Wayang Menak: Perbedaan antara revisi
Baris 1: | Baris 1: | ||
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Houten wajangpop Amir Hamza alias Menak alias Jayengrana voorstellend TMnr 6148-5-4a.jpg|jmpl|250px|Amir Ambyah, tokoh Wayang Menak]] |
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Houten wajangpop Amir Hamza alias Menak alias Jayengrana voorstellend TMnr 6148-5-4a.jpg|jmpl|250px|Amir Ambyah, tokoh Wayang Menak]] |
||
'''Wayang Menak''' atau disebut juga '''Wayang Golek Menak''' merupakan wayang berbentuk boneka kayu yang diyakini muncul pertama kali di daerah [[Kudus]] pada masa pemerintahan Sunan Paku Buwana II. Sumber cerita Wayang Menak berasal dari Kitab Menak, yang ditulis oleh Ki Carik Narawita atas kehendak Kanjeng Ratu Mas Balitar, permaisuri Sunan Paku Buwana I pada tahun 1717 M. |
'''Wayang Menak''' atau disebut juga '''Wayang Golek Menak''' merupakan wayang berbentuk boneka kayu yang diyakini muncul pertama kali di daerah [[Kudus]] pada masa pemerintahan Sunan Paku Buwana II. Sumber cerita Wayang Menak berasal dari Kitab Menak, yang ditulis oleh Ki Carik Narawita menantu Waladana. atas kehendak Kanjeng Ratu Mas Balitar, permaisuri Sunan Paku Buwana I pada tahun 1717 M. Saat penulisannya adalah hari Jumat, tanggal 17 bulan Rajab, tahun Dal, wuku Marakeh, mangsa Kasa, dengan sengkalan: Lenging welut rasa purun (1639 AJ atau 1717 AD) |
||
Babon induk dari Kitab Menak berasal dari Persia, menceritakan Wong Agung Jayeng Rana atau Amir Ambyah (Amir Hamzah), paman Nabi Muhammad SAW. Isi pokok cerita adalah permusuhan antara Wong Agung Jayeng Rana yang beragama Islam dengan Prabu Nursewan yang belum memeluk agama Islam. |
Babon induk dari Kitab Menak berasal dari Persia, menceritakan Wong Agung Jayeng Rana atau Amir Ambyah (Amir Hamzah), paman Nabi Muhammad SAW. Isi pokok cerita adalah permusuhan antara Wong Agung Jayeng Rana yang beragama Islam dengan Prabu Nursewan yang belum memeluk agama Islam. |
||
Baris 8: | Baris 8: | ||
Walaupun tokoh ceritanya sebenarnya orang Arab dan latar belakang ceritanya juga budaya Arab, peraga Wayang Golek Menak diberi pakaian mirip dengan Wayang Kulit Purwa, antara lain dengan memberinya kuluk, jamang, sumping, dsb. Namun, pemakaian jubah dan tutup kepala mirip orang Arab, juga dipakai untuk sebagian tokoh-tokohnya. |
Walaupun tokoh ceritanya sebenarnya orang Arab dan latar belakang ceritanya juga budaya Arab, peraga Wayang Golek Menak diberi pakaian mirip dengan Wayang Kulit Purwa, antara lain dengan memberinya kuluk, jamang, sumping, dsb. Namun, pemakaian jubah dan tutup kepala mirip orang Arab, juga dipakai untuk sebagian tokoh-tokohnya. |
||
== Asal Cerita Menak == |
|||
Cerita Menak disadur dari kepustakaan Persia, judulnya Qissai Emr Hamza. Kitab ini dibuat pada zaman pemerintahan Sultan Harun Al-Rasyid (766 – 809). Sebelum sampai pada saduran bahasa Jawanya, kitab ini lebih dulu dikenal dalam kesusastraan Melayu, dengan judul Hikayat Amir Hamzah. Versi bahasa Jawanya, isi kitab itu sudah berbaur dengan cerita-cerita Panji. |
Cerita Menak disadur dari kepustakaan Persia, judulnya Qissai Emr Hamza. Kitab ini dibuat pada zaman pemerintahan Sultan Harun Al-Rasyid (766 – 809). Sebelum sampai pada saduran bahasa Jawanya, kitab ini lebih dulu dikenal dalam kesusastraan Melayu, dengan judul Hikayat Amir Hamzah. Versi bahasa Jawanya, isi kitab itu sudah berbaur dengan cerita-cerita Panji. |
||
Serat Menak gubahan pujangga besar Surakarta, Yasadipura I (1729 – 1802) dari Surakarta, sebenarnya bukan hanya berupa penerjemahan dari bahasa Arab Parsi ke bahasa Jawa, juga mengubah filsafat cerita itu sehingga lebih mudah dicerna oleh ma-syarakat Jawa. Lagi pula Yasadipura I bukan mener-jemahkannya langsung dari bahasa Melayu aslinya — melainkan menggubah kembali dari Kitab Menak hasil terjemahan pujangga sebelumnya, yakni dari zaman Kartasura. Pujangga penerjemah aslinya, tidak tercatat namanya. |
Serat Menak gubahan pujangga besar Surakarta, Yasadipura I (1729 – 1802) dari Surakarta, sebenarnya bukan hanya berupa penerjemahan dari bahasa Arab Parsi ke bahasa Jawa, juga mengubah filsafat cerita itu sehingga lebih mudah dicerna oleh ma-syarakat Jawa. Lagi pula Yasadipura I bukan mener-jemahkannya langsung dari bahasa Melayu aslinya — melainkan menggubah kembali dari Kitab Menak hasil terjemahan pujangga sebelumnya, yakni dari zaman Kartasura. Pujangga penerjemah aslinya, tidak tercatat namanya. |
