Lompat ke isi

Kerajaan Jeumpa: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Menambah teks dan pranala dalam
k menambah teks
Baris 1: Baris 1:
'''Kerajaan Jeumpa''' adalah salah satu kerajaan [[Islam]] di [[Indonesia]] pada abad ke-7 Masehi.{{Sfn|Kusniah|(2018)|p=5.|ps="Kerajaan Islam tertua di Indonesia yang mengembangkan dan menyebarkan Islam adalah Kerajaan Jeumpa Aceh pada abad ke-7."}} Pendiri kerajaan ini adalah [[Salman Al-Parsi]].{{Sfn|Natawidjaja|(2015)|p=57.|ps="Namun beberapa sumber mengatakan bahwa ratusan tahun sebelumnya sudah ada Kerajaan Islam, yaitu Kerajaan Jeumpa yang didirikan pada tahun 770 Masehi oleh seorang tokoh Islam legendaris, Syech Salman Al Parsi. Salman Al Parsi (atau Salman Al-Farisi) berasal dari Campia, Persia yang menikah dengan putri dari Meurah Purba, raja Kerajaan Hindu Purba di Aceh."}} Wilayah kerajaan Jeumpa mencakup wilayah [[Kabupaten Bireuen|Kabupaten Beureun]] saat ini.{{Sfn|Almascaty|(2013)|p=60.|ps="Maka berdasarkan fakta sejarah ini pulalah, keberadaan Kerajaan Islam Jeumpa Aceh yang diperkirakan berdiri pada abad ke 7 Masehi dan berada di sekitar Kabupaten Bireuen sekarang menjadi sangat logis."}}
{{Sedang ditulis}}

'''Kerajaan Jeumpa''' adalah salah satu kerajaan [[Islam]] yang pernah berdiri di [[Indonesia]] pada abad ke-7 Masehi.{{Sfn|Kusniah|(2018)|p=5.|ps="Kerajaan Islam tertua di Indonesia yang mengembangkan dan menyebarkan Islam adalah Kerajaan Jeumpa Aceh pada abad ke-7."}} Pendiri Kerajaan Jeumpa adalah [[Salman Al-Parsi]].{{Sfn|Natawidjaja|(2015)|p=57.|ps="Namun beberapa sumber mengatakan bahwa ratusan tahun sebelumnya sudah ada Kerajaan Islam, yaitu Kerajaan Jeumpa yang didirikan pada tahun 770 Masehi oleh seorang tokoh Islam legendaris, Syech Salman Al Parsi. Salman Al Parsi (atau Salman Al-Farisi) berasal dari Campia, Persia yang menikah dengan putri dari Meurah Purba, raja Kerajaan Hindu Purba di Aceh."}}


== Wilayah ==
== Wilayah ==
Baris 13: Baris 11:


