Lompat ke isi

Pengguna:Swarabakti/Maraton: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Swarabakti (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Swarabakti (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Baris 1: Baris 1:
[[File:Romance-lg-classification-en.svg|thumb|375px|Linguistic map representing a [[tree model]] of the [[Romance languages]] based on the comparative method. Here the family tree has been rendered as an [[Euler diagram]] without overlapping subareas. The [[Wave model (linguistics)|wave model]] allows overlapping regions.]]
[[File:Romance-lg-classification-en.svg|thumb|375px|Grafik linguistik yang merepresentasikan sebuah [[model pohon]] dari [[rumpun bahasa Roman]] berdasarkan metode komparatif. Di grafik ini, pohon keluarga bahasa tersebut digambarkan sebagai sebuah [[diagram Euler]] tanpa subwilayah yang tumpang tindih. Sementara, [[model gelombang (linguistik)|model gelombang]] memperbolehkan wilayah yang tumpang tindih.]]


Dalam [[linguistik]], '''metode perbandingan''' atau '''metode komparatif''' adalah sebuah teknik untuk mempelajari perkembangan bahasa-bahasa melalui perbandingan ciri demi ciri dari dua atau lebih bahasa [[Hubungan genetis (linguistik)|berkerabat]] yang berasal dari satu bahasa leluhur yang sama. Ciri-ciri ini kemudian diekstrapolasikan ke masa lalu untuk memperoleh gambaran mengenai bahasa leluhur tersebut. Metode perbandingan dapat dikontraskan dengan metode [[rekonstruksi internal]], yang berusaha mencari tahu mengenai perkembangan internal dari sebuah bahasa melalui analisis ciri-ciri yang terdapat dalam bahasa tersebut.{{sfn|Lehmann|1993|pp=31 ff}}
Dalam [[linguistik]], '''metode perbandingan''' atau '''metode komparatif''' adalah sebuah teknik untuk mempelajari perkembangan bahasa-bahasa melalui perbandingan ciri demi ciri dari dua atau lebih bahasa [[Hubungan genetis (linguistik)|berkerabat]] yang berasal dari satu bahasa leluhur yang sama. Ciri-ciri ini kemudian diekstrapolasikan ke masa lalu untuk memperoleh gambaran mengenai bahasa leluhur tersebut. Metode perbandingan dapat dikontraskan dengan metode [[rekonstruksi internal]], yang berusaha mencari tahu mengenai perkembangan internal dari sebuah bahasa melalui analisis ciri-ciri yang terdapat dalam bahasa tersebut.{{sfn|Lehmann|1993|pp=31 ff}}

Revisi per 6 Juli 2019 08.18

Grafik linguistik yang merepresentasikan sebuah model pohon dari rumpun bahasa Roman berdasarkan metode komparatif. Di grafik ini, pohon keluarga bahasa tersebut digambarkan sebagai sebuah diagram Euler tanpa subwilayah yang tumpang tindih. Sementara, model gelombang memperbolehkan wilayah yang tumpang tindih.

Dalam linguistik, metode perbandingan atau metode komparatif adalah sebuah teknik untuk mempelajari perkembangan bahasa-bahasa melalui perbandingan ciri demi ciri dari dua atau lebih bahasa berkerabat yang berasal dari satu bahasa leluhur yang sama. Ciri-ciri ini kemudian diekstrapolasikan ke masa lalu untuk memperoleh gambaran mengenai bahasa leluhur tersebut. Metode perbandingan dapat dikontraskan dengan metode rekonstruksi internal, yang berusaha mencari tahu mengenai perkembangan internal dari sebuah bahasa melalui analisis ciri-ciri yang terdapat dalam bahasa tersebut.[1]

Definisi

Dua bahasa "berhubungan secara genetis" jika mereka berasal dari bahasa leluhur yang sama.[2] Contohnya, bahasa Italia dan bahasa Prancis sama-sama berasal dari bahasa Latin, maka mereka merupakan bagian dari satu rumpun, yaitu rumpun bahasa Roman.[3] Banyaknya kosa kata dalam sebuah bahasa yang berasal dari bahasa lain tidak lantas menjadikan keduanya berkerabat: sebagai contoh, akibat menyerap secara besar-besaran dari bahasa Arab, bahasa Persia Modern memiliki lebih banyak kosa kata yang berasal dari bahasa Arab daripada bahasa leluhurnya sendiri, bahasa Proto-Indo-Iran. Namun, bahasa Persia tetap merupakan bagian dari rumpun bahasa Indo-Iran dan tidak dianggap "berkerabat" dengan bahasa Arab.[4]