||
Serat Menak Kartasura masih dekat sekali dengan Hikayat Amir Hamzah. Karya itu berbahasa Melayu yang ditengarai masih adanya kata-kata Melayu, di antaranya temen sira nora kasih, tumpesen donemu (=olehmu), sang nata dhateng turut dan Ambyah kang dipun beri (Poerbatjaraka, 1940:2). Naskah Menak Kartasura dikelola oleh Perpustakaan Nasional RI, dengan nomor koleksi BG 613, ditulis pada dluwang ukuran 24×35 cm sebanyak 1.188 halaman, dalam bentuk tembang dan aksara Jawa corak keraton pada masa itu (Poerbatjaraka, 1940:9). |
|||
Pada abad ke-18, masa kapujanggan di Surakarta, Yasadipura menyusun gubahan Serat Menak bersumber dari Menak Kartasura (Pigeaud, 1967:213-214; Poerbatjaraka, 1957:168).Serat Menak gubahan Yasadipura (untuk selanjutnya disebut Menak Yasadipura), lebih diperluas.Karya itu disusun dalam bentuk tembang macapat.Teks Menak Yasadipura termasuk teks yang terpanjang, dan merupakan saduran langsung dari Menak Kartasura.Teks terdiri dari 5.200 halaman di dalam naskah. |
|||
Naskah Menak yang lain lagi adalah naskah Br.27 koleksi Perpustakaan Nasional RI, ditulis dengan aksara Pegon, berbentuk tembang. Isinya lebih kurang paralel dengan Menak Kartasura (Poerbatjaraka, 1940:53-54).Sejarah Darma PA 0020 adalah versi Serat Menak yang lebih ringkas daripada versi Yasadipura, berangkat tahun 1720 AJ atau 1794 AD.Sejarah Darma berisi cerita Menak yang utuh seperti Menak Kartasura.Menak Yasadipura terbagi menjadi episode-episode.Masing-masing merupakan satu lakon penuh. |
|||
Pada awal abad ke-17 terdapat naskah Menak (Jawa) dalam lontar sebanyak 119 lembar.Pada tahun 1627 Andrew James menyerahkan naskah itu ke Bodleian Library.Dengan demikian, dua abad sebelum Yasadipura menulis Serat Menak sastra Amir Hamzah telah masuk ke sastra Jawa (Ricklefs & Voohoeve, 1977:43, dikutip Sedyawati dkk, 2001:319). |
|||
Cerita Menak lain yang bukan cerita induk adalah Menak Pang atau Menak Sempalan. Dari cerita ini yang paling digemari adalah Rengganis dan Prabu Lara.Naskah Menak carangan banyak tersebar di Lombok dalam bentuk naskah lontar (Pigeaud, 1967, Poerbatjaraka 1940, dikutip Sedyawati dkk, 2001:323).Naskah lainnya adalah Rengganis Madura no. lontar 7, nomor 9, Rengganis Madura BG 775, dan Rengganis Sempalan Br. 531. |
|||
Persebaran Hikayat Amir Hamzah dan Cerita Menak |
|||
Hikayat Amir Hamzah ditulis dan dibaca untuk membangkitkan semangat juang bagi para prajurit yang akan maju perang. Dalam de Roma van Amir Hamza, van Ronkel melacak sejauh mana Hikayat Amir Hamzah dari sastra Melayu menyebar luas ke daerah lain dalam bahasa setempat (van Ronkel 1895, Sedyawati dkk, 2001:318). |
|||
Penyebaran di dalam sastra Jawa melalui Menak Kartasura |
|||
Hikayat Amir Hamzah berkembang menjadi Menak Yasadipura beserta Menak Pang dan Menak Sempalan lainnya.Sastra Bugis Makassar mengenal Hikayat Amir Hamzah. Sastra Sunda pun memiliki Serat Menak yang merupakan alih bahasa dari Serat Menak versi Jawa dan versi lain dengan nama Amir Hamzah (van Ronkel 1895, dikutip Sedyawti dkk: 318). Di kalangan masyarakat Sasak di Lombok, cerita Menak ditampilkan dan dikemas dalam seni pertunjukan wayang kulit Sasak dengan repertoire cerita Menak. Di Lombok cerita Menak bersumber dari naskah lontar ditulis dari bahasa Jawa dengan huruf Jejawan, ditulis sesuai de-ngan kawinannya (Sadarudin, tt), dengan tokoh cerita Wong Menak, Jayengrana, Jayeng Tinon, Jayeng Palugon, sedangkan tokoh-tokoh cerita lainnya Umar Maya, Maktal, Taptanus, Saptanus, Umarmadi dan Alam Daur. |
|||
Kedekatan dengan Cerita Panji |
|||
Cerita Menak dari segi strukturnya sama dengan cerita Panji. Kemiripan bentuk ataupun sifat dan karakter serta nama-nama tokoh cerita mengacu pada Serat Panji.Sejatinya cerita Menak adalah cerita Panji dengan tokoh cerita orang asing.Nama-nama tokoh cerita banyak kemiripannya dengan nama-nama tokoh cerita Panji, seperti Dewi Muninggar dipersamakan dengan Galuh Candrakirana, Amir Hamzah dipadankan dengan Inu Kertapati. Oleh karena itu, julukan Amir Ambyah pun dipersamakan de ngan Panji, yaitu Jayengrana, Jayeng palugon, Jayadimurti (Poerbatjaraka, 1952). |
