Lompat ke isi

Emha Ainun Nadjib: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
JJ.Ahmad (bicara | kontrib)
Menambahkan foto profil, mengedit nama pasangan: Suryadi menjadi Suryaningsih (dengan mencantumkan referensi), menambah website resmi
JJ.Ahmad (bicara | kontrib)
Artikel ini dikembangkan pada paragraf awal menjadi tiga paragraf, juga pada bagian kehidupan pribadi. Serta ditambahkan nama anak-anaknya. Semua berdasarkan sumber-sumber referensi yang ada.
Baris 15: Baris 15:
| occupation =
| occupation =
| spouse = {{ubl|
| spouse = {{ubl|
Neneng Suryaningsih (cerai 1985)<ref>{{cite news |author=<!--Staff writer(s); no by-line.--> |title=Anak Petani Menggores Tinta Emas |url= |work=Majalah SINAR |agency= |date=1 Maret 1997 |access-date=2019-12-06}}</ref>
Neneng Suryaningsih (cerai 1985)<ref>{{cite news |author=<!--Staff writer(s); no by-line.--> |title=Anak Petani Menggores Tinta Emas |url= |work=Majalah SINAR |agency= |date=1 Maret 1997 |access-date=2019-12-06}}</ref> <br/> [[Novia Kolopaking]] (1997–sekarang)<ref name="bintang.com_Film90-an,Novia">{{Cite web |title=Film 90-an, Novia Kolopaking Antara Sitti Nurbaya-Keluarga Cemara |author= |work=bintang.com |date= |accessdate={{date|2016-08-24}} |url=http://www.bintang.com/celeb/read/2477908/film-90-an-novia-kolopaking-antara-sitti-nurbaya-keluarga-cemara |language= |quote=Ia menikah dengan budayawan Emha Ainun Nadjib pada 1997. |archivedate= |archiveurl= |dead-url=no}}</ref>
[[Novia Kolopaking]] (1997–sekarang)<ref name="bintang.com_Film90-an,Novia">{{Cite web |title=Film 90-an, Novia Kolopaking Antara Sitti Nurbaya-Keluarga Cemara |author= |work=bintang.com |date= |accessdate={{date|2016-08-24}} |url=http://www.bintang.com/celeb/read/2477908/film-90-an-novia-kolopaking-antara-sitti-nurbaya-keluarga-cemara |language= |quote=Ia menikah dengan budayawan Emha Ainun Nadjib pada 1997. |archivedate= |archiveurl= |dead-url=no}}</ref>
}}
}}
| partner =
| partner =
| children = [[Sabrang Mowo Damar Panuluh]]
| children = [[Sabrang Mowo Damar Panuluh]] <br/> Ainayya Al-Fatihah <br/> Aqiela Fadia Haya <br/> Jembar Tahta Aunillah <br/> Anayallah Rampak Mayesha
| website = {{URL|http://www.caknun.com}}
| website = {{URL|http://www.caknun.com}}
}}
}}

'''Muhammad Ainun Nadjib''' atau biasa dikenal '''Emha Ainun Nadjib''' atau '''Cak Nun''' ({{lahirmati|[[Kabupaten Jombang|Jombang]], [[Jawa Timur]]|27|5|1953}}) adalah seorang [[tokoh]] [[intelektual]] berkebangsaan [[Indonesia]] yang mengusung napas Islami. Menjelang kejatuhan pemerintahan [[Soeharto]], Cak Nun merupakan salah satu tokoh yang diundang ke [[Istana Merdeka]] untuk dimintakan nasihatnya yang kemudian kalimatnya diadopsi oleh Soeharto berbunyi "Ora dadi presiden ora patheken". Emha juga dikenal sebagai seniman, budayawan, penyair, dan pemikir yang menularkan gagasannya melalui buku-buku yang ditulisnya.
'''Muhammad Ainun Nadjib''' atau biasa dikenal '''Emha Ainun Nadjib''' atau '''Cak Nun''' atau '''Mbah Nun'''<ref>{{Cite web|url=https://www.caknun.com/foto/mozaik/riwayat-panggilan-mbah-nun/|title=Riwayat Panggilan 'Mbah Nun'|last=|first=|date=|website=CakNun.com|access-date=3 Desember 2019}}</ref> (lahir di [[Kabupaten Jombang|Jombang]], [[Jawa Timur]], [[27 Mei]] [[1953]]; umur 66 tahun) adalah seorang tokoh intelektual Muslim [[Indonesia]]. Ia menyampaikan gagasan pemikiran dan kritik-kritiknya dalam berbagai bentuk: puisi, esai, cerpen, film, drama, lagu, musik, talkshow televisi, siaran radio, seminar, ceramah, dan tayangan video. Ia menggunakan beragam media komunikasi dari cetak hingga digital dan sangat produktif dalam berkarya.<ref name=":25">{{Cite web|url=https://www.caknun.com/2019/terus-berkarya/|title=Terus Berkarya|last=|first=|date=8 Oktober 2019|website=CakNun.com|access-date=3 Desember 2019}}</ref>