Akan tetapi, hubungan antar bahasa bisa saja berbeda-beda derajatnya. Bahasa Inggris, misalnya, sama-sama berkerabat dengan bahasa Jerman dan bahasa Rusia, tetapi hubungannya dengan bahasa Jerman lebih erat dibandingkan dengan bahasa Rusia. Walaupun ketiganya berbagi leluhur yang sama, yaitu bahasa Proto-Indo-Eropa, bahasa Inggris dan bahasa Jerman juga berbagi leluhur yang lebih mutakhir, yaitu bahasa Proto-Jermanik, yang bukan merupakan leluhur bahasa Rusia. Oleh karena itu, bahasa Inggris dan bahasa Jerman dianggap sebagai bagian dari subkelompok Jermanik.[5]

Sejarah

Sampul depan karya Sajnovic terbitan tahun 1770.

Dalam publikasi tahun 1647 dan 1654, metodologi pertama bagi perbandingan dalam ilmu linguistik sejarah dikembangkan oleh Marcus van Boxhorn[6] yang juga mengusulkan adanya bahasa leluhur Indo-Europa (yang ia sebut "bahasa Skithia") yang tidak berkerabat dengan bahasa Ibrani, tetapi merupakan induk bagi bahasa-bahasa Jermanik, Yunani, Roman, Persia, Sanskrit, Slavik, dan Baltik. Teori bahasa Skithia kemudain dikembangkan lebih jauh lagi oleh Andreas Jäger (1686) dan William Wotton (1713), yang melakukan usaha mula-mula untuk merekonstruksi bahasa leluhur ini. Pada tahun 1710 dan 1723 Lambert ten Kate menetapkan hukum bunyi reguler untuk kali pertama, yang mengenalkan, antara lain, istilah vokal akar.[6]

Usaha sistematis lainnya untuk membuktikan kekerabatan antara dua bahasa atas dasar kesamaan tata bahasa dan leksikon dilakukan oleh János Sajnovics pada tahun 1770, ketika ia beruasaha untuk mendemonstrasikan hubungan antara bahasa Sami dan bahasa Hungaria (teori ini kemudian diperluas cakupannya menjadi rumpun bahasa Finno-Ugrik pada 1799 oleh Samuel Gyarmathi),[7] Akan tetapi, asal mula linguistik sejarah modern lebih sering dirujuk kepada Sir William Jones, seorang filolog berkebangsaan Inggris yang tinggal di India. Pada tahun 1786 ia menyampaikan observasi yang membuatnya terkenal:[8]

Bahasa Sansekerta, sekuno apapun ia, memiliki struktur yang menakjubkan; lebih sempurna daripada bahasa Yunani, lebih kaya daripada bahasa Latin, dan lebih halus daripada keduanya, tetapi pada saat yang sama juga memiliki kesamaan yang kuat dengan keduanya, baik dalam hal akar kata kerja dan dalam wujud tata bahasanya, jauh melebihi apa yang mungkin terjadi akibat kebetulan; kesmaaan yang begitu kuat, hingga tiada satu filolog pun yang mampu mempelajari ketiganya tanpa meyakini bahwa mereka berkembang dari leluhur yang sama, yang mungkin sudah tidak ada lagi. Alasan yang serupa, walaupun tidak begitu meyakinkan, dapat digunakan untuk mendukung usulan bahwa bahasa Gotik dan Keltik, walaupun berkembang dengan cara yang sangat berbeda, juga memiliki asal-usul yang sama dengan bahasa Sansekerta; bahasa Persia Kuno mungkin juga bisa ditambahkan kepada rumpun yang sama.[a]

— Sir William Jones[8]