== Kehidupan Masyarakat ==
== Kehidupan Masyarakat ==
Kerajaan Jeumpa merupakan kerajaan dengan pemukiman penduduk yang ramai. Kuala Jeumpa menjadi tempat persinggahan dan perdagangan yang strategis.{{Sfn|Almascaty|(2013)|p=60–61.|ps="Sebagaimana kerajaan-kerajaan purba pra-Islam yang banyak terdapat di sekitar pulau Sumatera, Kerajaan Jeumpa juga tumbuh dari pemukiman pemukiman penduduk yang semakin banyak akibat ramainya perdagangan dan memiliki daya tarik bagi kota persinggahan. Melihat topografinya, Kuala Jeumpa sebagai kota pelabuhan memang tempat yang indah dan sesuai untuk peristirahatan setelah melalui perjalanan panjang."}} Selain itu, kerajaan ini termasuk dalam jalur perdagangan dan pelayaran [[Selat Malaka]]. Hal ini membuat kegiatan utama masyarakatnya adalah berdagang.{{Sfn|Sulistiono|(2014)|p=106.|ps="kehidupan ekonomi Kesultanan Jeumpa (Aceh, 776 M-880 M), Kesultanan Peureulak, Aceh Timur (840-1108 M), Kesultanan Samudera Pasai (di Pasai, Aceh, 1267 M) menitikberatkan pada sektor perdagangan. Kenyataan ini karena Kesultanan-Kesultanan tersebut secara geografis terletak di jalur Pelayaran dan Perdagangan Dunia, yaitu Selat Malaka."}} Kawasan perdagangan Kerajaan Jeumpa berada di pesisir utara Pulau Sumatera. Kerajaan ini menjalin hubungan diplomasi perdagangan dengan kerajaan-kerajaan yang ada di Pulau Sumatera. Selain itu, Kerajaan Jeumpa juga menjalin hubungan perdagangan dengan kerajaan-kerajaan yang berasal dari Arab, Persia, India, dan Tiongkok.{{Sfn|Almascaty|(2013)|p=62.|ps="Kerajaan Jeumpa menjadi salah satu pusat pemerintahan dan perdagangan yang berpengaruh di sekitar pesisir utara pulau Sumatera. Jeumpa sebagai Kerajaan Islam pertama di Nusantara memperluas hubungan diplomatik dan perdagangannya dengan Kerajaan-Kerajaan lainnya, baik di sekitar Pulau Sumatera atau negeri-negeri lainnya, terutama Arab, Persia, India dan Cina."}}
Kerajaan Jeumpa merupakan kerajaan dengan pemukiman penduduk yang ramai. Pusat pemerintahannya yaitu di Kuala Jeumpa yang merupakan kota pelabuhan. Kota ini menjadi tempat persinggahan dan perdagangan yang strategis di [[Sumatra|Pulau Sumatera]].{{Sfn|Almascaty|(2013)|p=60–61.|ps="Sebagaimana kerajaan-kerajaan purba pra-Islam yang banyak terdapat di sekitar Pulau Suamtera, Kerajaan Jeumpa juga tumbuh dari pemukiman pemukiman penduduk yang semakin banyak akibat ramainya perdagangan dan memiliki daya tarik bagi kota persinggahan. Melihat topografinya, Kuala Jeumpa sebagai kota pelabuhan memang tempat yang indah dan sesuai untuk peristirahatan setelah melalui perjalanan panjang."}} Selain itu, kerajaan ini termasuk dalam jalur perdagangan dan pelayaran [[Selat Malaka]]. Hal ini membuat kegiatan utama masyarakatnya adalah berdagang.{{Sfn|Sulistiono|(2014)|p=106.|ps="kehidupan ekonomi Kesultanan Jeumpa (Aceh, 776 M-880 M), Kesultanan Peureulak, Aceh Timur (840-1108 M), Kesultanan Samudera Pasai (di Pasai, Aceh, 1267 M) menitikberatkan pada sektor perdagangan. Kenyataan ini karena Kesultanan-Kesultanan tersebut secara geografis terletak di jalur Pelayaran dan Perdagangan Dunia, yaitu Selat Malaka."}} Kawasan perdagangan Kerajaan Jeumpa berada di pesisir utara Pulau Sumatera. Kerajaan ini menjalin hubungan diplomasi perdagangan dengan kerajaan-kerajaan yang ada di Pulau Sumatera. Selain itu, Kerajaan Jeumpa juga menjalin hubungan perdagangan dengan kerajaan-kerajaan yang berasal dari kawasan [[Dunia Arab|Arab]], [[Persia Raya|Persia]], India, dan [[Tiongkok (istilah)|Tiongkok]].{{Sfn|Almascaty|(2013)|p=62.|ps="Kerajaan Jeumpa menjadi salah satu pusat pemerintahan dan perdagangan yang berpengaruh di sekitar pesisir utara pulau Sumatera. Jeumpa sebagai Kerajaan Islam pertama di Nusantara memperluas hubungan diplomatik dan perdagangannya dengan Kerajaan-Kerajaan lainnya, baik di sekitar Pulau Sumatera atau negeri-negeri lainnya, terutama Arab, Persia, India dan Cina."}}


