Bahasa Kampar: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 20: Baris 20:


=== Kontroversi dialek ===
=== Kontroversi dialek ===
Orang Kampar umumnya berpendapat bahwa bahasanya berbeda walaupun memiliki banyak persamaan dengan bahasa Minangkabau, cenderung menganggapnya sebagai bahasa mandiri atau salah satu dialek bahasa Melayu Riau<ref name=":4" /> Sebagian pakar juga menggolongkannya sebagai salah satu dari dialek bahasa Melayu Riau.<ref name=":3" /><ref name=":5">Dahlan S, Syair A, Manan A, et al., 1985. ''Pemetaan Bahasa Daerah Riau dan Jambi''. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Jakarta.[http://repositori.perpustakaan.kemdikbud.go.id/1685/]</ref><ref>Danardana A S, 2010. ''Persebaran dan Kekerabatan Bahasa-Bahasa di Prov Riau dan Kep Riau .'' Balai Bahasa Provinsi Riau. ISBN 978-979-1104-46-3 [http://repositori.perpustakaan.kemdikbud.go.id/3413/]</ref> Dialek Kampar dikelompokkan oleh Hamidy sebagai dialek Melayu Riau bersama lima dialek lainnya (Melayu masyarakat terasing, Petalangan, Rokan, Rantau Kuantan, dan Riau Kepulauan)<ref name=":3" /> dan perbedaan yang dimilikinya terdapat pada intonasi serta beberapa kosakata.<ref name=":3" /><ref name=":5" /> Selanjutnya dari penghitungan dialektrometri yang idlakukan oleh Pusat Bahasa, dialek Kampar memiliki persentase fonologis dan leksikon yang berbeda dengan bahasa Melayu berkisar 88,25%.<ref name=":6">Sugono, Dendy, Sasangka, S.S.T. Wisnu, Rivay, Ovi Soviaty, et al., 2017. ''Bahasa dan peta bahasa di Indonesia.'' Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. ISBN 9786024373762 [http://repositori.perpustakaan.kemdikbud.go.id/7191/]</ref>
Orang Kampar umumnya berpendapat bahwa bahasanya berbeda walaupun memiliki banyak persamaan dengan bahasa Minangkabau, cenderung menganggapnya sebagai bahasa mandiri atau salah satu dialek bahasa Melayu Riau<ref name=":4" /> Sebagian pakar juga menggolongkannya sebagai salah satu dari dialek bahasa Melayu Riau.<ref name=":3" /><ref name=":5">Dahlan S, Syair A, Manan A, et al., 1985. ''Pemetaan Bahasa Daerah Riau dan Jambi''. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Jakarta.[http://repositori.perpustakaan.kemdikbud.go.id/1685/]</ref><ref>Danardana A S, 2010. ''Persebaran dan Kekerabatan Bahasa-Bahasa di Prov Riau dan Kep Riau .'' Balai Bahasa Provinsi Riau. ISBN 978-979-1104-46-3 [http://repositori.perpustakaan.kemdikbud.go.id/3413/]</ref> Dialek Kampar dikelompokkan oleh Hamidy sebagai dialek Melayu Riau bersama lima dialek lainnya (Melayu masyarakat terasing, Petalangan, Rokan, Rantau Kuantan, dan Riau Kepulauan)<ref name=":3" /> dan perbedaan yang dimilikinya terdapat pada intonasi serta beberapa kosakata.<ref name=":3" /><ref name=":5" /> Selanjutnya dari penghitungan dialektrometri yang dilakukan oleh Pusat Bahasa, dialek Kampar memiliki persentase fonologis dan leksikon yang berbeda dengan bahasa Melayu berkisar 88,25%.<ref name=":6">Sugono, Dendy, Sasangka, S.S.T. Wisnu, Rivay, Ovi Soviaty, et al., 2017. ''Bahasa dan peta bahasa di Indonesia.'' Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. ISBN 9786024373762 [http://repositori.perpustakaan.kemdikbud.go.id/7191/]</ref>


