Lompat ke isi

Gedung Juang Tambun: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
Menambahkan ke kategori
Baris 66: Baris 66:
[[Kategori:Kabupaten Bekasi]]
[[Kategori:Kabupaten Bekasi]]
[[Kategori:Keluarga Khouw van Tamboen]]
[[Kategori:Keluarga Khouw van Tamboen]]
[[Kategori:Cagar budaya di Indonesia]]
[[Kategori:Bangunan cagar budaya di Indonesia]]
[[Kategori:Bangunan cagar budaya di Indonesia|*]]
[[Kategori:Cagar budaya Indonesia di Jawa Barat]]

Revisi per 30 Januari 2021 10.51

Gedung Juang 45 Bekasi
Nama sebagaimana tercantum dalam
Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya
Gedung Juang Tambun Bekasi Atau Museum Tambun Bekasi
Cagar budaya Indonesia
KategoriBangunan
No. RegnasRNCB.20160613.02.000939
Lokasi
keberadaan
Kabupaten Bekasi
Tanggal SK1999
PemilikPemerintah Daerah Kabupaten Bekasi
PengelolaPemerintah Daerah Kabupaten Bekasi

Gedung Juang Bekasi adalah sebuah situs sejarah yang terletak di Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Indonesia.

Sejarah

Gedung Juang Tambun dibangun dengan dua tahap oleh seorang baba bangsawan dan tuan tanah, Khouw Tjeng Kee, Luitenant der Chinezen. Ia mempunyai dua saudara laki-laki, Luitenant Khouw Tjeng Tjoan dan Luitenant Khouw Tjeng Po. Ayah mereka adalah seorang tuan tanah bernama Luitenant-titulair der Chinezen Khouw Tian Sek.[1]

Setelah kematian Luitenant Khouw Tjeng Kee, kepengurusan baik tanah partikelir maupun Landhuis Tamboen jatuh ke tangan putra sang Luitenant, yaitu Khouw Oen Hoei. Ia adalah adik O. G. Khouw yang dimakamkan di mausoleum tersohor dan mewah di Petamburan. Sepupu mereka yang paling terkemuka pada era kolonial adalah Khouw Kim An, Majoor der Chinezen terakhir di Batavia, yang adalah putra paman mereka, Luitenant Khouw Tjeng Tjoan.[1]

Tahap pertama pembangunan mulai pada tahun 1906, dan selesai pada tahun 1910. Kemudian tahap ke-dua pada tahun 1925. Pada awalnya, halaman depan Gedung Juang Tambun yang terlihat dari jalan Hasanudin ini banyak ditanami oleh pohon mangga yang pada masa itu tidak begitu dikenal di kalangan masyarakat wilayah Tambun dan Bekasi.[2]

Landhuis dan tanah partikelir Tamboen disita dari keluarga Khouw van Tamboen pada tahun 1942 di tengah penjajahan Jepang. Pada saat perang kemerdekaan melawan Belanda, Gedung Juang yang pada saat itu dikenal dengan nama Gedung Tinggi dijadikan tempat pertahanan oleh para pejuang kemerdekaan yang itu berpusat di wilayah Tambun dan Cibarusah.

Gedung juang Tambun ini berlokasi hanya beberapa kilometer dari perbatasan wilayah terluar Batavia yaitu wilayah Sasak Jarang yang kini menjadi wilayah perbatasan antara kecamatan Bekasi Timur, kota Bekasi dengan kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi. Akibat pertahanan Belanda di wilayah Bekasi sering diserang, maka Belanda sering meninggalkan tempat pertahanannya di wilayah Bekasi dan menarik diri untuk memperkuat wilayah pertahanannya di Klender, yang kemudian menjadi batas antara kota Bekasi dengan Jakarta Timur.

Gedung ini juga menjadi tempat perundingan pertukaran tawanan antara Belanda dengan para pejuang kemerdekaan Indonesia. Pejuang kemerdekaan Indonesia dipulangkan oleh Belanda ke wilayah Bekasi dan tentara Belanda dipulangkan ke Batavia melalui Stasiun Tambun yang lintasan relnya tepat berada di belakang gedung ini.

