Lompat ke isi

Lufthansa Penerbangan 181: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Naufal Praw (bicara | kontrib)
artikel baru, dibuat dengan menerjemahkan en:Lufthansa Flight 181
Tag: referensi YouTube
(Tidak ada perbedaan)

Revisi per 19 Februari 2021 16.26

Lufthansa Penerbangan 181
Pesawat yang mengalami pembajakan,
difoto di Bandara Manchester pada tahun 1975
Ringkasan pembajakan
Tanggal13–18 Oktober 1977 (5 hari)
RingkasanPembajakan
LokasiBermula di atas Laut Mediterania,
selatan pantai Mediterania Prancis;
berakhir di
Bandara Internasional Mogadishu, Somalia
Penumpang86 ditambah 4 pembajak
Awak5
Cedera5 (1 awak kabin, 3 penumpang, 1 pembajak)
Tewas4 (1 awak, 3 pembajak)
Selamat91 (Seluruh penumpang, 4 awak, 1 pembajak)
Jenis pesawatBoeing 737-230C
Nama pesawatLandshut
OperatorLufthansa
RegistrasiD-ABCE
AsalBandara Son Sant Joan
Palma de Mallorca, Spanyol
TujuanBandara Frankfurt
Frankfurt, Jerman

Lufthansa Penerbangan 181 adalah pesawat Boeing 737-230C dengan kode registrasi D-ABCE dan diberi nama Landshut yang dibajak pada 13 Oktober 1977 sore hari oleh empat anggota dari Front Rakyat untuk Pembebasan Palestina, yang menyebut diri mereka sebagai Komando Martir Halima. Tujuan dari pembajakan tersebut adalah untuk mengamankan pembebasan pemimpin Faksi Pasukan Merah yang dipenjara di Jerman. Pada 18 Oktober dini hari, tepat setelah tengah malam, kelompok kontraterorisme Jerman Barat GSG-9, yang didukung oleh Angkatan Bersenjata Somalia, menyerbu pesawat di Mogadishu, Somalia, dengan 90 sandera berhasil diselamatkan.[1] Operasi penyelamatan diberi nama sandi Feuerzauber ("Sihir Api" dalam bahasa Jerman). Pembajakan ini dianggap sebagai bagian dari serangkaian penculikan dan pembunuhan di Jerman saat itu yang disebut sebagai Musim Gugur Jerman.

Pembajakan

Rute penerbangan

Pada Kamis 13 Oktober 1977 pukul 11.00 siang, Lufthansa penerbangan LH 181, sebuah Boeing 737 yang diberi nama Landshut, lepas landas dari Palma de Mallorca menuju Frankfurt dengan 86 penumpang dan lima awak, dipimpin oleh Kapten Jürgen Schumann serta Kopilot Jürgen Vietor sebagai awak kokpit.[2] Sekitar 30 menit kemudian, ketika pesawat terbang melintasi Marseilles, pesawat dibajak di udara oleh empat militan yang menyebut diri mereka sebagai "Komando Martir Halima" – nama penghormatan untuk Brigitte Kuhlmann, sesama militan yang terbunuh di Operasi Entebbe satu tahun sebelumnya.[2] Pemimpin dari kelompok pembajakan tersebut adalah teroris dari Palestina bernama Zohair Youssif Akache (laki-laki 23 tahun), yang menggunakan nama samaran "Captain Martyr Mahmud". Tiga orang lainnya adalah Suhaila Sayeh (perempuan 24 tahun) dari Palestina dan dua orang Lebanon yaitu Wabil Harb (laki-laki 23 tahun) dan Hind Alameh (perempuan 22 tahun).[2] Akache ("Mahmud") dengan marah masuk ke dalam kokpit, mengacungkan senjata beramunisi penuh peluru. Ia menarik keluar Vietor secara paksa dari kokpit dan membawanya ke kabin kelas ekonomi untuk bersama dengan penumpang dan awak kabin, meninggalkan Schumann untuk mengambil alih kendali pesawat.[2] Selagi tiga pembajak lain menjatuhkan nampan makanan penumpang dan menyuruh mereka untuk mengangkat tangan, Mahmud memaksa Schumann untuk terbang mengarah ke Larnaca di Siprus. Namun karena pesawat tidak membawa cukup bahan bakar, maka pesawat harus mendarat di Roma terlebih dahulu.[2]