|||
Kesamaan lainnya adalah adanya punakawan.Punakawan Panji sebanyak dua orang.Mereka adalah Jurudyan dan Prasanta, atau Jodheg dan Prasanta, atau Bancak-Doyok, Penthul-Tembem. Wong Agung Menak juga diiringi dua punakawan, yaitu Umarmaya dan Umarmadi yang merupakan perubahan lafal dari ‘Amr ibn Omayya dan ‘Amr ibn Mahdi Karib (Pigeaud 1950:238). |
|||
Begitu lekatnya sastra Menak dengan sastra Panji sehingga motif cerita dan intisarinya sama. Cerita Rengganis yang merupakan sempalan dari cerita Menak sangat diilhami oleh sastra Panji (Poerbatjaraka, 1952). |
|||
Nama-nama tokoh dalam Wayang Golek Menak juga sudah disesuaikan dengan lidah orang Jawa. Misalnya, nama Badi’ul Zaman diubah menjadi Imam Suwangsa; Omar Bin Umayah menjadi Umar Maya; Mihrnigar menjadi Dewi Retna Muninggar; Qoraishi menjadi Dewi Kuraisin, dsb. |
Nama-nama tokoh dalam Wayang Golek Menak juga sudah disesuaikan dengan lidah orang Jawa. Misalnya, nama Badi’ul Zaman diubah menjadi Imam Suwangsa; Omar Bin Umayah menjadi Umar Maya; Mihrnigar menjadi Dewi Retna Muninggar; Qoraishi menjadi Dewi Kuraisin, dsb. |
Revisi per 21 April 2018 22.34
Wayang Menak atau disebut juga Wayang Golek Menak merupakan wayang berbentuk boneka kayu yang diyakini muncul pertama kali di daerah Kudus pada masa pemerintahan Sunan Paku Buwana II. Sumber cerita Wayang Menak berasal dari Kitab Menak, yang ditulis oleh Ki Carik Narawita menantu Waladana. atas kehendak Kanjeng Ratu Mas Balitar, permaisuri Sunan Paku Buwana I pada tahun 1717 M. Saat penulisannya adalah hari Jumat, tanggal 17 bulan Rajab, tahun Dal, wuku Marakeh, mangsa Kasa, dengan sengkalan: Lenging welut rasa purun (1639 AJ atau 1717 AD)
Babon induk dari Kitab Menak berasal dari Persia, menceritakan Wong Agung Jayeng Rana atau Amir Ambyah (Amir Hamzah), paman Nabi Muhammad SAW. Isi pokok cerita adalah permusuhan antara Wong Agung Jayeng Rana yang beragama Islam dengan Prabu Nursewan yang belum memeluk agama Islam.
Wayang ini diciptakan oleh Ki Trunadipura, seorang dalang dari Baturetno, Surakarta, pada zaman pemerintahan Mangkunegara VII (1916 – 1944). Induk ceritanya bukan diambil dari Kitab Ramayana dan Mahabarata, melainkan dari Kitab Menak. Latar belakang cerita Menak adalah negeri Arab, pada masa perjuangan Nabi Muhammad SAW menyebarkan agama Islam.
Walaupun tokoh ceritanya sebenarnya orang Arab dan latar belakang ceritanya juga budaya Arab, peraga Wayang Golek Menak diberi pakaian mirip dengan Wayang Kulit Purwa, antara lain dengan memberinya kuluk, jamang, sumping, dsb. Namun, pemakaian jubah dan tutup kepala mirip orang Arab, juga dipakai untuk sebagian tokoh-tokohnya.
Asal Cerita Menak
Cerita Menak disadur dari kepustakaan Persia, judulnya Qissai Emr Hamza. Kitab ini dibuat pada zaman pemerintahan Sultan Harun Al-Rasyid (766 – 809). Sebelum sampai pada saduran bahasa Jawanya, kitab ini lebih dulu dikenal dalam kesusastraan Melayu, dengan judul Hikayat Amir Hamzah. Versi bahasa Jawanya, isi kitab itu sudah berbaur dengan cerita-cerita Panji.
Serat Menak gubahan pujangga besar Surakarta, Yasadipura I (1729 – 1802) dari Surakarta, sebenarnya bukan hanya berupa penerjemahan dari bahasa Arab Parsi ke bahasa Jawa, juga mengubah filsafat cerita itu sehingga lebih mudah dicerna oleh ma-syarakat Jawa. Lagi pula Yasadipura I bukan mener-jemahkannya langsung dari bahasa Melayu aslinya — melainkan menggubah kembali dari Kitab Menak hasil terjemahan pujangga sebelumnya, yakni dari zaman Kartasura. Pujangga penerjemah aslinya, tidak tercatat namanya.
Serat Menak Kartasura masih dekat sekali dengan Hikayat Amir Hamzah. Karya itu berbahasa Melayu yang ditengarai masih adanya kata-kata Melayu, di antaranya temen sira nora kasih, tumpesen donemu (=olehmu), sang nata dhateng turut dan Ambyah kang dipun beri (Poerbatjaraka, 1940:2). Naskah Menak Kartasura dikelola oleh Perpustakaan Nasional RI, dengan nomor koleksi BG 613, ditulis pada dluwang ukuran 24×35 cm sebanyak 1.188 halaman, dalam bentuk tembang dan aksara Jawa corak keraton pada masa itu (Poerbatjaraka, 1940:9).
