Lompat ke isi

Wewe Gombel: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 14: Baris 14:
|Similar_creatures = ''[[Rangda]]''
|Similar_creatures = ''[[Rangda]]''
}}
}}
'''''Wewe Gombel''''' atau juga disebut '''Nenek Gombel''' adalah sebuah istilah dalam tradisi [[Jawa]] yang berarti [[roh jahat]] atau [[hantu]] yang suka menculik [[anak-anak]], tetapi tidak mencelakainya. Konon anak yang diculik biasanya anak-anak yang ditelantarkan dan diabaikan oleh orang tuanya. ''Wewe Gombel'' biasanya akan menakut-nakuti [[orang tua]] si anak atas sikap dan perlakuannya kepada anaknya sampai mereka sadar. Bila mereka telah sadar, Wewe Gombel akan mengembalikan anaknya.
'''''Bebodo dalam tradisi Sasak''''' atau juga disebut '''Wewe Gombel''' dalam tradisi [[Jawa]] yang berarti [[roh jahat]] atau [[hantu]] yang suka menculik [[anak-anak]], tetapi tidak mencelakainya. Konon anak yang diculik biasanya anak-anak yang ditelantarkan dan diabaikan oleh orang tuanya. ''Wewe Gombel'' biasanya akan menakut-nakuti [[orang tua]] si anak atas sikap dan perlakuannya kepada anaknya sampai mereka sadar. Bila mereka telah sadar, Wewe Gombel akan mengembalikan anaknya.


== Latar belakang mitos ==
== Latar belakang mitos ==

Revisi per 17 Oktober 2021 09.56

Bebodo
Makhluk dalam ukiran Italia abad ke-16 ini kebetulan mirip dengan hantu Wewe Gombel yang berkembang di Indonesia.
Makhluk misterius
NamaBebodo
KelompokMakhluk Legendaris
SubkelompokNokturnal, tidak bisa mati
Asal
MitologiMitologi cerita rakyat Indonesia
NegaraIndonesia
DaerahAsia Tenggara
HabitatHutan Pedalaman

Bebodo dalam tradisi Sasak atau juga disebut Wewe Gombel dalam tradisi Jawa yang berarti roh jahat atau hantu yang suka menculik anak-anak, tetapi tidak mencelakainya. Konon anak yang diculik biasanya anak-anak yang ditelantarkan dan diabaikan oleh orang tuanya. Wewe Gombel biasanya akan menakut-nakuti orang tua si anak atas sikap dan perlakuannya kepada anaknya sampai mereka sadar. Bila mereka telah sadar, Wewe Gombel akan mengembalikan anaknya.

Latar belakang mitos

Menurut cerita, mitos Wewe Gombel dipercayai digunakan untuk menakut-nakuti anak-anak agar mereka tidak berkeliaran di waktu malam hari. Sebab pada masa lalu, keadaan gelap gulita amat berbahaya karena hewan buas mungkin memasuki kawasan perkampungan dalam kegelapan malam. Oleh karena itu, Wewe Gombel diciptakan untuk menyelamatkan mereka dari ancaman tersebut. Wewe Gombel biasanya digambarkan dengan sosok wanita tua keriput dengan payudara yang terlihat panjang dan menggantung.[butuh rujukan]

Nama Wewe Gombel dengan penggambaran umum seperti yang tertulis di atas mungkin juga bukan sekadar isapan jempol belaka, ada suatu analisis logis mengenai salah satu bentuk motivasi orang-orang dulu (tatanan masyarakat primodial) untuk mengantisipasi tindakan yang mengundang kebiasaan-kebiasaan buruk yang berpotensi melanggar aturan. Misalnya anak-anak yang seharusnya belajar di malam hari atau berkumpul bersama keluarga tetapi malah bermain di luar rumah dan tanpa pengawasan orang. Cerita tentang adanya sosok Wewe Gombel secara turun temurun dan paralel menyebar ke berbagai individu yang sebagaian dari para individu itu mungkin juga secara sepihak mengarang definisi tambahan mengenai sosok Wewe Gombel, kemudian merebak ke segala arah dan dikomsumsi oleh banyak pihak. Konon katanya, Wewe Gombel berasal dari sebuah bukit di kawasan Gombel, Semarang. Dahulu, banyak orang mati di bukit itu akibat pembantaian pada masa penjajahan Belanda.[butuh rujukan]

Dalam budaya populer

Tokoh dan kisah tentang Wewe Gombel telah banyak diadaptasi dalam film Indonesia, seperti film Wewe Gombel 1988[1] dan film 2012 Legenda Wewe Gombel.[2] Wewe gombel juga pernah ditampikan dalam "Folklore" Seri HBO 2019, Episode 1 "A Mothers Love". Representasi Wewe Gombel terkadang menjadi bagian dari festival atau budaya lokal (misalnya dalam acara karnaval atau event lainnya) seperti halnya genderuwo.[3]

Lihat pula

Referensi