Lompat ke isi

Lantaka: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 24: Baris 24:
[[Kategori:Meriam]]
[[Kategori:Meriam]]
[[Kategori:Senjata]]
[[Kategori:Senjata]]
[[Kategori:Senjata tradisional Indonesia]]
[[Kategori:Senjata Abad Pertengahan]]
[[Kategori:Penemuan Indonesia]]

Revisi per 5 Juni 2018 05.47

Dua lantaka.

Lantaka (rentaka dalam bahasa Melayu, dikenal juga Kanyon dalam bahasa Tagalog) adalah jenis meriam perunggu yang dipasang pada kapal dagang selama berlayar di perairan Semenanjung Malaysia. Banyak digunakan pada zaman prekolonial di Asia Tenggara khususnya di Malaysia, Philippina, dan Indonesia. Senjata ini biasanya digunakan untuk bertahan melawan perompak yang meminta upeti bagi kepala daerah atau penguasa.

Deskripsi

Meskipun sebagian besar Lantaka memiliki berat di bawah 200 pon (90 kg), yang terberat dapat melebihi 1000 pon (450 kg) bahkan lebih dari 1 ton. Banyak dari senjata tersebut dipasang dapat diputar dan dikenal sebagai meriam putar. Meriam yang lebih kecil dapat dipasang di mana saja termasuk di tali-temali kapal (rigging). Meriam berukuran sedang sering digunakan dalam soket yang diperkuat pada rel kapal dan kadang-kadang disebut sebagai senjata rel. Meriam putar terberat dipasang pada gerobak modifikasi agar lebih mudah dibawa.

Perahu perang Orang Lanun, sebuah lantaka dipasang di haluan
Berkas:Windsor Castle Lantaka.jpg
Plakat berbunyi : DARI INDONESIA. Senjata ini ditangkap dari para bajak laut Kalimantan oleh Sir James Brooke, penguasa Sarawak, 1844.

Biasanya meriam awal yang dilengkapi dengan ornamen indah berasal dari wilayah Malaka dan Pahang ,[1] dengan model selanjutnya dari Belanda dan Portugal, dan akhirnya dari Brunei dan pengrajin lokal lainnya. Namun, ada juga varian laras ganda yang digunakan secara umum di Filipina. Di Malaysia, varian laras ganda disebut meriam Lela dan berukuran lebih panjang dari Lantaka. 

Penduduk setempat tidak takjub dengan kekuatan kapal dagang bersenjata berat VOC Belanda, East India Company, dan Portugal. De Barros menyebutkan bahwa saat jatuhnya Malaka, Albuquerque merebut 3.000 dari 8.000 artileri. Di antaranya, 2.000 terbuat dari kuningan dan sisanya dari besi. Pembuatan semua artileri sangat baik sehingga tidak bisa ungguli, bahkan oleh Portugal. - Begitulah komentar Afonso de Albuquerque, Lisbon 1576.[1][2]

Portugal dan Belanda cepat menyadari bahwa mereka bisa menukar meriam tidak hanya untuk rempah-rempah dan porselen, tetapi juga untuk dijaminnya perjalanan yang aman di perairan yang dipenuhi bajak laut. Pabrik lokal terus memproduksi senjata, menggunakan pola lokal dan desain dari kuningan dan perunggu. Corak buaya, lumba-lumba, burung dan naga merupakan motif umum.

Lihat pula

  • Cetbang, meriam yang digunakan Majapahit mulai dari akhir abad ke-13

Referensi

  1. ^ a b A History of Greek Fire and Gunpowder. Diakses tanggal 12 December 2014. 
  2. ^ A Descriptive Dictionary of the Indian Islands & Adjacent Countries. Diakses tanggal 12 December 2014. 

Pranala luar

  • The Sea Research Society has a collection of over sixty of these guns, most dating from the 17th and 18th centuries.