Wikipedia:Artikel pilihan/Usulan/Angulimala: Perbedaan antara revisi
What a joke (bicara | kontrib) Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
|||
Baris 30: | Baris 30: | ||
** {{ping|M. Adiputra}} --[[Pengguna:Glorious Engine|Glorious Engine]] ([[Pembicaraan Pengguna:Glorious Engine|bicara]]) 9 Maret 2020 23.50 (UTC) |
** {{ping|M. Adiputra}} --[[Pengguna:Glorious Engine|Glorious Engine]] ([[Pembicaraan Pengguna:Glorious Engine|bicara]]) 9 Maret 2020 23.50 (UTC) |
||
** {{ping|Pierrewee}} --[[Pengguna:What a joke|What a joke]] ([[Pembicaraan Pengguna:What a joke|bicara]]) 13 Maret 2020 06.57 (UTC) |
** {{ping|Pierrewee}} --[[Pengguna:What a joke|What a joke]] ([[Pembicaraan Pengguna:What a joke|bicara]]) 13 Maret 2020 06.57 (UTC) |
||
***Boleh, terutama dalam agama Buddha tradisi Mahayana, yang dikenal dengan istilah 忏悔 (''Chànhuǐ''). Salah satu contohnya bisa ditemukan pada bagian artikel "[http://www.tzuchi.or.id/ruang-master/sanubari-teduh/sanubari-teduh-banyak-bertobat-kala-hidup-di-masa-lima-kekeruhan/4 Sanubari Teduh: Banyak Bertobat Kala Hidup di Masa Lima Kekeruhan]". "Hukum sebab akibat tak dapat dihindari. Setiap perbuatan baik atau buruk pasti berbuah. Bertobat adalah melatih keterampilan, mengubah pikiran awam menjadi pikiran Buddha, menempah diri di tengah masyarakat, sepenuh hati mengembangkan cinta kasih. Karena telah bertobat, dalam setiap tindakan dan tutur kata, haruslah senantiasa waspada, tidak lagi melakukan kesalahan yang sama. Inilah makna pertobatan yang sesungguhnya." Salam, ~~'''[[Pengguna:Pierrewee|<font style=" font-family:Tahoma;color:#0000ff;">'''Pierrewee'''</font>]]''' [[Pembicaraan Pengguna:Pierrewee|(bicara)]] [[Bantuan:Tanda tangan|13 Maret 2020 21.37 WIB]] |
|||
* "Fertilitas" ==> kenapa tidak pakai istilah "kesuburan" saja? |
* "Fertilitas" ==> kenapa tidak pakai istilah "kesuburan" saja? |
||
** {{done}} Fertilitas diubah jadi kesuburan --[[Pengguna:Glorious Engine|Glorious Engine]] ([[Pembicaraan Pengguna:Glorious Engine|bicara]]) 6 Maret 2020 09.08 (UTC) |
** {{done}} Fertilitas diubah jadi kesuburan --[[Pengguna:Glorious Engine|Glorious Engine]] ([[Pembicaraan Pengguna:Glorious Engine|bicara]]) 6 Maret 2020 09.08 (UTC) |
Revisi per 13 Maret 2020 14.38
- Pengusul: Glorious Engine (b • k • l) · Status: Dalam diskusi
Sudah diperbaiki terjemahannya oleh M. Adiputra dan pranala merahnya telah dibirukan oleh saya. Kata Mimi cocok buat dijadikan AP --Glorious Engine (bicara) 2 Maret 2020 04.27 (UTC)
Komentar mengenai ejaan
Apakah mas @Japra Jayapati ada masukan lebih lanjut dari segi ejaan maupun penerjemahan? Mimihitam 2 Maret 2020 09.11 (UTC)
- @Mimihitam: Usulan saya = "Anggulimala" (अङ्गुलीमाला, अ ङ्गु ली मा ला, a-nggu-li-ma-la) ---> bahasa Pali, bahasa Sangsekertanya Anggulimalya تابيق ~ Japra (obrol) 2 Maret 2020 09.40 (UTC)
- Selesai --Glorious Engine (bicara) 2 Maret 2020 10.06 (UTC)