The comparative method developed out of attempts to reconstruct the proto-language mentioned by Jones, which he did not name, but which subsequent linguists labelled Proto-Indo-European (PIE). The first professional comparison between the Indo-European languages known then was made by the German linguist Franz Bopp in 1816. Though he did not attempt a reconstruction, he demonstrated that Greek, Latin and Sanskrit shared a common structure and a common lexicon.[9] Friedrich Schlegel in 1808 first stated the importance of using the eldest possible form of a language when trying to prove its relationships;[10] in 1818, Rasmus Christian Rask developed the principle of regular sound-changes to explain his observations of similarities between individual words in the Germanic languages and their cognates in Greek and Latin.[11] Jacob Grimm—better known for his Fairy Tales—in Deutsche Grammatik (published 1819–1837 in four volumes) made use of the comparative method in attempting to show the development of the Germanic languages from a common origin, the first systematic study of diachronic language change.[12]

Both Rask and Grimm were unable to explain apparent exceptions to the sound laws that they had discovered. Although Hermann Grassmann explained one of these anomalies with the publication of Grassmann's law in 1862,[13] Karl Verner made a methodological breakthrough in 1875 when he identified a pattern now known as Verner's law, the first sound-law based on comparative evidence showing that a phonological change in one phoneme could depend on other factors within the same word (such as the neighbouring phonemes and the position of the accent[14]), now called conditioning environments.

Similar discoveries made by the Junggrammatiker (usually translated as "Neogrammarians") at the University of Leipzig in the late 19th century led them to conclude that all sound changes were ultimately regular, resulting in the famous statement by Karl Brugmann and Hermann Osthoff in 1878 that "sound laws have no exceptions".[15] This idea is fundamental to the modern comparative method, since the method necessarily assumes regular correspondences between sounds in related languages, and consequently regular sound changes from the proto-language. This Neogrammarian Hypothesis led to application of the comparative method to reconstruct Proto-Indo-European, with Indo-European being at that time by far the most well-studied language family. Linguists working with other families soon followed suit, and the comparative method quickly became the established method for uncovering linguistic relationships.[16]

Referensi

Keterangan

  1. ^ Kutipan asli: "The Sanscrit language, whatever be its antiquity, is of a wonderful structure; more perfect than the Greek, more copious than the Latin, and more exquisitely refined than either, yet bearing to both of them a stronger affinity, both in the roots of verbs and the forms of grammar, than could possibly have been produced by accident; so strong indeed, that no philologer could examine them all three, without believing them to have sprung from some common source, which, perhaps, no longer exists. There is a similar reason, though not quite so forcible, for supposing that both the Gothick and the Celtick, though blended with a very different idiom, had the same origin with the Sanscrit; and the old Persian might be added to the same family."

Catatan kaki

  1. ^ Lehmann 1993, hlm. 31 ff.
  2. ^ Lyovin 1997, hlm. 1–2.
  3. ^ Beekes 1995, hlm. 25.
  4. ^ Campbell 2000, hlm. 1341.
  5. ^ Beekes 1995, hlm. 22, 27–29.
  6. ^ a b George van Driem The genesis of polyphyletic linguistics Diarsipkan 26 July 2011 di Wayback Machine.
  7. ^ Szemerényi 1996, hlm. 6.
  8. ^ a b Jones, Sir William. Abbattista, Guido, ed. "The Third Anniversary Discourse delivered 2 February 1786 By the President [on the Hindus]". Eliohs Electronic Library of Historiography. Diakses tanggal 18 December 2009. 
  9. ^ Szemerényi 1996, hlm. 5–6
  10. ^ Szemerényi 1996, hlm. 7
  11. ^ Szémerenyi 1996, hlm. 17
  12. ^ Szemerényi 1996, hlm. 7–8.
  13. ^ Szemerényi 1996, hlm. 19.
  14. ^ Szemerényi 1996, hlm. 20.
  15. ^ Szemerényi 1996, hlm. 21.
  16. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama ssix

Bibiliografi

  • Beekes, Robert S. P. (1995). Comparative Indo-European Linguistics. Amsterdam: John Benjamins. 
  • Lehmann, Winfred P. (1993). Theoretical Bases of Indo-European Linguistics. London: Routledge. 
  • Lyovin, Anatole V. (1997). An Introduction to the Languages of the World. New York: Oxford University Press, Inc. ISBN 978-0-19-508116-9. 
  • Szemerényi, Oswald J. L. (1996). Introduction to Indo-European Linguistics (edisi ke-4th). Oxford: Oxford University Press.