Masa penjajahan Jepang

Pada tahun 1943 tentara Jepang mengambil alih gedung ini dan dijadikannya sebagai salah satu pusat kekuatan dalam menjajah Indonesia. Pada akhr masa penjajahan Jepang, terjadi sebuah peristiwa besar pembantaian tentara Jepang oleh pejuang kemerdekaan Indonesia, di mana tentara Jepang yang pada saat itu menggunakan kereta api melintasi wilayah Bekasi hendak meninggalkan Indonesia melalui Bandar Udara Kalijati, Subang relnya dibelokan ke rel buntu yang membuat kereta terperosok, kemudian tentara Jepang yang sebagian besar tidak bersenjata dikarenakan mereka menyimpan senjatanya di gerbong barang, dibantai oleh pejuangan kemerdekaan Indonesia dan mayatnya dibuang di kali Bekasi.

Masa mempertahankan kemerdekaan

Setelah Jepang menarik diri dari Indonesia pada tahun 1945, KNI (Komite Nasonal Indonesia) menjadikan Gedung Juang Bekasi sebagai kantor Kabupaten Jatinegara. Tidak hanya menjadi kantor kabupaten, gedung ini juga dijadikan sebagai menjadi tempat pertahanan dan pusat komando dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan dari tentara sekutu yang hendak menjajah Indonesia kembali.

Pada akhir tahun 1947, Belanda melanggar Perjanjian Linggar Jati dan melakukan agresi militer pertama, Gedung Juang Bekasi pun dapat dikuasai oleh Belanda setelah melakukan serangan bertubi-tubi hingga tahun 1949 Namun tahun 1950 pejuang Indonesia dapat merebut kembali gedung ini. Setelah gedung ini berhasil di kuasai dan wilayah Tambun berhasil diamankan, maka aktivitas pemerintahan kembali dilakukan di gedung ini. Tercatat pada tahun 1950 Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bekasi menempati gedung ini kali pertama, disusul oleh kantor-kantor dan jawatan lainnya hingga akhir 1982.

Pada tahun 1951 gedung ini diisi oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat, Batalyon Kian Santang. Lembaga wakil rakyat pun pernah berkantor di gedung ini hingga tahun 1960 diantaranya DPRD Sementara, DPRD Tk. II Bekasi dan DPRD-GR hingga tahun 1960. Pada tahun 1962 dijadikan tempat tahanan politik Partai Komunis Indonesia (PKI).

Pada tahun 1982, Bupati Bekasi yang juga seorang budayawan, Abdul Fatah yang menjabat dari tahun 1973 - 1983 membentuk Akademi Pembangunan Desa (APD) di wilayah Tambun dengan menggunakan Gedung juang Tambun sebagai kampusnya.[3] Akademi Pembangunan Desa (APD) ini pada masa sekarang telah menjadi Universitas Islam 45 Bekasi dan telah memiliki kampus sendiri di dekat saluran Irigasi Tarum Barat (Kali Malang) di Jalan Cut Meutia, kota Bekasi

Masa modern

Pada tahun 1999, gedung ini pernah menjadi kantor sekretariat Pemilu dan Dinas Kebersihan serta Pertamanan, dan sekarang dimanfaatkan sebagai Kantor Pemadam Kebakaran.

Gedung Juang Bekasi

Gallery

Referensi

  1. ^ a b Erkelens, Monique., The decline of the Chinese Council of Batavia: the loss of prestige and authority of the traditional elite amongst the Chinese community from the end of the nineteenth century until 1942, Universiteit Leiden (2013), pp. 40-44
  2. ^ Kabupaten Bekasi - Gedung Juang 45 Saksi Bisu Perjuangan Masyarakat Tambun
  3. ^ Universitas Islam 45 Bekasi - Profil Abdul Fatah