Lompat ke isi

Waduk Saguling: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1: Baris 1:
{{coor title dm|6|50|S|107|25|E}}
{{Redirect|Saguling}}
{{Redirect|Saguling}}
{{Infobox dam
'''Waduk Saguling''' adalah [[waduk]] buatan yang terletak di [[Kabupaten Bandung Barat]] pada ketinggian 643 m di atas permukaan laut.<ref>http://www.ilec.or.jp/database/asi/asi-39.html ''International Lake Environment Committee''</ref> Waduk ini merupakan salah satu dari tiga waduk yang membendung aliran [[Sungai Citarum]] yang merupakan sungai terbesar di [[Jawa Barat]]. Dua waduk lainnya adalah [[Waduk Jatiluhur]] dan [[Waduk Cirata]].
| name = Waduk Saguling
| image = Saguling_Lake.jpg
| caption = Waduk Saguling
| official_name = Waduk Saguling
| crosses =
| locale = [[Saguling, Bandung Barat|Saguling]], [[Kabupaten Bandung Barat]], [[Jawa Barat]]
| type = Urugan batu dengan inti tanah
| length = 97,50 meter
| height = 301,40 meter
| hydraulic_head =
| width =
| began = 1980
| open = 1986
| purpose = PLTA
| status = Digunakan
| closed =
| cost =
| owner = PT. PLN
| maint =
| website =
}}
{{coor title dm|6|50|S|107|25|E}}
[[Berkas:Saguling Dam.jpg|260px|jmpl|Bendungan Saguling]]
'''Waduk Saguling''' adalah [[waduk]] buatan yang terletak di [[Kabupaten Bandung Barat]], [[Provinsi Jawa Barat]] pada ketinggian 643 m di atas permukaan laut.<ref>[http://www.ilec.or.jp/database/asi/asi-39.html ''International Lake Environment Committee'']</ref> Waduk ini merupakan salah satu dari tiga waduk yang membendung aliran [[Sungai Citarum]] yang merupakan sungai terbesar di [[Jawa Barat]]. Dua waduk lainnya adalah [[Waduk Jatiluhur]] dan [[Waduk Cirata]]. Luas daerah genangan waduk ini sekitar 5.600 Hektar dengan volume tampungan awal 875 Juta m<sup>3</sup> air.


== Pembangunan ==
Semula, Waduk Saguling direncanakan hanya untuk keperluan menghasilkan tenaga listrik. Pada tahap pertama pembangkit tenaga listrik yang dipasang berkapasitas 700 MW, tetapi bila di kemudian hari ada peningkatan kebutuhan listrik pembangkit dapat ditingkatkan hingga mencapai 1.400 MW. Badan yang bertanggungjawab dalam pembangunannya adalah Proyek Induk Pembangkit Hidro (PIKITDRO) dari [[Perusahaan Listrik Negara]] (PLN), Depatemen Pertambangan dan Energi (sekarang menjadi [[Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia]]. Selanjutnya, dengan mempertimbangkan permasalahan lingkungan di daerah itu, Saguling ditata-ulang sebagai bendungan multiguna, termasuk untuk kegunaan pengembangan lain seperti perikanan, agri-akuakultur, pariwisata, dan lain-lain. Sekarang, waduk ini juga digunakan untuk kebutuhan lokal seperti mandi, mencuci, bahkan untuk membuang kotoran. Hal ini membuat Waduk Saguling kondisinya lebih mengkhawatirkan ketimbang Waduk Cirata dan Waduk Jatiluhur yang sudah dibangun lebih dahulu. Hal tersebut terjadi karena sebagai pintu pertama Sungai Citarum, di Saguling inilah semua kotoran "disaring" untuk pertama kali sebelum kemudian disaring kembali oleh Waduk Cirata dan terakhir oleh Waduk Jatiluhur.<ref>http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0403/05/Jabar/893958.htm "Waduk Saguling yang Kian Terancam", Harian Kompas</ref>
Pembangunan Waduk Saguling berawal dari gagasan seorang insinyur berkebangsaan Belanda, Prof. Ir. W.J. van Blommestein untuk mengintegrasikan seluruh pengairan di [[Jawa Barat]]. Ia mulai mengumpulkan data-data pendukung di aliran [[Sungai Citarum]] pada dekade 1920-an. Hingga suatu ketika pada tahun 1948 muncul makalahnya tentang rencana pembangunan Waduk di aliran Sungai Citarum. Namun bukan Waduk Saguling yang lebih dahulu direncanakan dibangun, melainkan [[Waduk Jatiluhur]] karena dianggap paling mendesak pemanfaatannya. Barulah setelahnya ia merencanakan pembangunan waduk tambahan, salah satunya Waduk Saguling yang awalnya akan diberi nama Waduk Tarum.

