korupsi e-KTP tersebut bergulir, mayoritas reaksi warganet hanya ditumpahkan kepada Setya Novanto.

Bakpao dan Tiang Listrik

Salah satu meme tentang tiang listrik yang ditabrak Setya Novanto dalam kecelakaan

Saat Friedrich Yunadi, pengacara Setya Novanto menjelaskan kepada para media pada 16 November 2017 bahwa Setya Novanto mengalami benjol di kepala dengan ukuran sebesar bakpao setelah mengalami kecelakaan karena menabrak tiang listrik, warganet Indonesia memiliki respon sendiri. Alih-alih memberikan simpati, sebagian besar dari mereka justru memberikan komentar satir dan guyonan di akun media sosial dan sebagian lainnya membuat meme. Meme yang dibuat beragam. Salah satunya adalah meme berupa foto Setya Novanto tengah berbaring dengan sebuah bakpao yang menutupi seluruh muka Setya Novanto seperti yang diunggah oleh akun twitter @RatuNyi2r pada 17 November 2017.[71]

Dalam waktu bersamaan, para warganet juga membuat trending topic Indonesia di twitter dengan tagar #SaveTiangListrik dan #AkuSekuatTiangListrik pada 17 November 2017. Respon lainnya juga ditunjukkan dengan diunggahnya meme-meme tentang tiang listrik ke media sosial. Hal itu dikarenakan banyak warganet yang menilai bahwa kecelakaan tunggal yang dialami Setya Novanto dengan menabrak tiang listrik di kawasan Permata Hijau, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan bersifat janggal.[72][73]