== Keagamaan ==
== Keagamaan ==
Kerajaan Jeumpa adalah salah satu tempat penyebaran Islam untuk pertama kalinya di [[Nusantara]].{{Sfn|Nasution|(2018)|p=64|ps="Islam pertama kali disebarkan di Jeumpa dan Peureulak."}} Penyebaran Islam terutama dilakukan oleh [[Bangsa Persia]].{{Sfn|Nasution dan Miswari|(2017)|p=178.|ps="Islamisasi Jeumpa dan Peureulak tentunya tidak dilakukan oleh satu orang. Sehingga sangat besar kemungkinan, bangsa Persia yang mengapresiasi penentang Ummayyah telah banyak ambil peran dalam mengislamkan masyarakat Jeumpa dan peureulak."}}
Kerajaan Jeumpa menjadi salah satu tempat penyebaran Islam untuk pertama kalinya di kawasan [[Nusantara]].{{Sfn|Nasution|(2018)|p=64.|ps="Islam pertama kali disebarkan di Jeumpa dan Peureulak."}} Penyebaran Islam di Kerajaan Jeumpa terutama dilakukan oleh [[Bangsa Persia]].{{Sfn|Nasution dan Miswari|(2017)|p=178.|ps="Islamisasi Jeumpa dan Peureulak tentunya tidak dilakukan oleh satu orang. Sehingga sangat besar kemungkinan, bangsa Persia yang mengapresiasi penentang Ummayyah telah banyak ambil peran dalam mengislamkan masyarakat Jeumpa dan peureulak."}} Penduduk Kerajaan Jeumpa menjadi [[muslim]] secara perlahan. Kerajaan ini sepenuhnya menjadi kerajaan Islam pada tahun 777 Masehi.{{Sfn|Nasution dan Miswari|(2017)|p=180.|ps="Tetapi sebuah kerajaan yang masyarakatnya bermetamarfosis secara perlahan menjadi Muslim sebelum Kesultanan Peureulak didirikan, sudah ada, yaitu Jeumpa. Banyak tokoh lokal dan tulisan-tulisan mutakhir menegaskan Kesultanan Jeumpa telah mencapai kejayaan sebagai kerajaan Islam pada 777 M."}}


