Lompat ke isi

Hoegeng Iman Santoso: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Borgxbot (bicara | kontrib)
k Robot: Cosmetic changes
Baris 13: Baris 13:
Tahun 1950, Hoegeng mengikuti Kursus Orientasi di Provost Marshal General School pada Military Police School Port Gordon, George, [[Amerika Serikat]]. Dari situ, dia menjabat Kepala DPKN Kantor Polisi Jawa Timur di Surabaya (1952). Lalu menjadi Kepala Bagian Reserse Kriminil Kantor Polisi Sumatera Utara (1956) di [[Medan]]. Tahun 1959, mengikuti pendidikan Pendidikan [[Brimob]] dan menjadi seorang Staf Direktorat II Mabes Kepolisian Negara (1960), Kepala Jawatan Imigrasi (1960), Menteri luran Negara (1965), dan menjadi Menteri Sekretaris Kabinet Inti tahun 1966. Setelah Hoegeng pindah ke markas Kepolisian Negara kariernya terus menanjak. Di situ, dia menjabat Deputi Operasi Pangak (1966), dan Deputi Men/Pangak Urusan Operasi juga masih dalam 1966. Terakhir, pada 5 Mei 1968, Hoegeng diangkat menjadi Kepala Kepolisian Negara (tahun 1969, namanya kemudian berubah menjadi Kapolri), menggantikan Soetjipto Joedodihardjo. Hoegeng mengakhiri masa jabatannya pada tanggal 2 Oktober 1971, dan digantikan oleh Drs. [[M. Hasan|Mohamad Hasan]].
Tahun 1950, Hoegeng mengikuti Kursus Orientasi di Provost Marshal General School pada Military Police School Port Gordon, George, [[Amerika Serikat]]. Dari situ, dia menjabat Kepala DPKN Kantor Polisi Jawa Timur di Surabaya (1952). Lalu menjadi Kepala Bagian Reserse Kriminil Kantor Polisi Sumatera Utara (1956) di [[Medan]]. Tahun 1959, mengikuti pendidikan Pendidikan [[Brimob]] dan menjadi seorang Staf Direktorat II Mabes Kepolisian Negara (1960), Kepala Jawatan Imigrasi (1960), Menteri luran Negara (1965), dan menjadi Menteri Sekretaris Kabinet Inti tahun 1966. Setelah Hoegeng pindah ke markas Kepolisian Negara kariernya terus menanjak. Di situ, dia menjabat Deputi Operasi Pangak (1966), dan Deputi Men/Pangak Urusan Operasi juga masih dalam 1966. Terakhir, pada 5 Mei 1968, Hoegeng diangkat menjadi Kepala Kepolisian Negara (tahun 1969, namanya kemudian berubah menjadi Kapolri), menggantikan Soetjipto Joedodihardjo. Hoegeng mengakhiri masa jabatannya pada tanggal 2 Oktober 1971, dan digantikan oleh Drs. [[M. Hasan|Mohamad Hasan]].


Hoegeng Imam Santoso, dikenal sebagai tokoh yang penuh kesederhanaan. Hingga kini, kendati tidak lagi duduk di jabatan pemerintahan, dia masih mencurahkan perhatiannya pada masalah-masalah sosial kemasyarakatan.
Hoegeng Imam Santoso, dikenal sebagai tokoh yang penuh kesederhanaan. Hingga kini, kendati tidak lagi duduk di jabatan pemerintahan, dia masih mencurahkan perhatiannya pada masalah-masalah sosial kemasyarakatan.

'''Hoegeng Iman Santoso,Bertahan Dijalur Jujur'''

Bekas Kepala Polisi Republik Indonesia,Jendral Polisi Purnawirawan Hoegeng Iman Santoso,dikenal dan dikenang karena kejujurannya. Sepanjang kehidupannya ia berulang kali berhadapan dengan godaan berupa upaya penyuapan. Namun ia bertahan,dan menunjukkan sikap yang tangguh.Sikapnya yang keras menunjukkan sifatnya yang punya kepribadian.Pandangannya,bila diyakininya benar,sulit diubah.Ia tidak pernah merasa perlu menyesuaikan diri,apalagi mengikuti keadaan yang tidak terpuji. Dalam keadaan terdesak pun ia akan mempertahankan pendiriannya.