Ragam dan cakupan tema pemikiran, ilmu, dan kegiatan Cak Nun sangat luas seperti dalam bidang sastra, teater, tafsir, tasawwuf, musik, filsafat, pendidikan, kesehatan, Islam, dan lain-lain.<ref>{{Cite web|url=https://www.caknun.com/2019/kata-mereka-tentang-cak-nun-kiaikanjeng-dan-maiyah/|title=Kata Mereka Tentang Cak Nun, KiaiKanjeng, dan Maiyah|last=|first=|date=18 Oktober 2019|website=CakNun.com|access-date=3 Desember 2019}}</ref> Selain penulis, ia juga dikenal sebagai seniman, budayawan, penyair, dan pemikir, juga kyai. Banyak orang mengatakan Cak Nun adalah manusia multi-dimensi.<ref>{{Cite book|url=https://books.google.com/books?id=W55dUqZ9jDkC&printsec=frontcover#v=onepage&q&f=false|title=Jalan Sunyi Emha|last=Rahardjo|first=Toto|publisher=Kompas|year=2006|isbn=979-709-255-0|location=Jakarta|pages=xviii|chapter=Teman Siapa Saja|quote=Seorang host suatu talk show di sebuah stasiun televisi swasta, Jaya Suprana, bertanya kepada orang ini, "Orang selalu mengatakan bahwa Anda adalah manusia multi-dimensional. Sekurang-kurangnya kegiatan Anda di masyarakat memang sangat beragam. Apa pendapat Anda sendiri?"|url-status=live}}</ref>

Menjelang kejatuhan pemerintahan [[Soeharto]], Cak Nun merupakan salah satu tokoh yang diundang ke [[Istana Merdeka]] untuk dimintakan nasihatnya, yang kemudian celetukannya diadopsi oleh Soeharto berbunyi "''Ora dadi presiden ora pathèken''”.<ref>{{Cite book|url=https://books.google.com/books?id=W55dUqZ9jDkC&printsec=frontcover#v=onepage&q&f=false|title=Jalan Sunyi Emha|last=Oetama|first=Jakob|publisher=Kompas|year=2006|isbn=979-709-255-0|location=Jakarta|pages=xvii|chapter=Pengantar Jakob Oetama|quote=Kehadiran buku ini tentu ditunggu khalayak pembaca, tidak hanya oleh para pengagum, tetapi juga pengritik sosok yang menyeletukkan kalimat 'ora dadi presiden ora pathèken', saat bersama sejumlah tokoh diundang Soeharto sebelum lengser.|url-status=live}}</ref> Setelah '''Reformasi 1998''', Cak Nun bersama [[Kiai Kanjeng]] memfokuskan berkegiatan bersama masyarakat di pelosok Indonesia. Aktivitasya berjalan terus dengan menginisiasi Masyarakat '''Maiyah''', yang berkembang di seluruh negeri hingga mancanegara.<ref>{{Cite book|url=https://www.caknun.com/2019/mewedar-jalan-kesehatan-emha/|title=Cinta, Kesehatan, dan Munajat Emha Ainun Nadjib|last=Hashman|first=Ade|publisher=Bentang|year=2019|isbn=978-602-291-589-8|location=Yogyakarta|pages=176|url-status=live}}</ref> Cak Nun bersama Kiai Kanjeng dan Masyarakat Maiyah mengajak untuk membuka yang sebelumnya belum pernah dibuka. Memandang, merumuskan dan mengelola dengan prinsip dan formula yang sebelumnya belum pernah ditemukan dan dipergunakan.<ref>{{Cite web|url=https://www.caknun.com/author/emha-ainun-nadjib/|title=Emha Ainun Nadjib|last=|first=|date=|website=CakNun.com|access-date=3 Desember 2019}}</ref>