Pranala Luar

Referensi

  1. ^ a b JPNN.com. "Mendagri Minta KPK Awasi Proyek KTP". www.jpnn.com. Diakses tanggal 2017-11-29. 
  2. ^ a b "Gamawan Minta KPK Awasi Proyek KTP Elektronik". Tempo. Diakses tanggal 2017-11-29. 
  3. ^ "Lelang Pengadaan E-KTP Dilakukan Pertengahan Februari | Republika Online". Republika Online. 2011-02-07. Diakses tanggal 2017-12-01. 
  4. ^ a b www.e-ktp.com/2011/05/kpk-pantau-proses-tender-proyek-e-ktp-di-kemendagri/
  5. ^ Mediatama, Grahanusa. "Pelayanan e-KTP mulai Agustus 2011". kontan.co.id (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-12-01. 
  6. ^ Fadhil, Rina Atriana, Haris. "Begini Alur Lelang dan Pelaksanaan e-KTP". detiknews. Diakses tanggal 2017-12-01. 
  7. ^ "Ditjen Dukcapil Kemendagri | Melayani Sepenuh Hati". www.dukcapil.kemendagri.go.id. Diakses tanggal 2017-12-01. 
  8. ^ "Polisi Selidiki Dugaan Kecurangan Dalam Tender e-KTP | Republika Online". Republika Online. 2011-08-08. Diakses tanggal 2017-12-01. 
  9. ^ antaranews.com. "Dugaan korupsi e-KTP dilaporkan ke KPK - ANTARA News". Antara News. Diakses tanggal 2017-12-01. 
  10. ^ VIVA, PT. VIVA MEDIA BARU - (2011-09-13). "6 Rekomendasi KPK Soal e-KTP yang Diabaikan - VIVA". Diakses tanggal 2017-12-01. 
  11. ^ VIVA, PT. VIVA MEDIA BARU - (2011-09-13). "Kemendagri Cuma Jalankan 5 Rekomendasi KPK - VIVA". Diakses tanggal 2017-12-01. 
  12. ^ "PPK & Panitia Tender e-KTP Dilaporkan ke Polda Metro Jaya". detiknews. Diakses tanggal 2017-12-01. 
  13. ^ "Kejagung Dalami Kerugian Negara Dalam Pengadaan e-KTP". detiknews. Diakses tanggal 2017-12-01. 
  14. ^ Kurniawati, Endri. "KPPU: Kami Temukan Indikasi Korupsi E-KTP Lebih Dulu dari KPK". Tempo. Diakses tanggal 2017-12-01. 
  15. ^ "KPPU Vonis Peserta Tender e-KTP Rp 24 Miliar karena 'Main Mata'". detiknews. Diakses tanggal 2017-12-01. 
  16. ^ Litbang Kompas (2014). Buku Pintar Kompas 2013. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. hlm. 262–263. ISBN 978-979-709-823-0. 
  17. ^ Media, Kompas Cyber. "Nazaruddin Tuding Setya Novanto Terlibat Proyek E-KTP - Kompas.com". KOMPAS.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-12-01. 
  18. ^ "KPK tetapkan tersangka kasus korupsi e-KTP". SINDOnews.com. Diakses tanggal 2017-12-03. 
  19. ^ a b antaranews.com. "KPK kembali panggil Sugiharto sebagai tersangka kasus e-KTP - ANTARA News". Antara News. Diakses tanggal 2017-11-28. 
  20. ^ a b Media, Kompas Cyber. "KPK Tetapkan Pejabat Kemendagri sebagai Tersangka Kasus E-KTP - Kompas.com". KOMPAS.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-28. 
  21. ^ a b c d Media, Kompas Cyber. "5 Tersangka Kasus E-KTP Ditetapkan KPK, Ini Dugaan Peran Mereka Halaman all". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2017-11-28. 
  22. ^ Media, Kompas Cyber. "KPK Mulai Periksa Saksi Kasus E-KTP - Kompas.com". KOMPAS.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-12-03. 
  23. ^ Media, Kompas Cyber. "KPK Periksa Sugiharto Sebagai Tersangka Kasus e-KTP - Kompas.com". KOMPAS.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-12-03. 
  24. ^ Media, Kompas Cyber. "KPK Periksa Sugiharto Sebagai Tersangka Kasus e-KTP - Kompas.com". KOMPAS.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-12-03. 
  25. ^ a b Akhmadi, Yudono Yanuar. "Irman Ditahan KPK, Siap Bongkar Mega-Korupsi E-KTP". Tempo. Diakses tanggal 2017-11-28. 
  26. ^ Media, Kompas Cyber. "Kasus E-KTP, Mantan Pejabat Kemendagri Ditahan KPK - Kompas.com". KOMPAS.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-12-03. 
  27. ^ Akhmadi, Yudono Yanuar. "Irman Ditahan KPK, Siap Bongkar Mega-Korupsi E-KTP". Tempo. Diakses tanggal 2017-12-03. 
  28. ^ (www.dw.com), Deutsche Welle. "Setya Novanto Ditetapkan Sebagai Tersangka | indonesia | DW | 17.07.2017". DW.COM. Diakses tanggal 2017-12-03. 
  29. ^ Akhmadi, Yudono Yanuar. "Setya Novanto Tersangka E-KTP, KPK: Tak Berhubungan dengan Pansus". Tempo. Diakses tanggal 2017-12-03. 
  30. ^ Media, Kompas Cyber. "Setya Novanto: Saya Akan Taat Proses Hukum KPK - Kompas.com". KOMPAS.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-12-03. 
  31. ^ Media, Kompas Cyber. "Setya Novanto Merasa Dizalimi Terkait Kasus E-KTP - Kompas.com". KOMPAS.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-12-03. 
  32. ^ Media, Kompas Cyber. "Setya Novanto: Tuhan Maha Tahu Apa yang Saya Lakukan - Kompas.com". KOMPAS.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-12-03. 
  33. ^ Media, Kompas Cyber. "Adukan Pertemuan Novanto-Ketua MA, GMPG Apresiasi Respons Positif KY - Kompas.com". KOMPAS.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-12-03. 
  34. ^ "GMPG Laporkan Pertemuan Khusus Setnov dan Ketua MA | Republika Online". Republika Online. 2017-08-22. Diakses tanggal 2017-12-03. 
  35. ^ Iqbal, Muhammad. "MA Bantah Hatta Ali Pernah Bertemu Setya Novanto". Tempo. Diakses tanggal 2017-12-03. 
  36. ^ Indonesia, CNN. "Golkar Pecat Ahmad Doli Kurnia". CNN Indonesia (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-12-03. 
  37. ^ Media, Kompas Cyber. "Setya Novanto Daftarkan Gugatan Praperadilan Melawan KPK - Kompas.com". KOMPAS.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-12-03. 
  38. ^ Okezone. "Resmi! Setya Novanto Ajukan Gugatan Praperadilan terhadap KPK ke PN Jaksel : Okezone News". https://news.okezone.com/. Diakses tanggal 2017-12-03.  Hapus pranala luar di parameter |newspaper= (bantuan)