Suatu hari,Dirjen Bea Cukai melaporkan pada saya bahwa ada orang yang menyelundup tekstil untuk orang Kostrad.”Baik saya ambil oper persoalan ini dan saya akan menghadap pak Harto”jawab saya.Lalu saya minta bertemu pak Harto tentang kegiatan orang India tersebut.Dua hari kemudian,Pak Harto mengatakan”terserah Hoegeng saja” Saya menindaknya dengan menyita barang-barang selundupan itu dan mendenda seberat-beratnya.

Hoegeng Imam Santoso: "Rupanya saya dianggap berbahaya oleh berbagai “tuan besar” karena katanya saya terlalu sering menangkapi orang.Saya mendengar desas-desus ini,terutama ketika saya menyelidiki kasus Robby Tjahyadi. Beberapa rekan dibea cukai dan kepolisian memberi informasi tentang adanya penyelundupan mobil-mobil mewah,termasuk Mercedes.Saya menyadari bahwa tentu saja ada berbagai pihak yang tidak senang melihat kami mengutak-utik masalah penyelundupan ini. Tapi kepolisian toh menginvestigasinya seperti kasus kriminal biasa. Sungguh mati saat itu saya tak tahu hubungan Robby Tjahyadi dengan para pembesar (khususnya Soeharto). Ketika mulai tercium gerak-geriknya dan Koran-koran mulai menulis tentang kegiatannya,saya merasakan banyak sekali pejabat yang berlomba-lomba ingin melepas Robby Tjahyadi. Lho,saya heran,Robby Tjahyadi ini siapa?Kok banyak betul yang ingin membantunya. Tapi saya dan rekan-rekan tidak peduli.Mungkin kami dianggap naïf.Kami betul-betul ingin menangani kriminalitas tanpa melihat pangkat jabatan.
Sayang sekali,ketika akhirnya ia ditangkap dan diadili,saya tidak menjabat sebagai Kapolri lagi. Pada tanggal 6 September 1971 saya dipanggil Soeharto,”bagaimana jika Hoegeng jadi duta besar di Belgia”.
“kalau di Indonesia masih ada lowongan, saya bersedia. Tapi jangan jadi duta besar.”jawab saya.“Wong saya belajar untuk menjadi polisi, bagaimana bisa jadi duta besar? Pak Harto menjawab di Indonesia tidak ada lowongan.Ya wis,saya mengundurkan diri saja. Pak Harto setuju. Maka sayapun mengundurkan diri tanggal 2 Oktober 1971.
Hingga kini,saya merasa alasan saya diberhentikan tidak terlalu jelas.Rekan-rekan saya banyak yang menyalahkan saya,karena katanya saya terlalu bergairah dalam menangani kasus Robby Tjahyadi. Saya sendiri tidak mau menghubung-hubungkan satu kasus dengan kasus lain tanpa bukti. Alasan lain secara resmi diberitakan dikoran-koran adalah,pergantian saya dengan Jendral Hasan adalah untuk”peremajaan”.Padahal pengganti saya,Jendral Hasan waktu itu sudah berusia 51 tahun,artinya dua tahun lebih tua daripada saya.


== Penghargaan ==
== Penghargaan ==

Revisi per 21 Agustus 2008 00.50

Hoegeng Imam Santoso (Pekalongan, Jawa Tengah, 14 Oktober 1921 - 14 Juli 2004) adalah salah satu tokoh militer Indonesia yang berpengaruh dan juga salah satu penandatangan Petisi 50.

Latar Belakang

Dia masuk pendidikan HIS pada usia enam tahun, kemudian melanjutkan ke MULO (1934) dan menempuh sekolah menengah di AMS Westers Klasiek (1937). Setelah itu, dia belajar ilmu hukum di Rechts Hoge School Batavia tahun 1940. Sewaktu pendudukan Jepang, dia mengikuti latihan kemiliteran Nippon (1942) dan Koto Keisatsu Ka I-Kai (1943). Baru dia diangkat menjadi Wakil Kepala Polisi Seksi II Jomblang Semarang (1944), Kepala Polisi Jomblang (1945), dan Komandan Polisi Tentara Laut Jawa Tengah (1945-1946). Kemudian mengikuti pendidikan Polisi Akademi dan bekerja di bagian Purel, Jawatan Kepolisian Negara.