== Silsilah Raja ==
== Silsilah Raja ==
Raja pertama dari Kerajaan Jeumpa adalah Salman Al-Parsi yang berasal dari Champia, [[Persia Raya|Persia]]. Ia mendirikan kerajaan ini pada tahun 770 Masehi setelah menikahi seorang putri Aceh dari sebuah kerajaan [[Agama Hindu|Hindu]] purba.{{Sfn|Natawidjaja|(2015)|p=57.|ps="Namun beberapa sumber mengatakan bahwa ratusan tahun sebelumnya sudah ada Kerajaan Islam, yaitu Kerajaan Jeumpa yang didirikan pada tahun 770 Masehi oleh seorang tokoh Islam legendaris, Syech Salman Al Parsi. Salman Al Parsi (atau Salman Al-Farisi) berasal dari Campia, Persia yang menikah dengan putri dari Meurah Purba, raja Kerajaan Hindu Purba di Aceh."}} Keturunan dari Salman Al-Parsi menjadi ''Meurah'' atau penguasa dari kerajaan-kerajaan di Pulau Sumatera. Salman mengangkat anaknya yang bernama Syahri Poli sebagai pendiri dan penguasa wilayah Poli. Selain itu, ia juga mengangkat anaknya yang bernama Syahr Nawi sebagai penguasa wilayah Perlak. Wilayah Poli kemudian berkembang menjadi Kerajaan Pedir, sedangkan wilayah Perlak berkembang menjadi Kesultanan Peureulak.{{Sfn|Almascaty|(2013)|p=63.|ps="Untuk mengembangkan Kerajaannya, Pangeran Salman telah mengangkat anak-anaknya menjadi Meurah-Meurah baru. Ke wilayah barat, berhampiran dengan Barus-Fansur-Lamuri yang sudah berkembang terlebih dahulu, beliau mengangkat anaknya, Syahri Poli menjadi Meurah mendirikan Kerajaan Poli yang selanjutnya berkembang menjadi Kerajaan Pidie. Ke sebelah timur, beliau mengangkat anaknya Syahr Nawi sebagai Meurah di sebuah kota baru bernama Perlak pada tahun 804. Namun dalam perkembangannya, Kerajaan Perlak tumbuh pesat menjadi kota pelabuhan baru"}} Anak tertua dari Salman Al-Parsi yang bernama Syahri Tanwi menjadi pewaris Kerajaan Jeumpa, sedangkan anak termudanya menjadi raja di [[Kerajaan Lamuri|Kerajaan Indra Purba]] di Aceh Besar. Keempat anaknya menjalin hubungan kesukuan yang diberi nama ''Sukee Imum Peut'' atau Suku Imum Empat.{{Sfn|Nasution dan Miswari|(2017)|p=174.|ps="Pangeran Salman memiliki empat orang putera yaitu Syahri Nuwi yang kemudian menggantikan ayahnya menjadi Meurah Peureulak, Syahri Tanwi yang kemudian kembali ke Jeumpa menjadi Meurah Jeumpa menggantikan kakeknya, Syahri Puli, yang merantau ke Pidie dan kelak menjadi Meurah Pidie, dan Syahri Duli yang hijrah ke Aceh Besar dan menjadi Meurah Indra Purba. Empat putera pangeran Salman tersebut disebut sebagai Sukee Imum Peut (Suku Imum Empat)."}}
Raja pertama dari Kerajaan Jeumpa adalah Salman Al-Parsi yang berasal dari Champia, [[Persia Raya|Persia]]. Ia mendirikan kerajaan ini pada tahun 770 Masehi setelah menikahi seorang putri [[Suku Aceh|Aceh]] dari sebuah kerajaan [[Agama Hindu|Hindu]] purba.{{Sfn|Natawidjaja|(2015)|p=57.|ps="Namun beberapa sumber mengatakan bahwa ratusan tahun sebelumnya sudah ada Kerajaan Islam, yaitu Kerajaan Jeumpa yang didirikan pada tahun 770 Masehi oleh seorang tokoh Islam legendaris, Syech Salman Al Parsi. Salman Al Parsi (atau Salman Al-Farisi) berasal dari Campia, Persia yang menikah dengan putri dari Meurah Purba, raja Kerajaan Hindu Purba di Aceh."}} Keturunan dari Salman Al-Parsi menjadi ''Meurah'' atau penguasa dari kerajaan-kerajaan di Pulau Sumatera. Salman mengangkat anaknya yang bernama [[Syahri Poli]] sebagai pendiri dan penguasa wilayah Poli. Selain itu, ia juga mengangkat anaknya yang bernama [[Syahri Nawi]] sebagai penguasa wilayah Perlak. Wilayah Poli kemudian berkembang menjadi [[Kerajaan Pedir]], sedangkan wilayah Perlak berkembang menjadi [[Kesultanan Peureulak]].{{Sfn|Almascaty|(2013)|p=63.|ps="Untuk mengembangkan Kerajaannya, Pangeran Salman telah mengangkat anak-anaknya menjadi Meurah-Meurah baru. Ke wilayah barat, berhampiran dengan Barus-Fansur-Lamuri yang sudah berkembang terlebih dahulu, beliau mengangkat anaknya, Syahri Poli menjadi Meurah mendirikan Kerajaan Poli yang selanjutnya berkembang menjadi Kerajaan Pidie. Ke sebelah timur, beliau mengangkat anaknya Syahr Nawi sebagai Meurah di sebuah kota baru bernama Perlak pada tahun 804. Namun dalam perkembangannya, Kerajaan Perlak tumbuh pesat menjadi kota pelabuhan baru"}} Anak tertua dari Salman Al-Parsi yang bernama [[Syahri Tanwi]] menjadi pewaris Kerajaan Jeumpa, sedangkan anak termudanya yan bernama [[Syahri Duli]] menjadi raja di [[Kerajaan Lamuri|Kerajaan Indra Purba]] di [[Kabupaten Aceh Besar|Aceh Besar]]. Keempat anaknya menjalin hubungan kesukuan yang diberi nama ''Sukee Imum Peut'' atau Suku Imum Empat.{{Sfn|Nasution dan Miswari|(2017)|p=174.|ps="Pangeran Salman memiliki empat orang putera yaitu Syahri Nuwi yang kemudian menggantikan ayahnya menjadi Meurah Peureulak, Syahri Tanwi yang kemudian kembali ke Jeumpa menjadi Meurah Jeumpa menggantikan kakeknya, Syahri Puli, yang merantau ke Pidie dan kelak menjadi Meurah Pidie, dan Syahri Duli yang hijrah ke Aceh Besar dan menjadi Meurah Indra Purba. Empat putera pangeran Salman tersebut disebut sebagai Sukee Imum Peut (Suku Imum Empat)."}}


