Lompat ke isi

Ibnu Sirin: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
LaninBot (bicara | kontrib)
k namun (di tengah kalimat) → tetapi
Baris 1: Baris 1:
'''Abubakar Muhammad bin Sirin al-Bashri''' ({{lang-ar|أبوبكر محمد بن سيرين البصري}} lahir 33 [[Hijriah|H]]/653-4 [[Masehi|M]], meninggal 110 H/729 M) atau disingkat '''Ibnu Sirin''', adalah salah seorang tokoh ulama [[faqih|ahli fiqih]] dan [[hadis|perawi hadis]] dari golongan [[tabi'in]] yang menetap di [[Basra|Bashrah]].{{sfn|Khallikan|1843|p=586}} Ibnu Sirin juga terkenal kemampuannya dalam menakwilkan mimpi, serta atas kesalehannya.{{sfn|Khallikan|1843|p=587}}
'''Abubakar Muhammad bin Sirin al-Bashri''' ({{lang-ar|أبوبكر محمد بن سيرين البصري}} lahir 33 [[Hijriah|H]]/653-4 [[Masehi|M]], meninggal 110 H/729 M) atau disingkat '''Ibnu Sirin''', adalah salah seorang tokoh ulama [[faqih|ahli fiqih]] dan [[hadis|perawi hadis]] dari golongan [[tabi'in]] yang menetap di [[Basra|Bashrah]].{{sfn|Khallikan|1843|p=586}} Ibnu Sirin juga terkenal kemampuannya dalam menakwilkan mimpi, serta atas kesalehannya.{{sfn|Khallikan|1843|p=587}}


Ayahnya bernama Sirin, seorang pembuat periuk tembaga, yang tertawan oleh [[Khalid bin Walid]] dalam ekspedisinya di Ain at-Tamar.{{sfn|Khallikan|1843|p=586}} Sirin lalu menjadi budak dari [[Anas bin Malik]], namun ia membuat perjanjian untuk memerdekakan dirinya sendiri dengan tebusan uang.{{sfn|Khallikan|1843|p=586}}<ref>{{cite book
Ayahnya bernama Sirin, seorang pembuat periuk tembaga, yang tertawan oleh [[Khalid bin Walid]] dalam ekspedisinya di Ain at-Tamar.{{sfn|Khallikan|1843|p=586}} Sirin lalu menjadi budak dari [[Anas bin Malik]], tetapi ia membuat perjanjian untuk memerdekakan dirinya sendiri dengan tebusan uang.{{sfn|Khallikan|1843|p=586}}<ref>{{cite book
| first = Muhammad Nasib | last = Ar-Rifa'i
| first = Muhammad Nasib | last = Ar-Rifa'i
| others = Terjemahan oleh Syihabuddin
| others = Terjemahan oleh Syihabuddin
Baris 16: Baris 16:
Ibnu Sirin mempelajari ilmu agama serta meriwayatkan hadis antara lain dari [[Abu Hurairah]], [[Abdullah bin Umar]], [[Abdullah bin Zubair]], [[Imran bin Hushain]], dan [[Anas bin Malik]].{{sfn|Khallikan|1843|p=586}} Ia merupakan guru bagi [[Qatadah bin Di'amah]], Khalid al-Hadda, Ayyub al-Sakhtiyani, dan lain-lain.{{sfn|Khallikan|1843|p=586}} Ibnu Sirin dilahirkan dua tahun sebelum pemerintahan [[Utsman bin Affan]] berakhir.{{sfn|Khallikan|1843|p=586}} Anas bin Malik pada saat berada di Persia menjadikan Ibnu Sirin sebagai sekretarisnya.{{sfn|Khallikan|1843|p=587}}
Ibnu Sirin mempelajari ilmu agama serta meriwayatkan hadis antara lain dari [[Abu Hurairah]], [[Abdullah bin Umar]], [[Abdullah bin Zubair]], [[Imran bin Hushain]], dan [[Anas bin Malik]].{{sfn|Khallikan|1843|p=586}} Ia merupakan guru bagi [[Qatadah bin Di'amah]], Khalid al-Hadda, Ayyub al-Sakhtiyani, dan lain-lain.{{sfn|Khallikan|1843|p=586}} Ibnu Sirin dilahirkan dua tahun sebelum pemerintahan [[Utsman bin Affan]] berakhir.{{sfn|Khallikan|1843|p=586}} Anas bin Malik pada saat berada di Persia menjadikan Ibnu Sirin sebagai sekretarisnya.{{sfn|Khallikan|1843|p=587}}