Persamaan dengan bahasa Minangkabau, khususnya dengan dialek Limapuluh Kota, membuat sebagian pakar menggolongkan bahasa Kampar sebagai salah satu dialek dalam bahasa Minang.<ref name=":0" /><ref name=":1" /> Hal ini dapat dilihat dari kebiasaan orang Kampar ketika bertemu dengan orang yang berasal dari Sumatera Barat, khususnya dari Limapuluh Kota, akan saling memahami bahasa masing-masing. Berdasarkan hasil penghitungan dialektrometri, persentase perbedaan dialek Kampar dengan dialek-dialek Minangkabau lainnya berkisar 51%—69%.<ref name=":0" />
Persamaan dengan bahasa Minangkabau, khususnya dengan dialek Limapuluh Kota, membuat sebagian pakar menggolongkan bahasa Kampar sebagai salah satu dialek dalam bahasa Minang.<ref name=":0" /><ref name=":1" /> Hal ini dapat dilihat dari kebiasaan orang Kampar ketika bertemu dengan orang yang berasal dari Sumatera Barat, khususnya dari Limapuluh Kota, akan saling memahami bahasa masing-masing. Berdasarkan hasil penghitungan dialektrometri, persentase perbedaan dialek Kampar dengan dialek-dialek Minangkabau lainnya berkisar 51%—69%.<ref name=":0" />

Revisi per 22 September 2018 17.43

Bahasa Ocu atau Bahasa Kampar adalah bahasa yang dituturkan oleh Etnik Ocu yang merupakan penduduk asli di Kabupaten Kampar, Riau.[1][2] Bahasa ini juga dipertuturkan juga di Kota Pekanbaru, Kabupaten Rokan Hilir, Rokan Hulu, Pelalawan, Kuantan Singingi (Kuansing), dan Indragiri Hulu.[2] Karena letak persebaran geografis bahasa ini dekat dengan Provinsi Sumatera Barat, bahasa ini memiliki kemiripan dengan dialek lain dalam bahasa Minangkabau yaitu dialek Limapuluh Kota.[3] Sedangkan di wilayah Riau, bahasa ini memiliki kemiripan dengan dialek Kuantan.

Dalam perkembangannya, masih terdapat pertentangan mengenai hubungan bahasa ini dengan kedua bahasa di sekitarnya, bahasa Minang dan bahasa Melayu. Sebagian pakar menganggapnya sebagai dialek dari bahasa Minang[4][2] dan sebagian lain mengganggapnya sebagai dialek bahasa Melayu Riau.[5] Namun, orang Ocu (Kampar) lebih suka menganggapnya sebagai bagian dari bahasa Melayu Riau atau bahkan bahasa mandiri.[6]

Selain di Riau, bahasa ini juga dituturkan oleh para perantau Ocu di berbagai wilayah di Indonesia. Bahkan, oleh perantau Ocu yang sudah turun-temurun tinggal di Semenanjung Malaya, Malaysia.

Sejarah

Perkembangan bahasa Kampar tidak terlepas dari sejarah Kampar sejak zaman Kerajaan Sriwijaya. Dalam sejarah disebutkan bahwa saat itu wilayah Kampar sempat menjadi pusat pemerintahan dan peribadatan bagi Kerajaan Sriwijaya yang semula bernama Kerajaan Muara Takus. Kemudian didirikanlah Candi Muara Takus di tepi Sungai Kampar Kanan sebelum akhirnya berpindah ke Palembang. Kerajaan Sriwijaya saat itu menggunakan bahasa Melayu Kuna, sebagaimana yang tertulis pada Prasasti Kedukan Bukit. Hal ini didukung oleh catatan Tiongkok, bahwa Kerajaan Sriwijaya pada awalnya bernama Kerajaan Melayu dengan bahasa pengantarnya bahasa Melayu. Kemudian bahasa Melayu berkembang pesat seiring dengan ekspansi Kerajaan Sriwijaya.