Salman Al-Parsi adalah keturunan nabi [[Muhammad]] dari jalur [[Ali bin Abi Thalib]] dan [[Husain bin Ali]]. Ini berdasarkan gelar "Syahri" yang dinisbatkan kepadanya. Gelar ini diberikan kepada keturunan Husain bin Ali dan putri raja Persi yang bernama Syahri Banun.{{Sfn|Nasution dan Miswari|(2017)|p=175.|ps="Gelar 'syahri' yang dinisbahkan kepada pangeran Salman menunjukkan dia adalah juga keturunan Ali bin Abi Thalib. Almascaty melaporkan, gelar 'syahri' dinisbahkan kepada keturunan Ali bin Abi Thalib melalui silsilah Sayyidina Hussain. Oleh Karena Sayyidina Hussain menikahi seorang putri raja Persia bernama Syahri Banun, anak keturunan Sayyidina Hussain dan Syahri Banun digelar 'syahri'. Dengan demikian, Pangeran Salman dapat dipastikan adalah keturunan Nabi Muhammad melalui Sayyidina
Salman Al-Parsi adalah keturunan nabi [[Muhammad]] dari jalur [[Ali bin Abi Thalib]] dan [[Husain bin Ali]]. Ini berdasarkan gelar "Syahri" yang dinisbatkan kepadanya. Gelar ini diberikan kepada keturunan Husain bin Ali dan putri raja Persia yang bernama [[Syahri Banun]].{{Sfn|Nasution dan Miswari|(2017)|p=175.|ps="Gelar 'syahri' yang dinisbahkan kepada pangeran Salman menunjukkan dia adalah juga keturunan Ali bin Abi Thalib. Almascaty melaporkan, gelar 'syahri' dinisbahkan kepada keturunan Ali bin Abi Thalib melalui silsilah Sayyidina Hussain. Oleh Karena Sayyidina Hussain menikahi seorang putri raja Persia bernama Syahri Banun, anak keturunan Sayyidina Hussain dan Syahri Banun digelar 'syahri'. Dengan demikian, Pangeran Salman dapat dipastikan adalah keturunan Nabi Muhammad melalui Sayyidina
Husssain."}}
Husssain."}}


Baris 30: Baris 28:
=== Buku ===
=== Buku ===
* {{cite book|url=|title=Kiaiku, Guruku, Jaringan Ulama|last=Kusniah|first=Siti Turmini|publisher=Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia|date=|year=2018|location=Jakarta|isbn=978-602-1289-85-3|pages=|ref={{sfnref|Kusniah|(2018)}}|url-status=live}}
* {{cite book|url=|title=Kiaiku, Guruku, Jaringan Ulama|last=Kusniah|first=Siti Turmini|publisher=Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia|date=|year=2018|location=Jakarta|isbn=978-602-1289-85-3|pages=|ref={{sfnref|Kusniah|(2018)}}|url-status=live}}
=== Jurnal Ilmiah ====
=== Jurnal===
* {{cite journal|last=Almascaty|first=Hilmy Bakar|date=2013|title=Relasi Persia dan Nusantara pada Awal Islamisasi: Sebuah Kajian Awal Pengaruh Persia dalam Politik Aceh|url=|journal=Media Syariah|volume=15|issue=1|pages=53–67|doi=|issn=|ref={{sfnref|Almascaty|(2013)}}|url-status=live}}
* {{cite journal|last=Almascaty|first=Hilmy Bakar|date=2013|title=Relasi Persia dan Nusantara pada Awal Islamisasi: Sebuah Kajian Awal Pengaruh Persia dalam Politik Aceh|url=|journal=Media Syariah|volume=15|issue=1|pages=53–67|doi=|issn=|ref={{sfnref|Almascaty|(2013)}}|url-status=live}}
* {{cite journal|last=Nasution|first=I. F. A., dan Miswari|date=2017|title=Rekonstruksi Identitas Konflik Kesultanan Peureulak|journal=Paramita: Historical Studies Jurnal|volume=27|issue=2|pages=168–181|issn=|ref={{sfnref|Nasution dan Miswari|(2017)}}|url-status=live}}
* {{cite journal|last=Nasution|first=Ismail Fahmi Arrauf|date=2018|title=Buku Panduan Pengkafiran: Evaluasi Kritis Tibyān fī Ma’rifat al-Adyān karya Nūr al-Dīn al-Ranīrī|url=|journal=Theologia|volume=29|issue=1|pages=59–84|doi=|issn=2540-847X|ref={{sfnref|Nasution|(2018)}}|url-status=live}}
* {{cite journal|last=Nasution|first=Ismail Fahmi Arrauf|date=2018|title=Buku Panduan Pengkafiran: Evaluasi Kritis Tibyān fī Ma’rifat al-Adyān karya Nūr al-Dīn al-Ranīrī|url=|journal=Theologia|volume=29|issue=1|pages=59–84|doi=|issn=2540-847X|ref={{sfnref|Nasution|(2018)}}|url-status=live}}
* {{cite journal|last=Natawidjaja|first=Danny Hilman|date=2015|title=Siklus Mega-tsunami di Wilayah Aceh-Andaman dalam Konteks Sejarah|url=|journal=Riset Geologi dan Pertambangan|volume=25|issue=1|pages=49–62|doi=10.14203/risetgeotam2015.v25.107|issn=2354-6638|ref={{sfnref|Natawidjaja|(2015)}}|url-status=live}}
* {{cite journal|last=Natawidjaja|first=Danny Hilman|date=2015|title=Siklus Mega-tsunami di Wilayah Aceh-Andaman dalam Konteks Sejarah|url=|journal=Riset Geologi dan Pertambangan|volume=25|issue=1|pages=49–62|doi=10.14203/risetgeotam2015.v25.107|issn=2354-6638|ref={{sfnref|Natawidjaja|(2015)}}|url-status=live}}
* {{cite journal|last=Sulistiono|first=Budi|date=2018|title=Islam dan Tamaddun Melayu: Menatap Masa Depan|url=|journal=Sosial Budaya: Media Komunikasi Ilmu-Ilmu Sosial dan Budaya|volume=11|issue=1|pages=104–114|doi=|issn=|ref={{sfnref|Sulistiono|(2014)}}|url-status=live}}
* {{cite journal|last=Sulistiono|first=Budi|date=2018|title=Islam dan Tamaddun Melayu: Menatap Masa Depan|url=|journal=Sosial Budaya: Media Komunikasi Ilmu-Ilmu Sosial dan Budaya|volume=11|issue=1|pages=104–114|doi=|issn=|ref={{sfnref|Sulistiono|(2014)}}|url-status=live}}
* {{cite journal|last=Nasution|first=I. F. A., dan Miswari|date=2017|title=Rekonstruksi Identitas Konflik Kesultanan Peureulak|journal=Paramita: Historical Studies Jurnal|volume=27|issue=2|pages=168–181|issn=|ref={{sfnref|Nasution dan Miswari|(2017)}}|url-status=live}}