Roma

Pesawat yang dibajak tersebut mengubah arah sekitar pukul 14.30 sore (seperti yang diperhatikan oleh petugas pemandu lalu lintas udara di Aix-en-Provence) dan mendarat di Bandara Fiumicino, Roma pukul 15.45 untuk mengisi bahan bakar. Para pembajak membuat tuntutan pertama mereka: menuntut pembebasan sepuluh teroris Faksi Pasukan Merah yang ditahan di Penjara JVA Stuttgart-Stammheim, ditambah dua rekan sesama Palestina yang ditahan di Turki, serta uang sebesar US$15 juta.[2] Menteri Dalam Negeri Jerman Barat Werner Maihofer menghubungi Menteri Dalam Negeri Italia Francesco Cossiga dan menyarankan agar roda pesawat ditembak untuk mencegah pesawat lepas landas. Setelah berkonsultasi dengan rekan-rekannya, Cossiga memutuskan bahwa solusi yang paling diinginkan oleh Pemerintah Italia adalah menghindari permasalahan tersebut sepenuhnya. Pesawat diisi penuh dengan bahan bakar sebanyak 11 ton, memperbolehkan Mahmud untuk memerintahkan Vietor (yang diperbolehkan kembali ke kokpit atas permintaan Schumann ketika pesawat mendarat di Fiumicino) untuk lepas landas dan menerbangkan pesawat ke Larnaca pada pukul 17.45 meskipun tanpa mendapat perizinan dari pemandu lalu lintas udara Roma.[2]

Larnaca

Landshut mendarat di Larnaca, Siprus pukul 20.28 malam. Setelah sekitar satu jam, seorang perwakilan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) setempat tiba di bandara dan, melalui komunikasi radio, mencoba untuk membujuk Mahmud agar membebaskan para sandera. Hal tersebut memancing kemarahan Mahmud yang mulai meneriakinya dalam bahasa Arab sampai akhirnya perwakilan PLO tersebut menyerah dan pergi. Pesawat kemudian mengisi bahan bakar dan Schumann meminta pemandu penerbangan untuk membuat rute ke Beirut. Ia diberitahu bahwa Bandara Beirut diblokade dan ditutup untuk pesawatnya dan Mahmud memberi sugesti bahwa pesawat akan terbang ke Damaskus. Landshut lepas landas pada pukul 22.50 dan mengarah ke Beirut, namun ditolak mendarat pada pukul 23.01. Setelah pesawat juga ditolak untuk mendarat di Damaskus pada pukul 23.14, Baghdad pada pukul 00.13, dan Kuwait pada pukul 00.58, pesawat terbang menuju Bahrain.[2]

Bahrain

Schumann diberitahu oleh pesawat Qantas yang melintas bahwa Bandara Bahrain juga ditutup bagi pesawatnya. Schumann menghubungi pemandu penerbangan dan memberitahu bahwa pesawatnya tidak memiliki cukup bahan bakar untuk terbang kemana pun, dan meskipun diberitahu lagi bahwa bandara ditutup, ia mendadak mendapat frekuensi pendaratan otomatis dari pemandu penerbangan. Pesawat akhirnya mendarat di Bahrain pada pukul 01.52 dini hari tanggal 14 Oktober. Saat tiba di Bahrain, pesawat segera dikepung oleh pasukan tentara bersenjata dan Mahmud memberitahu melalui radio bahwa ia akan menembak sang kopilot jika pasukan tentara tidak segera ditarik mundur. Setelah berseteru dengan menara pemandu, dengan Mahmud yang mengatur batas waktu lima menit dan mengarahkan senjata berpeluru ke kepala Vietor, pasukan tersebut akhirnya ditarik mundur. Pesawat kemudian mengisi bahan bakar dan lepas landas menuju Dubai pada pukul 03.24.[2]

Dubai

Mendekati Dubai, pesawat kembali ditolak untuk mendarat. Ketika pesawat terbang melintasi Bandara Dubai awal pagi itu, para pembajak dan awak pesawat dapat melihat bahwa landasan pacu diblokade oleh banyak truk dan mobil pemadam kebakaran. Dengan bahan bakar yang semakin menipis, Schumann menghubungi menara pemandu bahwa pesawatnya tetap harus mendarat. Selagi pesawat melakukan terbang rendah di atas bandara, mereka melihat kendaraan yang digunakan untuk memblokade landasan pacu sedang ditarik mundur. Pukul 05.40 waktu setempat (14 Oktober), pesawat mendarat di landasan pacu utama bandara. Pesawat diparkir di sebuah anjungan parkir sekitar pukul 05.51.[2]