Pembangunan Waduk Saguling dimulai dengan mulainya kontruksi bendungan di [[Saguling, Saguling, Bandung Barat|Desa Saguling]], [[Saguling, Bandung Barat|Kecamatan Saguling]] pada tahun 1980-1986. Konsultan desain bendungannya dari New JEC (Jepang) serta PT. Indra Karya sedangkan kontraktor pembangunannya oleh Dummer Travaux Publics (Prancis) dan PT. Raya Contractor. Biaya pembangunan waduk ini menghabiskan dana 662.968.000 Dollar AS termasuk biaya pembebasan lahan di 49 [[desa]] yang didominasi lahan pertanian<ref>[http://www.pikiran-rakyat.com/wisata/2012/02/12/176579/ikon-waduk-saguling Ikon: Waduk Saguling Bandung Barat]</ref>. Terdapat sekitar 12.00 Kepala Keluarga (KK) yang harus pindah dari [[desa]]nya, sebagian ada pula yang transmigrasi.

== Pemanfaatan ==
Semula, Waduk Saguling direncanakan hanya untuk keperluan menghasilkan tenaga listrik. Pada tahap pertama pembangkit tenaga listrik yang dipasang berkapasitas 700 MW, tetapi bila di kemudian hari ada peningkatan kebutuhan listrik pembangkit dapat ditingkatkan hingga mencapai 1.400 MW. Badan yang bertanggungjawab dalam pembangunannya adalah Proyek Induk Pembangkit Hidro (PIKITDRO) dari [[Perusahaan Listrik Negara]] (PLN), Depatemen Pertambangan dan Energi (sekarang menjadi [[Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia]]. Selanjutnya, dengan mempertimbangkan permasalahan lingkungan di daerah itu, Saguling ditata-ulang sebagai bendungan multiguna, termasuk untuk kegunaan pengembangan lain seperti perikanan, agri-akuakultur, pariwisata, dan lain-lain.

== Permasalahan ==
Sekarang, waduk ini juga digunakan untuk kebutuhan lokal seperti mandi, mencuci, bahkan untuk membuang kotoran. Hal ini membuat Waduk Saguling kondisinya lebih mengkhawatirkan ketimbang Waduk Cirata dan Waduk Jatiluhur yang sudah dibangun lebih dahulu. Hal tersebut terjadi karena sebagai pintu pertama Sungai Citarum, di Saguling inilah semua kotoran "disaring" untuk pertama kali sebelum kemudian disaring kembali oleh Waduk Cirata dan terakhir oleh Waduk Jatiluhur.<ref>[http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0403/05/Jabar/893958.htm "Waduk Saguling yang Kian Terancam", Harian Kompas]</ref>. Sisa usia Waduk Saguling diperkirakan tinggal 27 tahun apabila penanganan pencemaran air dan sedimentasi Sungai Citarum tidak dilakukan secara komprehensif. Seharusnya, usia Waduk Saguling minimal masih 31 tahun lagi. Laju sedimentasi di Waduk Saguling mencapai 4,2 juta meter kubik per tahun. Selain itu kandungan bahan kimia berbahaya dalam air waduk akibat pencemaran limbah rumah tangga dan pabrik di daerah aliran Citarum rentan memicu korosi alat pembangkit listrik. <ref>[http://regional.kompas.com/read/2013/11/08/1434370/Usia.Waduk.Saguling.Tinggal.27.Tahun Usia Waduk Saguling Tinggal 27 Tahun]</ref>