== Kehidupan pribadi ==
== Kehidupan pribadi ==
Cak Nun merupakan anak keempat dari 15 bersaudara.<ref name=":0">{{Cite book|url=https://www.caknun.com/2018/pusparagam-dimensi-pemikiran-cak-nun/|title=Semesta Emha Ainun Nadjib: Bentangan Pengembaraan Pemikiran|last=Hadi|first=Sumasno|publisher=Mizan|year=2017|isbn=978-602-441-010-0|location=Bandung|pages=50|url-status=live}}</ref> Lahir dari pasangan Muhammad Abdul Latief dan Chalimah. Ayah Cak Nun merupakan tokoh agama (kyai) yang sangat dihormati masyarakat Desa [[Mentoro, Sumobito, Jombang|Mentoro]], [[Sumobito, Jombang|Sumobito]], [[Kabupaten Jombang|Jombang]].<ref>{{Cite book|url=https://www.caknun.com/2018/pusparagam-dimensi-pemikiran-cak-nun/|title=Semesta Emha Ainun Nadjib: Bentangan Pengembaraan Pemikiran|last=|first=|publisher=|year=|isbn=|location=|pages=49|url-status=live}}</ref> Begitu juga ibunya merupakan panutan warga yang memberikan rasa aman dan banyak membantu masyarakat.<ref name=":0" /> Kakak tertua Cak Nun bersaudara, yaitu '''Ahmad Fuad Effendy''' merupakan anggota Dewan Pembina King Abdullah bin Abdul Aziz International Center Saudi Arabia.<ref>{{Cite web|url=https://www.caknun.com/2017/perjuangan-cak-fuad-menjaga-bahasa-al-quran-di-kancah-dunia/|title=Perjuangan Cak Fuad Menjaga Bahasa Al-Qur`an di Kancah Dunia|last=|first=|date=24 Januari 2017|website=CakNun.com|access-date=3 Desember 2019}}</ref>
Emha merupakan anak keempat dari 15 bersaudara. Pendidikan formalnya hanya berakhir di semester 1 Fakultas Ekonomi [[Universitas Gadjah Mada]] (UGM). Sebelumnya dia pernah ‘diusir’ dari [[Pondok Modern Darussalam Gontor]] setelah melakukan ‘demo’ melawan pimpinan pondok karena sistem pondok yang kurang baik, pada pertengahan tahun ketiga studinya. Kemudian ia pindah ke [[Yogyakarta]] dan tamat SMA [[Muhammadiyah]] I. Istrinya yang sekarang, [[Novia Kolopaking]], dikenal sebagai seniman film, panggung, serta penyanyi. [[Sabrang Mowo Damar Panuluh]] adalah salah satu putranya yang kini tergabung dalam grup band [[Letto]].

Paman Cak Nun, adik ayahnya, yaitu almarhum K.H. Hasyim Latief<ref>{{Cite web|url=https://www.indonesiana.id/read/92581/kh-hasyim-latief-sang-komandan-tempur-hizbullah|title=KH Hasyim Latief, Sang Komandan Tempur Hizbullah|last=Masjkur|first=Ahmad Udi|date=27 April 2019|website=Indonesiana.id|access-date=4 Desember 2019}}</ref>, merupakan pendiri Pertanu (Persatuan Tani dan Nelayan NU), ketua PWNU Jawa Timur, wakil Ketua [[Nahdlatul 'Ulama|PBNU]], wakil Rais Syuriah PBNU, dan Mustasyar PBNU<ref>{{Cite web|url=https://www.nu.or.id/post/read/2969/tokoh-nu-kh-hasjim-latief-meninggal-dunia|title=Tokoh NU KH Hasjim Latief Meninggal Dunia|last=|first=|date=20 April 2005|website=NU Online|access-date=4 Desember 2019}}</ref> yang mendirikan Yayasan Pendidikan Maarif (YPM) di [[Sepanjang, Taman, Sidoarjo|Sepanjang]], [[Kabupaten Sidoarjo|Sidoarjo]].<ref name=":1">{{Cite web|url=https://fahmialinh.wordpress.com/2015/04/25/kh-hasyim-latief-sepanjang/|title=KH Hasyim Latief Sepanjang|last=Ali|first=Fahmi|date=25 April 2015|website=Catatan Fahmi Ali|access-date=4 Desember 2019}}</ref> Dari garis ayah, Cak Nun bersaudara dengan aktivis masyarakat miskin kota [[Wardah Hafidz]] dan [[Ali Fikri]] yang masih sepupu ayah Cak Nun.<ref name=":1" /> Dari garis ayahnya ini, kakek buyut Cak Nun, yaitu '''Imam Zahid''', adalah murid [[Kholil al-Bangkalani|Syaikhona Kholil Bangkalan]] bersama dengan K.H. [[Hasjim Asy'ari|Hasyim Asyari]], K.H. [[Ahmad Dahlan]], dan K.H. Romly Tamim.<ref>{{Cite news|url=https://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/15/08/04/nsj25y334-kisah-kedekatan-kh-hasyim-asyari-dan-kh-ahmad-dahlan-part|title=Kisah Kedekatan KH Hasyim Asy'ari dan KH Ahmad Dahlan|last=Putra|first=Erik Purnama|date=4 Agustus 2015|work=Republika|access-date=4 Desember 2019}}</ref>