Setelah Kerajaan Sriwijaya runtuh, mulailah pengaruh dari Kesultanan Malaka dan Kerajaan Pagaruyung di pedalaman Minangkabau. Berdasarkan Sulalatus Salatin, disebutkan adanya keterkaitan Kesultanan Melayu Melaka dengan Kampar. Kemudian juga disebutkan Sultan Melaka terakhir, Sultan Mahmud Shah setelah jatuhnya Bintan tahun 1526 ke tangan Portugis, melarikan diri ke Kampar, dua tahun berikutnya mangkat dan dimakamkan di Kampar.[7]

Tomas Dias dalam ekspedisinya ke pedalaman Minangkabau tahun 1684, menyebutkan bahwa ia menelusuri Sungai Siak kemudian sampai pada suatu kawasan, pindah dan melanjutkan perjalanan darat menuju Sungai Kampar. Dalam perjalanan tersebut ia berjumpa dengan penguasa setempat dan meminta izin menuju Pagaruyung.[8]Saat itu Kampar merupakan kawasan yang strategis untuk perniagaan, sehingga menjadi wilayah rantau bagi Luhak Limapuluh Kota di pedalaman dan dikenal sebagai Rantau Limo Koto. Komunikasi masyarakat antara wilayah Luhak dengan Rantau tersebut terus terjalin, sehingga masyarakat kedua daerah tersebut memiliki kemiripan dialek.

Setelah itu, kekuasaan atas wilayah Kampar berpindah ke Kesultanan Siak Sri Inderapura. Kesultanan Siak menggunakan bahasa Melayu Tinggi sebagai bahasa pengantarnya sehingga terdapat hubungan saling mempengaruhi antara bahasa Melayu yang digunakan oleh kerajaan dengan dialek masyarakat Kampar.

Pada masa awal kemerdekaan Republik Indonesia, wilayah Kampar dimasukkan dalam Provinsi Sumatera Tengah. Setelah Provinsi Sumatera Tengah dibubarkan, Kampar dimasukkan dalam wilayah Provinsi Riau tahun 1958.[9] Akibat perjalanan sejarah inilah, bahasa Kampar memiliki hubungan yang erat dengan bahasa Minangkabau di sebelah barat serta bahasa Melayu Riau di sebelah timur.

Kontroversi dan Perbandingan dengan dialek dan bahasa lain yang serumpun

Kontroversi dialek

Orang Kampar umumnya berpendapat bahwa bahasanya berbeda walaupun memiliki banyak persamaan dengan bahasa Minangkabau, cenderung menganggapnya sebagai bahasa mandiri atau salah satu dialek bahasa Melayu Riau[6] Sebagian pakar juga menggolongkannya sebagai salah satu dari dialek bahasa Melayu Riau.[5][10][11] Dialek Kampar dikelompokkan oleh Hamidy sebagai dialek Melayu Riau bersama lima dialek lainnya (Melayu masyarakat terasing, Petalangan, Rokan, Rantau Kuantan, dan Riau Kepulauan)[5] dan perbedaan yang dimilikinya terdapat pada intonasi serta beberapa kosakata.[5][10] Selanjutnya dari penghitungan dialektrometri yang dilakukan oleh Pusat Bahasa, dialek Kampar memiliki persentase fonologis dan leksikon yang berbeda dengan bahasa Melayu berkisar 88,25%.[12]

Persamaan dengan bahasa Minangkabau, khususnya dengan dialek Limapuluh Kota, membuat sebagian pakar menggolongkan bahasa Kampar sebagai salah satu dialek dalam bahasa Minang.[2][4] Hal ini dapat dilihat dari kebiasaan orang Kampar ketika bertemu dengan orang yang berasal dari Sumatera Barat, khususnya dari Limapuluh Kota, akan saling memahami bahasa masing-masing. Berdasarkan hasil penghitungan dialektrometri, persentase perbedaan dialek Kampar dengan dialek-dialek Minangkabau lainnya berkisar 51%—69%.[2]

