Lompat ke isi

Pengguna:Wong Langsep/Bak Pasir 1: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Baris 1: Baris 1:
== Perkeretaapian Indonesia pada masa pendudukan Jepang ==
== Perkeretaapian Indonesia pada masa pendudukan Jepang ==


Beberapa saat setelah berkuasanya Jepang di Indonesia, muncullah kebijakan baru yang menjadikan militer masuk dalam struktur pemerintahan. Ketika itu, Jepang membagi wilayah Indonesia menjadi dua wilayah kekuasaan. Dua wilayah ini adalah zona barat dan zona timur. Wilayah zona barat dikuasai oleh angkatan darat Jepang dalam hal ini angkatan ke-25, dan angkatan ke-16 yang meliputi [[Pulau Sumatera|Sumatera]], [[Pulau Jawa|Jawa]], dan [[Pulau Madura|Madura]]. Sedangkan zona timur dikuasai oleh angkatan laut Jepang dalam hal ini oleh angkatan ke-3 yang meliputi [[Pulau Kalimantan|Kalimantan]], [[Pulau Papua|Papua]], [[Maluku]], [[Pulau Sulawesi|Sulawesi]], hingga [[Nusa Tenggara]].<ref>{{id}} {{Citebook|title=Sejarah Perkeretaapian Indonesia Jilid 1|page=142-143|last1=Nusantara|first1=Telaga Bakti|first2=Asosiasi|last2=Perkeretaapian|location=Bandung|year=1997|publisher=CV. Angkasa}}</ref>
Beberapa saat setelah berkuasanya Jepang di Indonesia, muncullah kebijakan baru yang menjadikan militer masuk dalam struktur pemerintahan. Ketika itu, Jepang membagi wilayah Indonesia menjadi dua wilayah kekuasaan. Dua wilayah ini adalah zona barat dan zona timur. Wilayah zona barat dikuasai oleh angkatan darat Jepang dalam hal ini angkatan ke-25, dan angkatan ke-16 yang meliputi [[Pulau Sumatera|Sumatera]], [[Pulau Jawa|Jawa]], dan [[Pulau Madura|Madura]]. Sedangkan zona timur dikuasai oleh angkatan laut Jepang dalam hal ini oleh angkatan ke-3 yang meliputi [[Pulau Kalimantan|Kalimantan]], [[Pulau Papua|Papua]], [[Maluku]], [[Pulau Sulawesi|Sulawesi]], hingga [[Nusa Tenggara]].<ref name="Jilid 1">{{id}} {{Citebook|title=Sejarah Perkeretaapian Indonesia Jilid 1|page=142-143|last1=Nusantara|first1=Telaga Bakti|first2=Asosiasi|last2=Perkeretaapian|location=Bandung|year=1997|publisher=CV. Angkasa}}</ref>

Dengan berubahnya kebijakan pemerintahan, maka kebijakan pemerintah mengenai perkeretaapian juga turut berubah. Ketika itu perkeretaapian di [[Pulau Sumatera|Sumatera]] pengelolaannya dibagi menjadi tiga wilayah, yaitu Sumatera Selatan (''Nanbu Sumatora Tetsudo''), Sumatera Barat (''Seibu Sumatora Tetsudo''), dan Sumatera Utara (''Kiata Sumatora Tetsudo''). Ketiga wilayah operasi perkeretaapian tersebut pengelolaannya disatukan dengan perkeretaapian di [[Singapura]].
Sedangkan untuk perkeretaapian di pulau Jawa, pengelolaannya sendiri berada dibawah Rikuyu Sokyoku.
Tidak hanya dalam urusan kereta api, Rikuyu Sokyoku juga memiliki kewenangan untuk mengelola transportasi darat sipil, seperti dokar, truk, bus, mobil, cikar dsb. Meski begitu Rikuyu Sokyoku tetap berada dibawah koordinasi [[Gunseikanbu]] atau dinas militer.<ref name="Jilid 1"/>

Dengan demikian, pengelolaan kereta api di [[Pulau Sumatera]] pada [[masa pendudukan Jepang]] tidak berkaitan sama sekali dengan perkeretaapian di [[Pulau Jawa]] dan [[Pulau Madura]].<ref name="Jilid 1"/>



Dengan berubahnya kebijakan dan struktur pemerintahan, maka kebijakan pemerintah mengenai perkeretaapian juga turut berubah. Ketika itu hubungan perkeretaapian di [[Pulau Sumatera|Sumatera]] dipisahkan dengan perkeretaapian di [[Pulau Jawa|Jawa]] dan [[Pulau Madura|Madura]].