{{Kerajaan di Sumatera}}
{{Kerajaan di Sumatera}}

Revisi per 12 Agustus 2020 15.34

Kerajaan Jeumpa adalah salah satu kerajaan Islam di Indonesia pada abad ke-7 Masehi.[1] Pendiri kerajaan ini adalah Salman Al-Parsi.[2] Wilayah kerajaan Jeumpa mencakup wilayah Kabupaten Beureun saat ini.[3]

Wilayah

Wilayah Kerajaan Jeumpa meliputi perbukitan di sekitar sungai Peudada hingga Pante Krueng, Peusangan. Pusat kerajaan berada di desa Blang Seupeueng yang menjadi permukiman penduduk. Selain itu, Kerajaan Jeumpa memiliki kota pelabuhan yaitu Kuala Jeumpa. Wilayah ini memiliki banyak sungai besar yang menjadi tempat berlabuh dan berlayar kapal dan perahu.[4]

Kehidupan Masyarakat

Kerajaan Jeumpa merupakan kerajaan dengan pemukiman penduduk yang ramai. Pusat pemerintahannya yaitu di Kuala Jeumpa yang merupakan kota pelabuhan. Kota ini menjadi tempat persinggahan dan perdagangan yang strategis di Pulau Sumatera.[5] Selain itu, kerajaan ini termasuk dalam jalur perdagangan dan pelayaran Selat Malaka. Hal ini membuat kegiatan utama masyarakatnya adalah berdagang.[6] Kawasan perdagangan Kerajaan Jeumpa berada di pesisir utara Pulau Sumatera. Kerajaan ini menjalin hubungan diplomasi perdagangan dengan kerajaan-kerajaan yang ada di Pulau Sumatera. Selain itu, Kerajaan Jeumpa juga menjalin hubungan perdagangan dengan kerajaan-kerajaan yang berasal dari kawasan Arab, Persia, India, dan Tiongkok.[7]

Keagamaan

Kerajaan Jeumpa menjadi salah satu tempat penyebaran Islam untuk pertama kalinya di kawasan Nusantara.[8] Penyebaran Islam di Kerajaan Jeumpa terutama dilakukan oleh Bangsa Persia.[9] Penduduk Kerajaan Jeumpa menjadi muslim secara perlahan. Kerajaan ini sepenuhnya menjadi kerajaan Islam pada tahun 777 Masehi.[10]

Silsilah Raja

Raja pertama dari Kerajaan Jeumpa adalah Salman Al-Parsi yang berasal dari Champia, Persia. Ia mendirikan kerajaan ini pada tahun 770 Masehi setelah menikahi seorang putri Aceh dari sebuah kerajaan Hindu purba.[2] Keturunan dari Salman Al-Parsi menjadi Meurah atau penguasa dari kerajaan-kerajaan di Pulau Sumatera. Salman mengangkat anaknya yang bernama Syahri Poli sebagai pendiri dan penguasa wilayah Poli. Selain itu, ia juga mengangkat anaknya yang bernama Syahri Nawi sebagai penguasa wilayah Perlak. Wilayah Poli kemudian berkembang menjadi Kerajaan Pedir, sedangkan wilayah Perlak berkembang menjadi Kesultanan Peureulak.[11] Anak tertua dari Salman Al-Parsi yang bernama Syahri Tanwi menjadi pewaris Kerajaan Jeumpa, sedangkan anak termudanya yan bernama Syahri Duli menjadi raja di Kerajaan Indra Purba di Aceh Besar. Keempat anaknya menjalin hubungan kesukuan yang diberi nama Sukee Imum Peut atau Suku Imum Empat.[12]