Di Dubai, para pembajak meminta menara pemandu untuk mengirimkan beberapa orang untuk mengosongkan tangki toilet, membawa pasokan makanan, minuman, obat-obatan, koran, dan membersihkan sampah. Schumann dapat memberitahu adanya pembajak di dalam pesawatnya, menjelaskan bahwa terdapat dua pembajak laki-laki dan dua pembajak perempuan.[3] Dalam sebuah wawancara dengan jurnalis, informasi ini diungkap oleh Sheikh Mohammed, Menteri Pertahanan Uni Emirat Arab saat itu.[4] Para pembajak mengetahui hal tersebut, kemungkinan melalui radio, menyebabkan Mahmud dengan marah mengancam nyawa Schumann yang membagikan informasi secara diam-diam. Pesawat tetap berada di tempat parkir Bandara Dubai sampai 15 Oktober, karena pesawat mengalami masalah teknis dengan generator elektrik, pendingin udara, dan auxiliary power unit. Para pembajak menuntut agar pesawat diperbaiki. Pada pagi hari Minggu 16 Oktober, Mahmud mengancam untuk mulai menembak sandera jika pesawat tidak segera mengisi bahan bakar, dan otoritas Bandara Dubai akhirnya setuju untuk mengisi bahan bakar pesawat. Pada saat yang bersamaan, Hans-Jürgen Wischnewski, menteri Jerman Barat yang bertanggung jawab dengan penanganan pembajakan, bersama dengan Kolonel Ulrich Wegener, komandan pasukan elit kontraterorisme Jerman GSG-9, tiba di Dubai untuk berupaya membujuk pemerintah setempat untuk memperbolehkan pasukan GSG-9 datang ke Dubai dan menyerbu pesawat. Namun, setelah pasukan GSG-9 mendapat izin untuk menyerbu pesawat, anggota senior tim operasi SAS dan GSG-9 bersikeras untuk melakukan latihan tempur tambahan dan latihan menembak di lapangan terbang terdekat. Beberapa laporan menyebutkan latihan tersebut dilakukan di Dubai dan berlangsung hingga 45 jam (dalam rentang waktu 80 jam). Ketika Kolonel Wegener sedang mempertimbangkan opsi negosiasi, pihak setempat mengisi penuh bahan bakar Landshut, awak pesawat menyalakan mesin, dan pesawat kembali bergerak. Pukul 12.19 siang 16 Oktober, pesawat lepas landas menuju Salalah dan Masirah di Oman, dimana permintaan mendarat juga ditolak dan kedua bandara tersebut diblokade. Setelah Riyadh juga menutup dan memblokade bandara pada pukul 14.50 tanggal 16 Oktober (tiga hari setelah dimulainya pembajakan), pesawat mengarah ke Aden di Yaman Selatan, di ambang batas bahan bakar pesawat.[2]

Aden

Terbang mendekati dan melintasi Aden, pesawat kembali ditolak untuk mendarat, kali ini di Bandara Aden, dan kedua landasan pacunya diblokade oleh kendaraan militer. Pesawat hampir kehabisan bahan bakar, namun otoritas Bandara Aden dengan tegas menolak untuk mengosongkan landasan pacu, memberikan Vietor pilihan terbatas selain terpaksa melakukan pendaratan darurat di landasan berpasir yang sejajar dengan kedua landasan pacu. Pesawat tetap utuh ketika mendarat namun ketika otoritas Aden mengatakan kepada para pilot dan pembajak bahwa mereka harus lepas landas lagi, kedua pilot khawatir dengan kondisi pesawat setelah pendaratan kasar di medan berbatu dan berpasir, yang dianggap tidak aman oleh pilot untuk lepas landas dan menerbangkan pesawat sampai pemeriksaan teknis menyeluruh dilakukan. Setelah beberapa teknisi mengklaim bahwa pesawat dalam keadaan baik, Mahmud mengizinkan Schumann untuk keluar guna memeriksa kondisi roda pendaratan dan mesin pesawat. Kedua mesin menghisap banyak pasir dan tanah ketika pembalik daya dorongnya aktif dan tersumbat. Roda pendaratan tidak patah, tetapi strukturnya mengalami pelemahan dan rusak di bagian mekaniknya. Schumann tidak segera kembali ke dalam kokpit setelah memeriksa kondisi pesawat, meskipun berulang kali dipanggil oleh para pembajak, yang kemudian mengancam untuk meledakkan pesawat jika Schumann tidak kembali. Alasan dari lamanya Schumann untuk kembali ke kokpit masih menjadi tanda tanya sampai saat ini. Beberapa laporan, termasuk wawancara dengan otoritas bandara di Yaman, menyiratkan bahwa Schumann meminta pihak berwenang untuk mencegah pesawat lepas landas dan menolak untuk memenuhi tuntutan pembajak.[5][6]

Schumann kemudian masuk ke dalam pesawat dan menghadapi kemurkaan Mahmud, yang memaksanya untuk berlutut di lantai kabin penumpang sebelum ditembak mati di kepalanya, tanpa memberikan kesempatan kepada Schumann untuk menjelaskan alasannya terlalu lama keluar pesawat.[5][6] Pesawat yang masih dibajak itu mengisi bahan bakar pada pukul 01.00 tanggal 17 Oktober dan pada pukul 02.02 dini hari, atas bujukan Vietor, pesawat lepas landas dengan lamban dan berbahaya dari Aden menuju Mogadishu.[2]