Daerah di sekitar Waduk Saguling berupa perbukitan, dengan banyak sumber air yang berkontribusi pada waduk. Hal tersebut membuat bentuk Waduk Saguling sangat tidak beraturan dengan banyak teluk. Daerah waduk ini asalnya adalah berupa daerah pertanian. Daerah perikanan dari waduk berhadapan dengan tekanan kuat dari populasi penduduk. Hal tersebut terjadi karena 50% dari populasi terdiri dari petani dengan tingkat pertumbuhan tinggi. Peningkatan populasi petani tersebut mengakibatkan berkurangnya lahan yang dapat diolah sehingga memaksa mereka mengembangkan lahan pertanian mereka dengan melakukan pembabatan hutan. Sebagai konsekuensinya, muncul masalah banjir dan longsor di musim hujan. Institut Ekologi di Bandung telah mempelajari hal ini sejak tahun [[1978]], terutama tentang kondisi dasar daerah ini dan pemantauan serta pengelolaan lingkungan untuk meningkatkan standar hidup penduduk.
Daerah di sekitar Waduk Saguling berupa perbukitan, dengan banyak sumber air yang berkontribusi pada waduk. Hal tersebut membuat bentuk Waduk Saguling sangat tidak beraturan dengan banyak teluk. Daerah waduk ini asalnya adalah berupa daerah pertanian. Daerah perikanan dari waduk berhadapan dengan tekanan kuat dari populasi penduduk. Hal tersebut terjadi karena 50% dari populasi terdiri dari petani dengan tingkat pertumbuhan tinggi. Peningkatan populasi petani tersebut mengakibatkan berkurangnya lahan yang dapat diolah sehingga memaksa mereka mengembangkan lahan pertanian mereka dengan melakukan pembabatan hutan. Sebagai konsekuensinya, muncul masalah banjir dan longsor di musim hujan. Institut Ekologi di Bandung telah mempelajari hal ini sejak tahun [[1978]], terutama tentang kondisi dasar daerah ini dan pemantauan serta pengelolaan lingkungan untuk meningkatkan standar hidup penduduk.

[[Berkas:Saguling Dam.jpg|jmpl|Bendungan Saguling]]
<gallery>
File:Saguling_Lake.jpg|Salah satu pemandangan waduk Saguling di Sukatani, Cililin.
</gallery>
== Referensi ==
== Referensi ==
{{reflist}}
{{reflist}}
Baris 16: Baris 45:
* [http://www.ilec.or.jp/database/asi/asi-39.html ''Lake Saguling'' di ''International Lake Environment Committee'']
* [http://www.ilec.or.jp/database/asi/asi-39.html ''Lake Saguling'' di ''International Lake Environment Committee'']
* [http://www.bandungtotal.com/wisata/waduk-saguling/ Waduk Saguling di Direktori Wisata Bandung]
* [http://www.bandungtotal.com/wisata/waduk-saguling/ Waduk Saguling di Direktori Wisata Bandung]
* [http://pustaka.pu.go.id/sites/default/files/Bendungan%20Besar%20di%20Indonesia.pdf Bendungan Besar di Indonesia]



{{DEFAULTSORT:Saguling}}
{{DEFAULTSORT:Saguling}}

Revisi per 28 Februari 2018 03.29

Waduk Saguling
Waduk Saguling
NamaWaduk Saguling
LokasiSaguling, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat
KegunaanPLTA
StatusDigunakan
Mulai dibangun1980
Mulai dioperasikan1986
PemilikPT. PLN
Bendungan dan saluran pelimpah
Tipe bendunganUrugan batu dengan inti tanah
Tinggi301,40 meter
Panjang97,50 meter

6°50′S 107°25′E / 6.833°S 107.417°E / -6.833; 107.417

Bendungan Saguling

Waduk Saguling adalah waduk buatan yang terletak di Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat pada ketinggian 643 m di atas permukaan laut.[1] Waduk ini merupakan salah satu dari tiga waduk yang membendung aliran Sungai Citarum yang merupakan sungai terbesar di Jawa Barat. Dua waduk lainnya adalah Waduk Jatiluhur dan Waduk Cirata. Luas daerah genangan waduk ini sekitar 5.600 Hektar dengan volume tampungan awal 875 Juta m3 air.

