Tombolotutu: Perbedaan antara revisi
Badak Jawa (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
Badak Jawa (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 6: | Baris 6: | ||
}} |
}} |
||
'''Tombolotutu''' adalah salah satu raja di [[Kabupaten Parigi Moutong]], [[Sulawesi Tengah]]. Sebagai raja, Tombolotutu turut menjadi garda terdepan dalam garis perlawanan menghadapi penjajah [[Belanda]]. Dikutip dari situs Pemkab Parigi Moutong, untuk menghadapi perlawanan Tombolotutu, Belanda sampai harus mengerahkan [[Marsose]]. Marsose merupakan pasukan khusus atau pasukan elite Belanda yang pernah diturunkan saat [[Perang Diponegoro]] dan [[Perang Aceh]]. |
'''Tombolotutu''' adalah salah satu raja di [[Kabupaten Parigi Moutong]], [[Sulawesi Tengah]]. Tombolotutu mempunyai gelar Pua Darawati, ia menrima takhta Kerajaan Moutong pada tahun 1877 di umur 20 tahun. Sebagai raja, Tombolotutu turut menjadi garda terdepan dalam garis perlawanan menghadapi penjajah [[Belanda]]. Dikutip dari situs Pemkab Parigi Moutong, untuk menghadapi perlawanan Tombolotutu, Belanda sampai harus mengerahkan [[Marsose]]. Marsose merupakan pasukan khusus atau pasukan elite Belanda yang pernah diturunkan saat [[Perang Diponegoro]] dan [[Perang Aceh]]. |
||
Kala itu, pasukan Marsose yang diturunkan untuk menumpas perlawanan Tombolotutu kurang lebih berjumlah 170 pasukan. Kisah perjuangan Tombolotutu juga banyak diulas dalam buku Bara Perlawanan di [[Teluk Tomini]]. Diketahui, upaya untuk menjadikan Tombolotutu sebagai pahwalan nasional telah disuarakan sejak 1990-an. Namun upaya untuk mencapai hal itu terkendala dokumen resmi sebagai data primer. |
Kala itu, pasukan Marsose yang diturunkan untuk menumpas perlawanan Tombolotutu kurang lebih berjumlah 170 pasukan. Kisah perjuangan Tombolotutu juga banyak diulas dalam buku Bara Perlawanan di [[Teluk Tomini]]. Diketahui, upaya untuk menjadikan Tombolotutu sebagai pahwalan nasional telah disuarakan sejak 1990-an. Namun upaya untuk mencapai hal itu terkendala dokumen resmi sebagai data primer. |
||
Pada tanggal 10 November [[2021]], ia diangkat menjadi [[Pahlawan Nasional]] Indonesia bersama dengan [[Aji Muhammad Idris]], [[Usmar Ismail]] dan [[Aria Wangsakara]] oleh [[Presiden Indonesia]] [[Joko Widodo]].<ref>https://nasional.kompas.com/read/2021/10/29/09322181/profil-tombolotutu-pejuang-sulawesi-tengah-yang-bakal-dianugerahi-gelar</ref> |
Pada tanggal 10 November [[2021]], ia diangkat menjadi [[Pahlawan Nasional]] Indonesia bersama dengan [[Aji Muhammad Idris]], [[Usmar Ismail]] dan [[Aria Wangsakara]] oleh [[Presiden Indonesia]] [[Joko Widodo]].<ref>https://news.detik.com/berita/d-5803464/tombolotutu-diberi-gelar-pahlawan-nasional-ini-sosoknya |
||
https://nasional.kompas.com/read/2021/10/29/09322181/profil-tombolotutu-pejuang-sulawesi-tengah-yang-bakal-dianugerahi-gelar</ref> |
|||
== Referensi == |
== Referensi == |
Revisi per 10 November 2021 02.37
Tombolotutu | |
---|---|
Lahir | Parigi Moutong |
Meninggal | 17 Agustus 1901 |
Kebangsaan | Indonesia |
Tombolotutu adalah salah satu raja di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. Tombolotutu mempunyai gelar Pua Darawati, ia menrima takhta Kerajaan Moutong pada tahun 1877 di umur 20 tahun. Sebagai raja, Tombolotutu turut menjadi garda terdepan dalam garis perlawanan menghadapi penjajah Belanda. Dikutip dari situs Pemkab Parigi Moutong, untuk menghadapi perlawanan Tombolotutu, Belanda sampai harus mengerahkan Marsose. Marsose merupakan pasukan khusus atau pasukan elite Belanda yang pernah diturunkan saat Perang Diponegoro dan Perang Aceh.
Kala itu, pasukan Marsose yang diturunkan untuk menumpas perlawanan Tombolotutu kurang lebih berjumlah 170 pasukan. Kisah perjuangan Tombolotutu juga banyak diulas dalam buku Bara Perlawanan di Teluk Tomini. Diketahui, upaya untuk menjadikan Tombolotutu sebagai pahwalan nasional telah disuarakan sejak 1990-an. Namun upaya untuk mencapai hal itu terkendala dokumen resmi sebagai data primer.
Pada tanggal 10 November 2021, ia diangkat menjadi Pahlawan Nasional Indonesia bersama dengan Aji Muhammad Idris, Usmar Ismail dan Aria Wangsakara oleh Presiden Indonesia Joko Widodo.[1]