Salman Al-Parsi adalah keturunan nabi Muhammad dari jalur Ali bin Abi Thalib dan Husain bin Ali. Ini berdasarkan gelar "Syahri" yang dinisbatkan kepadanya. Gelar ini diberikan kepada keturunan Husain bin Ali dan putri raja Persia yang bernama Syahri Banun.[13]

Rujukan

  1. ^ Kusniah (2018), hlm. 5."Kerajaan Islam tertua di Indonesia yang mengembangkan dan menyebarkan Islam adalah Kerajaan Jeumpa Aceh pada abad ke-7."
  2. ^ a b Natawidjaja (2015), hlm. 57."Namun beberapa sumber mengatakan bahwa ratusan tahun sebelumnya sudah ada Kerajaan Islam, yaitu Kerajaan Jeumpa yang didirikan pada tahun 770 Masehi oleh seorang tokoh Islam legendaris, Syech Salman Al Parsi. Salman Al Parsi (atau Salman Al-Farisi) berasal dari Campia, Persia yang menikah dengan putri dari Meurah Purba, raja Kerajaan Hindu Purba di Aceh."
  3. ^ Almascaty (2013), hlm. 60."Maka berdasarkan fakta sejarah ini pulalah, keberadaan Kerajaan Islam Jeumpa Aceh yang diperkirakan berdiri pada abad ke 7 Masehi dan berada di sekitar Kabupaten Bireuen sekarang menjadi sangat logis."
  4. ^ Almascaty (2013), hlm. 61."Kerajaan Jeumpa benar keberadaannya pada sekitar abad ke VIII Masehi yang berada di sekitar daerah perbukitan mulai dari pinggir sungai Peudada di sebelah barat sampai Pante Krueng Peusangan di sebelah timur. Istana Raja Jeumpa terletak di desa Blang Seupeueng yang dipagari di sebelah utara, sekarang disebut Cot Cibrek Pintoe Ubeuet. Masa itu Desa Blang Seupeueng merupakan permukiman yang padat penduduknya dan juga merupakan kota bandar pelabuhan besar, yang terletak di Kuala Jeumpa. Dari Kuala Jeumpa sampai Blang Seupeueng ada sebuah alur yang besar, biasanya dilalui oleh kapal-kapal dan perahu-perahu kecil."
  5. ^ Almascaty (2013), hlm. 60–61."Sebagaimana kerajaan-kerajaan purba pra-Islam yang banyak terdapat di sekitar Pulau Suamtera, Kerajaan Jeumpa juga tumbuh dari pemukiman pemukiman penduduk yang semakin banyak akibat ramainya perdagangan dan memiliki daya tarik bagi kota persinggahan. Melihat topografinya, Kuala Jeumpa sebagai kota pelabuhan memang tempat yang indah dan sesuai untuk peristirahatan setelah melalui perjalanan panjang."
  6. ^ Sulistiono (2014), hlm. 106."kehidupan ekonomi Kesultanan Jeumpa (Aceh, 776 M-880 M), Kesultanan Peureulak, Aceh Timur (840-1108 M), Kesultanan Samudera Pasai (di Pasai, Aceh, 1267 M) menitikberatkan pada sektor perdagangan. Kenyataan ini karena Kesultanan-Kesultanan tersebut secara geografis terletak di jalur Pelayaran dan Perdagangan Dunia, yaitu Selat Malaka."
  7. ^ Almascaty (2013), hlm. 62."Kerajaan Jeumpa menjadi salah satu pusat pemerintahan dan perdagangan yang berpengaruh di sekitar pesisir utara pulau Sumatera. Jeumpa sebagai Kerajaan Islam pertama di Nusantara memperluas hubungan diplomatik dan perdagangannya dengan Kerajaan-Kerajaan lainnya, baik di sekitar Pulau Sumatera atau negeri-negeri lainnya, terutama Arab, Persia, India dan Cina."
  8. ^ Nasution (2018), hlm. 64."Islam pertama kali disebarkan di Jeumpa dan Peureulak."
  9. ^ Nasution dan Miswari (2017), hlm. 178."Islamisasi Jeumpa dan Peureulak tentunya tidak dilakukan oleh satu orang. Sehingga sangat besar kemungkinan, bangsa Persia yang mengapresiasi penentang Ummayyah telah banyak ambil peran dalam mengislamkan masyarakat Jeumpa dan peureulak."
  10. ^ Nasution dan Miswari (2017), hlm. 180."Tetapi sebuah kerajaan yang masyarakatnya bermetamarfosis secara perlahan menjadi Muslim sebelum Kesultanan Peureulak didirikan, sudah ada, yaitu Jeumpa. Banyak tokoh lokal dan tulisan-tulisan mutakhir menegaskan Kesultanan Jeumpa telah mencapai kejayaan sebagai kerajaan Islam pada 777 M."
  11. ^ Almascaty (2013), hlm. 63."Untuk mengembangkan Kerajaannya, Pangeran Salman telah mengangkat anak-anaknya menjadi Meurah-Meurah baru. Ke wilayah barat, berhampiran dengan Barus-Fansur-Lamuri yang sudah berkembang terlebih dahulu, beliau mengangkat anaknya, Syahri Poli menjadi Meurah mendirikan Kerajaan Poli yang selanjutnya berkembang menjadi Kerajaan Pidie. Ke sebelah timur, beliau mengangkat anaknya Syahr Nawi sebagai Meurah di sebuah kota baru bernama Perlak pada tahun 804. Namun dalam perkembangannya, Kerajaan Perlak tumbuh pesat menjadi kota pelabuhan baru"
  12. ^ Nasution dan Miswari (2017), hlm. 174."Pangeran Salman memiliki empat orang putera yaitu Syahri Nuwi yang kemudian menggantikan ayahnya menjadi Meurah Peureulak, Syahri Tanwi yang kemudian kembali ke Jeumpa menjadi Meurah Jeumpa menggantikan kakeknya, Syahri Puli, yang merantau ke Pidie dan kelak menjadi Meurah Pidie, dan Syahri Duli yang hijrah ke Aceh Besar dan menjadi Meurah Indra Purba. Empat putera pangeran Salman tersebut disebut sebagai Sukee Imum Peut (Suku Imum Empat)."
  13. ^ Nasution dan Miswari (2017), hlm. 175."Gelar 'syahri' yang dinisbahkan kepada pangeran Salman menunjukkan dia adalah juga keturunan Ali bin Abi Thalib. Almascaty melaporkan, gelar 'syahri' dinisbahkan kepada keturunan Ali bin Abi Thalib melalui silsilah Sayyidina Hussain. Oleh Karena Sayyidina Hussain menikahi seorang putri raja Persia bernama Syahri Banun, anak keturunan Sayyidina Hussain dan Syahri Banun digelar 'syahri'. Dengan demikian, Pangeran Salman dapat dipastikan adalah keturunan Nabi Muhammad melalui Sayyidina Husssain."

