Lompat ke isi

Kerusuhan Sambas

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konflik Sambas
LokasiSambas[Catatan 1]
Pihak terlibat
Suku Melayu dan Suku Dayak[1] Suku Madura[2]
Korban
  • 1.189 terbunuh
    168 orang luka berat
    34 orang luka ringan
    29.823 warga Madura mengungsi.

Kerusuhan Sambas merujuk kepada peristiwa kerusuhan antar etnis di wilayah Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Kerusuhan Sambas sudah berlangsung sekitar tujuh kali sejak 1970, tetapi kerusuhan tahun 1999 adalah yang terbesar dan merupakan dari akumulasi kejengkelan Melayu dan Dayak terhadap ulah para oknum pendatang dari Madura. Akibatnya, orang-orang keturunan Madura yang sudah bermukim di Sambas sejak awal 1900-an, ikut menjadi korban.[3] Korban akibat kerusuhan Sambas terdiri dari 1.189 orang tewas, 168 orang luka berat, 34 orang luka ringan, 3.833 rumah dibakar dan dirusak, 12 mobil dan 9 motor dibakar/dirusak, 8 masjid/madrasah dirusak/dibakar, 2 sekolah dirusak, 1 gudang dirusak, dan 29.823 warga Madura mengungsi.

Latar belakang

[sunting | sunting sumber]
  • Awal peristiwa dilatarbelakangi oleh kasus pencurian ayam oleh seorang warga suku Madura yang ditangkap dan dianiaya oleh warga masyarakat suku Melayu.
  • Peristiwa berkembang dengan bergabungnya ratusan warga suku Madura dan menyerang beberapa warga suku Melayu yang berakibat 3 orang suku Melayu meninggal dunia dan 2 orang luka-luka. Peristiwa ini dikenal dengan istilah "Ketupat Berdarah" merujuk kejadian pada hari raya Idul Fitri di Dusun Parit Setia Jawai.
  • Selain itu, terjadi pula kasus perkelahian antara kenek angkot warga suku Melayu dengan penumpang angkot warga suku Madura yang tidak mau membayar ongkos.
  • Akibatnya, terjadi saling balas membalas antara warga lokal yakni suku Melayu dan suku Dayak menghadapi warga suku Madura dalam bentuk perkelahian, penganiayaan dan pengrusakan.
  • Peristiwa berkembang dengan terjadinya kerusuhan, pembakaran, pengrusakan, perkelahian, penganiayaan dan pembunuhan antara warga suku Melayu dan warga suku Dayak menghadapi warga suku Madura, yang meluas sampai ke daerah sekitarnya.
  • Telah terjadi pengungsian warga suku Madura secara besar-besaran. Kemudian isu ini dieksploitir oleh kelompok-kelompok tertentu untuk kepentingannya.
  • Peristiwa ini adalah kejadian yang kesepuluh sejak tahun 1970 dan juga pernah terjadi terhadap etnis yang lain.

Kronologi

[sunting | sunting sumber]
  • Pada tanggal 17 Januari 1999 pukul 01.30 WIB telah ditangkap dan dianiaya pelaku pencurian ayam warga suku Madura oleh warga suku Melayu.
  • Pada tanggal 19 Januari 1999 sekitar 200 orang suku madura dari suatu desa menyerang warga suku Melayu desa lainnya.
  • Hari berikutnya terjadi perkelahian antara warga suku Madura dan warga suku Melayu karena tidak membayar ongkos angkot. Kejadian ini berkembang menjadi perkelahian antara kelompok dan antara desa yang disertai pembakaran, pengrusakan dan tindak kekerasan lainnya.
  • Warga suku Melayu dan suku Dayak melakukan penyerangan, pembakaran, pengrusakan, penganiayaan dan pembunuhan terhadap warga suku Madura dan selanjutnya saling membalas.
  • Peristiwa berkembang dengan terjadinya pengungsian warga Madura dalam jumlah besar menuju Singkawang dan Pontianak.

Tindakan aparat keamanan antara lain:

  • Melokalisir dan mencegah meluasnya kejadian,
  • Membantu evakuasi para pengungsi, melakukan pencarian dan penyelamatan suku Madura yang melarikan diri ke hutan,
  • Membantu para pengungsi ditempat penampungan,
  • Mengadakan dialog dengan tokoh masyarakat dan pemuka agama, serta
  • Melakukan upaya penegakan hukum terhadap para pelaku kriminal.

Proses hukum

[sunting | sunting sumber]

Pelaku yang ditangkap 208 orang dan dalam proses peradilan sebanyak 59 orang, yang terdiri dari suku Madura 13 orang, suku Melayu 42 orang dan suku Dayak 4 orang. Barang bukti yang disita terdiri dari 607 pucuk senjata api rakitan, 2.336 senjata tajam, 76 bom molotov, 86 katapel, 969 anak panah, 8 botol dan 8 toples obat mesiu, 443 butir peluru timah, 79 peluru pipa besi, 349 butir peluru standar ABRI dan 441 butir peluru gotri.[4]

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ tidak ada data pasti untuk daerah lain