Perbandingan dengan dialek dan bahasa lain

Berikut pola perubahan ucapan dan pelafalan dari bahasa Melayu Standar ke bahasa Kampar:[13]

Pola Perubahan Contoh
Melayu Standar Kampar Melayu Standar Kampar
Bunyi awal En- On- Enau, Endap Onau, Ondap
Bunyi vokal pertama e (pepet) o Bekas, Cemas Boke, Come
Huruf H A Habis, Hambar Abi, Ambau
Huruf R A atau GH Ragi, Rasa, Hari, Orang Agi, Ghaso, Aghi, Ughang
Bunyi akhir -a -o Ada, Apa, Bila Ado, Apo, Bilo
Bunyi akhir -al -e Akal, Jengkal, Tinggal Ake, Jongke, Tingge
Bunyi akhir -ar -au Datar, Gambar, Pasar Datau, Gambau, Pasau
Bunyi akhir -as -e Atas, Balas, Kapas Ate, Bale, Kape
Bunyi akhir -at -ek Buat, Jahat, Kuat Buek, Jaek, Kuek
Bunyi akhir -is -i Betis, Kudis, Lapis Boti, Kudi, Lapi
Bunyi akhir -ik -iok Adik, Itik, Naik Adiok, Itiok, Naiok
Bunyi akhir -ing -iong Bising, Gunting, Kucing Bisiong, Guntiong, Kuciong
Bunyi akhir -ir -iu atau -yu Air, Bibir, Pasir Ayu, Bibiu, Pasiu
Bunyi akhir -it -ik Bukit, Cubit, Gigit Bukik, Cubik, Gigik
Bunyi akhir -rang -ghang Arang, Barang, Curang Aghang, Baghang, Cughang
Bunyi akhir -ruk -wuok atau -wok Beruk, Buruk, Ceruk Bowuok, Buwok, Cowok
Bunyi akhir -rut -wuik Carut, Larut, Urut Cawuik, Lawuik, Uwuik
Bunyi akhir -uh -uo Basuh, Buluh, Lumpuh Basuo, Buluo, Lumpuo
Bunyi akhir -uk -uok Busuk, Datuk, Masuk Busuok, Datuok, Masuok
Bunyi akhir -ul -ue Mantul, Pikul, Timbul Mantue, Pikue, Timbue
Bunyi akhir -ung -uong Buyung, Duyung, Usung Buyuong, Duyuong, Usuong
Bunyi akhir -ur -u Bubur, Cukur, Dapur Bubu, Cuku, Dapu
Bunyi akhir -ut -uik Balut, Cabut, Kusut Baluik, Cabuik, Kusuik
Bunyi awal Me- Ma- Memakan, Memasak, Menukar Mamakan, Mamasak, Manukau
Bunyi awal Ber- Ba- Berbaju, Berjalan, Berkawan Babaju, Bajalan, Bakawan
Bunyi awal Ter- Ta- Terlawan, Termakan, Termenung Talawan, Tamakan, Tamonuong

Persamaan dengan bahasa Minangkabau dapat dilihat pada contoh kalimat berikut:

Bahasa Indonesia Bahasa Minangkabau

Dialek Padang

Dialek Limapuluh Kota Bahasa Kampar
Beras Solok itu enak kalau di tanak di dandang. Bareh Solok lamak kalau tanaknyo di dandang. Boreh Solok lomak kalau tanaknyo di dandang. Boghe Solok lomak kalau tanaknyo di dandang.
Sayapnya sudah pendek, bagaimana bisa terbang? Sayoknyo lah pendek, baa ka tabang? Sayoknyo lah pendek, baa ka tobang? Sayoknyo la pendek, ba apong ndak tobang?
Seperti itu nasib abangmu, dek! Cando tu bana nasib uda kau, diak! Condo tu bona nasib uda kau, diak! Condo tu bonou nosib ocu kau, diok!
Kemana kamu pergi? Kama ang pai? Kama ang poi? Ka mano ang poi?
Tiap petang, nelayan itu sama-sama menarik pukatnya ke pantai dari laut. Tiok patang, nalayan tu samo-samo maelo pukeknyo ka pantai dari lauik. Tiok potang, nalayan tu samo-samo maelo pukeknyo ka pantai dari lauik. Tiok potang, nalayan du samo-samo maelo pukeknyo ka pantai daghi lauik.
Iba hatinya, kepada siapa akan minta tolong. Ibo atinyo, ka bakeh sia ka mintak tolong. Ibo atinyo, ka bokeh sia ka mintak tolong. Ibo atinyo, dokek siapo kan mintak tolong.
Aku teringat masa dahulu. Awak takana maso daulu. Den takona maso daulu. Den takonang maso daolu.