Pada abad ke-18, masa kapujanggan di Surakarta, Yasadipura menyusun gubahan Serat Menak bersumber dari Menak Kartasura (Pigeaud, 1967:213-214; Poerbatjaraka, 1957:168).Serat Menak gubahan Yasadipura (untuk selanjutnya disebut Menak Yasadipura), lebih diperluas.Karya itu disusun dalam bentuk tembang macapat.Teks Menak Yasadipura termasuk teks yang terpanjang, dan merupakan saduran langsung dari Menak Kartasura.Teks terdiri dari 5.200 halaman di dalam naskah.
Naskah Menak yang lain lagi adalah naskah Br.27 koleksi Perpustakaan Nasional RI, ditulis dengan aksara Pegon, berbentuk tembang. Isinya lebih kurang paralel dengan Menak Kartasura (Poerbatjaraka, 1940:53-54).Sejarah Darma PA 0020 adalah versi Serat Menak yang lebih ringkas daripada versi Yasadipura, berangkat tahun 1720 AJ atau 1794 AD.Sejarah Darma berisi cerita Menak yang utuh seperti Menak Kartasura.Menak Yasadipura terbagi menjadi episode-episode.Masing-masing merupakan satu lakon penuh.
Pada awal abad ke-17 terdapat naskah Menak (Jawa) dalam lontar sebanyak 119 lembar.Pada tahun 1627 Andrew James menyerahkan naskah itu ke Bodleian Library.Dengan demikian, dua abad sebelum Yasadipura menulis Serat Menak sastra Amir Hamzah telah masuk ke sastra Jawa (Ricklefs & Voohoeve, 1977:43, dikutip Sedyawati dkk, 2001:319).
Cerita Menak lain yang bukan cerita induk adalah Menak Pang atau Menak Sempalan. Dari cerita ini yang paling digemari adalah Rengganis dan Prabu Lara.Naskah Menak carangan banyak tersebar di Lombok dalam bentuk naskah lontar (Pigeaud, 1967, Poerbatjaraka 1940, dikutip Sedyawati dkk, 2001:323).Naskah lainnya adalah Rengganis Madura no. lontar 7, nomor 9, Rengganis Madura BG 775, dan Rengganis Sempalan Br. 531.
Persebaran Hikayat Amir Hamzah dan Cerita Menak
Hikayat Amir Hamzah ditulis dan dibaca untuk membangkitkan semangat juang bagi para prajurit yang akan maju perang. Dalam de Roma van Amir Hamza, van Ronkel melacak sejauh mana Hikayat Amir Hamzah dari sastra Melayu menyebar luas ke daerah lain dalam bahasa setempat (van Ronkel 1895, Sedyawati dkk, 2001:318).
Penyebaran di dalam sastra Jawa melalui Menak Kartasura
Hikayat Amir Hamzah berkembang menjadi Menak Yasadipura beserta Menak Pang dan Menak Sempalan lainnya.Sastra Bugis Makassar mengenal Hikayat Amir Hamzah. Sastra Sunda pun memiliki Serat Menak yang merupakan alih bahasa dari Serat Menak versi Jawa dan versi lain dengan nama Amir Hamzah (van Ronkel 1895, dikutip Sedyawti dkk: 318). Di kalangan masyarakat Sasak di Lombok, cerita Menak ditampilkan dan dikemas dalam seni pertunjukan wayang kulit Sasak dengan repertoire cerita Menak. Di Lombok cerita Menak bersumber dari naskah lontar ditulis dari bahasa Jawa dengan huruf Jejawan, ditulis sesuai de-ngan kawinannya (Sadarudin, tt), dengan tokoh cerita Wong Menak, Jayengrana, Jayeng Tinon, Jayeng Palugon, sedangkan tokoh-tokoh cerita lainnya Umar Maya, Maktal, Taptanus, Saptanus, Umarmadi dan Alam Daur.
Kedekatan dengan Cerita Panji
Cerita Menak dari segi strukturnya sama dengan cerita Panji. Kemiripan bentuk ataupun sifat dan karakter serta nama-nama tokoh cerita mengacu pada Serat Panji.Sejatinya cerita Menak adalah cerita Panji dengan tokoh cerita orang asing.Nama-nama tokoh cerita banyak kemiripannya dengan nama-nama tokoh cerita Panji, seperti Dewi Muninggar dipersamakan dengan Galuh Candrakirana, Amir Hamzah dipadankan dengan Inu Kertapati. Oleh karena itu, julukan Amir Ambyah pun dipersamakan de ngan Panji, yaitu Jayengrana, Jayeng palugon, Jayadimurti (Poerbatjaraka, 1952).
Kesamaan lainnya adalah adanya punakawan.Punakawan Panji sebanyak dua orang.Mereka adalah Jurudyan dan Prasanta, atau Jodheg dan Prasanta, atau Bancak-Doyok, Penthul-Tembem. Wong Agung Menak juga diiringi dua punakawan, yaitu Umarmaya dan Umarmadi yang merupakan perubahan lafal dari ‘Amr ibn Omayya dan ‘Amr ibn Mahdi Karib (Pigeaud 1950:238).
Begitu lekatnya sastra Menak dengan sastra Panji sehingga motif cerita dan intisarinya sama. Cerita Rengganis yang merupakan sempalan dari cerita Menak sangat diilhami oleh sastra Panji (Poerbatjaraka, 1952).