Mogadishu

Pada 17 Oktober fajar pagi hari, sekitar pukul 06.34 waktu setempat, Landshut melakukan pendaratan di Bandara Adden Ade di Mogadishu. Pemerintah Somalia awalnya menolak permintaan izin dari pesawat untuk mendarat, namun akhirnya diizinkan ketika pesawat muncul di ruang udara Somalia, karena khawatir keputusan menolak pesawat untuk mendarat akan membahayakan nyawa penumpang di pesawat. Mahmud (Akache), pemimpin pembajakan, berkata kepada Vietor bahwa ia sangat terkesan dengan keterampilan Vietor dalam melakukan lepas landas dan memperbolehkan Vietor untuk meninggalkan pesawat dan melarikan diri, karena pesawat itu sudah tidak mampu untuk terbang ke mana pun. Namun Vietor memilih untuk tetap bersama dengan penumpang dan tiga awak lainnya. Setelah pesawat diparkir di depan terminal utama bandara, pesawat dikepung oleh tentara bersenjata Somalia. Jasad Schumann dikeluarkan melalui seluncur evakuasi di pintu kanan belakang pesawat dan dibawa pihak setempat dengan ambulans. Pada siang harinya, para pembajak meminta pasokan makanan dan obat-obatan, yang baru dikirimkan setelah diizinkan Pemerintah Somalia; permintaan dari pihak Somalia kepada para pembajak untuk menukar pasokan tersebut dengan sandera perempuan dan anak-anak ditolak.[7] Para pembajak mengatur batas waktu hingga pukul 16.00 sore untuk membebaskan tahanan Faksi Pasukan Merah (RAF), dengan ancaman untuk meledakkan pesawat jika tuntutan tersebut tidak dipenuhi. Para pembajak menyiramkan spirits yang diambil dari troli toko bebas bea pesawat sebagai persiapan untuk menghancurkan pesawat, yang kemudian tidak terjadi setelah mereka diberitahu bahwa Pemerintah Jerman Barat telah setuju untuk membebaskan tahanan RAF, namun pemindahan tahanan tersebut ke Mogadishu akan memakan waktu beberapa jam. Para pembajak setuju untuk memperpanjang batas waktu sampai pukul 02.30 dini hari keesokan harinya (18 Oktober).[2]

Operasi Feuerzauber

Operasi Feuerzauber (Sihir Api)
Tanggal18 Oktober 1977
LokasiMogadishu, Republik Demokratik Somalia
Hasil Kemenangan GSG-9
Pihak terlibat
GSG-9
SAS (logistik dan perencanaan)
Somalia Angkatan Darat (mendukung)
PFLP
Tokoh dan pemimpin
Ulrich Wegener
Alastair Morrison
Somalia Siad Barre
Zohair Akache  
Kekuatan
30 personel GSG-9
2 personel SAS
4 pembajak
Korban
1 terluka 3 terbunuh
1 terluka/tertangkap
4 warga sipil terluka

Pada saat yang bersamaan, ketika Kanselir Jerman Barat Helmut Schmidt mencoba untuk menegosiasikan sebuah kesepakatan dengan Presiden Somalia Siad Barre, seorang utusan khusus bernama Hans-Jürgen Wischnewski dan komandan GSG-9 Ulrich Wegener tiba di Bandara Mogadishu dari Jeddah dengan pesawat Lufthansa Boeing 707 yang dikopiloti oleh Rüdiger von Lutzau (tunangan Gabriele Dillmann). Di Jerman Barat, sebuah tim yang terdiri dari 30 anggota komando GSG-9 di bawah wakil komandan Mayor Klaus Blatte dibentuk di lapangan terbang Hangelar di dekat Bonn, menunggu instruksi. Tim komando tersebut berangkat dari Bandara Köln Bonn dengan sebuah Boeing 707 pada Senin pagi (17 Oktober) menuju Djibouti, yang berjarak terbang dekat dengan Somalia, sedangkan Schmidt terus bernegosiasi dengan pihak Somalia. Ketika tim tersebut terbang di atas Ethiopia, sebuah kesepakatan tercapai dan pesawat diberikan izin untuk mendarat di Mogadishu. Pesawat tersebut mendarat pukul 20.00 waktu setempat dengan semua lampunya dimatikan agar tidak terlihat oleh para pembajak.[2]

Setelah empat jam menurunkan semua peralatan yang diperlukan dan melakukan pengintaian, Wegener dan Blatte menyelesaikan rencana penyerbuan, yang rencananya dimulai pukul 02.00 waktu setempat. Mereka memutuskan untuk mendekati pesawat dari bagian belakang, di bagian titik buta pesawat, dalam enam grup menggunakan tangga alumunium yang dicat hitam agar mendapat akses ke dalam pesawat melalui pintu darurat pada bagian bawah badan pesawat dan melalui jendela darurat di atas sayap. Pada saat yang bersamaan, sebuah laporan fiktif yang berisi tentang perjalanan tahanan yang dibebaskan diberikan kepada Akache oleh perwakilan Jerman dari menara pemandu. Tepat setelah pukul 02.00, Akache diberitahu bahwa pesawat yang membawa para tahanan telah berangkat dari Kairo setelah mengisi bahan bakar dan ia diminta untuk memberitahu kondisi para sandera melalui radio.[2]