Pendidikan formal Cak Nun dimulai dari Sekolah Dasar di desanya. Karena semenjak kecil ia sangat peka atas segala bentuk ketidakadilan, ia sempat dianggap bermasalah oleh para guru karena memprotes dan menendang guru yang dianggapnya tak berlaku adil.<ref>{{Cite book|url=https://www.caknun.com/2018/cak-nun-dalam-lanskap-sastra-dan-sabana-sosial/|title=Sepotong Dunia Emha|last=Nugraha|first=Latief S|publisher=Octopus|year=2018|isbn=978-602-727-437-2|location=Yogyakarta|pages=94|url-status=live}}</ref> Kemudian oleh ayahnya, ia dikirim ke [[Pondok Modern Darussalam Gontor]]. Pada masa tahun ketiganya di [[Gontor, Mlarak, Ponorogo|Gontor]], Cak Nun sempat menggugat kebijakan pihak keamanan Pondok yang dianggapnya tidak berlaku adil. Ia pun memimpin “demonstrasi” bersama santri-santri lain sebagai bentuk protes. Namun protes itu berujung pada dikeluarkannya Cak Nun dari Pondok.<ref>{{Cite book|url=https://books.google.com/books?id=vZNkAAAAMAAJ&q=inauthor:%22Jabrohim%22&dq=inauthor:%22Jabrohim%22&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwi1-eWfubTmAhUEGs0KHdQbBGUQ6AEIPDAD|title=Tahajjud Cinta Emha Ainun Nadjib: Sebuah Kajian Sosiologi Sastra|last=Jabrohim|first=|publisher=Pustaka Pelajar|year=2003|isbn=|location=Yogyakarta|pages=1|url-status=live}}</ref> Kemudian ia pindah ke [[Yogyakarta]] melanjutkan sekolah di SMP Muhammadiyah 4 dan selanjutnya tamat [[SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta|SMA Muhammadiyah 1]]<ref name=":2">{{Cite book|url=https://www.caknun.com/2018/pusparagam-dimensi-pemikiran-cak-nun/|title=Semesta Emha Ainun Nadjib|last=|first=|publisher=|year=|isbn=|location=|pages=53|url-status=live}}</ref> bersama dengan teman karibnya, [[M. Busyro Muqoddas|Busyro Muqoddas]]. Usai SMA, Cak Nun diterima di Fakultas Ekonomi [[Universitas Gadjah Mada|UGM]]. Di “[[Kampus Biru|kampus biru]]” ini, ia bertahan hanya satu semester, atau tepatnya empat bulan saja.<ref name=":2" /> Sebenarnya ia juga diterima di Fakultas Filsafat UGM namun tidak mendaftar ulang.

Istrinya, [[Novia Kolopaking]], dikenal sebagai seniman film, panggung, serta penyanyi. Bersama Novia, ia dikaruniai empat anak, yaitu Ainayya Al-Fatihah (meninggal di dalam kandungan)<ref>{{Cite news|url=|title=Novia Kolopaking: Lebih Baik Dia di Surga|last=Yuswanto|first=Teguh|date=1 Juli 1998|work=Tabloid BINTANG|access-date=13 Desember 2019}}</ref>, Aqiela Fadia Haya, Jembar Tahta Aunillah, dan Anayallah Rampak Mayesha.<ref>{{Cite book|url=https://www.caknun.com/2018/cak-nun-dalam-lanskap-sastra-dan-sabana-sosial/|title=Sepotong Dunia Emha|last=|first=|publisher=|year=|isbn=|location=|pages=157|url-status=live}}</ref> [[Sabrang Mowo Damar Panuluh]] adalah salah satu putranya yang kini tergabung dalam grup band [[Letto]].


Lima tahun ia hidup menggelandang di [[Malioboro]], [[Kota Yogyakarta|Yogyakarta]] antara 1970–1975, belajar [[sastra]] kepada guru yang dikaguminya, [[Umbu Landu Paranggi]], seorang [[sufi]] yang hidupnya misterius dan sangat memengaruhi perjalanan Emha. Masa-masa itu, proses kreatifnya dijalani juga bersama [[Ebiet G Ade]] (penyanyi), [[Eko Tunas]] (cerpenis/penyair), dan EH. Kartanegara (penulis).
Lima tahun ia hidup menggelandang di [[Malioboro]], [[Kota Yogyakarta|Yogyakarta]] antara 1970–1975, belajar [[sastra]] kepada guru yang dikaguminya, [[Umbu Landu Paranggi]], seorang [[sufi]] yang hidupnya misterius dan sangat memengaruhi perjalanan Emha. Masa-masa itu, proses kreatifnya dijalani juga bersama [[Ebiet G Ade]] (penyanyi), [[Eko Tunas]] (cerpenis/penyair), dan EH. Kartanegara (penulis).