=== [[Rikuyu Sokyoku]] / Tetsudo Kyoku ===
=== [[Rikuyu Sokyoku]] / Tetsudo Kyoku ===

Revisi per 26 Oktober 2019 08.39

Perkeretaapian Indonesia pada masa pendudukan Jepang

Beberapa saat setelah berkuasanya Jepang di Indonesia, muncullah kebijakan baru yang menjadikan militer masuk dalam struktur pemerintahan. Ketika itu, Jepang membagi wilayah Indonesia menjadi dua wilayah kekuasaan. Dua wilayah ini adalah zona barat dan zona timur. Wilayah zona barat dikuasai oleh angkatan darat Jepang dalam hal ini angkatan ke-25, dan angkatan ke-16 yang meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura. Sedangkan zona timur dikuasai oleh angkatan laut Jepang dalam hal ini oleh angkatan ke-3 yang meliputi Kalimantan, Papua, Maluku, Sulawesi, hingga Nusa Tenggara.[1]

Dengan berubahnya kebijakan pemerintahan, maka kebijakan pemerintah mengenai perkeretaapian juga turut berubah. Ketika itu perkeretaapian di Sumatera pengelolaannya dibagi menjadi tiga wilayah, yaitu Sumatera Selatan (Nanbu Sumatora Tetsudo), Sumatera Barat (Seibu Sumatora Tetsudo), dan Sumatera Utara (Kiata Sumatora Tetsudo). Ketiga wilayah operasi perkeretaapian tersebut pengelolaannya disatukan dengan perkeretaapian di Singapura. Sedangkan untuk perkeretaapian di pulau Jawa, pengelolaannya sendiri berada dibawah Rikuyu Sokyoku. Tidak hanya dalam urusan kereta api, Rikuyu Sokyoku juga memiliki kewenangan untuk mengelola transportasi darat sipil, seperti dokar, truk, bus, mobil, cikar dsb. Meski begitu Rikuyu Sokyoku tetap berada dibawah koordinasi Gunseikanbu atau dinas militer.[1]

Dengan demikian, pengelolaan kereta api di Pulau Sumatera pada masa pendudukan Jepang tidak berkaitan sama sekali dengan perkeretaapian di Pulau Jawa dan Pulau Madura.[1]


Rikuyu Sokyoku / Tetsudo Kyoku

Rikuyu Sokyoku
Ikhtisar
Kantor pusatKota Bandung, Jawa Barat
LokalJawa
Tanggal beroperasi1942–1944
PenerusKereta Api Indonesia
Teknis
Lebar sepur1.067 mm (3 ft 6 in)
1.435 mm (4 ft 8+12 in)
Panjang jalur? kilometer

Rikuyu Sokyoku adalah sebuah biro yang mengurus jalannya transportasi darat di Indonesia pada masa pendudukan Jepang. Biro ini didirikan pada 1 Juni 1942 dan bertanggung jawab atas segala macam transportasi darat non-militer di Indonesia. Ketika itu biro ini memiliki kantor pusat yang berlokasi di Bandung.

Pada awal pendiriannya, Rikuyu Sokyoku dihadapkan pada permasalahan serius yang harus segera ditangani. Adapun permasalahan yang dihadapi yaitu, Rikuyu Sokyoku menerima laporan dari Gunseikanbu bahwa terdapat 46 jembatan kereta api, beberapa bangunan stasiun dan bengkel kereta api yang telah dihancurkan Belanda. Serta ada sabotase di beberapa jalur kereta api yang menuju pelabuhan, seperti di Pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan Cilacap yang sebagian besar turut dihancurkan. Akhirnya, mau tidak mau Rikuyu Sokyoku harus memperbaiki berbagai sarana dan prasarana perkeretaapian yang mengalami kerusakan tersebut.

Tetsudo Tai / Reta Sumatora Kyoku

  1. ^ a b c (Indonesia) Nusantara, Telaga Bakti; Perkeretaapian, Asosiasi (1997). Sejarah Perkeretaapian Indonesia Jilid 1. Bandung: CV. Angkasa. hlm. 142-143.