Lompat ke isi

Mahkota Siger Lampung: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Mike herlin (bicara | kontrib)
k memper ringkas
Lihat juga: memperbaiki yang tidakada hubungannya
Baris 58: Baris 58:
== Lihat juga ==
== Lihat juga ==


* [[Gedung Dalom Sekala Brak]]
* [[Jamang]]

* [[Kelat bahu]]

* [[Kalung]]

* [[Istana Gedung Dalom]]


== Pranala luar ==
== Pranala luar ==

Revisi per 20 April 2021 20.56

Siger (Lampung:, sigoʁ, sigokh) adalah mahkota pengantin wanita Lampung yang berbentuk segitiga, berwarna emas dan biasanya memiliki cabang atau lekuk berjumlah sembilan untuk Komunitas Budaya Penyimbang/Pepadun dan tujuh untuk Komunitas Budaya SaiBatin. Siger adalah benda yang sangat umum di Lampung dan merupakan simbol khas daerah ini. Siger dibuat dari lempengan tembaga, kuningan, atau logam lain yang dicat dengan warna emas. Siger biasanya digunakan oleh pengantin perempuan Suku Bangsa Lampung pada acara pernikahan ataupun acara adat budaya lainnya.

Siger Saibatin

Siger Saibatin

Siger pada Suku Bangsa Lampung yang beradatkan saibatin memiliki lekuk tujuh dan dengan hiasan batang/pohon sekala di masing-masing lekuknya, ini memiki makna ada tujuh adok/gelar pada masyarakat pesisir yaitu Gelar Sultan khusus untuk Sultan/Saibatin Raja Adat Dikepaksian, Khaja/dipati, Batin, Radin, Minak, Kimas dan Mas/inton, gelar/adok khusus untuk perangkat Adat Kepaksian ini hanya dapat digunakan oleh keturunan lurus saja, dengan kata lain masih kental dengan nuansa kerajaan, dimana kalau bukan anak pertama keturunan khaja dia tidak berhak menggunakan gelar/adok Khaja di dalam Adat Bulambanan begitu juga dengan gelar/adok lainnya.

Sedangkan bentuknya, siger saibatin sangat mempunyai kemirip dengan Istana Gadang Kerajaan Pagaruyung seperti Istano Si Linduang Bulan, yaitu rumah pusaka dari keluarga besar ahli waris dari keturunan Daulat Yang Dipertuan Raja Pagaruyung dan juga Museum Adityawarman di daerah Minangkabau, Provinsi Sumatra Barat. Karena itulah maka Adat dan Budaya Lampung hususnya Saibatin mendapat pengaruh besar dari kerajaan Pagaruyung, hal ini sangat berkaitan dengan sejarah berdirinya Paksi Pak Sekala Bekhak (Kepaksian Bejalan Diway, Pernong, Nyerupa dan Belunguh), dimana pada masa masuknya Islam di daerah Lampung pada masa kerajaan di bumi sekala bkhak, mendapat pengaruh sejarah dari kerajaan pagaruyung yang di sebarkan oleh Putra dari Al-Mujahit Umpu Ngegalang Paksi Gelar Sultan Ratu Ngegalang Paksi. Selain itu banyak kesamaan antara Adat dan Budaya Saibatin dengan Adat dan Budaya Pagaruyung seperti pada saat melangsungkan pernikahan, tata cara dan alat yang digunakan banyak Pertepatan dan Kesamaan.

Siger Pepadun

Berkas:Siger pepadun.jpg
Siger Pepadun

Siger pepadun memiliki lekuk Sembilan yang berartikan simbol dari Marga yang bersatu federasi Abung Siwo Megou yang memiliki 12 (dua belas) marga. Tapi bentuk dari siger pepadun sangat mirip dengan buah sekala, hal ini pun bukan mustahil dikarenakan kerajaan sekala bkhak merupakan cikal bakal Suku Bangsa Lampung, etnis lampung, dan proses terbentuknya abung siwo megou merupakan penyebaran Era Suku Bangsa Lampung etnis lampung mungkin, dari dataran tinggi Sekala Bkhak di tengkuk Gunung Pesagi yang berada di empat titik kebesaran. Ini dapat dilihat dari tambo Buay Bejalan Diway bahwa Ratu Dipuncak meninggalkan kerajaan Sekala Bkhak untuk mencari daerah baru bersama keluarganya, Ratu Dipuncak memiliki empat orang putra yaitu Unyi, Unyai, Subing dan Nuban yang merupakan keturunan Paksi Buay Bejalan Diway serta lima Marga lainnya yaitu Anak Tuha, Selagai, Beliyuk, Kunang dan Nyerupa yang merupakan keturunan dari tiga Paksi lainnya mungkin. sehingga menjadi Abung Siwo Mego. Begitu juga didalom Tambo Paksi Pernong Putri indar wati/Sibulan membesarkan negeri menuju arah matahari terbit daerah manggala tulang bawang. Namun berbeda dengan siger pesisir yang mirip buah sekala, siger pepadun justru mirip dengan lamban gedung, jaman Kepaksian Sekala Brak dahulu sekala hanya ada di lereng tengkuk Gunung Pesagi (Gunung Tertinggi) di Lampung.