Sebagai tim operasi kecil, GSG-9 mengandalkan tentara Somalia untuk menjaga pertahanan darat di sekitar pesawat dan juga sebagai operasi tipuan.[8][9] Beberapa menit sebelum misi penyelamatan dimulai, tentara Somalia menyalakan api pada jarak 60 meter dari depan pesawat sebagai taktik pengalih perhatian, memancing Akache dan dua pembajak lainnya ke dalam kokpit untuk melihat situasi, mengisolasi mereka dari para sandera di dalam kabin.[10] Pukul 02.07 waktu setempat, komando GSG-9 secara diam-diam naik ke dalam pesawat dengan membuka pintu darurat. Kolonel Wegener, ketua dari salah satu grup, membuka pintu depan, dan grup lainnya yang dipimpin oleh Sersan Mayor Dieter Fox dan Sersan Joachim Huemmer, menyerbu pesawat dengan menggunakan tangga untuk naik ke atas sayap dan membuka kedua jendela darurat pada waktu yang bersamaan. Berteriak dalam bahasa Jerman kepada seluruh penumpang dan awak untuk menunduk ke lantai kabin, komando GSG-9 mulai menembaki keempat pembajak, menewaskan Wabil Harb dan Hind Alameh serta melukai Akache dan Suhaila Sayeh. Akache meninggal akibat luka tembak beberapa jam kemudian. Salah satu anggota komando GSG-9 terluka oleh tembakan dari para pembajak. Tiga penumpang dan seorang awak kabin terluka ringan dalam baku tembak tersebut. Seorang penumpang dari Amerika Serikat menjelaskan penyelamatan tersebut: "Saya melihat pintu terbuka dan seorang pria muncul. Wajahnya dicat hitam dan ia mulai berteriak dalam bahasa Jerman 'Kami di sini untuk menyelamatkan Anda, menunduklah!' [Wir sind hier, um euch zu retten, runter!] dan mereka mulai menembak."[11]

Alat seluncur evakuasi darurat dibuka, dan para penumpang dan awak diperintahkan untuk segera mengevakuasi diri dari pesawat. Pada pukul 02.12 waktu setempat, lima menit setelah penyerbuan dilakukan, tim komando berbicara melalui radio:"Frühlingszeit! Frühlingszeit!", yang merupakan kata sandi untuk penyelesaian operasi yang berhasil. Beberapa saat kemudian, sebuah sinyal radio dikrimkan kepada Kanselir Schmidt di Bonn: "Empat musuh dilumpuhkan – para sandera bebas – empat sandera terluka ringan – satu anggota komando terluka ringan".[2]

Tim penyelamat mengawal keseluruh 86 penumpang ke tempat yang aman, dan beberapa jam kemudian mereka semua diterbangkan ke Bandara Köln Bonn, mendarat pada sore hari Selasa 18 Oktober dan disambut dengan sambutan pahlawan.[12]

Pasca peristiwa

Stuttgart mendarat di Bandara Köln Bonn pada 18 Oktober 1977, dengan tim GSG-9 (tampak di foto) dan para sandera

Berita tentang penyelamatan para sandera diikuti oleh kabar tewasnya (dan diduga bunuh diri) beberapa anggota RAF yaitu Andreas Baader, Gudrun Ensslin, dan Jan-Carl Raspe di Penjara JVA Stuttgart-Stammheim. Anggota RAF bernama Irmgard Möller juga berupaya bunuh diri namun selamat dari lukanya. Pada Rabu 19 Oktober, jasad Hanns-Martin Schleyer, yang diculik oleh RAF sekitar lima minggu sebelum pembajakan, ditemukan di bagasi sebuah mobil di pinggiran jalan di Mulhouse; RAF menembaknya hingga tewas setelah mendengar kabar kematian rekan-rekan mereka yang dipenjara. Mereka menghubungi surat kabar Prancis Libération untuk mengumumkan 'pengeksekusian' Schleyer; Pemeriksaan post-mortem mengindikasikan bahwa Schleyer dibunuh pada hari sebelumnya.[2]

Setelah peristiwa Landshut, Pemerintah Jerman menyatakan bahwa mereka tidak akan lagi bernegosiasi dengan teroris (seperti yang terjadi sebelumnya dengan pembajak Lufthansa Penerbangan 649 dan 615). Kanselir Helmut Schmidt dipuji secara luas oleh negara-negara Barat atas keputusannya untuk memerintahkan penyerbuan pesawat dan menyelamatkan para sandera, meskipun beberapa pihak mengkritik tindakan beresiko tersebut.[2]

Hubungan diplomatik antara Jerman Barat dan Somalia meningkat secara signifikan setelah operasi sukses tersebut. Lufthansa membantu pelayanan semua pesawat Somali Airlines di Jerman Barat dan Frankfurt menjadi pintu masuk Somali Airlines menuju Eropa. Pemerintah Jerman Barat memberikan pinjaman sebesar jutaan dolar kepada Pemerintah Somalia untuk membantu pengembangan sektor perikanan, agrikultur, dan lainnya sebagai bentuk penghormatan.[13]