- @@Japra Jayapati:: Apakah penulisan dengan Dewanagari itu adalah riset pribadi? Dari yang saya lihat, ejaannya memakai aksara "Nga", dan suku kata terakhir bersuara panjang (dirghaswara). Ironisnya, penulisan dengan dirghaswara (vokal panjang) di akhir kata ditujukan untuk nama-nama feminim, bukan maskulin (dalam film Buddha berbahasa Hindi, jelas terdengar pengucapan Angulimaal). Dan, jika dilihat dari IAST, huruf n dengan tanda titik di atasnya (ṅ) setelah huruf A mengindikasikan anunasika, maka seharusnya ditulis dengan anuswara, sehingga menjadi अंगुलिमाल -- Adiputra बिचर -- 7 Maret 2020 13.52 (UTC)
- @M. Adiputra: Kalau soal penyebutannya dalam film berbahasa Hindi, silahkan cek di sini (menit 22:53 dst). Kalau soal harusnya ditulis seperti apa dengan aksara dewanagari, silahkan cek di अङ्गुलि, atau di अङ्गुलि (dengan aksara a-nga-ga-la tanpa anuswara maupun anunasika). Kalau soal ṅ seharusnya (kata anda) setelah huruf a adalah indikasi anunasika dan harus ditulis dengan anuswara, silahkan cek di sini. Dalam IAST, simbol ṅ bukan indikasi anunasika melainkan simbol untuk fonem "ng" (dalam kasus ini untuk aksara nga), sedangkan anuswara ditulis dengan simbol ṃ (dalam kasus ini sama dengan pangangge suara cecek). Aksara dewanagari saya di atas memang tidak tepat, pada kata malya, seharusnya ma dengan bunyi a panjang dan lya dengan bunyi a pendek (माल्य), saya hanya comot aksara ma & la seadanya dan tambahkan pada kata angguli untuk menjelaskan poin saya bahwa Aṅgulimāla sebaiknya ditransliterasi menjadi Anggulimala (poin primernya adalah "angguli", dan poin sekundernya adalah mala tanpa beda a panjang dan a pendek, seperti महाभारत ditranliterasi menjadi mahabarata/mahabharata alih-alih mahabharat). Yang anda persoalkan sebenarnya apa? Artikelnya sendiri tidak pakai aksara dewanagari kan? Lagi pula sesudah saya lihat artikelnya, sepertinya usulan saya toh tidak dipakai juga. Apa lagi yang mau anda permasalahkan?تابيق ~ Japra (obrol) 7 Maret 2020 16.00 (UTC)
- Kalau aksara Dewanagari mau diikusertakan, maka usulan ini bisa dipakai. Yang saya diskusikan ortografi Dewanagarinya. Mengenai anuswara, karena bukan penutur asli, maka kadangkala terasa rancu juga. Maka ahimsa tetap ditulis ahimsa, bukan ahingsa. Mengenai vokal panjang, memang nama feminim selalu lebih panjang, contohnya perbandingan antara pengucapan Rama dan Sita. Rāma diucapkan Raam, sedangkan Sītā diucapkan Siita, bukan Siit. Kalau ejaan Dewanagari di sini mau diikutsertakan, boleh-boleh saja, mengingat terjemahan dalam bahasa lain juga banyak. -- Adiputra बिचर -- 8 Maret 2020 06.18 (UTC)
- @M. Adiputra: Kalimat anda yang kedua ini ditujukan kepada siapa? Saya? Siapa yang mau ikutsertakan aksara dewanagari? Bukan saya. Jangan tanya ke saya. Kalau usulan saya tidak dipakai, untuk apa tawar-menawar dengan pakai syarat mengikutsertakan aksara dewanagari segala, plus meleter panjang lebar dengan soal vokal panjang pendek maskulin feminin segala? Usulan saya ya usulan saya, cukup pakai atau tolak, habis perkara. Tidak ada kontribusi lain dari saya pada artikel ini. Makanya saya tanya pada anda, kalimat pertama yang anda tujukan kepada saya di atas itu poinnya apa? Mau bertanya, mau menggurui, atau mau pamer? Lain kali langsung saja ke pokok masalahnya. Karena artikel ini tidak ada kaitannya dengan saya, dan karena anda punya pertimbangan untuk pakai usulan saya dengan syarat aksara dewanagari diikutsertakan dalam artikel, sepertinya anda bertanya kepada orang yang salah.تابيق ~ Japra (obrol) 8 Maret 2020 07.35 (UTC)
