Lompat ke isi

Nafsul Radhiyah: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
Baris 1: Baris 1:
[[Berkas:Carnegie-1903.jpg|jmpl|Kedermawanan adalah salah satu karakter yang dimiliki oleh orang yang bernafsu Radhiyah]]
[[Berkas:Carnegie-1903.jpg|jmpl|Kedermawanan adalah salah satu karakter yang dimiliki oleh orang yang bernafsu Radhiyah]]


'''Nafsul Radhiyah''' adalah [[jiwa]] yang telah menyerahkan [[diri]] kepada [[Tuhan]] Yang [[Maha Esa]].<ref name=a>Shadily, Hassan (1980).''Ensiklopedia Indonesia''.Jakarta:Ichtiar Baru van Hoeve. Hal 2325</ref> Rasa ke[[ikhlas]]an akan mampu meliputi dirinya dalam segala [[hal]].<ref name=a/> Sang pemilik [[nafsu]] inipun akan melakukan sesuatu tanpa [[pamrih]].<ref name=a/> Nafsu Radhiyah berada setelah [[tingkatan]] [[nafsul Mutmainnah]], yakni dapat di[[arti]]kan sebagai nafsu yang [[ridho]] atau [[senang]] ketika berada di dekat [[Tuhan]], termasuk men[[cinta]]i, atau merapa puas jika bersama-Nya.<ref name=d> Mujieb, Abdul (2009).''Enseklopedi Tasawuf Imam al-Ghazali''.Jakarta:Mizan.Hal 327</ref> Nafsu ini hanya dimiliki oleh orang-[[orang]] tertentu atau khusus ([[Arab]]: ''khawasul khawas'').<ref name=d/> Biasanya mereka adalah [[hamba]]-hamba Tuhan yang telah mencapai [[derajat]] [[wali]]yullah ( yang berarti [[kekasih]] Tuhan), hal ini disebabkan karena mereka mncintai Tuhannya.<ref name=d/>
'''Nafsul Radhiyah''' adalah [[jiwa]] yang telah menyerahkan [[diri]] kepada [[Tuhan]] Yang [[Maha Esa]].<ref name=a>Shadily, Hassan (1980).''Ensiklopedia Indonesia''.Jakarta:Ichtiar Baru van Hoeve. Hal 2325</ref> Rasa ke[[ikhlas]]an akan mampu meliputi dirinya dalam segala [[hal]].<ref name=a/> Sang pemilik [[nafsu]] inipun akan melakukan sesuatu tanpa [[pamrih]].<ref name=a/> Nafsu Radhiyah berada setelah [[tingkatan]] [[nafsul Mutmainnah]], yakni dapat di[[arti]]kan sebagai nafsu yang [[ridho]] atau [[senang]] ketika berada di dekat [[Tuhan]], termasuk men[[cinta]]i, atau merasa puas jika bersama-Nya.<ref name=d> Mujieb, Abdul (2009).''Enseklopedi Tasawuf Imam al-Ghazali''.Jakarta:Mizan.Hal 327</ref> Nafsu ini hanya dimiliki oleh orang-[[orang]] tertentu atau khusus ([[Arab]]: ''khawasul khawas'').<ref name=d/> Biasanya mereka adalah [[hamba]]-hamba Tuhan yang telah mencapai [[derajat]] [[wali]]yullah ( yang berarti [[kekasih]] Tuhan), hal ini disebabkan karena mereka mncintai Tuhannya.<ref name=d/>


Semua hal diserahkan pada [[kekuasaan]] dan [[keagungan]] Tuhan semata. Dalam [[agama]] [[Islam]], nafsu ini telah disebutkan dalam [[AlQur'an]] [[surat]] [[Yunus]] [[ayat]] [[62]]-[[63]], sebagai berikut:''Ingatlah sesungguhnya wali-wali [[Allah]] itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka ber[[sedih]] [[hati]]. (Yaitu) [[orang]]-orang yang [[beriman]] dan mereka selalu ber[[taqwa]]''.<ref name=c>Susetya, Wawan (2006).''Cermin Hati''.Solo:Tiga Serangkai.Hal 19</ref>
Semua hal diserahkan pada [[kekuasaan]] dan [[keagungan]] Tuhan semata. Dalam [[agama]] [[Islam]], nafsu ini telah disebutkan dalam [[AlQur'an]] [[surat]] [[Yunus]] [[ayat]] [[62]]-[[63]], sebagai berikut:''Ingatlah sesungguhnya wali-wali [[Allah]] itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka ber[[sedih]] [[hati]]. (Yaitu) [[orang]]-orang yang [[beriman]] dan mereka selalu ber[[taqwa]]''.<ref name=c>Susetya, Wawan (2006).''Cermin Hati''.Solo:Tiga Serangkai.Hal 19</ref>

Revisi terkini sejak 3 Desember 2020 13.54

Kedermawanan adalah salah satu karakter yang dimiliki oleh orang yang bernafsu Radhiyah

Nafsul Radhiyah adalah jiwa yang telah menyerahkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.[1] Rasa keikhlasan akan mampu meliputi dirinya dalam segala hal.[1] Sang pemilik nafsu inipun akan melakukan sesuatu tanpa pamrih.[1] Nafsu Radhiyah berada setelah tingkatan nafsul Mutmainnah, yakni dapat diartikan sebagai nafsu yang ridho atau senang ketika berada di dekat Tuhan, termasuk mencintai, atau merasa puas jika bersama-Nya.[2] Nafsu ini hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu atau khusus (Arab: khawasul khawas).[2] Biasanya mereka adalah hamba-hamba Tuhan yang telah mencapai derajat waliyullah ( yang berarti kekasih Tuhan), hal ini disebabkan karena mereka mncintai Tuhannya.[2]

Semua hal diserahkan pada kekuasaan dan keagungan Tuhan semata. Dalam agama Islam, nafsu ini telah disebutkan dalam AlQur'an surat Yunus ayat 62-63, sebagai berikut:Ingatlah sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa.[3]

Sifat-sifat yang mereka miliki ditandai dengan kedermawanan, zahid, ikhlas, wara', taat mengerjakan syar'iat-Nya, kemuliaan batinnya yang selalu mengingat Tuhan.[3][4]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c Shadily, Hassan (1980).Ensiklopedia Indonesia.Jakarta:Ichtiar Baru van Hoeve. Hal 2325
  2. ^ a b c Mujieb, Abdul (2009).Enseklopedi Tasawuf Imam al-Ghazali.Jakarta:Mizan.Hal 327
  3. ^ a b Susetya, Wawan (2006).Cermin Hati.Solo:Tiga Serangkai.Hal 19
  4. ^ Yasid, Abu.Fiqh Today:Fatwa Traisional untuk Orang Modern.Jakarta:PT Gelora Aksara Pratama. Hal 28