Pembangunan

Pembangunan Waduk Saguling berawal dari gagasan seorang insinyur berkebangsaan Belanda, Prof. Ir. W.J. van Blommestein untuk mengintegrasikan seluruh pengairan di Jawa Barat. Ia mulai mengumpulkan data-data pendukung di aliran Sungai Citarum pada dekade 1920-an. Hingga suatu ketika pada tahun 1948 muncul makalahnya tentang rencana pembangunan Waduk di aliran Sungai Citarum. Namun bukan Waduk Saguling yang lebih dahulu direncanakan dibangun, melainkan Waduk Jatiluhur karena dianggap paling mendesak pemanfaatannya. Barulah setelahnya ia merencanakan pembangunan waduk tambahan, salah satunya Waduk Saguling yang awalnya akan diberi nama Waduk Tarum.

Pembangunan Waduk Saguling dimulai dengan mulainya kontruksi bendungan di Desa Saguling, Kecamatan Saguling pada tahun 1980-1986. Konsultan desain bendungannya dari New JEC (Jepang) serta PT. Indra Karya sedangkan kontraktor pembangunannya oleh Dummer Travaux Publics (Prancis) dan PT. Raya Contractor. Biaya pembangunan waduk ini menghabiskan dana 662.968.000 Dollar AS termasuk biaya pembebasan lahan di 49 desa yang didominasi lahan pertanian[2]. Terdapat sekitar 12.00 Kepala Keluarga (KK) yang harus pindah dari desanya, sebagian ada pula yang transmigrasi.

Pemanfaatan

Semula, Waduk Saguling direncanakan hanya untuk keperluan menghasilkan tenaga listrik. Pada tahap pertama pembangkit tenaga listrik yang dipasang berkapasitas 700 MW, tetapi bila di kemudian hari ada peningkatan kebutuhan listrik pembangkit dapat ditingkatkan hingga mencapai 1.400 MW. Badan yang bertanggungjawab dalam pembangunannya adalah Proyek Induk Pembangkit Hidro (PIKITDRO) dari Perusahaan Listrik Negara (PLN), Depatemen Pertambangan dan Energi (sekarang menjadi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia. Selanjutnya, dengan mempertimbangkan permasalahan lingkungan di daerah itu, Saguling ditata-ulang sebagai bendungan multiguna, termasuk untuk kegunaan pengembangan lain seperti perikanan, agri-akuakultur, pariwisata, dan lain-lain.

Permasalahan

Sekarang, waduk ini juga digunakan untuk kebutuhan lokal seperti mandi, mencuci, bahkan untuk membuang kotoran. Hal ini membuat Waduk Saguling kondisinya lebih mengkhawatirkan ketimbang Waduk Cirata dan Waduk Jatiluhur yang sudah dibangun lebih dahulu. Hal tersebut terjadi karena sebagai pintu pertama Sungai Citarum, di Saguling inilah semua kotoran "disaring" untuk pertama kali sebelum kemudian disaring kembali oleh Waduk Cirata dan terakhir oleh Waduk Jatiluhur.[3]. Sisa usia Waduk Saguling diperkirakan tinggal 27 tahun apabila penanganan pencemaran air dan sedimentasi Sungai Citarum tidak dilakukan secara komprehensif. Seharusnya, usia Waduk Saguling minimal masih 31 tahun lagi. Laju sedimentasi di Waduk Saguling mencapai 4,2 juta meter kubik per tahun. Selain itu kandungan bahan kimia berbahaya dalam air waduk akibat pencemaran limbah rumah tangga dan pabrik di daerah aliran Citarum rentan memicu korosi alat pembangkit listrik. [4]

Daerah di sekitar Waduk Saguling berupa perbukitan, dengan banyak sumber air yang berkontribusi pada waduk. Hal tersebut membuat bentuk Waduk Saguling sangat tidak beraturan dengan banyak teluk. Daerah waduk ini asalnya adalah berupa daerah pertanian. Daerah perikanan dari waduk berhadapan dengan tekanan kuat dari populasi penduduk. Hal tersebut terjadi karena 50% dari populasi terdiri dari petani dengan tingkat pertumbuhan tinggi. Peningkatan populasi petani tersebut mengakibatkan berkurangnya lahan yang dapat diolah sehingga memaksa mereka mengembangkan lahan pertanian mereka dengan melakukan pembabatan hutan. Sebagai konsekuensinya, muncul masalah banjir dan longsor di musim hujan. Institut Ekologi di Bandung telah mempelajari hal ini sejak tahun 1978, terutama tentang kondisi dasar daerah ini dan pemantauan serta pengelolaan lingkungan untuk meningkatkan standar hidup penduduk.

Referensi

Pranala luar