- Sebaiknya memang tidak diteruskan saja agar tidak ada kesalahpahaman lagi. -- Adiputra बिचर -- 9 Maret 2020 13.33 (UTC)
- @M. Adiputra:Tepat sekali. Kalau usulan saya dipakai, pasti saya bersedia anda koreksi atau anda ajak diskusi soal usulan saya tersebut, tetapi karena usulan saya tidak dipakai, pembahasan apapun terkait usulan saya jadi tidak relevan lagi di halaman ini. Lain soal kalau diskusinya di halaman pembicaraan anda atau saya. Jelas usulan Pierrewee yang dipakai, berikut sumber rujukannya. Jadi kalau umat Buddha se-Indonesia memilih untuk menggunakan bentuk "Angulimala", itu hak mereka, dan kalau wikipedia memutuskan untuk membiarkan bentuk IAST Aṅgulimāla dibaca a-ngu-li-ma-la alih-alih ang-gu-li-ma-la, setidak-tidaknya saya sudah pernah mengusulkan cara baca yang benar.تابيق ~ Japra (obrol) 10 Maret 2020 02.06 (UTC)
- Sebaiknya memang tidak diteruskan saja agar tidak ada kesalahpahaman lagi. -- Adiputra बिचर -- 9 Maret 2020 13.33 (UTC)
- @M. Adiputra: Kalimat anda yang kedua ini ditujukan kepada siapa? Saya? Siapa yang mau ikutsertakan aksara dewanagari? Bukan saya. Jangan tanya ke saya. Kalau usulan saya tidak dipakai, untuk apa tawar-menawar dengan pakai syarat mengikutsertakan aksara dewanagari segala, plus meleter panjang lebar dengan soal vokal panjang pendek maskulin feminin segala? Usulan saya ya usulan saya, cukup pakai atau tolak, habis perkara. Tidak ada kontribusi lain dari saya pada artikel ini. Makanya saya tanya pada anda, kalimat pertama yang anda tujukan kepada saya di atas itu poinnya apa? Mau bertanya, mau menggurui, atau mau pamer? Lain kali langsung saja ke pokok masalahnya. Karena artikel ini tidak ada kaitannya dengan saya, dan karena anda punya pertimbangan untuk pakai usulan saya dengan syarat aksara dewanagari diikutsertakan dalam artikel, sepertinya anda bertanya kepada orang yang salah.تابيق ~ Japra (obrol) 8 Maret 2020 07.35 (UTC)
- Kalau aksara Dewanagari mau diikusertakan, maka usulan ini bisa dipakai. Yang saya diskusikan ortografi Dewanagarinya. Mengenai anuswara, karena bukan penutur asli, maka kadangkala terasa rancu juga. Maka ahimsa tetap ditulis ahimsa, bukan ahingsa. Mengenai vokal panjang, memang nama feminim selalu lebih panjang, contohnya perbandingan antara pengucapan Rama dan Sita. Rāma diucapkan Raam, sedangkan Sītā diucapkan Siita, bukan Siit. Kalau ejaan Dewanagari di sini mau diikutsertakan, boleh-boleh saja, mengingat terjemahan dalam bahasa lain juga banyak. -- Adiputra बिचर -- 8 Maret 2020 06.18 (UTC)
- @M. Adiputra: Kalau soal penyebutannya dalam film berbahasa Hindi, silahkan cek di sini (menit 22:53 dst). Kalau soal harusnya ditulis seperti apa dengan aksara dewanagari, silahkan cek di अङ्गुलि, atau di अङ्गुलि (dengan aksara a-nga-ga-la tanpa anuswara maupun anunasika). Kalau soal ṅ seharusnya (kata anda) setelah huruf a adalah indikasi anunasika dan harus ditulis dengan anuswara, silahkan cek di sini. Dalam IAST, simbol ṅ bukan indikasi anunasika melainkan simbol untuk fonem "ng" (dalam kasus ini untuk aksara nga), sedangkan