Nama-nama tokoh dalam Wayang Golek Menak juga sudah disesuaikan dengan lidah orang Jawa. Misalnya, nama Badi’ul Zaman diubah menjadi Imam Suwangsa; Omar Bin Umayah menjadi Umar Maya; Mihrnigar menjadi Dewi Retna Muninggar; Qoraishi menjadi Dewi Kuraisin, dsb.
Tokoh utamanya, Emr Hamza (Amir Hamzah) — yang dalam Wayang Golek Menak disebut Amir Ambyah atau Wong Agung Jayengrana dan banyak nama alias lainnya, bermusuhan antara lain dengan Prabu Nusirwan dari Kerajaan Medayin. Waktu itu Mekah sudah menjadi Kerajaan Islam, sedangkan Kerajaan Medayin dan banyak kerajaan lainnya, belum.
Tokoh dalam Wayang Menak
- Wong Agung Jayeng Rana / Amir Ambyah Raja Kerajaan Kuparman
- Prabu Nursewan Raja Kerajaan Medayin
- Raden Lukman Hakim
- Raden Bekti Jamal
- Raden Betal Jemur
- Umar Maya
- Umar Madi
- Sultan Agung Jayusman Samsulrijal
- Prabu Lamdahur
- Prabu Menak Kajun Raja Negara Parang Akik
- Prabu Hong Te Te Raja Negara Mongolia
- Dewi Retna Muninggar
- Dewi Marpinjun
- Dewi Ismayawati
- Dewi Kelaswara
- Dewi Sudarawreti
- Dewi Sekarkedathon
- Patih Bestak
Urutan Cerita
1. Menak Sareas.
2. Menak Lare: 1-4.
3.Menak Sêrandil.
4. Menak Sulub: 1-2.
5. Menak Ngajrak.
6. Menak Dêmis.
7. Menak Kaos.
8. Menak Kuristam.
9. Menak Biraji.
10. Menak Kanin.
11. Menak Gandrung.
12. Menak Kanjun.
13. Menak Kôndhabumi.
14. Menak Kuwari.
15. Menak Cina: 1-5.
16. Menak Mukub.
17. Menak Malebari: 1-4.
18. Menak Purwakôndha: 1-3.
19. Menak Kustup: 1-2.
20. Menak Tasmitèn.
21. Menak Pirkaras.
22. Menak Kalakodrat: 1-2.
23. Menak Sorangan: 1-2.
24. Menak Jamintoran: 1-2.
25. Menak Jaminambar: 1-3.
26. Menak Talsamat.
27. Menak Lakad: 1-3
Ringkasan Cerita
01 Menak Sarehas
Sarehas raja Medayin, karena ingin memperoleh kesaktian ia bertapa di dasar laut. Karena ketekunannya, datang Nabi Kilir menemuinya dan menganugerahi kulit kayu yang berkhasiat dapat menjadikan orang bijaksana dan mengerti segala bahasa makluk hidup. Oleh Prabu Sarehas, kulit kayu tersebut diberikan kepada Ki Nimdahu, juru masak istana agar diolah menjadi kueh apem.
Sesuatu yang tak terduga terjadi. Setelah apem masak, langsung dimakan oleh Lukmanakim, anak Nimdahu, sedangkan Prabu Sarehas diberi apem biasa. Karena itu setelah makan apem, Prabu Sarehas tetap saja seperti semula, tidak memiliki kesaktian apapun. Sebaliknya Lukmanakim kemudian menjadi orang bijaksana dan mengerti bahasa segala makluk hidup.
Lukmanakim kemudian mendapat berbagai ilmu dari Raja Jin, yang ditulisnya hingga menjadi kitab dan dinamakan Adam Makna. Diantara khasiat ilmunya Ia dapat menghidupkan orang mati dan menjadikan muda orang tua. Kemudian kitab itu yang dua per tiga bagian direbut Jabarail, sepertiga bagian dibuang jatuh ke laut, sepertiga bagian lagi dilemparkan dan jatuh di negara Ngajarak diterima oleh Asanasil.
Beberapa tahun kemudian, Lukmanakim meninggal. Ia mempunyai seorang Putra bernama Bektijamal. Tak lama kemudian Prabu Sarehas juga meninggal dan digantikan oleh putranya Kobatsah. Sedangkan patihnya, Abujantir digantikan oleh Aklaswajir. Bektijamal mempunyai seorang putra, bernama Betaljamur. Ia itulah yang menerima warisan sisa kitab Adam Makna setelah Bektijamal mati dibunuh Patih Aklaswajir karena berebut harta karun, sehingga Betaljemur menjadi orang yang pandai lagi bijaksana.
Patih Aklaswajir berputra tiga orang, dua putri dan seorang putra lelaki yang diberi nama Bestak. Putri yang sulung diperistri putra Raja Ngabesi, sedangkan adiknya menjadi istri Betaljemur. Beberapa tahun kemudian ketika Raja Kobatsah meninggal, Yayi putranya menggantikannya menjadi Raja Medayin dan bergelar Prabu Nusirwan. Bestak diangkat menjadi patihnya, sedangkan Betaljemur dijadikan penasehat negara Medayin.