Mas Hoegeng di luar kerja terkenal dengan kelompok pemusik Hawaii, The Hawaiian Seniors. Selain ikut menyanyi juga memainkan ukulele. Sering terdengar di Radio Elshinta dengan banyolan khas bersama Mas Yos.

Karier Kepolisian

Banyak hal terjadi selama kepemimpinan Kapolri Hoegeng Iman Santoso. Pertama, Hoegeng melakukan pembenahan beberapa bidang yang menyangkut Struktur Organisasi di tingkat Mabes Polri. Hasilnya, struktur yang baru lebih terkesan lebih dinamis dan komunikatif. Kedua, adalah soal perubahan nama pimpinan polisi dan markas besarnya. Berdasarkan Keppres No.52 Tahun 1969, sebutan Panglima Angkatan Kepolisian RI (Pangak) diubah menjadi Kepala Kepolisian RI (Kapolri). Dengan begitu, nama Markas Besar Angkatan Kepolisian pun berubah menjadi Markas Besar Kepolisian (Mabak).

Perubahan itu membawa sejumlah konsekuensi untuk beberapa instansi yang berada di Kapolri. Misalnya, sebutan Panglima Daerah Kepolisian (Pangdak) menjadi Kepala Daerah Kepolisian RI atau Kadapol. Demikian pula sebutan Seskoak menjadi Seskopol. Di bawah kepemimpinan Hoegeng peran serta Polri dalam peta organisasi Polisi Internasional, International Criminal Police Organization (ICPO), semakin aktif. Hal itu ditandai dengan dibukanya Sekretariat National Central Bureau (NCB) Interpol di Jakarta.

Tahun 1950, Hoegeng mengikuti Kursus Orientasi di Provost Marshal General School pada Military Police School Port Gordon, George, Amerika Serikat. Dari situ, dia menjabat Kepala DPKN Kantor Polisi Jawa Timur di Surabaya (1952). Lalu menjadi Kepala Bagian Reserse Kriminil Kantor Polisi Sumatera Utara (1956) di Medan. Tahun 1959, mengikuti pendidikan Pendidikan Brimob dan menjadi seorang Staf Direktorat II Mabes Kepolisian Negara (1960), Kepala Jawatan Imigrasi (1960), Menteri luran Negara (1965), dan menjadi Menteri Sekretaris Kabinet Inti tahun 1966. Setelah Hoegeng pindah ke markas Kepolisian Negara kariernya terus menanjak. Di situ, dia menjabat Deputi Operasi Pangak (1966), dan Deputi Men/Pangak Urusan Operasi juga masih dalam 1966. Terakhir, pada 5 Mei 1968, Hoegeng diangkat menjadi Kepala Kepolisian Negara (tahun 1969, namanya kemudian berubah menjadi Kapolri), menggantikan Soetjipto Joedodihardjo. Hoegeng mengakhiri masa jabatannya pada tanggal 2 Oktober 1971, dan digantikan oleh Drs. Mohamad Hasan.

Hoegeng Imam Santoso, dikenal sebagai tokoh yang penuh kesederhanaan. Hingga kini, kendati tidak lagi duduk di jabatan pemerintahan, dia masih mencurahkan perhatiannya pada masalah-masalah sosial kemasyarakatan.

Hoegeng Iman Santoso,Bertahan Dijalur Jujur

Bekas Kepala Polisi Republik Indonesia,Jendral Polisi Purnawirawan Hoegeng Iman Santoso,dikenal dan dikenang karena kejujurannya. Sepanjang kehidupannya ia berulang kali berhadapan dengan godaan berupa upaya penyuapan. Namun ia bertahan,dan menunjukkan sikap yang tangguh.Sikapnya yang keras menunjukkan sifatnya yang punya kepribadian.Pandangannya,bila diyakininya benar,sulit diubah.Ia tidak pernah merasa perlu menyesuaikan diri,apalagi mengikuti keadaan yang tidak terpuji. Dalam keadaan terdesak pun ia akan mempertahankan pendiriannya.

