Lompat ke isi

Datuk Perpatih Nan Sebatang: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Pesan Datuk Parpatih kepada anak keturunannya.
Tag: kemungkinan menambah konten tanpa referensi atau referensi keliru VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 0 sources and tagging 3 as dead.) #IABot (v2.0.8
Baris 30: Baris 30:
== Pranala luar ==
== Pranala luar ==


* [http://www.cimbuak.net/content/view/371/7/ Sejarah Minangkabau (2): Kerajaan Minangkabau Baru]
* [http://www.cimbuak.net/content/view/371/7/ Sejarah Minangkabau (2): Kerajaan Minangkabau Baru]{{Pranala mati|date=Maret 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}
* [http://sriandalas.multiply.com/journal/item/83 Datuk Perpatih Nan Sebatang & Datuk Ketumanggungan]
* [http://sriandalas.multiply.com/journal/item/83 Datuk Perpatih Nan Sebatang & Datuk Ketumanggungan]{{Pranala mati|date=Maret 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}
* [http://www.antara-sumbar.com/eng/?mod=wisata&d=7&id=63 Tomb of Datuk Perpatih Nan Sabatang]
* [http://www.antara-sumbar.com/eng/?mod=wisata&d=7&id=63 Tomb of Datuk Perpatih Nan Sabatang]{{Pranala mati|date=Maret 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}
* [http://mozaikminang.wordpress.com/2009/10/18/stempel-datuak-katumanggungan-dan-datuak-perpatih-nan-sabatang/ Stempel Datuak Katumanggungan dan Datuak Perpatih Nan Sabatang]
* [http://mozaikminang.wordpress.com/2009/10/18/stempel-datuak-katumanggungan-dan-datuak-perpatih-nan-sabatang/ Stempel Datuak Katumanggungan dan Datuak Perpatih Nan Sabatang]
{{bio-stub}}
{{bio-stub}}

Revisi per 20 Maret 2021 21.41

Datuak Parpatiah Nan Saba Tang adalah nama bergelar setingkat Paduka Raja seorang tokoh legendaris penyusun adat Minangkabau[1]. Datuak adalah bahasa Minang berarti gelar untuk Paduka Raja. Nan Saba adalah bahasa Minang berarti orang sabar diantara marga/nama keluarga Tang dinasti China setelah perang dengan kaisar China, sesuai dengan gurindam Minang "ampek angkek parang jo Lintau, parang jo anak rajo Cino, ubek lakek pantang talampau babaliak panyakik lamo". Sistem adat yang disusun Datuak Parpatih Nan Sabatang ini dikenal juga dengan nama kelarasan Bodi Caniago.

Nama kecil

Beragam pendapat mengenai nama kecilnya. Ada yang mengatakan nama kecilnya adalah Balun yang kemudian disebut Sutan Balun, berdasarkan Tambo Minangkabau. Ada pula yang mengatakan nama kecilnya adalah Jatang atau Cumatang. Untuk hal ini diperlukan peneletian lebih lanjut oleh para pakar sejarah.

Keluarga

Datuk Perpatih Nan Sebatang lahir dari pasangan Cati Bilang Pandai dan Puti Indo Jelita. Dia bersaudara dengan Datuk Ketumanggungan yang satu ibu tetapi lain ayah. Gelar Datuk Perpatih Nan Sebatang diabadikan menjadi nama sebuah jalan di Kota Solok sekarang karena konon tokoh ini sangat berjasa bagi masyarakat Solok di bidang pertanian. Gelar ini juga diturunkan oleh kemenakan yang beraliran Bodi Caniago.

Di Negeri Sembilan, Malaysia, orang Minang disana mengamalkan adat Perpatih yang merupakan hasil pemikiran dan gagasan dari Datuk Perpatih Nan Sebatang.

Di dalam Prasasti Amoghapasa juga disebutkan namanya sebagai Parpatiah. Kadang-kadang ia diidentifikasi sebagai Patih Sewatang. Sesuai dengan gelarnya, ia menduduki jabatan sebagai patih kerajaan bersama Tumenggung yang juga dikenal sebagai Datuk Ketumanggungan.

Patih dan Kerajaan Koto Alang

Sebagian sumber menyebutkan bahwa gelar Datuk Perpatih Nan Sebatang merupakan turunan dari gelar raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Koto Alang (sebelumnya Kerajaan Kandis) yang bergelar Patih yang waktu itu juga bersaingan dengan raja bernama Tumenggung.

Karena kehancuran kerajaan Koto Alang maka Patih dan Tumenggung mencari wilayah baru di sekitar kaki Gunung Marapi.

Pengasas Sistem Adat Demokrasi di Minangkabau

Jasa Datuk Perpatih tidak pernah lupa dalam ingatan orang Minang yang dituturkan secara turun temurun. Aliran Bodi Caniago yang dibentuknya melawan sistem pemerintahan yang otoriter dan aristokrasi yang dibangun oleh saudaranya, Datuk Ketumanggungan.

Walaupun begitu Datuk Parpatih juga berpesan kepada anak keturunannya bahwa "urang nan indak obe ampek itu urang bodoh".

Rujukan

  1. ^ Batuah, A. Dt. (1959). Tambo Minangkabau dan Adatnya. Jakarta: Balai Pustaka. 

Pranala luar