02 Menak Lare
Di mekah, Jumiril mengabdikan diri kepada Baginda Hasim, Adipati Mekah. Ia diangkat sebagai patih dan diambil menantu oleh Baginda Hasim, dikawinkan dengan Sitimahya. Dari perkawinan ini, lahirlah Umarmaya. Ketika Baginda Hasim wafat, Abdulmutalib, putranya diangkat menjadi Adipati Mekah. Abdulmutalib mempunyai seorang putra yang bernama Amir Hambyah. Sejak kecil Hambyah dan Umarmaya bersahabat karib dan selalu bersama –sama. Kekuatan Amir Ambyah luar biasa tidak ada yang menyamai. Ia dapat mencabut pohon kurma dengan mudah nya ketika berebut buah dengan Umarmaya.
Amir Ambyah juga ahli dalam berperang. Mahir dalam memainkan senjata panah, pedang dan cemeti. Ia juga mempunyai kesaktian berupa petak dan perang mengangkat Tubuh lawan, lalu dbanting. Suatu saat, Di sebuah istana di tengah hutan, Amir Ambyah dan Umarmaya Menemukan kuda Kalisahak ,kuda peninggalan Nabi Iskak lengkap dengan segala perlengkapan perang.
Suatu hari ketika Abdulmutalib pergi ke negeri Yaman untuk menyerahkan upeti, Amir Ambyah dan Umarmaya turut serta. Di tengah perjalanan mereka diserang Maktal, putra raja Ngalabani. Amir Ambyah melawan. Dalam perkelahian Maktal kalah dan tunduk pada Amir Ambyah. Raja Yaman pun akhirnya juga tunduk pada Amir Ambyah. Amir Ambyah juga memenangkan sayembara yang diadakan oleh Umandhitahim, putri raja Yaman. Namun oleh Amir Ambyah, Umandhitahim diserahkan kepada Tohkaran, putra raja Ngabesah.
Ketika Mekah kedatangan musuh dari Kebar di bawah pimpinan raja putra Huksam, Amir Ambyah segera datang menghadapi musuh. Dalam pertempuran itu Huksam tewas. Demikian pula ketika Umarmadi, raja Kohkarib menyerang Mekah, ia pun kalah dan akhirnya tunduk pada Amir Ambyah.
Mendengar tentang keperkasaan Amir Ambyah, Prabu Nusirwan dari Medayin mengirim utusan untuk memanggil Amir Ambyah. Namun diperjalanan utusan tersebut diserang oleh Umarmaya dan Umarmadi. Prabu Nusirwan lalu meminta tolong kepada Betaljemur agar Amir Ambyah datang ke Medayin. Betal jemur lalu mengutus Wahas, putranya untuk menemui Amir Ambyah, disertai surat dan dikirimi payung pusaka bernama Tunggulnaga.
Amir Ambyah datang menghadap ke Medayin dengan mengendarai kuda Kalisahak, serta diiringi oleh para raja dan paras atria. Di perjalanan, Amir Ambyah berhasil membunuh binatang hutan bernama Wabru yang banyak menimbulkan kerusakan di Medayin. Amir Ambyah kemudian memerintahkan Maktal untuk mendahului ke Medayin dan menyerahkan Wabru kepada Raja Nusirwan. Setibanya di Medayin, oleh Prabu Nusirwan Maktal diadu kesaktian melawan Hirjam, Panglima Medayin. Ternyata Hirjam kalah. Prabu Nusirwan kemudian menyambut kedatangan Amir Ambyah dengan segenap tentaranya di Medayin.
Pada saat itu Prabu Nusirwan dengan permaisurinya telah dikaruniai 5 orang putra, 2 putri dan 3 pria, yaitu Dewi Retna Muninggar, Dewi Marpinjun, Herman, Hurmus dan Semakun. Banyak raja dan para kesatria yang hendak mempersunting Muninggar. Raja Kistaham dan Kobat, anaknya sangat membenci Amir Ambyah. Selain Amir Ambyah dan Umarmaya diambil sebagai putra angkat Betaljemur, Amir Ambyah juga sangat disayang oleh Raja Nusirwan.
Selain itu, Muninggar menaruh hati pada Amir Ambyah. Akhirnya terjadilah perkelahian antara Kistahan dan Kobat melawan Amir Ambyah. Kistaham dan Kobat kalah. Mereka kemudian melarikan diri minta perlindungan Raja Jobin dari negara Kaos.
Suatu ketika Halkamah, raja Kebar, menyerang Medayin. Prabu Nusirwan memerintahkan Amir Ambyah untuk menghadapinya. Dalam pertempuran yang seru itu, Halkamah tewas. Kedudukannya kemudian digantikan oleh Yusupati yang telah takluk kepada Amir Ambyah. Pesta besar diselenggarakan di Istana Medayin untuk menyambut kemenangan Amir Ambyah. Pada waktu itulaah Amir Ambyah berkenalan dengan Muninggar. Mereka berdua saling jatuh cinta dan mengikrarkan janji naik ke pelaminan sebagai jejaka dan perawa
03 Menak Serandil
Sadalsah, raja Selam atau Serandil, memperistri Basirin putri Bakarabunisyah, keturunan Nabi Idris. Mereka mempunyai seorang putra bernama Lamdahur. Pada waktu Lamdahur belum dewasa, raja Saldasah wafat dan digantikan oleh Saldasah, adiknya yang mempunyai anak bernama Jibul. Setelah dewasa Lamdahur mempunyai perawakan yang tinggi besar, gagah perkasa dan sakti. Khawatir kalau-kalau Lamdahur akan menuntut tahta kerajaan, Sahalsah menangkap Lamdahur dan dipenjarakannya. Tersebutlah di negeri Nglaka, Dewi Prabandini putri raja Nglaka bermimpi bersuamikan Lamdahur. Ia lalu pergi mencari Lamdahur dan menemukannya di dalam penjara di Serandil. Lamdahur dikeluarkaan dari penjara dan diajak ke Nglaka, kawin dengan Dewi Prabandini,dan dinobatkan menjadi raja di Nglaka. Beberapa waktu kemudian Lamdahur mengerahkan pasukan menyerang Serandil. Dalam peperangan itu Raja Sahalsah kalah dan tunduk. Ia kemudian diangkat menjadi raja di Negara Sulebar, sedangkan Serandil di kuasai oleh Lamdahur.