Daftar Pustaka

Buku

  • Kusniah, Siti Turmini (2018). Kiaiku, Guruku, Jaringan Ulama. Jakarta: Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. ISBN 978-602-1289-85-3. 

Jurnal

  • Almascaty, Hilmy Bakar (2013). "Relasi Persia dan Nusantara pada Awal Islamisasi: Sebuah Kajian Awal Pengaruh Persia dalam Politik Aceh". Media Syariah. 15 (1): 53–67. 
  • Nasution, I. F. A., dan Miswari (2017). "Rekonstruksi Identitas Konflik Kesultanan Peureulak". Paramita: Historical Studies Jurnal. 27 (2): 168–181. 
  • Nasution, Ismail Fahmi Arrauf (2018). "Buku Panduan Pengkafiran: Evaluasi Kritis Tibyān fī Ma'rifat al-Adyān karya Nūr al-Dīn al-Ranīrī". Theologia. 29 (1): 59–84. ISSN 2540-847X. 
  • Natawidjaja, Danny Hilman (2015). "Siklus Mega-tsunami di Wilayah Aceh-Andaman dalam Konteks Sejarah". Riset Geologi dan Pertambangan. 25 (1): 49–62. doi:10.14203/risetgeotam2015.v25.107. ISSN 2354-6638. 
  • Sulistiono, Budi (2018). "Islam dan Tamaddun Melayu: Menatap Masa Depan". Sosial Budaya: Media Komunikasi Ilmu-Ilmu Sosial dan Budaya. 11 (1): 104–114.