Sungai Bogowonto: Perbedaan antara revisi
JohnThorne (bicara | kontrib) Perbaikan |
k Bot: Perubahan kosmetika |
||
Baris 29: | Baris 29: | ||
== Geologi == |
== Geologi == |
||
Daerah aliras Sungai Bogowonto 80% terletak di dataran Purworejo tersusun oleh endapan aluvium yang terutama berasal dari rombakan batuan gunung api terseir penyusun [[Pegunungan Serayu Selatan]] dan [[Pegunungan Menoreh]]. Sehingga terbentuk dataran yang berjenis tanah Alluvial, latosol, podosonik dan regosol. |
Daerah aliras Sungai Bogowonto 80% terletak di dataran Purworejo tersusun oleh endapan aluvium yang terutama berasal dari rombakan batuan gunung api terseir penyusun [[Pegunungan Serayu Selatan]] dan [[Pegunungan Menoreh]]. Sehingga terbentuk dataran yang berjenis tanah Alluvial, latosol, podosonik dan regosol.<ref>[http://eprints.undip.ac.id/34453/5/2165_chapter_II.pdf Kondisi Wilayah DAS Bogowonto]</ref> |
||
== Pemanfaatan == |
== Pemanfaatan == |
Revisi per 6 Desember 2018 23.19
Sungai Bogowonto | |
---|---|
Ciri-ciri fisik | |
Muara sungai | Kali Progo |
Panjang | 57 Km |
Luas DAS | DAS: 35 km2 |
Sungai Bogowonto atau Bhagawanta atau disebut juga Vogowonto adalah sebuah sungai di pulau Jawa yang terletak di wilayah Provinsi Jawa Tengah, Indonesia, yang bermuara ke Samudera Hindia. Sungai ini berhulu di dataran tinggi di daerah Kedu tepatnya di Gunung Sumbing, Desa Banyumudal, Kecamatan Sapuran, Kabupaten Wonosobo. Selain itu juga berasal dari Pegunungan Menoreh serta Pegunungan Serayu Selatan. Panjang Sungai Bogowonto adalah sekira 67 Km mengalir dari utara ke selatan.
Daerah aliran sungai
Secara administratif sungai ini meliputi tiga kabupaten yaitu Kabupaten Wonosobo serta Kabupaten Magelang di bagian hulu,dan Kabupaten Purworejo di selatan sebagai hilir. Sungai Bogowonto berada di daerah aliran sungai (DAS) Bogowonto seluas 58.571,68 Ha. Anak Sungai yang cukup besar antara lain:
- Sungai Lereng
- Sungai Gesing
- Sungai Ngasinan
- Sungai Gintung
- Sungai Jebol
- Sungai Plamping
- Sungai Semagung
- Sungai Mongo
Di wilayah Kabupaten Wonosobo sungai ini melewati Kecamatan Sapuran, dan Kecamatan KepilSementara di Kabupaten Purworejo melintasi Kecamatan Bener, Kecamatan Loano, Kecamatan Purworejo, Kecamatan Bagelen, Kecamatan Banyuurip dan Kecamatan Purwodadi. Di Era Kerajaan Hindu-Buddha, sungai Bhagawanta merupakan batas alam antara Kerajaan Tarumanagara di sebelah barat dan Kerajaan Medang di sebelah timur. Saat ini Sungai Bogowonto merupakan batas alam bagian barat bagi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan wilayah Bagelen (sekarang Kabupaten Purworejo). Bagian hilir daerah aliran sungai ini juga sering dilanda banjir pada musim penghujan. Topografi aliran sungai ini sangat beragam: banyak terdapat batu-batu besar dan palung yang dalam. Sungai ini juga berperan dalam sejarah perkembangan Kota Purworejo. Hal tersebut karena di aliran sungai ini pernah ditemukan prasasti tentang Kota Purworejo.
Geologi
Daerah aliras Sungai Bogowonto 80% terletak di dataran Purworejo tersusun oleh endapan aluvium yang terutama berasal dari rombakan batuan gunung api terseir penyusun Pegunungan Serayu Selatan dan Pegunungan Menoreh. Sehingga terbentuk dataran yang berjenis tanah Alluvial, latosol, podosonik dan regosol.[1]
Pemanfaatan
Penduduk di sepanjang Sungai Bogowonto memanfaatkan untuk sumberdaya perikanan baik secara tradisional dengan cara memancing atau menjala. Besarnya debit air Sungai Bogowonto juga dimanfaatkan untuk pengairan/ irigasi melalui sejumlah bendung. Ada 3 bendungan di sungai ini yakni Bendung Boro, Bendung Penungkulan, dan Bendung Triredjo / Sejiwan sebagai bendung paling atas. Saat ini sedang dlakukan pengembangan dan ekplorasi Sungai Bogowonto ini untuk sarana wisata kayaking dan arung jeram[2]. Sungai Bogowonto memiliki banyak potensi sebagai bahan baku pembuatan batu akik. Bahkan, di sungai itu bisa dianggap sebagai gudang batu di wilayah Purworejo. Seperti daerah lain, batu dari Sungai Bogowonto juga terdapat motif mulai gambar, pemandangan, sumur bandung, hingga kecubung. Untuk jenisnya juga banyak, seperti jesper, pancawarna, kecubung, madu, giok, cempaka atau anggur, fosil kayu, dan badarbesi tetapi bukan magnet. Selama ini, batu jenis pancawarna dan kecubung paling banyak diminati masyarakat[3]