Lompat ke isi

Konflik Sampit: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Eiskrahablo (bicara | kontrib)
Perbaikan kecil.
Tag: halaman dengan galat kutipan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Eiskrahablo (bicara | kontrib)
Tag: halaman dengan galat kutipan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Baris 35: Baris 35:
== Referensi ==
== Referensi ==
{{reflist}}
{{reflist}}
===Catatan Kaki===
{{reflist|group=★}}


== Pranala luar ==
== Pranala luar ==

Revisi per 14 September 2021 03.47

Konflik Sampit
LokasiPulau Kalimantan
Pihak terlibat
Suku Dayak Suku Madura
Kekuatan

32,000 di kota Sampit

1,000,000 di seluruh Kalimantan Tengah
96,000 di kota Sampit[★ 1]
Korban
tidak ada data

500 terbunuh

& 100,000 mengungsi[1]

Konflik Sampit (alias Perang Sampit) adalah pecahnya kerusuhan antar-etnis di Kalimantan pada tahun 2001 yang bermula sejak bulan Februari 2001 dan berlangsung sepanjang tahun tersebut. Konflik ini pecah di kota Sampit, Kalimantan Tengah sebelum pada akhirnya meluas ke seluruh provinsi di Kalimantan, termasuk ibu kota Palangka Raya. Konflik ini melibatkan kedua belah entitas etnis antara suku Dayak asli dan warga migran Madura dari pulau Madura.[2] Konflik tersebut pecah pada 18 Februari 2001 ketika dua warga Madura diserang oleh sejumlah warga Dayak.[3] Konflik ini mengakibatkan lebih dari 500 kematian, dengan lebih dari 100.000 warga Madura kehilangan tempat tinggal di Kalimantan.[4] Dari laporan data, tidak sedikit warga Madura yang juga ditemukan dipenggal kepalanya oleh masyarakat Dayak dalam konflik ini.[5]

Latar belakang

Konflik Sampit tahun 2001 bukanlah insiden yang terisolasi, karena telah terjadi beberapa insiden sebelumnya antara warga Dayak dan Madura. Konflik besar terakhir terjadi antara Desember 1996 dan Januari 1997 yang mengakibatkan 600 korban tewas.[6] Penduduk Madura pertama tiba di Kalimantan tahun 1930 di bawah program transmigrasi yang dicanangkan oleh pemerintah kolonial Belanda dan dilanjutkan oleh pemerintah Indonesia.[7] Tahun 2000, transmigran membentuk 21% populasi Kalimantan Tengah.[4] Suku Dayak merasa tidak puas dengan persaingan yang terus datang dari warga Madura yang semakin agresif. Hukum-hukum baru telah memungkinkan warga Madura memperoleh kontrol terhadap banyak industri komersial di provinsi ini seperti perkayuan, penambangan dan perkebunan.[4]

Ada sejumlah cerita yang menjelaskan insiden kerusuhan tahun 2001. Satu versi mengklaim bahwa ini disebabkan oleh serangan pembakaran sebuah rumah Dayak. Rumor mengatakan bahwa kebakaran ini disebabkan oleh warga Madura dan kemudian sekelompok anggota suku Dayak mulai membakar rumah-rumah di permukiman Madura.[6]

Profesor Usop dari Asosiasi Masyarakat Dayak mengklaim bahwa pembantaian oleh suku Dayak dilakukan demi mempertahankan diri setelah beberapa anggota mereka diserang.[8] Selain itu, juga dikatakan bahwa seorang warga Dayak disiksa dan dibunuh oleh sekelompok warga Madura setelah sengketa judi di desa Kerengpangi pada 17 Desember 2000.[9]

Versi lain mengklaim bahwa konflik ini berawal dari percekcokan antara murid dari berbagai ras di sekolah yang sama.[10]

Pemenggalan kepala

Sedikitnya 100 warga Madura dipenggal kepalanya oleh suku Dayak selama konflik ini. Suku Dayak memiliki sejarah praktik ritual pemburuan kepala (Ngayau), meski praktik ini dianggap musnah pada awal abad ke-20.[8][11]

Respons

Skala pembantaian membuat militer dan polisi sulit mengontrol situasi di Kalimantan Tengah. Pasukan bantuan dikirim untuk membantu pasukan yang sudah ditempatkan di provinsi ini. Pada 18 Februari, suku Dayak berhasil menguasai Sampit. Polisi menahan seorang pejabat lokal yang diduga sebagai salah satu otak pelaku di belakang serangan ini. Orang yang ditahan tersebut diduga membayar enam orang untuk memprovokasi kerusuhan di Sampit. Polisi juga menahan sejumlah perusuh setelah pembantaian pertama. Kemudian, ribuan warga Dayak mengepung kantor polisi di Palangkaraya sambil meminta pelepasan para tahanan. Polisi memenuhi permintaan ini dan pada 28 Februari, militer berhasil membubarkan massa Dayak dari jalanan,[12] namun kerusuhan sporadis terus berlanjut sepanjang tahun.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Akram
  2. ^ Rinakit, Sukardi (2005). The Indonesian Military After the New Order. Nordic Institute of Asian Studies. ISBN 8791114063. 
  3. ^ Singh, Daljit (2003). Southeast Asian Affairs 2002. Institute of Southeast Asian Studies. ISBN 9812301623. 
  4. ^ a b c "Indonesia flashpoints: Kalimantan". BBC. June 28, 2004. Diakses tanggal 2008-08-13. 
  5. ^ "Horrors of Borneo massacre emerge". BBC. February 27, 2001. Diakses tanggal 2008-08-13. 
  6. ^ a b "Indonesia: The Violence in Central Kalimantan (Borneo)". Human Rights Watch. February 28, 2001. Diakses tanggal 2008-08-13. 
  7. ^ Tri Nuke Pudjiastuti (June 2002). "Immigration and Conflict in Indonesia" (PDF). IUSSP Regional Population Conference, Bangkok. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2012-02-09. Diakses tanggal 2008-08-13. 
  8. ^ a b "Kalimantan's Agony: The failure of Transmigrasi". CNN. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-05-31. Diakses tanggal 2008-08-13. 
  9. ^ Elegant, Simon (March 5, 2001). "The Darkest Season". Time. Diakses tanggal 2008-08-13. 
  10. ^ "Interim Report of KONTRAS Fact Finding into the Causes of the Sampit Tragedy". Kontras. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-05-18. Diakses tanggal 2008-08-14. 
  11. ^ "Beheading: A Dayak ritual". BBC. February 23, 2001. Diakses tanggal 2008-08-13. 
  12. ^ "Chronology of violence in Central Kalimantan". Indahnesia. Diakses tanggal 2008-08-13. 

Catatan Kaki

  1. ^ tidak ada data pasti untuk daerah lain

Pranala luar