anuswara ditulis dengan simbol ṃ (dalam kasus ini sama dengan pangangge suara cecek). Aksara dewanagari saya di atas memang tidak tepat, pada kata malya, seharusnya ma dengan bunyi a panjang dan lya dengan bunyi a pendek (माल्य), saya hanya comot aksara ma & la seadanya dan tambahkan pada kata angguli untuk menjelaskan poin saya bahwa Aṅgulimāla sebaiknya ditransliterasi menjadi Anggulimala (poin primernya adalah "angguli", dan poin sekundernya adalah mala tanpa beda a panjang dan a pendek, seperti महाभारत ditranliterasi menjadi mahabarata/mahabharata alih-alih mahabharat). Yang anda persoalkan sebenarnya apa? Artikelnya sendiri tidak pakai aksara dewanagari kan? Lagi pula sesudah saya lihat artikelnya, sepertinya usulan saya toh tidak dipakai juga. Apa lagi yang mau anda permasalahkan?تابيق ~ Japra (obrol) 7 Maret 2020 16.00 (UTC)
- @@Japra Jayapati:: Apakah penulisan dengan Dewanagari itu adalah riset pribadi? Dari yang saya lihat, ejaannya memakai aksara "Nga", dan suku kata terakhir bersuara panjang (dirghaswara). Ironisnya, penulisan dengan dirghaswara (vokal panjang) di akhir kata ditujukan untuk nama-nama feminim, bukan maskulin (dalam film Buddha berbahasa Hindi, jelas terdengar pengucapan Angulimaal). Dan, jika dilihat dari IAST, huruf n dengan tanda titik di atasnya (ṅ) setelah huruf A mengindikasikan anunasika, maka seharusnya ditulis dengan anuswara, sehingga menjadi अंगुलिमाल -- Adiputra बिचर -- 7 Maret 2020 13.52 (UTC)
- Selesai --Glorious Engine (bicara) 2 Maret 2020 10.06 (UTC)
- @Glorious Engine ejaan di artikelnya dibenerin juga dong, masak judulnya Anggulimala tapi isinya Angulimala Mimihitam 2 Maret 2020 10.10 (UTC)
Selesai --Glorious Engine (bicara) 3 Maret 2020 01.34 (UTC)
- @Mimihitam: Sebagai tambahan referensi dan masukan, dalam beberapa situs web dan literatur Buddhis, nama yang lazim digunakan adalah "Angulimala". Di antaranya Sammagi Phala dan Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti. Salam, ~~Pierrewee (bicara) 5 Maret 2020 22.17 WIB
Selesai
- @Pierrewee apakah ada masukan juga dari segi konten? Mimihitam 5 Maret 2020 15.23 (UTC)
- @Mimihitam kalau ketemu terjemahan yang kurang pas apa boleh langsung saya ubah, atau harus didiskusikan dulu di sini? belum sempat baca dan periksa keseluruhan artikel. Salam, ~~Pierrewee (bicara) 6 Maret 2020 12.51 WIB
- @Pierrewee apakah ada masukan juga dari segi konten? Mimihitam 5 Maret 2020 15.23 (UTC)
@Pierrewee kalau cuma typo atau terjemahan yg jelas2 salah bisa diubah langsung, kalau kira2 masih agak ragu bisa dibawa ke sini. Mimihitam 6 Maret 2020 07.53 (UTC)
Komentar Mimihitam
Secara umum artikelnya sudah memenuhi kriteria AP. Saya sangat menikmati membaca artikelnya. Sebagai orang yang bukan penganut agama Buddha jadi belajar hal baru. Walaupun begitu masih ada beberapa hal yang perlu diklarifikasi sebelum bisa diloloskan sebagai AP. Aku panggil juga @M. Adiputra selaku pemeriksa penerjemah yang mungkin bisa membantu menjawab beberapa pertanyaan di sini (ngomong-ngomong terima kasih banyak bung karena sudah menyelamatkan terjemahan artikel Angulimala, apalagi mengingat tokohnya adalah tokoh penting dalam agama Buddha).