Pesawat

Pesawat yang sama ketika dioperasikan oleh maskapai Brasil TAF

Ketika berada di bawah kendali pembajak, pesawat terbang sejauh 10.000 km. Pesawat Landshut ini adalah Boeing 737-230C yang dibangun pada Januari 1970 dengan nomor konstruksi 20254 dan nomor produksi Boeing 230, dengan kode registrasi D-ABCE yang ditenagai oleh dua mesin Pratt & Whitney JT8D-9A. Pesawat diberi nama dari kota Landshut di Bavaria. Pesawat yang mengalami kerusakan tersebut diterbangkan pulang ke Jerman untuk diperbaiki dan kembali memasuki pelayanan Lufthansa pada akhir November 1977. Pesawat terus terbang untuk Lufthansa hingga September 1985 dan dijual tiga bulan kemudian kepada maskapai Amerika Serikat Presidential Airways. Pesawat juga terus berpindah kepemilikan setelah itu.[14]

Pembelian

Pesawat ini mengakhiri tugasnya di maskapai penerbangan Brasil TAF Linhas Aéreas, yang membeli pesawat ini senilai US$4.708.268 dari Transmile Air Services di Kuala Lumpur. Di bawah kontrak pembelian, TAF setuju untuk membayar uang muka sebesar US$200 ribu sebelum menerima pesawat, ditambah US$149.250 tiga puluh hari setelah menerima pesawat, dan 32 kali angsuran sebesar US$135 ribu setelahnya. Maskapai tersebut akhirnya menyatakan kebangkrutan dan tidak mampu untuk terus membayar tunggakan utang.[15] TAF menghentikan operasional pesawat dengan kode registrasi PT-MTB ini pada Januari 2008, karena kerusakan parah pada pesawat yang membuatnya tidak bisa terbang dan menyimpannya di Bandara Fortaleza selama beberapa tahun.[16] Pada 14 Agustus 2017, setelah Mr. Kurpjuweit mengajukan pertanyaan kepada Fraport tentang pemotongan tujuh atau lebih bangkai pesawat di Bandara Frankfurt, sebuah kelompok mantan pilot menyarankan untuk membawa 737 Landshut kembali ke Jerman. David Dornier, mantan direktur Museum Dornier, bersama dengan Menteri Luar Negeri Jerman, menyetujui proyek tersebut. Mengetahui rencana tersebut, Mr. Kurpjuweit membantu direktur museum tersebut dengan bantuan untuk membawa pesawat tersebut dengan An-124 milik Volga-Dnepr Airlines. Pesawat tersebut dibeli dari TAF senilai R$75.396 (€20.519) dalam sebuah kesepakatan dengan administrasi Bandara Fortaleza.[17]

Pada 15 Agustus 2017, sebuah MD-11F milik Lufthansa Cargo (kode registrasi D-ALCC) diterbangkan ke Fortaleza dengan peralatan seberat 8,5 ton dan 15 teknisi Lufthansa Technik untuk membongkar 737 Landshut.[18][19] Pada 21 dan 22 September 2017, sebuah An-124 dan Il-76 milik Volga-Dnepr Airlines tiba di Fortaleza. Pesawat An-124 membawa kedua sayap dan badan pesawat, sedangkan Il-76 membawa kedua mesin dan kursi-kursi pesawat. Setelah perhentian pengisian bahan bakar di Cape Verde, kedua pesawat tiba di Friedrichshafen pada 23 September 2017, dengan total biaya sebesar €10 juta yang dibayarkan oleh Kementerian Dalam Negeri Jerman. Bagian-bagian kecil dan peralatan pesawat dikirim ke Jerman dalam dua kontainer kapal kargo.[20] Setelah sampai, bagian-bagian pesawat tersebut ditampilkan di hadapan sekitar 4.000 orang di sebuah acara khusus. Pesawat Landshut dijadwalkan untuk direstorasi dan dipamerkan pada Oktober 2019.

Penyimpanan

Sejak ketibaannya di Jerman, pesawat Landshut yang telah dibongkar disimpan di sebuah hanggar di Airplus maintenance GmbH di Friedrichshafen. Rencana untuk merestorasi dan memamerkan pesawat dengan livery 1977 Lufthansa yang aslinya tidak pernah dilakukan.[21][22] Masalah pendanaan dan pertanyaan terkait pihak kementerian yang akan bertanggung jawab atas pesawat tersebut menyebabkan proyek restorasi tertunda, begitu pula dengan pembiayaan tahunan sebesar €300 ribu. Pada Februari 2020, sebuah proposal untuk memindahkan bagian-bagian pesawat ke Berlin Tempelhof ditolak oleh Kementerian.[23][24][25][26] Setelah disimpan di hanggar selama tiga tahun dan kejelasan status pesawat yang tidak pasti, David Dornier mengundurkan diri dari kepala museum pada September 2020 dan digantikan oleh pengacara bernama Hans-Peter Rien. Rien dan Menteri Kebudayaan Jerman Monika Grütters tidak pernah mencapai kesepakatan dalam pembiayaan pesawat, dan proyek restorasinya pun ditunda.