Suatu hari,Dirjen Bea Cukai melaporkan pada saya bahwa ada orang yang menyelundup tekstil untuk orang Kostrad.”Baik saya ambil oper persoalan ini dan saya akan menghadap pak Harto”jawab saya.Lalu saya minta bertemu pak Harto tentang kegiatan orang India tersebut.Dua hari kemudian,Pak Harto mengatakan”terserah Hoegeng saja” Saya menindaknya dengan menyita barang-barang selundupan itu dan mendenda seberat-beratnya.

Hoegeng Imam Santoso: "Rupanya saya dianggap berbahaya oleh berbagai “tuan besar” karena katanya saya terlalu sering menangkapi orang.Saya mendengar desas-desus ini,terutama ketika saya menyelidiki kasus Robby Tjahyadi. Beberapa rekan dibea cukai dan kepolisian memberi informasi tentang adanya penyelundupan mobil-mobil mewah,termasuk Mercedes.Saya menyadari bahwa tentu saja ada berbagai pihak yang tidak senang melihat kami mengutak-utik masalah penyelundupan ini. Tapi kepolisian toh menginvestigasinya seperti kasus kriminal biasa. Sungguh mati saat itu saya tak tahu hubungan Robby Tjahyadi dengan para pembesar (khususnya Soeharto). Ketika mulai tercium gerak-geriknya dan Koran-koran mulai menulis tentang kegiatannya,saya merasakan banyak sekali pejabat yang berlomba-lomba ingin melepas Robby Tjahyadi. Lho,saya heran,Robby Tjahyadi ini siapa?Kok banyak betul yang ingin membantunya. Tapi saya dan rekan-rekan tidak peduli.Mungkin kami dianggap naïf.Kami betul-betul ingin menangani kriminalitas tanpa melihat pangkat jabatan. Sayang sekali,ketika akhirnya ia ditangkap dan diadili,saya tidak menjabat sebagai Kapolri lagi. Pada tanggal 6 September 1971 saya dipanggil Soeharto,”bagaimana jika Hoegeng jadi duta besar di Belgia”. “kalau di Indonesia masih ada lowongan, saya bersedia. Tapi jangan jadi duta besar.”jawab saya.“Wong saya belajar untuk menjadi polisi, bagaimana bisa jadi duta besar? Pak Harto menjawab di Indonesia tidak ada lowongan.Ya wis,saya mengundurkan diri saja. Pak Harto setuju. Maka sayapun mengundurkan diri tanggal 2 Oktober 1971. Hingga kini,saya merasa alasan saya diberhentikan tidak terlalu jelas.Rekan-rekan saya banyak yang menyalahkan saya,karena katanya saya terlalu bergairah dalam menangani kasus Robby Tjahyadi. Saya sendiri tidak mau menghubung-hubungkan satu kasus dengan kasus lain tanpa bukti. Alasan lain secara resmi diberitakan dikoran-koran adalah,pergantian saya dengan Jendral Hasan adalah untuk”peremajaan”.Padahal pengganti saya,Jendral Hasan waktu itu sudah berusia 51 tahun,artinya dua tahun lebih tua daripada saya.

Penghargaan

Atas semua pengabdiannya kepada negara, Hoegeng Imam Santoso telah menerima sejumlah tanda jasa,

  • Bintang Gerilya
  • Bintang Dharma
  • Bintang Bhayangkara I
  • Bintang Kartika Eka Paksi I
  • Bintang Jalasena I
  • Bintang Swa Buana Paksa I
  • Satya Lencana Sapta Marga
  • Satya Lencana Perang Kemerdekaan (I dan II)
  • Satya Lencana Peringatan Kemerdekaan
  • Satya Lencana Prasetya Pancawarsa
  • Satya Lencana Dasa Warsa
  • Satya Lencana GOM I
  • Satya Lencana Yana Utama
  • Satya Lencana Penegak
  • Satya Lencana Ksatria Tamtama.

Pranala luar

Tokoh Indonesia

Didahului oleh:
Soetjipto Joedodihardjo
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
1968–1971
Diteruskan oleh:
Mohamad Hasan