- Apakah kira-kira tepat untuk memakai istilah "pertobatan" atau "bertobat" dalam konteks Buddha? Meminta pendapat @Pierrewee juga
- Sama saja --Glorious Engine (bicara) 6 Maret 2020 09.13 (UTC)
- @M. Adiputra: --Glorious Engine (bicara) 9 Maret 2020 23.50 (UTC)
- @Pierrewee: --What a joke (bicara) 13 Maret 2020 06.57 (UTC)
- Boleh, terutama dalam agama Buddha tradisi Mahayana, yang dikenal dengan istilah 忏悔 (Chànhuǐ). Salah satu contohnya bisa ditemukan pada bagian artikel "Sanubari Teduh: Banyak Bertobat Kala Hidup di Masa Lima Kekeruhan". "Hukum sebab akibat tak dapat dihindari. Setiap perbuatan baik atau buruk pasti berbuah. Bertobat adalah melatih keterampilan, mengubah pikiran awam menjadi pikiran Buddha, menempah diri di tengah masyarakat, sepenuh hati mengembangkan cinta kasih. Karena telah bertobat, dalam setiap tindakan dan tutur kata, haruslah senantiasa waspada, tidak lagi melakukan kesalahan yang sama. Inilah makna pertobatan yang sesungguhnya." Salam, ~~Pierrewee (bicara) 13 Maret 2020 21.37 WIB
- "Fertilitas" ==> kenapa tidak pakai istilah "kesuburan" saja?
- Selesai Fertilitas diubah jadi kesuburan --Glorious Engine (bicara) 6 Maret 2020 09.08 (UTC)
- " Angulimala menjadi subjek film dan sastra, seperti film Thailand yang berjudul Angulimala (2003), dan buku The Buddha and the Terrorist karya Satish Kumar mengadaptasi cerita tersebut sebagai tanggapan tanpa kekerasan terhadap perang melawan terorisme.' --> agak kepanjangan, mohon pecah jadi dua
- Selesai --Glorious Engine (bicara) 6 Maret 2020 09.19 (UTC)
- "dan diyakini telah menyajikan versi tertua dari cerita tersebut" --> terjemahannya agak aneh, mohon diperbaiki
- Konteksnya adalah, ada banyak versi dari cerita Angulimala. Ada yang dibuat belakangan, ada yang dibuat sejak dahulu sekali. Maka dari itu, ada versi yang lama atau lebih kuno, dan ada yang lebih baru. Mungkin kalimat itu bisa diubah agar tidak salah paham. -- Adiputra बिचर -- 7 Maret 2020 03.16 (UTC)
- "Sang Buddha mengeluarkan aturan yang berlaku sejak saat itu, yaitu melarang diterimanya penjahat sebagai biksu dalam sangha." ==> alasannya apa ya? Agak bingung soalnya sebelumnya Angulimala yang seorang penjahat diterima ke dalam sangha.