Studi

Pemerintah Federal Jerman mencari kemungkinan apakah pesawat dapat dipamerkan di Museum Sejarah Militer Bundeswehr. Rencana tersebut tidak mendapat persetujuan dari sejarawan dan pakar karena lokasinya yang terpencil dan minimnya hubungan antara militer Jerman dengan pesawat Landshut.[27] Anggota partai CSU dari kota Munich mengajukan tawaran untuk membawa pesawat ke Munich, dan sebuah rancangan dibuat untuk melihat kemungkinan apakah pesawat dapat dipamerkan di bekas Bandara Munich Riem, tempat dimana pesawat ini diresmikan dan diberi nama pada 7 Agustus 1970, di sebuah acara yang diselenggarakan di hanggar bandara dan dihadiri oleh perwakilan dari kota Landshut.[28] Tepat setelah tiga tahun, rencana untuk memamerkan pesawat ini di Museum Dornier berakhir.[29]

Museum

Dana sebesar €15 juta diberikan oleh Pemerintah Federal Jerman dengan alokasi sebagai berikut:

  • €7,5 juta:
    • €2,5 juta: perawatan dan restorasi pesawat
    • €2,5 juta: pembangunan hanggar
    • €1,5 juta: penyediaan peralatan teknis
    • €1 juta: implementasi konsep pembelajaran
  • €7,5 juta: subsidi operasional selama 10 tahun, berkaitan dengan pembatasan harga tiket masuk museum sebesar €5 per orang.[30]

Lokasi

Dana tersebut tidak berhubungan dengan tempat mana pun selain di Friedrichshafen. Namun Kementerian Kebudayaan Jerman mengajukan keberatan dan menunda keputusan akhir lokasi dimana pesawat akan dipamerkan, ke markas besar Direktorat Kepolisian Federal Jerman di Sankt Augustin-Hangelar, North-Rhine Westphalia yang juga merupakan markas besar pasukan khusus GSG-9.[31][32] Sebuah situs tentang rencana restorasi pesawat di museum tersebut tersedia di laman https://www.landshutmuseum.com/.

Penggunaan nama Landshut di pesawat lain

Lufthansa terus menggunakan nama Landshut pada beberapa pesawatnya. Selain D-ABCE, Lufthansa memberikan nama Landshut pada Boeing 737-200 dengan kode registrasi D-ABHM, lalu pada Airbus A319 dengan kode registrasi D-AILK, dan sejak tahun 2007 pada Airbus A330-300 dengan kode registrasi D-AIKE.[33]

Sandera yang terkenal

Dalam budaya populer

Peristiwa ini direka ulang dalam dua film televisi Jerman: Todesspiel [de][35] dan Mogadischu, disutradarai oleh Roland Suso Richter dan dirilis pada tahun 2008.[36] Serial televisi Black Ops musim ke-2 episode ke-76 yang berjudul "Operation Fire Magic" juga menampilkan reka ulang peristiwa ini.[37]