Revisi per 18 Desember 2019 14.30

Emha Ainun Nadjib
LahirMuhammad Ainun Nadjib
27 Mei 1953 (umur 71)
Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Indonesia
Kebangsaan Indonesia
Nama lainCak Nun, Mbah Nun[1]
Dikenal atasTokoh intelektual Islam
Suami/istri
AnakSabrang Mowo Damar Panuluh
Ainayya Al-Fatihah
Aqiela Fadia Haya
Jembar Tahta Aunillah
Anayallah Rampak Mayesha
Situs webwww.caknun.com

Muhammad Ainun Nadjib atau biasa dikenal Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun atau Mbah Nun[4] (lahir di Jombang, Jawa Timur, 27 Mei 1953; umur 66 tahun) adalah seorang tokoh intelektual Muslim Indonesia. Ia menyampaikan gagasan pemikiran dan kritik-kritiknya dalam berbagai bentuk: puisi, esai, cerpen, film, drama, lagu, musik, talkshow televisi, siaran radio, seminar, ceramah, dan tayangan video. Ia menggunakan beragam media komunikasi dari cetak hingga digital dan sangat produktif dalam berkarya.[5]

Ragam dan cakupan tema pemikiran, ilmu, dan kegiatan Cak Nun sangat luas seperti dalam bidang sastra, teater, tafsir, tasawwuf, musik, filsafat, pendidikan, kesehatan, Islam, dan lain-lain.[6] Selain penulis, ia juga dikenal sebagai seniman, budayawan, penyair, dan pemikir, juga kyai. Banyak orang mengatakan Cak Nun adalah manusia multi-dimensi.[7]

Menjelang kejatuhan pemerintahan Soeharto, Cak Nun merupakan salah satu tokoh yang diundang ke Istana Merdeka untuk dimintakan nasihatnya, yang kemudian celetukannya diadopsi oleh Soeharto berbunyi "Ora dadi presiden ora pathèken”.[8] Setelah Reformasi 1998, Cak Nun bersama Kiai Kanjeng memfokuskan berkegiatan bersama masyarakat di pelosok Indonesia. Aktivitasya berjalan terus dengan menginisiasi Masyarakat Maiyah, yang berkembang di seluruh negeri hingga mancanegara.[9] Cak Nun bersama Kiai Kanjeng dan Masyarakat Maiyah mengajak untuk membuka yang sebelumnya belum pernah dibuka. Memandang, merumuskan dan mengelola dengan prinsip dan formula yang sebelumnya belum pernah ditemukan dan dipergunakan.[10]

Kehidupan pribadi

Cak Nun merupakan anak keempat dari 15 bersaudara.[11] Lahir dari pasangan Muhammad Abdul Latief dan Chalimah. Ayah Cak Nun merupakan tokoh agama (kyai) yang sangat dihormati masyarakat Desa Mentoro, Sumobito, Jombang.[12] Begitu juga ibunya merupakan panutan warga yang memberikan rasa aman dan banyak membantu masyarakat.[11] Kakak tertua Cak Nun bersaudara, yaitu Ahmad Fuad Effendy merupakan anggota Dewan Pembina King Abdullah bin Abdul Aziz International Center Saudi Arabia.[13]

Paman Cak Nun, adik ayahnya, yaitu almarhum K.H. Hasyim Latief[14], merupakan pendiri Pertanu (Persatuan Tani dan Nelayan NU), ketua PWNU Jawa Timur, wakil Ketua PBNU, wakil Rais Syuriah PBNU, dan Mustasyar PBNU[15] yang mendirikan Yayasan Pendidikan Maarif (YPM) di Sepanjang, Sidoarjo.[16] Dari garis ayah, Cak Nun bersaudara dengan aktivis masyarakat miskin kota Wardah Hafidz dan Ali Fikri yang masih sepupu ayah Cak Nun.[16] Dari garis ayahnya ini, kakek buyut Cak Nun, yaitu Imam Zahid, adalah murid Syaikhona Kholil Bangkalan bersama dengan K.H. Hasyim Asyari, K.H. Ahmad Dahlan, dan K.H. Romly Tamim.[17]

Pendidikan formal Cak Nun dimulai dari Sekolah Dasar di desanya. Karena semenjak kecil ia sangat peka atas segala bentuk ketidakadilan, ia sempat dianggap bermasalah oleh para guru karena memprotes dan menendang guru yang dianggapnya tak berlaku adil.[18] Kemudian oleh ayahnya, ia dikirim ke Pondok Modern Darussalam Gontor. Pada masa tahun ketiganya di Gontor, Cak Nun sempat menggugat kebijakan pihak keamanan Pondok yang dianggapnya tidak berlaku adil. Ia pun memimpin “demonstrasi” bersama santri-santri lain sebagai bentuk protes. Namun protes itu berujung pada dikeluarkannya Cak Nun dari Pondok.[19] Kemudian ia pindah ke Yogyakarta melanjutkan sekolah di SMP Muhammadiyah 4 dan selanjutnya tamat SMA Muhammadiyah 1[20] bersama dengan teman karibnya, Busyro Muqoddas. Usai SMA, Cak Nun diterima di Fakultas Ekonomi UGM. Di “kampus biru” ini, ia bertahan hanya satu semester, atau tepatnya empat bulan saja.[20] Sebenarnya ia juga diterima di Fakultas Filsafat UGM namun tidak mendaftar ulang.