Ibnu Sirin memiliki banyak anak dari seorang istri, namun hanya satu yang tumbuh dewasa yaitu Abdullah.{{sfn|Khallikan|1843|p=587}} Selain sebagai ulama, profesi sehari-hari Ibnu Sirin adalah sebagai pedagang [[pengecer]], akan tetapi ia [[bangkrut]] dan jatuh ke dalam hutang sehingga dipenjara.{{sfn|Khallikan|1843|p=587}} Anaknya Abdullah lah yang melunasi hutangnya.{{sfn|Khallikan|1843|p=587}}
Ibnu Sirin memiliki banyak anak dari seorang istri, tetapi hanya satu yang tumbuh dewasa yaitu Abdullah.{{sfn|Khallikan|1843|p=587}} Selain sebagai ulama, profesi sehari-hari Ibnu Sirin adalah sebagai pedagang [[pengecer]], akan tetapi ia [[bangkrut]] dan jatuh ke dalam hutang sehingga dipenjara.{{sfn|Khallikan|1843|p=587}} Anaknya Abdullah lah yang melunasi hutangnya.{{sfn|Khallikan|1843|p=587}}


Ibnu Sirin meninggal di [[Basra|Bashrah]] (kini di [[Irak]]) pada hari Jum'at, 9 Syawal 110 H, kira-kira seratus hari setelah wafatnya [[Hasan al-Bashri]].{{sfn|Khallikan|1843|p=587}}
Ibnu Sirin meninggal di [[Basra|Bashrah]] (kini di [[Irak]]) pada hari Jum'at, 9 Syawal 110 H, kira-kira seratus hari setelah wafatnya [[Hasan al-Bashri]].{{sfn|Khallikan|1843|p=587}}

Revisi per 6 Juni 2019 04.34

Abubakar Muhammad bin Sirin al-Bashri (bahasa Arab: أبوبكر محمد بن سيرين البصري lahir 33 H/653-4 M, meninggal 110 H/729 M) atau disingkat Ibnu Sirin, adalah salah seorang tokoh ulama ahli fiqih dan perawi hadis dari golongan tabi'in yang menetap di Bashrah.[1] Ibnu Sirin juga terkenal kemampuannya dalam menakwilkan mimpi, serta atas kesalehannya.[2]

Ayahnya bernama Sirin, seorang pembuat periuk tembaga, yang tertawan oleh Khalid bin Walid dalam ekspedisinya di Ain at-Tamar.[1] Sirin lalu menjadi budak dari Anas bin Malik, tetapi ia membuat perjanjian untuk memerdekakan dirinya sendiri dengan tebusan uang.[1][3] Setelah itu, Sirin menikahi Shafiyah, budak perempuan Abubakar ash-Siddiq.[1] Turut hadir dalam pernikahan tersebut tiga orang isteri Nabi Muhammad serta delapan belas orang Sahabat Nabi yang pernah mengikuti Pertempuran Badar, yang mana Ubay bin Ka'ab memimpin doa pernikahannya.[1]

Ibnu Sirin mempelajari ilmu agama serta meriwayatkan hadis antara lain dari Abu Hurairah, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Zubair, Imran bin Hushain, dan Anas bin Malik.[1] Ia merupakan guru bagi Qatadah bin Di'amah, Khalid al-Hadda, Ayyub al-Sakhtiyani, dan lain-lain.[1] Ibnu Sirin dilahirkan dua tahun sebelum pemerintahan Utsman bin Affan berakhir.[1] Anas bin Malik pada saat berada di Persia menjadikan Ibnu Sirin sebagai sekretarisnya.[2]

Ibnu Sirin memiliki banyak anak dari seorang istri, tetapi hanya satu yang tumbuh dewasa yaitu Abdullah.[2] Selain sebagai ulama, profesi sehari-hari Ibnu Sirin adalah sebagai pedagang pengecer, akan tetapi ia bangkrut dan jatuh ke dalam hutang sehingga dipenjara.[2] Anaknya Abdullah lah yang melunasi hutangnya.[2]

Ibnu Sirin meninggal di Bashrah (kini di Irak) pada hari Jum'at, 9 Syawal 110 H, kira-kira seratus hari setelah wafatnya Hasan al-Bashri.[2]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ a b c d e f g h Khallikan 1843, hlm. 586.
  2. ^ a b c d e f Khallikan 1843, hlm. 587.
  3. ^ Ar-Rifa'i, Muhammad Nasib (2000). Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. 3. Terjemahan oleh Syihabuddin. Jakarta: Gema Insani. hlm. 496. ISBN 979-561-592-0, 9789795615927. 

Bacaan lanjutan