Kosakata dasar

Kata ganti

Saya Den/Deyen

Ambo (formal)

Awak

Kami/Kita Kami/Kito

Awak

Kamu Ang/Waang (laki-laki)

Kau (perempuan)

Kalian Kolien
Dia Inyo

Kata tanya

Bahasa Indonesia Bahasa Kampar
Apa Apo
Bagaimana Bagaimano/Ba apong
Berapa Baghapo/Bapo
Di mana Dimano
Kemana Kamano
Dari mana Daghi mano
Mana Mano
Siapa Siapo
Mengapa Mangapo/Dek apo
Kapan Bilo

Bilangan

Bahasa Indonesia Bahasa Kampar
Satu Ciek/Sociek
Dua Duo
Tiga Tigo
Empat Ompek
Lima Limo
Enam Onam
Tujuh Tujuo
Delapan Salapan
Sembilan Sambilan
Sepuluh Sapuluo
Sebelas Sabole
Seratus Saghatui
Seribu Saghibu/Sibu

Silsiah keluarga

Bahasa Indonesia Bahasa Kampar
Kakek Datuok
Nenek Niniok/Iniok/Uci
Ayah Ayah/Apak/Abak
Ibu Omak/Mondek/Bundo
Paman Mamak/Pak Tuo/Pak Ongah/Pak Odang/Pak Etek
Bibi Ante/Etek/Mak Ongah/ Makdang
Kakak laki-laki Abang/Ocu/Uwo/Ongah/Udo
Kakak perempuan Akak

Karya sastra

Karya sastra tradisional berbahasa Kampar memiliki persamaan bentuk dengan karya sastra tradisional rumpun bahasa Melayu lainnya, khususnya dengan sastra tradisional Minangkabau, yaitu berbentuk prosa, cerita rakyat, dan hikayat. Penyampaiannya biasa dilakukan dalam bentuk cerita (kabau) atau dinyanyikan (dendang). Adapula karya sastra yang digunakan untuk prosesi adat Kampar, seperti pepatah-petitih dan persembahan (basiacuong atau basisombau). Pepatah-petitih dan persembahan banyak menggunakan kata-kata kiasan. Agar tidak kehilangan makna, karya sastra jenis ini tidak bisa diterjemahkan ke dalam bahasa lain. Oleh karenanya sangat sedikit sekali orang yang menguasai karya sastra ini, yang hanya terbatas pada ninik mamak dan pemuka adat.[14]

Basiacuong atau basisombau

Basiacuong adalah tradisi lisan masyarakat Kampar yang berisi pikiran, ide, dan nasihat berupa pepatah-petitih dalam dialog antara dua ninik mamak. Basiacuong berasal dari kata Siacuong yang berarti sanjung menyanjung dari satu pihak ke pihak lainnya yang biasanya diwakili oleh ninik mamak suatu suku yang berdialog atau mereka yang karena kedudukannya diberi kesempatan bicara. Kata basiacuong juga berarti menyengaja suatu perbuatan. Adapun nama lain dari basiacuong adalah sisombau atau basisombau artinya sembah menyembah.[15]

Basiacuong dilakukan dalam berbagai acara adat Kampar, seperti pertunangan, pernikahan, kenduri, khitanan, serta penobatan ninik mamak. Di dalamnya setiap maksud dan tujuan seorang ninik mamak disampaikan dalam wujud kiasan, pepatah, ataupun pantun.