Istrinya, Novia Kolopaking, dikenal sebagai seniman film, panggung, serta penyanyi. Bersama Novia, ia dikaruniai empat anak, yaitu Ainayya Al-Fatihah (meninggal di dalam kandungan)[21], Aqiela Fadia Haya, Jembar Tahta Aunillah, dan Anayallah Rampak Mayesha.[22] Sabrang Mowo Damar Panuluh adalah salah satu putranya yang kini tergabung dalam grup band Letto.

Lima tahun ia hidup menggelandang di Malioboro, Yogyakarta antara 1970–1975, belajar sastra kepada guru yang dikaguminya, Umbu Landu Paranggi, seorang sufi yang hidupnya misterius dan sangat memengaruhi perjalanan Emha. Masa-masa itu, proses kreatifnya dijalani juga bersama Ebiet G Ade (penyanyi), Eko Tunas (cerpenis/penyair), dan EH. Kartanegara (penulis).

Selain itu ia juga pernah mengikuti lokakarya teater di Filipina (1980), International Writing Program di Universitas Iowa, Amerika Serikat (1984), Festival Penyair Internasional di Rotterdam, Belanda (1984) dan Festival Horizonte III di Berlin Barat, Jerman (1985). Emha juga pernah terlibat dalam produksi film Rayya, Cahaya di Atas Cahaya (2011), skenario film ditulis bersama Viva Westi.

Kajian islami

Dalam kesehariannya, Emha terjun langsung di masyarakat dan melakukan aktivitas-aktivitas yang merangkum dan memadukan dinamika kesenian, agama, pendidikan politik, sinergi ekonomi guna menumbuhkan potensi rakyat. Di samping aktivitas rutin bulanan dengan komunitas Masyarakat Padhang Bulan, ia juga berkeliling ke berbagai wilayah nusantara, rata-rata 10 sampai15 kali per bulan bersama Gamelan Kiai Kanjeng, dan rata-rata 40 sampai 50 acara massal yang umumnya dilakukan di area luar gedung. Kajian-kajian islami yang diselenggarakan oleh Cak Nun antara lain:

  • Jamaah Maiyah Kenduri Cinta sejak tahun 1990-an yang dilaksanakan di Taman Ismail Marzuki. Kenduri Cinta adalah salah satu forum silaturahmi budaya dan kemanusiaan yang dikemas sangat terbuka, nonpartisan, ringan dan dibalut dalam gelar kesenian lintas gender, yang diadakan di Jakarta setiap satu bulan sekali.
  • Mocopat Syafaat Yogyakarta
  • Padhangmbulan Jombang
  • Gambang Syafaat Semarang
  • Bangbang Wetan Surabaya
  • Paparandang Ate Mandar
  • Maiyah Baradah Sidoarjo
  • Obro Ilahi Malang, Hongkong dan Bali
  • Juguran Syafaat Banyumas Raya
  • Maneges Qudroh Magelang
  • Damar Kedhaton Gresik

Dalam pertemuan-pertemuan sosial itu ia melakukan berbagai dekonstruksi pemahaman atas nilai-nilai, pola-pola komunikasi, metode perhubungan kultural, pendidikan cara berpikir, serta pengupayaan solusi-solusi masalah masyarakat.

Teater

Memacu kehidupan multi-kesenian Yogya bersama Halim HD, jaringan kesenian melalui Sanggar Bambu, aktif di Teater Dinasti dan menghasilkan repertoar serta pementasan drama. Beberapa karyanya:

  • Geger Wong Ngoyak Macan (1989, tentang pemerintahan 'Raja' Soeharto),
  • Patung Kekasih (1989, tentang pengkultusan),
  • Keajaiban Lik Par (1980, tentang eksploitasi rakyat oleh berbagai institusi modern),
  • Mas Dukun (1982, tentang gagalnya lembaga kepemimpinan modern).
  • Kemudian bersama Teater Salahudin mementaskan Santri-Santri Khidhir (1990, di lapangan Gontor dengan seluruh santri menjadi pemain, serta 35.000 penonton di alun-alun madiun),
  • Lautan Jilbab (1990, dipentaskan secara massal di Yogya, Surabaya dan Makassar),
  • Kiai Sableng dan Baginda Faruq (1993).
  • Juga mementaskan Perahu Retak (1992, tentang Indonesia Orba yang digambarkan melalui situasi konflik pra-kerajaan Mataram, sebagai buku diterbitkan oleh Garda Pustaka), di samping Sidang Para Setan, Pak Kanjeng, serta Duta Dari Masa Depan.
  • Dan yang terbaru adalah pementasan teater Tikungan Iblis yang diadakan di Yogyakarta dan Jakarta bersama Teater Dinasti
  • Teater Nabi Darurat Rasul AdHoc bersama Teater Perdikan dan Letto yang menggambarkan betapa rusaknya manusia Indonesia sehingga hanya manusia sekelas Nabi yang bisa membenahinya (2012)

Bibliografi

Puisi

  • “M” Frustasi (1976),
  • Sajak-Sajak Sepanjang Jalan (1978),
  • Sajak-Sajak Cinta (1978),
  • Nyanyian Gelandangan (1982),
  • 99 Untuk Tuhanku (1983),
  • Suluk Pesisiran (1989),
  • Lautan Jilbab (1989),
  • Seribu Masjid Satu Jumlahnya ( 1990),lalalaw
  • Cahaya Maha Cahaya (1991),
  • Sesobek Buku Harian Indonesia (1993),
  • Abacadabra (1994),
  • Syair-syair Asmaul Husna (1994)

Essai/Buku

  • Dari Pojok Sejarah (1985),
  • Sastra yang Membebaskan (1985)
  • Secangkir Kopi Jon Pakir (1990),
  • Markesot Bertutur (1993),
  • Markesot Bertutur Lagi (1994),
  • Opini Plesetan (1996),
  • Gerakan Punakawan (1994),
  • Surat Kepada Kanjeng Nabi (1996),
  • Indonesia Bagian Penting dari Desa Saya (1994),
  • Slilit Sang Kiai (1991),
  • Sudrun Gugat (1994),
  • Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai (1995),
  • Bola- Bola Kultural (1996),
  • Budaya Tanding (1995),
  • Titik Nadir Demokrasi (1995),
  • Tuhanpun Berpuasa (1996),
  • Demokrasi Tolol Versi Saridin (1997),
  • Kita Pilih Barokah atau Azab Allah (1997),
  • Iblis Nusantara Dajjal Dunia (1997),
  • 2,5 Jam Bersama Soeharto (1998),
  • Mati Ketawa Cara Refotnasi (1998),
  • Kiai Kocar Kacir (1998),
  • Ziarah Pemilu, Ziarah Politik, Ziarah Kebangsaan (Penerbit Zaituna, 1998),
  • Keranjang Sampah (1998) Ikrar Husnul Khatimah (1999),
  • Jogja Indonesia Pulang Pergi (2000),
  • Ibu Tamparlah Mulut Anakmu (2000),
  • Menelusuri Titik Keimanan (2001),
  • Hikmah Puasa 1 & 2 (2001),
  • Segitiga Cinta (2001),
  • Kitab Ketentraman (2001),
  • Trilogi Kumpulan Puisi (2001),
  • Tahajjud Cinta (2003),
  • Ensiklopedia Pemikiran Cak Nun (2003),
  • Folklore Madura (Agustus 2005, Yogyakarta: Penerbit Progress),
  • Puasa Itu Puasa (Agustus 2005, Yogyakarta: Penerbit Progress),
  • Syair-Syair Asmaul Husna (Agustus 2005, Yogyakarta; Penerbit Progress)
  • Kafir Liberal (Cet. II, April 2006, Yogyakarta: Penerbit Progress),
  • Kerajaan Indonesia (Agustus 2006, Yogyakarta; Penerbit Progress),
  • Jalan Sunyi EMHA (Ian L. Betts, Juni 2006; Penerbit Kompas),
  • Istriku Seribu (Desember 2006, Yogyakarta; Penerbit Progress),
  • Orang Maiyah (Januari 2007, Yogyakarta; Penerbit Progress,),
  • Tidak. Jibril Tidak Pensiun (Juli 2007, Yogyakarta: Penerbit Progress),
  • Kagum Pada Orang Indonesia (Januari 2008, Yogyakarta; Penerbit Progress),
  • Dari Pojok Sejarah; Renungan Perjalanan Emha Ainun Nadjib (Mei 2008, Yogyakarta: Penerbit Progress)
  • DEMOKRASI La Raiba Fih(cet ketiga, Mei 2010, Jakarta: Kompas)

Penghargaan

Bulan Maret 2011, Emha memperoleh Penghargaan Satyalancana Kebudayaan 2010 dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.[23] Menurut Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, penghargaan diberikan berdasarkan pertimbangan bahwa si penerima memiliki jasa besar di bidang kebudayaan yang telah mampu melestarikan kebudayaan daerah atau nasional serta hasil karyanya berguna dan bermanfaat bagi masyarakat, bangsa, dan negara.[23]

