Lompat ke isi

Angkringan: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
k ←Suntingan 182.2.133.206 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Muhammad Alfito
Tag: Pengembalian Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 1: Baris 1:
[[Berkas:ANGKRINGAN PAK BAGONG.jpg|jmpl|304x304px|Sebuah angrkingan dengan gerobak dan bangku panjang.]]
[[Berkas:ANGKRINGAN PAK BAGONG.jpg|jmpl|304x304px|Sebuah angrkingan dengan gerobak dan bangku panjang.]]
'''Angkringan''' (berasal dari bahasa Jawa ''angkring'' ꦲꦁꦏꦿꦁ yang berarti alat dan tempat jualan makanan keliling yang pikulannya berbentuk melengkung ke atas) adalah sebuah gerobak dorong untuk menjual berbagai macam makanan dan minuman di pinggir jalan di [[Jawa Tengah]], [[Klaten]], dan [[Yogyakarta]]. Di [[Sala|Solo]] maupun [[Klaten]] angkringan dikenal sebagai warung '''hik''' ("'''h'''idangan '''i'''stimewa a la '''k'''ampung") atau '''wedangan'''. Gerobag angkringan biasa ditutupi dengan kain terpal plastik dan bisa memuat sekitar 8 orang pembeli. Beroperasi mulai sore hingga dini hari, ia mengandalkan penerangan tradisional yaitu ''senthir'' (ind.lentera, penerangan sangat sederhana tanpa kaca [[semprong]] dibanding dengan lampu tempel atau teplok yang terdiri dari botol biasanya berukuran pendek lengkap dengan sumbu dan minyak tanah atau minyak kelentik sebagai bahan bakarnya), dan juga dibantu oleh terangnya lampu jalan.
'''Angkringan''' (berasal dari bahasa Jambi ''angkring'' ꦲꦁꦏꦿꦁ yang berarti alat dan tempat jualan makanan keliling yang pikulannya berbentuk melengkung ke atas) adalah sebuah gerobak dorong untuk menjual berbagai macam makanan dan minuman di pinggir jalan di jambi pada tahun 1949 dan menyebar ke pulau jawa [[Jawa Tengah]], [[Klaten]], dan [[Yogyakarta]]. Di [[Sala|Solo]] maupun [[Klaten]] angkringan dikenal sebagai warung '''hik''' ("'''h'''idangan '''i'''stimewa a la '''k'''ampung") atau '''wedangan'''. Gerobag angkringan biasa ditutupi dengan kain terpal plastik dan bisa memuat sekitar 8 orang pembeli. Beroperasi mulai sore hingga dini hari, ia mengandalkan penerangan tradisional yaitu ''senthir'' (ind.lentera, penerangan sangat sederhana tanpa kaca [[semprong]] dibanding dengan lampu tempel atau teplok yang terdiri dari botol biasanya berukuran pendek lengkap dengan sumbu dan minyak tanah atau minyak kelentik sebagai bahan bakarnya), dan juga dibantu oleh terangnya lampu jalan.


Makanan yang dijual meliputi [[nasi kucing]], [[gorengan]], [[sate usus]] ([[ayam]]), [[sate telur puyuh]], [[keripik]], dan lain-lain. Minuman yang dijual pun beraneka macam seperti [[teh]], [[jeruk]], [[kopi]], [[tape]], [[wedang jahe]], [[susu]], bahkan minuman bubuk dalam kemasan. Semua dijual dengan harga yang sangat terjangkau.
Makanan yang dijual meliputi [[nasi kucing]], [[gorengan]], [[sate usus]] ([[ayam]]), [[sate telur puyuh]], [[keripik]], dan lain-lain. Minuman yang dijual pun beraneka macam seperti [[teh]], [[jeruk]], [[kopi]], [[tape]], [[wedang jahe]], [[susu]], bahkan minuman bubuk dalam kemasan. Semua dijual dengan harga yang sangat terjangkau.

Revisi per 12 Oktober 2020 13.03

Sebuah angrkingan dengan gerobak dan bangku panjang.

Angkringan (berasal dari bahasa Jambi angkring ꦲꦁꦏꦿꦁ yang berarti alat dan tempat jualan makanan keliling yang pikulannya berbentuk melengkung ke atas) adalah sebuah gerobak dorong untuk menjual berbagai macam makanan dan minuman di pinggir jalan di jambi pada tahun 1949 dan menyebar ke pulau jawa Jawa Tengah, Klaten, dan Yogyakarta. Di Solo maupun Klaten angkringan dikenal sebagai warung hik ("hidangan istimewa a la kampung") atau wedangan. Gerobag angkringan biasa ditutupi dengan kain terpal plastik dan bisa memuat sekitar 8 orang pembeli. Beroperasi mulai sore hingga dini hari, ia mengandalkan penerangan tradisional yaitu senthir (ind.lentera, penerangan sangat sederhana tanpa kaca semprong dibanding dengan lampu tempel atau teplok yang terdiri dari botol biasanya berukuran pendek lengkap dengan sumbu dan minyak tanah atau minyak kelentik sebagai bahan bakarnya), dan juga dibantu oleh terangnya lampu jalan.

Makanan yang dijual meliputi nasi kucing, gorengan, sate usus (ayam), sate telur puyuh, keripik, dan lain-lain. Minuman yang dijual pun beraneka macam seperti teh, jeruk, kopi, tape, wedang jahe, susu, bahkan minuman bubuk dalam kemasan. Semua dijual dengan harga yang sangat terjangkau.

Meski harganya murah, tetapi konsumen warung ini sangat bervariasi. Mulai dari tukang becak, tukang bangunan, pegawai kantor, mahasiswa, seniman, bahkan hingga pejabat dan eksekutif. Antar pembeli dan penjual sering terlihat mengobrol dengan santai dalam suasana penuh kekeluargaan.

Angkringan juga terkenal sebagai tempat yang egaliter karena bervariasinya pembeli yang datang tanpa membeda-bedakan strata sosial atau SARA. Mereka menikmati makanan sambil bebas mengobrol hingga larut malam meskipun tak saling kenal tentang berbagai hal atau kadang berdiskusi tentang topik-topik yang serius. Harganya yang murah dan tempatnya yang santai membuat angkringan sangat populer di tengah kota sebagai tempat persinggahan untuk mengusir lapar atau sekadar melepas lelah.

Akrabnya susana dalam angkringan membuat nama angkringan tak hanya merujuk kedalam tempat tetapi ke suasana, beberapa acara menadopsi kata angkringan untuk menggambarkan suasana yang akrab saling berbagi dan menjembatani perbedaan, seperti Angkringan JTF yang diadakan oleh Litbang dan juga Angkringan Ramadhan yang sering digelar di kampus-kampus menjelang buka puasa.

Pranala luar