Berikut salah satu contoh dialog dalam basiacuong saat pihak laki-laki datang ke rumah perempuan yang akan dilamar:[15]

Pertama kali diawali dari pihak laki-laki: 
Iko bosuo bonou bak andai-andai ughang, tuok.
Sekarang benar bersua seperti andai-andainya orang, tuk (datuk).
Copek tikam talampau logo, olun dudok lah maunju, olun togak koluh lah tibo pulo.
Cepat tikam terlampau laga, belum duduk lah mengunjur, belum tegak keluh lah tiba pula.
Condo kan baguluik-guluik nan bak kuciong naiok, dek apo tu kato datuok?
Seperti tergesa-gesa umpama kucing akan naik, mengapa begitu menurut Datuk?
Kojo nan bughuok, elok lah dipalambek-lambek, nan jan disolo dek nan buok.
Kerja yang buruk, eloklah diperlambat-lambat, supaya jangan disulut oleh yang buruk.
Kojo nan elok, elok lah dipacopek-copek, nak lai disolo dek nan elok.
Kerja yang baik, eloklah dipercepat-cepat, supaya dapat disulut oleh yang baik.
Itulah mako dek copek ajo datang ka datuok sabagai andai-andai ughang.
Itulah makanya cepat saja datang ke datuk sebagai andai-andai orang (tempat orang-orang bertanya)
Alah toghang condonyo aghi
Sudah terang candanya hari
Toghang puntuong dengan asok
Terang puntung dengan asap
Olah datang ghuponyo kami
Sudah datang rupanya kami
Datang nak baetong dengan datouk
Datang ingin berhitung dengan datuk
Itulah condo na ditutuik nyato, dimintak abih bokek datuok,
Itulah canda yang ditutup nyata, diminta habis berkat datuk
koknyo dapek izin jo bonau, koknyo tumbuo dikojo nak dikakok haknyo,
Kalaulah iya dapat izin dengan benar, kalaulah tumbuh dikerja hendak dipegang haknya
tibo di etongan nak dimulai, iyo sadetu kato disombahkan ka datuok.
Tibo dihitungan hendak dimulai, iya sampai di situ kata disembahkan ke datuk
Pihak perempuan sebagai pihak yang menanti menyahuti keinginan dari pihak laki-laki yang datang, yaitu: 
Sampai  tuok?
Sampai, Tuk? (Sudah, Tuk?)
Pulang ka sisamo indak kan bajawek panjang, malahan imbau biaso basahuti,
Pulang ke sesama tidak akan dijawab panjang, malahan himbau biasa disahuti
tumbuoh dikato biaso ula bajawek, iyo dijawab juo kato datuok agak sapatah duo sabagai mauling kato datuok.
Tumbuh dikata biasa berjawab, iya dijawab juga kata datuk agak sepatah dua sebagai pengulang kata datuk.
Copek  tikam  talampau  logo,  logonyo  datuok olun lai duduok la maunju, olun togak koluo lah tibo pulo.
Cepat tikam terlampau laga, laganya datuk belum lagi duduk sudha mengunjur, belum tegak keluh lah tiba pula.
Condo kan baguluik-guluik datuok datuok nan bak kuciong naiok.
Seperti tergesa-gesa datuk, datuk yang bak kucing naik.
Dek nak mamotong kojo nan bughuok, eloklah dipalambek-lambek, untuong-untuong tibo bayioknyo.
Karena hendak memotong kerja yang buruk, eloklah diperlambat-lambat, untung-untung tiba baiknya
Condo itu pulo nan dituntuik nyato dimintak abih ka sisamo,
Seperti itu pula yang dituntut nyata diminta habis ke sesama
koknyo dapek izin dengan bonau kok nyo tumbuoh dijalan jawuo kan ditawuik nak dighansu,
Kalau iya dapat izin dengan benar kalau iya tumbuh di jalan jauh kan ditaut hendak diangsur
kok nyo tibo dikojo nan kan di kakok tontu nak mamulai,
Kalau iya tiba dikerjakan yang akan dipegang tentu ingin memulai,
dek kato datuok manuju kasisamo soghang tontunyo lomak lawok nak dikunyah-kunyah,
Oleh karena kata datuk menuju ke sesama sendiri tentunya enak lauk hendak dikunyah-kunyah
elok kato nak dibaiyo patidokan, iyo mananti datuok sesaat sakatiko, lai nak dipaiyo-patidokan bagi nan patuik.
Elok kata hendak di-iya tidak-kan, iya menanti datuk sesaat seketika, selagi hendak di-iya tidak-kan bagi yang patuik
Iyo sadetu kato disombahkan ka datuok.
Iya sampai situ kata disembahkan ke datuk.
dan selanjutnya saling bergantian sisombau. 