- @Mimihitam alasannya bisa ditemukan di referensi yang diberikan [Kosuta, M. (2017), "The Aṅgulimāla-Sutta: The Power of the Fourth Kamma", Journal of International Buddhist Studies, 8 (2): halaman 41] tertulis "Indeed, in the Vinaya-pitaka Mahāvagga 1 due to public outcry to thief wearing a 'finger-garland' being ordained, the Buddha prohibits ordaining thieves who wear emblems (dhaja-baddha) (Oldenburg, 1997, p.74)", dan referensi tambahan yang saya temukan di VINAYA-PIṬAKA Volume IV (MAHĀVAGGA) halaman 130-131. Mungkin keterangan ini bisa ditambahkan di edisi bahasa Indonesia. Salam ~~Pierrewee (bicara) 6 Maret 2020 20.16 WIB
- @Pierrewee Terima kasih banyak karena sudah menemukan jawabannya . Mohon maaf nih sebelumnya, tetapi mas Pierre bersedia membantu menambahkan di artikelnya nggak? Soalnya kalau saya sendiri yang menambahkan rasanya kurang cocok karena saya bukan ahli di bidang agama Buddha, sementara pengusul juga kelihatannya tidak tahu sama sekali soal artikel yang dia kembangkan sendiri. Terima kasih banyak sebelumnya. Mimihitam 6 Maret 2020 14.20 (UTC)
- Selesai Sudah saya tambahkan. ~~Pierrewee (bicara) 6 Maret 2020 22.20 WIB
- @Mimihitam alasannya bisa ditemukan di referensi yang diberikan [Kosuta, M. (2017), "The Aṅgulimāla-Sutta: The Power of the Fourth Kamma", Journal of International Buddhist Studies, 8 (2): halaman 41] tertulis "Indeed, in the Vinaya-pitaka Mahāvagga 1 due to public outcry to thief wearing a 'finger-garland' being ordained, the Buddha prohibits ordaining thieves who wear emblems (dhaja-baddha) (Oldenburg, 1997, p.74)", dan referensi tambahan yang saya temukan di VINAYA-PIṬAKA Volume IV (MAHĀVAGGA) halaman 130-131. Mungkin keterangan ini bisa ditambahkan di edisi bahasa Indonesia. Salam ~~Pierrewee (bicara) 6 Maret 2020 20.16 WIB
- "Mereka juga mempermasalahkan argumen metrikal Gomrich, sehingga tidak sependapat dengan hipotesis Gomrich terkait Angulimala." ==> "argumen metrikal" itu apa? Aku jadi kurang jelas mereka tidak sependapatnya gara2 apa.
- @M. Adiputra: --Glorious Engine (bicara) 9 Maret 2020 10.15 (UTC)
- Sebenarnya ini terjemahan yang tidak saya ubah (dari revisi sebelumnya). Saya pun belum mencari tahu artinya. -- Adiputra बिचर -- 9 Maret 2020 13.33 (UTC)
- "Cendekiawan kajian agama Buddha L. S. Cousins juga mengungkapkan keraguan terhadap teori Gombrich." ==> alasannya apa?
- Ternyata catatan kakinya mengarah ke jurnal.[1] Mungkin kepanjangan kalau dijabarkan, maka diarahkan langsung ke sana. Saya pun enggan untuk membuat kesimpulannya :D -- Adiputra बिचर -- 7 Maret 2020 03.16 (UTC)
- @M. Adiputra itu book review sih sebenarnya, bukan artikel jurnal yang secara khusus membantah teori Gombrich... saranku bagian "Cendekiawan kajian agama Buddha L. S. Cousins juga mengungkapkan keraguan terhadap teori Gombrich" mending dihapus saja. Mimihitam 7 Maret 2020 09.53 (UTC)
- Selesai --Glorious Engine (bicara) 7 Maret 2020 13.29 (UTC)
- Ternyata catatan kakinya mengarah ke jurnal.[1] Mungkin kepanjangan kalau dijabarkan, maka diarahkan langsung ke sana. Saya pun enggan untuk membuat kesimpulannya :D -- Adiputra बिचर -- 7 Maret 2020 03.16 (UTC)
- "ikonografi Dionisian" maksudnya apa? Mungkin bisa dijelaskan secara singkat karena istilah Dionisian kemudian dipakai lagi.