Seiring dengan penyebaran penduduk dan berdirinya beberapa marga maka yang menggunakan adat pepadun bukan hanya abung tetapi juga oleh marga-marga lain yang kemudian membentuk masyarakat komunitas budaya sendiri, seperti Megou Pak Tulangbawang (Puyang Umppu, Puyang Bulan, Puyang Aji, Puyang Tegamoan),Pubian Telu Suku (Minak Patih Tuha atau Suku Manyarakat, Minak Demang Lanca atau Suku Tambapupus, Minak Handak Hulu atau Suku Bukujadi), serta Sungkay-WayKanan Buay Lima (Pemuka, Bahuga, Semenguk, Baradatu, Barasakti, yaitu lima keturunan Raja Tijang Jungur).

Siger Tuha

Conon, Sepertinya, Siger tuha (tua), merupakan siger yang digunakan pada zaman animisme bercarak hindu penganut Animisme. Siger ini sepertinya, tidak dapat dijumpai karena tidak ada yang menyimpannya khususnya pada Kepaksian paksi pak sekala bkhak. Pada zaman dahulu siger tidak memiliki aturan pada jumlah lekuk yang digunakan, dan yang boleh menggunakan hanya keturunan Sultan/Saibatin (Satu Sultan) saja atau sama dengan mahkota pada raja-raja saja. pada siger tua jelas terlihat berbentuk buah sekala dengan hiasan pohon sekala diatasnya. Ini membuktikan bahwa pada dasarnya siger itu menggambarkan tentang sekala yang tumbuh di Sekala Brak tengkuk gunung pesagi.

Filosofi Siger

Siger merupakan lambang khas Provinsi Lampung. Siger yang menjadi khas Lampung saat ini merupakan simbolisasi sifat feminin. Pada umumnya, lambang daerah di Nusantara bersifat maskulin. Seperti di Jawa Barat, lambang yang dipergunakan adalah Kujang, yaitu senjata tradisional masyarakat Sunda. Contoh lain adalah Kalimanatan dengan Mandaunya danAceh dengan Rencongnya. Lambang-Lambang pada daerah melambangkan sifat-sifat patriotik dan defensif terhadap ketahanan wilayahnya.

Saat ini penggunaan lambang siger bukan hanya masalah lambang kejayaan dan kekayaan karena bentuk mahkotanya saja, melainkan juga mengangkat nilai feminisme. Siger mengambil konsep dari agama Islam. Islam sendiri adalah agama yang dianut seluruh Suku Bangsa Lampung asli. Agama Islam menyatakan bahwa laki-laki adalah pemimpin dalam rumah tangga, dan perempuan sebagai manajer yang mengatur segala sesuatunya dalam rumah tangga. Konsep itulah yang saat ini diterapkan dalam lambang Siger. Bagi Masyarakat Lampung, Perempuan sangat berperan dalam segala kegiatan, khususnya dalam kegiatan rumah tangga. Di balik kelembutan perempuan, ada kerja keras, ada kemandirian, ada kegigihan, dan lain sebagainya. Meskipun masyarakat Suku Bangsa Lampung sendiri penganut garis ayah atau patrilineal. Figur perempuan merupakan hal penting bagi masyarakat Lampung, yang sekaligus menjadi inspirasi dan pendorong kemajuan pasangan hidupnya.

Penggunaan siger saat ini

Lambang siger bisa ditemukan di hampir semua tempat di provinsi ini, termasuk di daerah-daerah kantong transmigrasi yang penghuninya bukanlah Suku Bangsa Lampung. Saat ini simbol siger telah diaplikasikan dalam berbagai bentuk. Lambang siger, baik dalam gambar maupun 3 dimensi bisa ditemukan dalam bentuk monumen, Menara, gapura, ornamen rumah, ruko, pagar rumah, sampai dalam bentuk aksesoris seperti gantungan kunci, lukisan, patung, boneka, dll. Selain itu, Aslinya simbolisasi siger 9 dan siger 7 bisa kita temukan pada logo provinsi Lampung tertulis juga Sang Bumi Ruwa Jurai yang berarti 1 bumi dengan 2 (dua) Komunitas  kebudayaan. Komunitas Budaya SAIBATIN dan Komunitas Budaya PEPADUN/PENYIMBANG, Kabupaten, Kota, Instansi Pemerintahan, Institusi, Perusahaan, Organisasi, Acara, dan kegiatan yang ada di Provinsi Lampung. Menara Siger saat ini menjadi Lambang khas Komunitas Budaya PEPADUN/PENYIMBANG yang ada di Provinsi Lampung dan berada tepat titik 0 km Pulau Sumatra.

Galeri

Lihat juga

Pranala luar