Suatu ketika timbul keinginan Lamdahur hendak menyerang Medayin. Prabu Nusirwan yang tahu rencana tersebut, segera minta bantuan Amir Ambyah, yang segera berangkaat ke Serandil. Pada waktu itu, Umarmaya mimpi bertemu Nabi Adam, Nabi Ibrahim, Nabi Iskak dan Nabi Sulaeman, semua menganugerahi kesaktian, antara lain Kasang yang dapat mengabulkan semua apa yang menjadi keinginannya, tahu separoh bahasa dunia, sehingga ia bisa menjadi juru bahasa sebanyak 260 negara, dan dapat berganti rupa apa saja sesuai kehendaknya. Sahalsah, raja Sulebar yang membantu Lamdahur, akhirnya tunduk pada Amir Ambyah. Umarmaya kemudian diutus Amir Ambyah untuk menantang Lamdahur. Pertempuran terjadi di hutan. Lamdahur kalah, dan menyatakan tunduk pada Amir Ambyah.
Tersebutlah, Raja Kistaham yang ingin membunuh Amir Ambyah. Ia kemudian mengirimkan dua wanita penghibur, Jamsikin dan Samsikin supaya meracuni Amir ambyah. Umarmaya yang waspada, berhasil membunuh kedua wanita penghibur tersebut, dan berhasil memperoleh obat penawar racun bagi Amir Ambyah dari Nukman, pendeta di Tagelur. Kistaham kemudian diserang Lamdahur, dan lari kembali ke Medayin, melapor kepada Prabu Nusirwan bahwa Ambyah telah tewas dan mengusulkan agar Muninggar dikawinkan dengan raja Bangid. Umarmaya, Lamdahur dan Amir Ambyah segera menyusul pergi ke Medayin. Kistaham ketika mendengar Amir Ambyah masih hidup dan akan datang ke Medayin, pergi melarikan diri hendak minta bantuan ke Negara Kaos. Sedangkan Raja Bangid ditangkap oleh Umarmaya dan Lamdahur, kemudian dijebloskan ke dalam penjara.
Keinginan Prabu Nusirwan untuk segera menikahkan Muninggar dengan Amir Ambyah, dicegah oleh Bestak, yang mengirimkan utusan untuk membunuh Amir Ambyah, tetapi gagal. Bestak mencari akal, ia mohon agar Muninggar disembunyikan dan diberitakan kalau Muninggar telah bunuh diri. Siasat ini dimaksudkan agar Amir Ambyah ikut mati karena sedih. Usaha inipun gagal, karena Umarmaya dan Lamdahur berhasil membongkar kuburan palsu yang diberitakan sebagai kuburannya Muninggar.
Amir Ambyah marah, tetapi kemarahannya itu dibelokkan Bestak untuk menghadapi raja-raja yang hendak melawan Medayin, yaitu Yunan, Ngerum dan Mesir. Amir Ambyah berjanji, tidak akan mengawini Muninggar sebelum raja-raja itu tunduk. Amir Ambyah dan pasukannya segera berangkat disertai Raja Karun sebagai penunjuk jalan, yang tanpa setahu Amir Ambyah telah mendapat perintah rahasia dari patih Bestak agar meracuninya. Namun usaha keji itu mengalami kegagalan. Karena Raja Karun hanya sebagai orang suruhan, maka Amir Ambyah memaafkannya.
Ke Arab. Amir Ambyah lalu menyerang Raja Jobin. Pertempuran berkobar hebat di Bakdiatar. Dalam pertempuran trsebut, kening Amir Ambyah tertusuk pedang Jobin. Ia segera dilarikan ke Arab, dan diobati Umarmaya sampai sembuh. Pasukan Medayin segera mengepung Arab, yang membuat Arab kekurangan pangan. Untunglah Muninggar berhasil mencari gandum ke Medayin. Umarmaya pun berhasil masuk ke perkemahan pasukan Medayin, meracuni Prabu Nusirwan, patih Bestak dan Jobin. Dalam keadaan tak sadarkan diri, mereka diserahkan kepada Amir Ambyah, tapi Amir Ambyah menolaknya. Umarmaya membawanya kembali ke perkemahan, tetapi diperjalanan mereka dicukur, dipermalukan dan disakiti.
04 Menak Sulub
Kedatangan pasukan Amir Ambyah di Negara Yunan disambut oleh pasukan Yunan dibawah panglima perangnya, Tamtanus dan Samtanus. Perang seru terjadi dan berakhir dengan kemenangan Amir Ambyah. Tamtanus dan Samtanus mengaku kalah dan tunduk. Namun Raja Karun berbalik memihak Raja Yunan. Amir Ambyah tertangkap oleh perangkap Raja Karun,tetapi dapat dibebaskan oleh Umarmaya. Akhirnya Raja Yunan tunduk pada Amir Ambyah. Sementara Raja Karun berhasil ditangkap oleh Amir Ambyah dan dibunuh. Tamtanus kemudian dinobatkan sebagai Raja Yunan. Setelah itu Amir Ambyah dan pasukannya melanjutkan perjalanan ke Mesir dan Ngerum.