- SelesaiSaya tambahi keterangan "(dewa anggur Yunani kuno)" --Glorious Engine (bicara) 6 Maret 2020 09.13 (UTC)
- kalau begitu "tema Dionisian dalam mitologi dan seni rupa Yunani" itu maksudnya apa? Mimihitam 6 Maret 2020 09.16 (UTC)
- Konteksnya adalah en:Apollonian and Dionysian, konsep dikotomi dalam filsafat Barat. Sepertinya perlu dibuatkan artikel. -- Adiputra बिचर -- 7 Maret 2020 03.16 (UTC)
- Ya aku rasa harus cek sumber Brancaccio 1999, hlm. 112–4 untuk tahu secara pasti yang dimaksud itu apa. Tapi aku di sini berperan sebagai peninjau dan yang semestinya mengecek adalah pengusul. Mimihitam 7 Maret 2020 09.56 (UTC)
- Bisa dijelaskan secara singkat sikap henti itu apa?
- Ini saya terjemahkan dari stillness. Saya padankan stillness dengan "henti". Stillness adalah kata benda, jadi saya pakai "henti", sementara "diam" adalah kata kerja. Konteksnya adalah, Angulimala menyuruh Buddha untuk berhenti, sedangkan Buddha sendiri menyatakan bahwa dia telah berhenti. Henti yang dia maksud berbeda dengan henti sebagaimana persepsi Angulimala. Demikianlah konteksnya. -- Adiputra बिचर -- 7 Maret 2020 03.16 (UTC)
- @M. Adiputra kalau begitu boleh diperjelas di artikelnya nggak? Mimihitam 9 Maret 2020 10.26 (UTC)
- Tampaknya sudah tertulis demikian. -- Adiputra बिचर -- 9 Maret 2020 13.33 (UTC)
- @M. Adiputra sudah aku coba perjelas sedikit paragrafnya, silakan diubah kalau misalkan ada yang tidak sesuai. Mimihitam 9 Maret 2020 14.03 (UTC)
- Tampaknya sudah tertulis demikian. -- Adiputra बिचर -- 9 Maret 2020 13.33 (UTC)
- Ini saya terjemahkan dari stillness. Saya padankan stillness dengan "henti". Stillness adalah kata benda, jadi saya pakai "henti", sementara "diam" adalah kata kerja. Konteksnya adalah, Angulimala menyuruh Buddha untuk berhenti, sedangkan Buddha sendiri menyatakan bahwa dia telah berhenti. Henti yang dia maksud berbeda dengan henti sebagaimana persepsi Angulimala. Demikianlah konteksnya. -- Adiputra बिचर -- 7 Maret 2020 03.16 (UTC)
- "Ia tak lagi diapresiasi sebagai orang yang bertalenta dalam hal akademik." --> aku jadi bertanya-tanya, sekolahnya Angulimala sebelumnya itu sekolahan apa ya? Apakah ada rinciannya?
- Yang dimaksud "orang yang bertalenta dalam hal akademik" bukan Angulimala, tapi Ahiṃsaka --Glorious Engine (bicara) 6 Maret 2020 09.12 (UTC)
- @Glorious Engine astaga, sampeyan yang nerjemahin artikelnya loh :))) Itu di paragraf pembukanya jelas-jelas tertulis "Angulimala lahir dengan nama Ahiṃsaka" :)))))))))))) Mimihitam 6 Maret 2020 09.13 (UTC)
- Konteksnya adalah, sebelum menjadi begal, Angulimala bernama Ahimsaka, seorang murid di Taxila yang sangat berbakat. Namun semua pencapaiannya tidak diakui lagi, malah gurunya sendiri yang memerintahkannya untuk melakukan tugas berbahaya sebagai syarat kelulusannya. Demikian konteksnya. Jika ada kata yang menimbulkan salah tafsir, silakan diperbaiki. -- Adiputra बिचर -- 7 Maret 2020 03.16 (UTC)
- @M. Adiputra yang ini sudah jelas, pertanyaanku sih cuma satu, itu sekolahnya sekolah macam apa? Seperti sekolah pada zaman modern, atau sekolah keagamaan, atau sekolah bela diri? Mimihitam 7 Maret 2020 09.53 (UTC)
- Dari buku yang saya baca, beberapa pendidikan yang diperoleh di Taxila kuno antara lain: sastra, astronomi, bela diri, pengobatan, menjinakkan gajah, dll. -- Adiputra बिचर -- 7 Maret 2020 13.28 (UTC)
- @M. Adiputra boleh tahu nama buku dan halaman persisnya nggak? Mungkin bisa ditambahkan keterangan catatan kaki untuk yang ingin tahu lebih lanjut. Mimihitam 9 Maret 2020 10.18 (UTC)
- Buku komik Angulimala karya Handaka Vijjananda, terbitan Ehipassiko Foundation. -- Adiputra बिचर -- 9 Maret 2020 13.33 (UTC)
- Yang dimaksud "orang yang bertalenta dalam hal akademik" bukan Angulimala, tapi Ahiṃsaka --Glorious Engine (bicara) 6 Maret 2020 09.12 (UTC)
- Istilah kapelan apa cocok untuk dipakai dalam konteks Buddha?