Referensi

  1. ^ "Riwayat Panggilan 'Mbah Nun'". CakNun.com. Diakses tanggal 6 Desember 2019. 
  2. ^ "Anak Petani Menggores Tinta Emas". Majalah SINAR. 1 Maret 1997. 
  3. ^ "Film 90-an, Novia Kolopaking Antara Sitti Nurbaya-Keluarga Cemara". bintang.com. Diakses tanggal 24 Agustus 2016. Ia menikah dengan budayawan Emha Ainun Nadjib pada 1997. 
  4. ^ "Riwayat Panggilan 'Mbah Nun'". CakNun.com. Diakses tanggal 3 Desember 2019. 
  5. ^ "Terus Berkarya". CakNun.com. 8 Oktober 2019. Diakses tanggal 3 Desember 2019. 
  6. ^ "Kata Mereka Tentang Cak Nun, KiaiKanjeng, dan Maiyah". CakNun.com. 18 Oktober 2019. Diakses tanggal 3 Desember 2019. 
  7. ^ Rahardjo, Toto (2006). "Teman Siapa Saja". Jalan Sunyi Emha. Jakarta: Kompas. hlm. xviii. ISBN 979-709-255-0. Seorang host suatu talk show di sebuah stasiun televisi swasta, Jaya Suprana, bertanya kepada orang ini, "Orang selalu mengatakan bahwa Anda adalah manusia multi-dimensional. Sekurang-kurangnya kegiatan Anda di masyarakat memang sangat beragam. Apa pendapat Anda sendiri?" 
  8. ^ Oetama, Jakob (2006). "Pengantar Jakob Oetama". Jalan Sunyi Emha. Jakarta: Kompas. hlm. xvii. ISBN 979-709-255-0. Kehadiran buku ini tentu ditunggu khalayak pembaca, tidak hanya oleh para pengagum, tetapi juga pengritik sosok yang menyeletukkan kalimat 'ora dadi presiden ora pathèken', saat bersama sejumlah tokoh diundang Soeharto sebelum lengser. 
  9. ^ Hashman, Ade (2019). Cinta, Kesehatan, dan Munajat Emha Ainun Nadjib. Yogyakarta: Bentang. hlm. 176. ISBN 978-602-291-589-8. 
  10. ^ "Emha Ainun Nadjib". CakNun.com. Diakses tanggal 3 Desember 2019. 
  11. ^ a b Hadi, Sumasno (2017). Semesta Emha Ainun Nadjib: Bentangan Pengembaraan Pemikiran. Bandung: Mizan. hlm. 50. ISBN 978-602-441-010-0. 
  12. ^ Semesta Emha Ainun Nadjib: Bentangan Pengembaraan Pemikiran. hlm. 49. 
  13. ^ "Perjuangan Cak Fuad Menjaga Bahasa Al-Qur`an di Kancah Dunia". CakNun.com. 24 Januari 2017. Diakses tanggal 3 Desember 2019. 
  14. ^ Masjkur, Ahmad Udi (27 April 2019). "KH Hasyim Latief, Sang Komandan Tempur Hizbullah". Indonesiana.id. Diakses tanggal 4 Desember 2019. 
  15. ^ "Tokoh NU KH Hasjim Latief Meninggal Dunia". NU Online. 20 April 2005. Diakses tanggal 4 Desember 2019. 
  16. ^ a b Ali, Fahmi (25 April 2015). "KH Hasyim Latief Sepanjang". Catatan Fahmi Ali. Diakses tanggal 4 Desember 2019. 
  17. ^ Putra, Erik Purnama (4 Agustus 2015). "Kisah Kedekatan KH Hasyim Asy'ari dan KH Ahmad Dahlan". Republika. Diakses tanggal 4 Desember 2019. 
  18. ^ Nugraha, Latief S (2018). Sepotong Dunia Emha. Yogyakarta: Octopus. hlm. 94. ISBN 978-602-727-437-2. 
  19. ^ Jabrohim (2003). Tahajjud Cinta Emha Ainun Nadjib: Sebuah Kajian Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hlm. 1. 
  20. ^ a b Semesta Emha Ainun Nadjib. hlm. 53. 
  21. ^ Yuswanto, Teguh (1 Juli 1998). "Novia Kolopaking: Lebih Baik Dia di Surga". Tabloid BINTANG. 
  22. ^ Sepotong Dunia Emha. hlm. 157. 
  23. ^ a b "Menbudpar Sematkan Satyalencana Kebudayaan 2010". antaranews.com. 24 Maret 2011. Diakses tanggal 24 Agustus 2016. 

Pranala luar