Amir Ambyah dan pasukannya berhasil menundukkan Ngerum. Tetapi ketikan menyerang mesir, Amir Ambyah terperangkap dan dipenjarakan di Pulau Sulub. Tamtanus dan Maktal berusaha melepaskan Amir Ambyah.
Sementara itu, Jarahbanum, putri raja Mesir penguasa pulau Sulub mendapat firasat agar bersuamikan Maktal. Ia segera bertemu dengan Maktal yang sedang mencari Amir Ambyah. Terjadi permufakatan, Maktal akan memperistri Jarahbanum asalkan ia bisa membantu membebaskan Amir Ambyah dari penjara. Permintaan itu berhasil dipenuhi oleh Jarahbanum. Amir Ambyah bebas dan perangpun berkobar kembali. Raja Mesir yang tak mau tunduk, akhirnya mati dibunuh Amir Ambyah. Sebagai gantinya Asanasir, adiknya diangkat sebagai Raja Mesir. Sebagai balas budi, Asanasir menyerahkan putrinya, Sekar kedhaton untuk diperistri Amir Ambyah. Terjadilah perkawinan kembar, Amir Ambyah dengan Sekar Kedhaton, dan Maktal dengan Jarahbanum.
Sementara itu Kistaham mendatangi Raja Jobin di negeri Kaos, minta bantuan mengalahkan Amir Ambyah. Jobin bersedia asal dikawinkan dengan Muninggar. Permintaan disanggupi, tetapi ditangguhkan dulu, dan Jobin dimintanya tinggal diperistirahatan.
Amir Ambyah segera kembali ke Medayin, langsung dating ke Istana mengawini Muninggar, dan terus membawanya
05 Menak Ngrajak
Di Negara Ngajrak, Taminasar, raja jin kalah berperang melawan raksasa. Berdasarkan kitab Adam Makna, Asanasil mengusulkan pada Taminasar agar minta bantuan kepada Amir Ambyah. Usul tersebut diterima, dan patih Asanasil bersama anaknya, Sadatsatir diperintaahkan berangkat ke Arab. Sesampainya di Arab, mereka berdua menyaksikan Mekah di kepung pasukan Medayin. Mereka segera menemui Amir Ambyah daaan meminta ijin untuk memerangi pasukan Medayin. Amir Ambyah mengijinkan. Kedua jin tersebut lalu mengamuk, membuat pasukan Medayin berantakan dan lari tunggang langgang.
Amir Ambyah kemudian pergi ke Ngajrak. Di kota Emas, Amir Ambyah ditemui Nabi Kilir yang memberikan pelajaran cara melawan raksasa. Berkat pelajaran tersebut, akhirnya Amir Ambyah berhasil menumpas pasukan para raksasa.
Raja jin Taminasar sangat berterimakasih kepada Amir Ambyah. Ia menghadiahi cemeti wasiat peninggalan Nabi Sulaeman, serta mengangkat Amir Amyah sebagai menantunya, dinikahkan dengan putrinya, Dewi Ismayawati. Dari perkawinan ini lahir seorang putri yang diberi nama Dewi Kuraisin.
Selama Amir Ambyah tinggal di Ngajrak, Mekah kembali dikepung pasukan Medayin. Dewi Muninggar dan pasukan pengawalnya berhasil diselamatkan oleh Betaljemur, diungsikan kenegara Katijah. Mendengar hal itu, Amir Ambyah minta ijin Taminasar kembali ke Arab. Di perjalanan ia bertemu Nabi Kilir yang menganugrahinya pusaka. Selama dalam Perjalan, Amir Ambyah selalu berperang melawan para raksasa. Untunglah patih Asanasil dan Kuraisin segera menyasul, mengikuti dan membantunya.
Suatu ketika Amir Ambyah bertemu raksasa bernama Rames, yang berhasil membawa terbang Amir Ambyah dan Melemparkannya ke tengah laut. Amir Ambyah berhasil ditolong malaekat. Ketika bertemu lagi dengan Rames, Rames meminta maaf dan diampuni Amir Ambyah, oleh Amir Ambyah, Rames dikawinkan dengan sesama raksasa, dan mempunyai anak berujut kuda yang diberi nama Sekardiyu, yang setelah besar menjadikuda tunggangan Amir Ambyah. Sementara itu, Rames yang selalu berusaha akan membunuh Amir Ambyah, akhirnya tewas karena disepak oleh Sekardiyu, anaknya sendiri. Amir Ambyah pun meneruskan perjalanannya, dan bertemu dengan Ayub dan Balul yang memberitahukan bahwa Negara Arab dikepung musuh.
Sementara itu bahaya kekurangan makanan menimpa negara Katijah. Umarmadi berusaha mencari makanan ke Negara Karsinah. Ia kemudian diambil menantu oleh raja Karsinah dan dinobatkan menjadi raja. Tiba-tiba putri raja Karsinah meninggal. Menurut adat Negara tersebut, suami harus ikut dikuburkan. Umarmadi tidak mau, ia disergap dan ditangkap banyak orang. Untunglah Amir Ambyah tiba di negara Karsinah dan menolong Umarmadi. Adat di Negara tersebut pun diperbaharui, setelah itu ia melanjutkan perjalanan ke Katijah dan bertemu dengan Muninggar