Lihat pula

Rujukan

  1. ^ Witrianto dan Arfinal, 2011. Bahasa Ocu: Akulturasi antara Bahasa Minangkabau dengan Bahasa Melayu Riau di Kabupaten Kampar. Seminar Internasional Forum Ilmiah VII FPBS UPI “Pemikiran-pemikiran Inovatif dalam Kajian Bahasa, Sastra, Seni, dan Pembelajarannya” Bandung. 30 November 2011: 1-18. [1]
  2. ^ a b c d e Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud RI. Bahasa Minangkabau di Provinsi Riau. Pada: Bahasa dan Peta Bahasa di Indonesia. 2017[2]
  3. ^ Purna, I. M., Sumarsono, Astuti, R., Sunjata, I. W. P., (1997), Sistem pemerintahan tradisional di Riau, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
  4. ^ a b Said, C., (1986), Struktur bahasa Minangkabau di Kabupaten Kampar, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
  5. ^ a b c d Hamidy, U. U. 2003, Bahasa Melayu dan Kreativitas Sastra di Riau / U.U. Hamidy Unri Press kerjasama dengan Yayasan Adikarya Ikapi dan The Ford Foundation Pekanbaru, ISBN 979-3297-33-6
  6. ^ a b "Kampar, antara Melayu dan Minangkabau - WACANA". www.wacana.co (dalam bahasa Indonesia). Diakses tanggal 2018-07-03. Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
  7. ^ Winstedt, R., (1962), A History of Malaya, Marican.
  8. ^ Haan, F. de, (1896), Naar midden Sumatra in 1684, Batavia-'s Hage, Albrecht & Co.-M. Nijhoff. 40p. 8vo wrs. Tijdschrift voor Indische Taal-, Land- en Volkenkunde, Deel 39.
  9. ^ http://www.dpr.go.id Undang-Undang Nomor 61 Tahun 1958
  10. ^ a b Dahlan S, Syair A, Manan A, et al., 1985. Pemetaan Bahasa Daerah Riau dan Jambi. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Jakarta.[3]
  11. ^ Danardana A S, 2010. Persebaran dan Kekerabatan Bahasa-Bahasa di Prov Riau dan Kep Riau . Balai Bahasa Provinsi Riau. ISBN 978-979-1104-46-3 [4]
  12. ^ Sugono, Dendy, Sasangka, S.S.T. Wisnu, Rivay, Ovi Soviaty, et al., 2017. Bahasa dan peta bahasa di Indonesia. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. ISBN 9786024373762 [5]
  13. ^ "PANDUAN BAHASA MELAYU BAKU - DIALEK KAMPAR". Issuu (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-08-25. 
  14. ^ Edwar Jamaris, Pengantar Sastra Rakyat Minangkabau, Yayasan Obor Indonesia, 2001
  15. ^ a b YUNUS, Mohd. Tradisi Basiacuong dalam Masyarakat Adat Limo Koto Kampar. MENARA, 2013, 12.2: 92-114.