- Nggak masalah, artikel en:Unified Buddhist Church saja bisa pakai istilah Church (gereja) dalam konteksnya --Glorious Engine (bicara) 6 Maret 2020 09.10 (UTC)
- Itu kan dalam bahasa Inggris, dalam bahasa Indonesia belum tentu cocok kecuali kalau istilahnya memang dipakai sama penganut agama Buddhanya sendiri. Mimihitam 6 Maret 2020 09.12 (UTC)
- Dalam konteks Indonesia pun, banyak istilah Buddha yang juga berunsur Kristen, contoh kebaktian, sekolah Minggu, dll --Glorious Engine (bicara) 6 Maret 2020 09.15 (UTC)
- Ya pertanyaannya apakah istilah "kapelan" juga dipakai oleh penganut Buddha di Indonesia? Sama kalau kita menerjemahkan "Buddhist monk", kita tidak terjemahkan jadi "biarawan Buddha" tokh? Mimihitam 6 Maret 2020 09.19 (UTC)
- "Biarawan" itu kata netral, bisa dipake Kristen maupun Buddha, cuman kalo dalam konteks Buddha lebih sering disebut "biksu" --Glorious Engine (bicara) 6 Maret 2020 09.22 (UTC)
- Saya menemukan artikel terkait "kapelan Buddhis" di Kisah Kapelan Buddhis yang Melayani di Kemiliteran AS, salah satu bagian isinya tertulis "Kapelan (Inggris: chaplain) sendiri adalah agamawan yang bertugas untuk kelompok khusus seperti pada universitas, tentara, penjara. Istilah ini berasal dari istilah dalam Kekristenan, namun kini di dunia Barat istilah ini mengacu pada semua agamawan dari semua agama." Jadi menurut saya bisa dipakai dalam konteks agama lain, termasuk Buddhisme. ~~Pierrewee (bicara) 6 Maret 2020 20.37 WIB
- "Biarawan" itu kata netral, bisa dipake Kristen maupun Buddha, cuman kalo dalam konteks Buddha lebih sering disebut "biksu" --Glorious Engine (bicara) 6 Maret 2020 09.22 (UTC)
- Nggak masalah, artikel en:Unified Buddhist Church saja bisa pakai istilah Church (gereja) dalam konteksnya --Glorious Engine (bicara) 6 Maret 2020 09.10 (UTC)
Terima kasih. Mimihitam 6 Maret 2020 08.48 (UTC)
- @Glorious Engine bung GE, saranku kepada bung selaku pengusul, kalau nggak tahu jawaban terhadap beberapa pertanyaan yang substansif jangan ditebak-tebak/dijawab asal-asalan.. mending minta tolong mas @M. Adiputra atau @Jnanabhadra. Mimihitam 6 Maret 2020 09.17 (UTC)
Saya panggil @William Surya Permana: juga, siapa tau juga ngerti --Glorious Engine (bicara) 6 Maret 2020 09.22 (UTC)
Saya sudah menambahkan beberapa komentar. -- Adiputra बिचर -- 7 Maret 2020 03.16 (UTC)