  39. ^ "KPK Akan Periksa Setya Novanto pada Senin 11 September 2017". kumparan. Diakses tanggal 2017-12-03. 
  40. ^ Media, Kompas Cyber. "Alasan Sakit, Setya Novanto Tak Penuhi Pemeriksaan di KPK - Kompas.com". KOMPAS.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-12-03. 
  41. ^ Media, Kompas Cyber. "Selasa, Sidang Perdana Praperadilan Setya Novanto Melawan KPK Digelar - Kompas.com". KOMPAS.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-12-03. 
  42. ^ VIVA, PT. VIVA MEDIA BARU - (2017-09-12). "KPK Tidak Akan Tunda Penyidikan Setya Novanto - VIVA". Diakses tanggal 2017-12-03. 
  43. ^ Mardiastuti, Aditya. "Kateterisasi Jantung, Novanto Tak Penuhi Panggilan KPK". detiknews. Diakses tanggal 2017-12-03. 
  44. ^ Mediatama, Grahanusa. "Hari ini, KPK kembali panggil Setya Novanto". kontan.co.id (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-12-03. 
  45. ^ Indonesia, CNN. "KPK Kirim Dokter Periksa Setnov di RS Premier Jatinegara". CNN Indonesia (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-12-03. 
  46. ^ Media, Kompas Cyber. "Pihak Setya Novanto Anggap Penetapan Tersangka oleh KPK Tak Punya Dasar Hukum - Kompas.com". KOMPAS.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-12-03. 
  47. ^ Widisatuti, Rina. "Jadi Tersangka Kasus E-KTP, Ini Profil Andi Narogong". Tempo. Diakses tanggal 2017-11-28. 
  48. ^ a b Media, Kompas Cyber. "Mengenal Andi Narogong, Pelaku Utama di Balik Skandal Korupsi E-KTP - Kompas.com". KOMPAS.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-28. 
  49. ^ "Alasan KPK Tetapkan Andi Narogong Tersangka Kasus E-KTP". SINDOnews.com. Diakses tanggal 2017-11-28. 
  50. ^ "KPK Tangkap Tersangka Baru Korupsi Kasus E-KTP". SINDOnews.com. Diakses tanggal 2017-11-28. 
  51. ^ "Kronologi Lengkap Penetapan Setya Novanto Sebagai Tersangka KPK". kumparan. Diakses tanggal 2017-11-30. 
  52. ^ Indonesia, CNN. "KPK Tetapkan Markus Nari Tersangka Korupsi e-KTP". CNN Indonesia (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-28. 
  53. ^ Media, Kompas Cyber. "Jadi Tersangka Baru Kasus e-KTP, Ini Peran Markus Nari - Kompas.com". KOMPAS.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-28. 
  54. ^ Media, Kompas Cyber. "KPK Telusuri Uang Rp 4 Miliar yang Mengalir ke Markus Nari - Kompas.com". KOMPAS.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-28. 
  55. ^ Okezone. "Resmi, KPK Tetapkan Dirut PT Quadra Solutions Tersangka Baru Korupsi E-KTP : Okezone News". https://news.okezone.com/. Diakses tanggal 2017-11-28.  Hapus pranala luar di parameter |newspaper= (bantuan)
  56. ^ Media, Kompas Cyber. "KPK Tetapkan Dirut PT Quadra Solution sebagai Tersangka ke-6 Kasus E-KTP - Kompas.com". KOMPAS.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-28. 
  57. ^ Indonesia, CNN. "KPK Tetapkan Tersangka Baru Korupsi e-KTP". CNN Indonesia (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-28. 
  58. ^ a b Media, Kompas Cyber. "Misteri Kematian Johannes Marliem, Saksi Kunci Korupsi E-KTP Halaman 1 - Kompas.com". KOMPAS.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-30. 
  59. ^ Indonesia, CNN. "Novel: Saksi Kunci e-KTP Bukan Hanya Johannes Marliem". CNN Indonesia (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-30. 
  60. ^ a b c Liputan6.com. "Misteri Kematian Saksi Kunci Kasus E-KTP". liputan6.com. Diakses tanggal 2017-11-30. 
  61. ^ Indonesia, CNN. "Misteri Kematian Johannes Marliem dan Jelimet Kasus e-KTP". CNN Indonesia (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-30. 
  62. ^ Indonesia, CNN. "Otoritas LA Tutup Kasus Johannes Marliem, Nyatakan Bunuh Diri". CNN Indonesia (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-30. 
  63. ^ Media, Kompas Cyber. "KPK Tegaskan Tak Pernah Sebut Johannes Marliem Saksi Kunci Kasus E-KTP - Kompas.com". KOMPAS.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-30. 
  64. ^ developer, metrotvnews. "KPK Sebut Johannes tak Pernah Masuk Daftar Saksi". metrotvnews.com. Diakses tanggal 2017-11-30. 
  65. ^ Indonesia, CNN. "Novel: Saksi Kunci e-KTP Bukan Hanya Johannes Marliem". CNN Indonesia (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-30. 
  66. ^ Indonesia, CNN. "Johannes Marliem Tewas, Fahri Minta KPK Setop Kasus e-KTP". CNN Indonesia (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-30. 
  67. ^ Indonesia, CNN. "Bamsoet: KPK Bertanggung Jawab Johannes Marliem Tewas". CNN Indonesia (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-30. 
  68. ^ Arjanto, Dwi. "Kemenlu Pastikan Johannes Marliem Warga Negara Amerika Serikat". Tempo. Diakses tanggal 2017-11-30. 
  69. ^ a b Wardah, Fathiyah. "KPK Kerja Sama dengan FBI Kumpulkan Bukti Korupsi E-KTP". VOA Indonesia. Diakses tanggal 2017-11-30. 
  70. ^ Media, Kompas Cyber. "Agen FBI Ungkap Johannes Marliem Beri Jam Tangan untuk Ketua DPR, Apa Kata KPK? - Kompas.com". KOMPAS.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-30. 
  71. ^ "'Dimana benjolnya?' Reaksi warganet terhadap 'drama Setnov': dari bakpao sampai tiang listrik". BBC Indonesia (dalam bahasa Inggris). 2017-11-17. Diakses tanggal 2017-11-28. 
  72. ^ Indonesia, CNN. "Fakta dan Kejanggalan Kecelakaan Setya Novanto". CNN Indonesia (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-28. 
  73. ^ "4 Tagar Drama Setya Novanto yang Jadi Trending Topic Twitter". kumparan. Diakses tanggal 2017-11-28.