Permainan video Tom Clancy's Rainbow Six Siege yang dirilis pada tahun 2015 menggunakan peristiwa pembajakan LH 181 beserta cerita operasi pembebasan sandera bersejarah lainnya sebagai inspirasi cerita permainan dan bahan penelitian agar membuat permainan tersebut lebih akurat.[38]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Global Counterstrike: International Counterterrorism - Page 22 Samuel M. Katz · 2005
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r "Die Geiseln vom Mogadischu" (dalam bahasa Jerman). SWR. 25 September 2017. Diakses tanggal 25 September 2017. 
  3. ^ Schumann: "Could you get us four cartons with cigarettes?" – Tower: "Ok, any type?" – Schumann: "Mixed. Different ones. Two of these and two of these maybe." – Tower: "Roger, ok. Mixed." original radio communication from documentary "Mogadischu. Die Dokumentation.", Youtube, (2:55–3:09)
  4. ^ "Neue Dokumente zur Landshut-Entführung". Der Spiegel. Diakses tanggal 18 November 2008. 
  5. ^ a b onlineFocus from 08-25-2007. Retrieved 12 January 2008.
  6. ^ a b Michael Hanfeld: Der wahre Held der „Landshut“, faz-net, 1. Dezember 2007. Retrieved 12 January 2008.
  7. ^ [1]
  8. ^ Terrorism: Inside a World Phenomenon page 188
  9. ^ Hostage: The History, Facts & Reasoning Behind Hostage Taking by John Charles Griffiths
  10. ^ Middle Eastern terrorism: from Black September to 11 September, by Mark Ensalaco, pg 116
  11. ^ http://www.upi.com/Audio/Year_in_Review/Sadat-Visits-Israel/12361881614363-1/#title "1977 Year in Review – Sadat Visits Israel". Diarsipkan 9 July 2009 di Wayback Machine.
  12. ^ "Oktober 1977: Mogadischu". Diarsipkan dari versi asli tanggal 8 November 2006. Diakses tanggal 10 June 2006. 
  13. ^ Historical Dictionary of Somalia By Mohamed Haji Mukhtar page 139
  14. ^ "Companies' owners: TAN F-GFVJ 28.09.1988, ICS - Intercargo Services F-GFVJ 01.04.1990, ICS - InterCiel Services F-GFVJ 23.11.1990, L'Aeropostale 9M-PMQ 24.02.1995, TransMile 9M-PMQ 04.04.1997, Garuda 9M-PMQ 24.05.1997, TransMile". 
  15. ^ OPovo. "Sequestro Lufthansa. De volta para Alemanha" (dalam bahasa Portugis). Diakses tanggal 2017-06-17. 
  16. ^ "Sequestro Lufthansa. De volta para Alemanha" (dalam bahasa Portugis). OPovo. 17 June 2017. Diakses tanggal 24 September 2017. 
  17. ^ "Hijacked 'Landshut' plane returning to Germany". dw.com. Deutsche Welle. AP, DPA. 27 July 2017. Diakses tanggal 23 September 2017. The aircraft had been parked at Fortaleza airport in Brasil gathering dust since 2008. 
  18. ^ "Lufthansa Technik returns 'Landshut' to Germany". Press Releases. Lufthansa Technik. 22 September 2017. Diakses tanggal 24 September 2017. The project team was frequently accompanied by the media and also welcomed high-ranking visitors from the diplomatic and consular corps. 
  19. ^ Südwest Presse Online-Dienste. "Die 1977 entführte „Landshut" kommt an den Bodensee". swp.de (dalam bahasa Jerman). Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 July 2017. Diakses tanggal 27 July 2017. 
  20. ^ "O Projeto Landshut ainda não acabou, nosso pessoal continua no Aeroporto Pinto Martins dando continuidade aos processos legais para envio de dois containers com todos o maquinário e ferramentas utilizadas pela Lufthansa Technik e algumas pequenas partes do Landshut" (dalam bahasa Portugis). OPovo. 23 September 2017. Diakses tanggal 24 September 2017. 
  21. ^ Zeller, Frank (23 September 2017). "Last flight home for icon of 'German Autumn' of terror". France 24. AFP. Diarsipkan dari versi asli tanggal 24 September 2017. Diakses tanggal 24 September 2017. 
  22. ^ "Die 'Landshut' ist gelandet". Spiegel Online (dalam bahasa Jerman). AFP, AP. 23 September 2017. Diakses tanggal 24 September 2017. 
  23. ^ "Die "Landshut" soll in Tempelhof landen". www.tagesspiegel.de (dalam bahasa Jerman). Diakses tanggal 2020-07-04. 
  24. ^ "Friedrichshafen: "Spiegel": Appell an Bundesregierung wegen Erinnerungsort "Landshut"". Südkurier (dalam bahasa Jerman). 2020-01-10. Diakses tanggal 2020-07-04. 
  25. ^ Zeitung, Saarbrücker. "Die "Landshut" in Friedrichshafen: Das Symbol im Kampf gegen den RAF-Terror rottet vor sich hin". Saarbrücker Zeitung (dalam bahasa Jerman). Diakses tanggal 2020-07-04. 
  26. ^ "Der Streit um die "Landshut" findet kein Ende". www.tagesspiegel.de (dalam bahasa Jerman). Diakses tanggal 2020-07-04. 
  27. ^ "David Dornier leaves Dornier Museum". 10 September 2020. 
  28. ^ "Plan to exhibit Plane in old Munich Airport". 19 September 2020. 
  29. ^ "Plan of Aircraft Presentation in Dornier Museum was terminated". 20 September 2020. 
  30. ^ "€ 15 Millions". 29 November 2020. 
  31. ^ "Ministery against Friedrichshafen". 1 December 2020. 
  32. ^ "Hngelar". 1 December 2020. 
  33. ^ "Archived copy". Diarsipkan dari versi asli tanggal 19 August 2006. Diakses tanggal 27 September 2017. 
  34. ^ "Bundesliga: Zentralfigur des Bundesliga-Skandals ist tot" [Bundesliga: Central figure of the Bundesliga scandal has died]. spiegel.de (dalam bahasa Jerman). Der Spiegel. 23 July 1999. Diakses tanggal 2 July 2016. 
  35. ^ Todesspiel di IMDb (dalam bahasa Inggris)
  36. ^ Mogadischu di IMDb (dalam bahasa Inggris)
  37. ^ Operation Fire Magic di IMDb (dalam bahasa Inggris)
  38. ^ Campbell, Colin (2014-10-21). "How Rainbow Six: Siege takes inspiration from real life hostage rescues" [Bagaimana Rainbow Six: Siege Mengambil Inspirasi dari Kisah Nyata Penyelamatan Sandera]. Polygon (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 24 Januari 2018. 

Bacaan lebih lanjut

  • McNab, Chris. Storming Flight 181 – GSG 9 and the Mogadishu Hijack 1977 Osprey Raid Series No. 19; Osprey Publishing, 2011. ISBN 978-1-84908-376-8.
  • Davies, Barry. Fire Magic – Hijack at Mogadishu Bloomsbury Publishing, 1994. ISBN 978-0-7475-1921-8.
  • Blumenau, Bernhard. The United Nations and Terrorism. Germany, Multilateralism, and Antiterrorism Efforts in the 1970s Palgrave Macmillan, 2014, ch. 2. ISBN 978-1-137-39196-4.

Pranala luar